Tuhan, Siapakah Engkau?

Tuhan, siapakah Engkau?
Siapakah Engkau, yang karena namaMu ribuan orang terusir dari kampungnya?
Siapakah Engkau, yang karena namaMu masjid-masjid, gereja-gereja dan kuil-kuil indah didirikan?
Siapakah Engkau, yang karena namaMu negara-negara pernah berperang habis-habisan?
Siapakah Engkau, yang karena namaMu umatmu mau berkorban apa saja?
Aku Adalah Aku
Salah satu sifat wajib Tuhan dalam Islam adalah Mukhalafatuhu lil hawadis, – berbeda dengan mahluk.
Dalam Qur’an Allah menegaskan: Tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia (Al-Ikhlas:4)
Dalam Bibel, ketika Musa bertanya dalam perjumpaanya denganNya, Ia menjawab: Ehyer Asyer Ehyeh – Aku adalah Aku.
Apa artinya?
Jika segala sesuatu bisa dipikirkan manusia, bagaimana mungkin kita bisa memikirkanNya?. Bukankah Tuhan berbeda dengan dengan segala sesuatu yang bisa dipikirkan?
Jika segala sesuatu bisa dijelaskan oleh ilmu manusia, bagaimana mungkin kita bisa menjelaskanNya?, bukanlah Tuhan berbeda dengan segala sesuatu yang bisa dijelaskan?
Jika segala sesuatu bisa masuk kategori ada atau tiada, bagaimana mungkin kita mengatakan Dia ada atau tiada?, bukanlah Tuhan berbeda dengan segala sesuatu?
Jika Dia berbeda dengan segala sesuatu, jika Dia adalah Dia, maka bagaimana mungkin kita berhubungan dengan Dia yang entah ada atau tiada? dengan Dia yang tak tergambarkan, dan tak terpikirkan?
Manusia Terlahir Menyembah Tuhan
Manusia terlahir dengan kekaguman alami terhadap keteraturan, ke aneka ragaman dan keindahan alam. Kekaguman ini mendorong kesimpulan berikutnya: pasti ada aktor dibalik semua kehebatan ini. Kesimpulan yang sungguh wajar.
Maka tak heran, dalam semua peradaban manusia yang berkembang di muka bumi ini, tak ada satupun yang tidak mengenal sosok Dewa atau Tuhan dalam kehidupan mereka.
Apakah Tuhan dalam setiap peradaban itu sama? tidak. Para Tuhan itu berbeda-beda definisinya, perangainya atau kekuasaannya. Para Tuhan sepertinya disesuaikan dengan tingkat peradaban dan kebutuhan penyembahnya.
Menyembah Tuhan sepertinya menjadi fitrah manusia, tercetak dalam DNA kita, siapapun Tuhan itu.
Menyembah Tuhan sepertinya melengkapi kesempurnaan kita sebagai manusia.
Aku Sebagaimana Sangkaan Hambaku KepadaKU
Itu adalah bunyi penggalan satu Hadits Qudsi *) yang bagi saya sungguh luar biasa.
Jika manusia terlahir untuk menyembah Tuhan, sedangkan Tuhan tidak seperti apapun, maka bagaimanakah kita dapat berinteraksi kepadanya? bagaimanakah kita bisa menyembahnya?
Hadis di atas bisa dibaca:
Allah tidak akan bisa kita temukan. Maka ciptakan saja Allah menurut persangkaanmu.
Perjalanan sejarah manusia menggambarkan dengan tepat bagaimana hadits qudsi tersebut berjalan.
Kalau kau pemburu maka jadikan Tuhanmu sebagai Pemburu Agung.
Kalau kau petani maka jadikan Tuhanmu sebagai Dewi Kesuburan.
Kalau kau prajurit penakluk, maka jadikan Tuhanmu sebagai Dewa Perang.
Kalau kau hidup dalam kendali raja maka jadikan Tuhanmu sebagai Raja Dunia dan Akhirat.
Setiap masa, setiap jaman, manusia menciptakan Tuhan yang sesuai dengan mereka dan meninggalkan Tuhan yang tidak lagi sesuai dengan mereka.
Agama Yahudi, Kristen dan Islam berpusat pada Allah, Tuhan Raja yang menciptakan semuanya, menguasai semuanya, mengatur semuanya, memiliki semua sifat yang baik.
Apakah Allah digambarkan sama dalam ketiga agama samawi tersebut? tidak.
Allah berubah.
Dari Allah yang mencari Adam dengan memanggil-manggil namanya di Eden, yang dijamu hidangan oleh Ibrahim, yang bergelut dengan Yakub, yang menampakkan diri sebagai semak terbakar pada Musa dan akhirnya menjadi sosok tak tergambarkan pada masa Muhammad.
Apakah Allah adalah Tuhan yang sesungguhnya?
Tentu tidak, karena Tuhan tidak tergambarkan, Tuhan berbeda dengan apapun, termasuk Allah yang digambarkan agama.
Allah hanyalah salah satu sangkaan manusia tentang Tuhan.
Tuhan Pengubah Nasib
Salah satu sangkaan umum terhadap Tuhan yang terpenting adalah: Tuhan Maha Kuasa. Ditangannya nasib manusia ditentukan, di tanganNya yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Tetapi bagaimana Tuhan mencampuri nasib manusia, mengubah dunia?
Salah satu landasan etos kerja terpenting yang harus dihayati setiap Muslim adalah ayat berikut ini:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka (Ar-Ra’d:11)
Apa artinya?
Perubahan ke arah keinginan kita tak akan terjadi, kalau kita tak mengusahakannya.
Jadi siapa yang harus aktif mengubah nasib? kita sendiri.
Untuk apa Tuhan? agar kita bersungguh sungguh mengubahnya, agar kita mengeluarkan semua potensi diri kita.
Kalau anda pernah membaca buku “The Secret” karya Rhonda Byrne atau “The Law Of Attraction” karya Michael J. Lossier, anda akan terpaku pada konsep dasar yang ada pada buku-buku tersebut, yaitu: kita adalah sumber perubahan itu sendiri. Saya tidak sepenuhnya setuju dengan dramatisasi buku-buku itu, tetapi konsepnya sungguh menarik.

The Secret: Kita adalah penguasa semesta kita sendiri
Yang membuat gagal semua usaha kita, semua harapan kita, adalah kita yang tak fokus pada harapan kita sendiri. Yang membuat kita berhasil mewujudkan semua usaha kita, harapan kita, adalah kita yang bisa memusatkan semua perhatian dan energi diri kita kepadanya.
Setiap orang adalah penguasa dalam semestanya sendiri. Kegagalan adalah karena kita yang tak bisa mengarahkan semesta ke tujuan kita. Dan Tuhan adalah pengarah imajiner efektif segala daya dan energi kita.
Aku Adalah Kamu
Jadi siapa sebenarnya Tuhan di dunia ini?
Kisah Dewa Ruci
Dalam jagad spiritual budaya Jawa kita mengenal sebuah kisah wayang yang tidak akan anda temui di kisah versi India, yaitu kisah Dewa Ruci. Kisah ini bagaikan mewakili puncak spiritualisme yang hidup di budaya Jawa.

Bima, tokoh wayang yang mewakili filosofi Jawa dalam pencarian kebenaran
Alkisah Bima sang tokoh yang selalu blak-blakan, atas petunjuk Durna gurunya, diperintahkan mencari Air Prawitasari, air intisari kehidupan, untuk mencapai kesempurnaan hidup.
Bermacam raksasa jahat harus Bima hadapi, hutan lebat, gunung tinggi, samudra dalam Bima jelajahi untuk mencarinya, tapi tak juga intisari kehidupan itu ia temui.
Di akhir perjalanannya, di puncak semedinya, Bima bertemu Dewa Ruci,
“Masuklah ke telinga kiriku!”, Dewa Ruci itu berkata
”Bagaimana mungkin aku masuk ke lubang sekecil itu?”
”Masuklah!, bahkan semestapun bisa masuk dalam diriku” dan masuklah Bima.
Di dalam tubuh Dewa Ruci, Bima bersatu dengan Dewa, Bima mengalami manunggaling kawula dan Gusti.
Terkuak segala tabir kehidupan ini bagi Bima, kedamaian, kebahagiaan dan ketenangan. Ternyata tak ada Air Prawitasari, yang ada hanya perasaan diri yang sempurna. Bima tak ingin kembali ke dunia, tapi sang Dewa memerintahkannya kembali, “Belum saatnya ia bersatu dengannya”.
Dan seperti apakah Dewa Ruci? Dewa itu versi kecil dirinya sendiri.
Dewa itu versi lain dirinya sendiri.
Kisah Al-Hallaj
Tak ada sufi yang paling dicintai dalam dunia sufi dan dibenci kaum fuqoha selain Al-Hallaj.
Dia hidup di era pemerintahan tiran Khalifah Dinasti Abbasi 909M. Di kala formalisme beragama menjadi menjadi-jadi dalam kontrol negara, Al-Hallaj mementingkan “makna batin” Islam sebagai pembawa rahmat bagi semua.
Pertentangan prinsip ini dan berbagai alasan lainnya, membuat penguasa saat itu menghukum mati al-Hallaj.
Penekanannya pada esensi Islam, membuatnya dianggap menabrak semua pagar fiqh Islam. Dalam salah satu syairnya Al-Hallaj menuliskan:
Kulihat Tuhanku dengan mata hatiku,
kusapa Dia “Siapa Kamu?”
Dia jawab “Kamu”..
Jadi, Siapa Tuhan?
Tuhan berkata: “Aku adalah Aku”
Tuhan sejati berbeda dengan apapun, tak tergambarkan,
tak ada di dunia ini…
Tapi, dalam sejarah dunia, dalam kehidupan kita, Tuhan nyata hadir.
Siapa Tuhan yang ini?
Kamu …
Referensi:
*) Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Rasulullah saw. bersabda : “Allah swt. berfirman : “Aku menurut sangkaan hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia ingat kepadaKu dalam dirinya maka Aku ingat kepadanya dalam diri-Ku. Jika ia ingat kepada-Ku dalam kelompok orang banyak maka Aku mengingatnya dalam kelompok yang lebih baik dari padanya. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan maka Aku datang kepadanya dengan berlari-lari kecil”. (Hadits ditakhrij oleh Ibnu Majah).
Assalamualaikum.
Penjelasan ini merupakan penjelasan yang bisa diungkap dengan bahasa modern, begitu jelas tidak mutermuter. Terimakasih.
Dan sebagai kesimpulan yang sebenarnya aku telah laksanakan secara waswas karena Allahnya aku tidak sama dengan Allahnya Ibrahim, juga dengan yang lain, tetapi tetap sama dalilnya untuk kehidupan ini sehingga syahadatnya aku mengucapkan sesuai diriku yaitu cinta, tuhan, dan bilangan i yang telah dijelaskan terdahulu. Batinku jadi tenang, tetapi hal yang demikian itu pantang untuk disebarkan ke orang lain, atau digunakan untuk mempengaruhi orang lain, jadikanlah itu suatu milik pribadi.
Wassalam
H. Bebey
@H. Bebey: terima kasih komentarnya.
Memang banyak jalan menuju Tuhan, dan setiap orang bisa memilih jalan yang berbeda.
Ijinkan saya mengutip kalimat yg anda tulis dlm postingan ini. Kalimat itu adalah : ” Apakakah Allah adalah Tuhan yang sesungguhnya ? Tentu tidak, karena Tuhan tidak tergambarkan, Tuhan berbeda dengan apapun, termasuk Allah yang digambarkan dalam agama. Allah hanyalah salah satu sangkaan manusia tentang Tuhan. TOLONG ANDA BACA DENGAN CERMAT AYAT AL KURSI
@Kusaini: komentar adalah media untuk bertukar pikiran di blog ini, silakan anda tunjukkan apa yang bisa saya baca di ayat Kursi, agar yang lain juga bisa menikmati komentar anda.
Sudah saya katakan…saya minta tolong kepada anda untuk membaca ayat kursi dengan cermat, dan bandingkan dengan pendapat anda tentang Allah dan Tuhan. Sekali lagi tolong anda baca AYAT KURSI dengan cermat !
@Kusaini: sudah saya katakan, tunjukkan apa yang relevan menurut anda dari ayat kursi?
Ini ajang diskusi, tunjukkan poin-poin pernyataan anda, baru akan saya tanggapi. Anda bukan emak saya yang bisa suruh sana-sini tanpa jelaskan apa yang penting dari apa yang anda suruh.
banyak jalan menuju dalam rumah, bisa lewat pintu depan, belakang, jendela ataupun atap / genteng.
tapi hanya satu jalan yang anda tidak akan diteriaki sebagai malig ketika anda memasuki rumah.
@Bayu Ardhiyanto: terima kasih untuk berbagi pengalamannya…
Membaca tulisan diatas sungguh amat mengasyikkan, bagi saya yg pemalas dalam berusaha menempuh jalan pendakian menghampiriNya, sementara banyak sahabat disela-sela aktifitas sehari-hari, masih mampu melakukan wirid ribuan kali.
Saya masih ragu langkah2 yg mesti ditempuh, berusaha mencintaiNya atau berusaha Meraih Cintanya. Padahal saya amat yakin dengan Kasih sayangNya.
@Dizal: mencintai Tuhan memang pada akhirnya adalah pendekatan yang bersifat personal.
Agama hanyalah penunjuk arah umum, kita sendirilah yang akhirnya harus aktif menapaki jalan yang paling sesuai bagi diri kita dalam menjumpai Tuhan.
Terima kasih komennya.
So,menurut mas Judhi,Tuhan yang menciptakan manusia atau manusia yang menciptakan tuhan ???
@Edy: Tuhan yang tak terdefinisikan yang mencipta hukum alam, semesta dan manusia di dalamnya.
Tuhan yang dalam tradisi Buddha diungkapkan sebagai neti..neti.. – bukan.. bukan.. –> bukan yang ini, bukan yang itu, bukan yang seperti ini, bukan yang seperti itu.
Manusia secara insting mengenal Tuhan.
Dalam perkembangan peradaban, manusia mengekspresikan Tuhan ini dalam keterbatasan ekspresi budaya dan bahasa manusia. Dalam ekspresi budaya manusia, Tuhan digambarkan sebagai personifikasi semua nilai-nilai ideal manusia.
Tuhan yang tak tergambarkan mencipta manusia,
dan manusia menciptakan Tuhan yang dapat disembahnya.
Artikelnya mencerahkan mas. Orang2 sekarang tidak bisa bercakap-cakap dg Allah (Tuhan) dibanding 2000 th yll sprti yg dilakukan oleh pak Isa, pak muhamad, dll itupun hanya terjadi di negara arab, orang amrik, aussi apalagi indon gak pernah bisa. bahkan Tuhan gak boleh memproduksi nabi lagi. Apakah Allah telah tiada. Allah juga disebut dzat. dalam ilmu alam ada zat cair, padat dan gas. manakah diantara tiga itu. Aku jadi ngeri kalau karena tuhan marah bawa penthungan, habis deh warungku.
@Geloaku: memang berdialog dengan Allah di era modern ini sulit. Allah era nabi sudah tidak 100% cocok dengan kehidupan sekarang.
Bila ingin beragama, mau tidak mau kita harus bisa menerima modifikasi Tuhan dan agama agar sesuai dgn jaman, kalau tidak akan terjebak dalam sikap ala Taliban yg menganggap segala perubahan sebagai penyimpangan yg harus “diluruskan”.
lucu mas pentungan nya kyk centeng aja bawa pentungan hahaha…
Jgn keliru mas, Tuhan itu roh bukan dalam bentuk zat cair, padat dan gas.
Zaman sekarang ini emang bukan zaman para nabi2 lagi mas, tapi sekarang itu disebut tahun rahmat Tuhan. Dulu itu emang yang berbicara dengan Tuhan itu diwakili oleh para Nabi atau orang yang dipilih Tuhan sendiri, Nabi itu dipilih Tuhan sendiri untuk menyampaikan maksudnya ke Manusia. Tapi, sekarang setiap orang bisa berbicara langsung dengan Tuhan, bergaul dengan Tuhan.
@Ryntoodmk: terima kasih komentarnya.
Tiap orang sekarang bisa bicara dan bergaul dengan Tuhan? Menarik… Oh ya waktu anda terakhir bergaul dengan Tuhan, Beliau ngomong tentang apa ya?
Dari pengalaman kekayaan batin serta luasnya wawasan yg berhubungan dgn ghoibi yg tercermin melalui tulisan2 mas Judhi,maaf..apakah mas Judhi masih menunaikan sholat 5 waktu? Apakah masih menemukan ketentraman batin di dalamnya? Apakah mas Judhi merasakan satu dilema dalam menjalaninya?
@Edy: memang agama dan Tuhan pernah menjadi kehilangan makna, dan terpikir untuk melepaskannya sama sekali.
Akan tetapi mengetahui secara obyektif tidak sama dengan mengalami secara subyektif.
Saya belajar dari salah satu sistem imajiner terdekat diri saya sendiri, yaitu cinta dalam keluarga.
Saya tidak sempurna di mata istri atau anak-anak saya akan tetapi saya merasa mereka mencintai saya. Saya menikmati itu dari perhatian istri saya, pelukan putri saya yg sudah SMP, atau saat bermain perang-perangan dgn si kecil yg masih SD.
Saya tahu secara rasional-biologis, saya diprogram untuk memastikan keturunan saya berkembang dan bereproduksi kelak untuk melestarikan spesies manusia ini, dan cinta adalah salah satu triknya.
Akan tetapi saya sama sekali tidak tertarik untuk berlaku sebagai pengamat rasional yang mengambil jarak terhadap kehidupan. Saya tidak tertarik melihat anak saya memeluk saya dan berpikir: “mereka sedang membangun ikatan dengan ayahnya untuk memastikan dukungan finansial dan keamanan masa depan mereka”
Saya tertarik untuk mengalami mencintai dan dicintai, itu yang membuat hidup saya bermakna. Saat itu, omong kosong pikiran rasional! saya ingin menikmati keutuhan saya sebagai manusia!
Itu semua adalah kenikmatan hidup, saya beruntung mengalaminya, dan saya percaya itu bisa saya peroleh karena Tuhan telah menciptakan hukum alam, semesta dan saya yang hidup didalamnya. Saya berterima kasih.
Bila Tuhan tak terjangkau. Menjadi manusia sebaik-baiknya, dan menyembah Allah yang menjadi personifikasi semua nilai-nilai kebaikan yang bisa dicapai manusia, akan menjadi ungkapan terima kasih dengan cara yang bisa dilakukan manusia.
Begitu juga dengan Allah dan Islam. Saya dibesarkan dalam kekhusyukan mengagungkannya. Saya pernah mengalami syahdunya sholat malam, berharap dan memohon dalam do’a, leganya hati bersedekah.
Saya tak ingin menjadi pengamat dan komentator atas kehidupan saya sendiri, saya ingin terlibat dan menikmati di dalamnya. Jadi, saya tetap shalat, menyembah Allah dan menikmati sensasinya.
Terima kasih untuk bertanya.
“saya tak ingin menjadi pengamat dan komentator atas kehidupan saya sendiri, saya ingin terlibat dan menikmati di dalamnya”. Aku suka banget kalimat ini. Mungkin karena aku sendiri sering mengalami kegundahan iman dan dengan membaca kalimat mas Jud diatas aku baru menyadari bahwa kegundahanku diakibatkan aku menempatkan diri lebih sebagai pengamat dan komentator kehidupanku sendiri tanpa lebih banyak memberi ruang agar diri menjadi “si terlibat dan si penikmat”.
Sedikit curhat mas, salah satu yang dari sejak muda kuyakini bahwa aku beragama karena apa yang kusebut agama itu adalah sempurna. Satu noktah saja kutemukan hal yang menurutku mencemari kesempurnaan agama, maka kenikmatan beragamaku berkurang, kalo tidak boleh dikatakan hilang. Aku salut sama Mas Jud, ko bisa masih bisa menikmati agama meski aku liat begitu banyak kegundahan akan agama yang mas Jud peluk.
Hari-hari ini aku kehilangan kenikmatan bercumbu dengan agamaku…karena menemukan begitu banyak kemungkinan ketidaksempurnaan agamaku (paling tidak dari pengamatanku sendiri)…
Siapapun…wahai…tolong ajari saya menikmati agama meski dalam keraguan akan kesempurnaan agamaku itu sendiri…terimakasih.
@Kirana: selama kita menganggap konstruksi agama melulu dari luar diri, maka konflik dengan diri kita pasti ada.
Agama harus tumbuh dari diri kita sendiri, dan berkembang sesuai dengan perkembangan kita. Agama menjadi urusan personal saya untuk berhubungan dengan Tuhan dan menikmati kehidupan. Bisa sama, bisa beda dgn orang lain.
Tiap orang harus menemukan jalannya sendiri, walau bisa menggunakan pengalaman orang lain sebagai acuannya.
Kalau Islam, mazhab apa? saya sebut mazhab nurani saja. Terserah kalau menurut anda ada yang lain.
Terus terang pencarian saya selama ini tentang sesuatu yg sempurna justru banyak saya temukan ketidaksempurnaan.Konsekwensinya,ritualitas yg dulu syahdu saya rasakan,sekarang biasa2 aja,malah kadang cuma sebagai kamuflase biar tidak berbenturan dgn nilai2 sosial,bahkan !kadang sudah tidak saya anggap itu sebagai suatu kewajiban.Sesuatu yg selama ini aku yakini paling baik,paling sempurna,rahmatan lil’alamin dan menjadi satu2nya tujuan hidup,kini bergeser menjadi sesuatu yg ‘cuma’ menjadi’alat’ atau ‘sarana’,itupun bukan yg menjadi satu2nya.Banyak ‘jalan’ menuju Roma.Yg terpenting bagiku,dlm perjalanan yg singkat menuju Roma,harus selalu berbuat baik,saling mengasihi dan toleransi.Kalo ada yg bertanya…,Mazhab apa itu…??? saya sebut mazhab suka suka gua…! thx.
@Edy: mungkin sudah saatnya berhenti sejenak dari pencarian intelektual. Tuhan itu pengalaman, bukan pengetahuan.
Pergi ke gunung, nikmati pemandangannya; pergi ke pantai, nikmati debur ombak; pergi ke keramaian, amati saja suasananya; atau ikut Jum’atan di masjid puncak yg khutbahnya sama sekali tak kita mengerti karena pakai bahasa sunda dan arab, nikmati saja suasananya.
Bagi saya efeknya sangat positif, walau mungkin beda pada orang lain.
Mahzab suka-suka? bagus! itu sebuah awal…
“Tuhan itu pengalaman bukan pengetahuan” aku setuju dengan kalimat yang ini, cuma mungkin perlu pendalaman mengenai makna pengalaman itu sendiri. Pengalaman seperti apa? apakah pengalaman merasakan kehadiran Tuhan dalam keheningan sujud…(aku menyebutnya pengalaman spiritual)atau pengalaman merasakan indahnya pertolonganNya? (aku menyebutnya pengalaman kehidupan)Sekedar sharing…sejauh ini aku telah mencoba menempuh pengalaman spiritual, aku mencoba merasakan kehadiranNya dalam keheningan sujud2ku tapi rasanya hampir selalu digagalkan oleh rasionalitas yang tak henti bertanya, benarkah pengalaman merasakan Tuhan itu benar adanya ataukah hanya sebuah self ilusion. Atau lebih rasional lagi ketika menyaksikan pengalaman para tokoh spiritual yang tidak jarang terjerumus dalam tindak amoral. Pengalaman spiritualku terganggu oleh semua itu. Keheninganku jadi gaduh..
Pengalaman kehidupan, untuk yang satu ini, dulu selalu kuyakini bahwa pertolongan Tuhan itu dekat, “mintalah maka Aku beri” tapi geliat rasionalku mengganggunya, aku merasakan bahwa pertolongan itu begitu jauh, jangankan pertolongan…sekedar tegur sapa pertanda bahwa Dia ada saja sulit aku rasakan. Dogma bahwa “sesuatu yang baik menurut manusia belom tentu baik dimata Tuhan dan sebaliknya” yang menyebabkan tidak terkabulnya sebuah doa, bagiku tidak lebih dari sekedar alibi para pendakwah Tuhan. Eh…ko jadi curhat seh…Mas Jud or yang lainnya share dong pengalaman kehidupan kalian yang membuat kalian yakin bahwa Tuhan itu ada, kali aja berguna bagi tumbuhnya kembali imanku….makasih
@Kirana: ada yg bilang saat kau hanyut dalam totalitas diri, kau bertemu Tuhan. Tidak harus dalam ibadah.
Dalang Sujiwotejo menemukannya saat ia mendalang, melukis dan ngencuk.
🙂
menurut saya TUHAN bukanlah kamu.. tapi ALLAH jelaslah TUHAN,namun TUHAN belum sebagai allah,TUHAN itu hanya kata yang dianggap sebagai “sesembahan” dari org yg menyembahnya,dan kalo dibahas mengenai “AKU adalah KAMU”,mungkin lebih tepatnya jika dijabarkan bahwa manusia bukanlah TUHAN tapi adalah “CITRA TUHAN” , dimana ada beberapa hal yang manusia dapat lakukan seperti TUHAN, karena itu manusia disebut “CITRA TUHAN” namun bukan berarti TUHAN(AKU) adalah manusia(KAMU), dan jika sikap manunggaling kawula itu dinyatakan benar, bagaimana menyatakan kebenaran fakta mujizat yang masih terjadi sampai saat ini (dalam KKR), apakah itu energi manusia yang di akui manunggaling kawula yang dapat menyembuhkannya(org sakit,stres,kesurupan,org trkutuk,santet,dll)? sedangkan energi manusia terbatas,karena keberadaan dirinya yg sementara(limited). sehingga
menurut saya TUHAN ADALAH AKU(TUHAN) bukan kamu(manusia),tetaplah TUHAN sebagai YANG MAHA tak TERTANDINGI,manusia hanyalah CITRANYA yang diberi pilihan untuk mencerminkan Penciptanya atau melawan Penciptanya..sekian,thx,good for share good for think..
@smc: satu ciri dari debat filosofis mengenai Tuhan adalah ia tidak berdasarkan bukti empiris tentang adanya Tuhan itu sendiri, melainkan berdasarkan kecanggihan argumen-argumen nalar.
Bukti empiris yang bisa kita tarik dari peradaban manusia adalah bagaimana gambaran manusia tentang Tuhan mereka, bukan mengenai Tuhan itu sendiri.
Dalam setiap periode, Tuhan adalah personifikasi nilai-2 tertinggi mereka. Jika nilai itu berubah akan muncul Tuhan baru dan agama baru, sedangkan Tuhan yang lama hanya dianggap dongeng.
Mengenai mukjizat-mukjizat, semua agama dan kepercayaan bisa memanfaatkannya, sepertinya semua “Tuhan/Dewa” bisa dimanfaatkan untuk membangkitkan kekuatan mukjizat itu.
Mohon maaf, saya menganggap mukjizat penyembuhan merupakan kemampuan manusia mengeksploitasi efek-efek psikologis yang tak ada hubungannya dengan agama, hanya diberi label Tuhan menurut kepercayaan masing-masing.
Terima kasih komentarnya.
Tulisan anda yang mampir ke kisah2 kuno ini terasa memabukkan bagi banyak orang. Sayangnya tidak ada kebenaran didalamnya. Kutipan berasal klaim2 tak berdasar dan tak berbukti. Kalimat Sufi dan filsuf kuno langsung dianggap suci dan menjadi dogma. Dunia modern tidak bergerak seperti ini, Sains mengubah segalanya. Jadi berhentilah mengutip kalimat2 kuno dan mulailah memahami Sains dari sumber2 yang bisa dipercaya.
@Sibadu: bagi saya kalimat2 filsuf dan kitab suci bukanlah dogma. Itu adalah tonggak2 ekspresi budaya manusia merespon realisme dalam subyektivitas kemanusiaan. Kelak mungkin ada ekspresi yg lebih mengena menggantikannya.
Saya juga tidak menganggap teori2 sains sebagai dogma, bisa jadi kelak akan ada teori baru yg akan menggambarkan realitas lebih dgn lebih tepat.
Jadi dgn bersikap terbuka, keduanya bukan dogma.
Kenapa tidak memanfaatkan obyektivitas sains untuk menguasai dunia dan subyektivitas religi/filsafat untuk menikmati dunia? Toh saya memandang anda dengan obyektif sebagai manusia sekaligus menyapa anda sebagai subyek dengan memakai nama anda?
Sikap anda yg melarang saya untuk memakai kriteria subyektif dalam memandang dunia sangat mengingatkan pada sikap kelompok bigot yang hendak mengontrol apa yg boleh dipikir dan apa yang tidak boleh. Hanya kali ini anda dari wilayah yg berseberangan dengan para bigot.
Terima kasih.
anda bebas bung pake dalil apa saja dan kemudian dilogika sesuai tingkat kemampuan otak anda dalam melogika dan sesuai dengan berapa persen dari jumlah sel otak anda yang anda pakai untuk melogika..tapi hasil logika yang belom tentu benarnya dan justru jauhhhhhhh sekali dari nilai kebenaran dan terkesan seperti hasil logikanya anak TK terus anda sebarkan ke orang lain. ini bahaya bung…sedangkan sebuah hasil science baru dipublish ke masyarakat bila telah melalui serangkaian uji coba yg berliku2 dan memakan biaya yg banyak sekali dan setelah mendapat kan sertifikat kebenaran. hal ini dilakukan demi keamanan masyarakat yang akan menjadi konsumen dari hasil science ini.
sedangkan anda..berpikir sendiri, dgn dalil comot sana dan sini dengan literatur dari komik fiksi sudah berani mempublishnya…
apa ya ini yang disebut liberalisme kebebasan berpikir dan berbuat dan bebas pula dari rasa tanggung jawab..harusnya yang benar adlah kebebasan berpikir dan berbuat dengan disertai tanggung jawab terhadap kebaikan dan kebenaran dan kesehatan mental masyarakat.
@arifkusmift: ciri orang dewasa adalah: ia bertanggung jawab atas pilihannya sendiri dan tidak menyerahkan tanggung jawab ke sesuatu diluar dirinya.
Saya memakai pikiran saya sendiri dan bertanggung jawab penuh. Lebih enak kan, bila ada yg merasa dirugikan bisa langsung tuduh saya.
Silakan bila anda tidak mau memakai pikiran sendiri dan menyerahkannya ke dogma-dogma. Anda bisa menunjuk pembawa dogma-dogma tersebut saat ada yang merasa dirugikan.
Itu yang namanya bebas berpikir dan bertanggung jawab, orang bisa langsung tunjuk saya bila merasa dirugikan.
Yang bebas dari rasa tanggung jawab adalah merugikan orang lain, tapi tidak mau disalahkan secara personal karena berlindung dengan agama/dogma.
tulisan anda adalah sederhana sekali dengan menggunakan rasionalitas anak2 sehingga tulisan anda terkesan dangkal saja bung. saya akan menyanggahnya dengan rasionalitas spt yang anda lakukan.:
1. surat Al ikhlas:4 “dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”:
tafsirnya adalah Alloh swt itu berbeda dengan makhluk dalam segala
dimensinya.
kalo Alloh swt itu berbeda dengan makhlukNya dalam segala dimensinya
kenapa kemudian disimpulkan mjd “Aku adalah kamu..kamu adalah Aku??
Yang dimaksud dengan tdk seorangpun setara dengan Tuhan artinya
posisi makhluk adalah ciptaan dan posisi Tuhan adalah pencipta. kalo
kita analogikan seorang pengrajin pembuat boneka maka sang pengrajin
duduk di meja kerja sedangkan boneka buatannya tergeletak diatas meja
ato tersimpan di lemari..si pengrajin dan boneka tdk pernah bersatu
dalam bentuk apapun..masing2 tetap terpisah dan pada tempatnya
masing2. Begitu pula Tuhan sebagai pencipta berada pada tempatnya
sendiri dan hasil ciptaannya bertebaran dimana2. jadi salah kalo pada
akhirnya tulisan anda berkesimpulan Tuhan adalah diri kita dan diri
kita adalah tuhan.
2. Manusia terlahir menyembah Tuhan..itu benar dan itu fitrah manusia.
maka orang2 atheis dan agnostik adlh melanggar fitrah ini. kenapa kok
dikatakan melanggar fitrah..seorg atheis sama saja dia tidak mengakui
keberadaannya sebagai manusia mulai dari sel telur bertemu dgn sperma
menjadi zigot kmdn berkembang menjadi janin dan berkembang terus
hingga lahir dunia.Bagaimana cara orang atheis berkesimpulan bahwa
Tuhan itu tidak ada??bagaimana mereka menjelaskan semua proses
keberadaan dirinya hingga menjadi manusia dewasa tanpa
mengikutsertakan peran Tuhan didalamnya. bagaimana pula kelompok
agnostik juga melanggar fitrah manusia. karena hanya dengan percaya
Tuhan ada itu tidak cukup. Harus ada wadah yang menaungi rasa percaya
itu sebagai sarana untuk mengimplementasikan kepercayaan itu..wadah
itu adalah agama. analoginya adalah spt kita berbangsa dan bernegara.
kita ga cukup hanya bermodal percaya bahwa kita benar2 manusia. tapi
wujud manusia ini butuh suatu wadah untuk bisa menjalankan fungsinya
sebagai manusia yaitu berkelompok, berbangsa dan bernegara.agama dan
negara adalah wadah bagi manusia untuk menjalankan fungsinya sebagai
manusia..agama adalah wadah bagi manusia untuk menjalankan
kewajibannya kepada Tuhan YM pencipta sedangkan negara adalah wadah
bagi manusia untuk menjalankan perannya kepada sesama manusia.
3. AKU SEBAGAIMANA SANGKAAN HAMBAKU KEPADAKU
Makna hadits ini bukan diartikan seperti anak TK bung..kalo memikirkan Tuhan itu seperti Badut ya berarti Badut adalah Tuhan..ya tidak seperti itu donk. Masa kalo kaum Petani yang mikirin sosok tuhan kesimpulannya tuhan itu dewi kesuburan yaa ga benerrr itu. hadits diatas ditujukan suatu yang menyangkut enterpreneurship bung dimana untuk menjadi figur yang sukses maka pikiran kita harus selalu positif dalam memandang segala sesuatu. Pikirkan hal2 yang baik saja jangan buru2 berprasangka buruk terhadap sesuatu. Hadits diatas bermakna seperti itu bahwa dalam berdoa dan berusaha maka kita harus optimis bahwa doa kita dikabulkan dan usaha kita diberi kelancaran..kalo belum apa2 kita sudah berprasangka negatif kepada Tuhan maka untuk selanjutnya usaha kita akan menemui kegagalan karena sebelum bergerak kita sudah menyerah duluan..belom2 kita sdh pesimis dengan usaha yang kita lakukan. itu adalah makna hadits diatas bukan terus didangkalkan menjadi masalah wujud Tuhan..salah kaprah itu bung.
4. Tuhan Pengubah Nasib (Ar Rad:11)
Ayat ini mengandung arti sebab dan akibat bung..bukan berarti semua keberhasilan adalah karena usaha kita sendiri tanpa melibatkan Tuhan..bukan itu. Ayat ini menjelaskan bahwa bila mau berhasil (akibat) maka berusahalah terlebih dahulu(sebab)..tapi penentu akhir tetaplah Alloh swt. kenapa kok penentu hasil akhirnya adalah Alloh swt..coba lihat sekeliling kita, ada manusia yg giat bekerja dan berusaha pagi, siang dan malam tapi pulang ke rumah tidak mendapat hasil spt yg diharapkan tetapi ada tuch yg cuman duduk dirumah tanpa bekerja mengeluarkan keringat tapi dapatnya banyak..iya ga. Artinya manusia wajib berusaha tapi Allah swt lah yang menentukan segalanya
5. Siapa Tuhan sebenarnya??
jawabnya yang pasti bukan “kamu”. mari kita berpikir sedikit saja bung.
a. pernah anda melihat bentuk virus flu yang menyebabkan putera dan putri anda sakit flu. badan si anak demam, pilek disertai batuk..anda yakin bahwa saat itu anak anda sedang terserang virus Flu.. tapi apakah anda bisa melihat virus itu???
b. pernah kah anda tahu sebuah bintang yg diberi nama R136a1..bintang ini mempunyai ukuran 265x besar matahari dan memiliki suhu 50.000x panas matahari..tapi apakah anda bisa melihatnya dari bumi???
c. pernahkah anda bisa melihat tengkuk anda sendiri tanpa bantuan 2 buah kaca..ga pernah bisa khan.
Nah dari 3 contoh mudah diatas mennjukkan bahwa manusia adalah makhluk yg meskipun sempurna tapi masih mempunyai banyak keterbatasan. Virus, bakteri, partikel udara, atom, neutron, bintang R136a1 kesemuanya adalah makhluk ciptaan Tuhan dan manusia sama sekali tidak bisa melihatnya dgn mata telanjang. Nah kalo manusia tidak bisa melihat makhluk atau benda lain dengan mata telanjang bagaimana kita bisa berharap melihat Tuhan Yang Maha menciptakan semua benda tadi??? bagaiman anda berharap bisa melihat wujud Tuhan dengan segala keterbatasan yang anda miliki???bagaimana anda bisa terus berkhayal Tuhan itu bisa berwujud patung ato pohon ato gunung ato matahari demi ingin melihat wujud Tuhan..bahkan demi amannya anda menganggap bahwa manusia adalah Tuhan bagi dirinya sendiri..ini adalah logika konyol bung. Melihat tengkuk sdr saja tdk bisa bagaimana mau melihat wujud Tuhan. Bukan berarti disimpulkan Tuhan itu ada dan tidak ada..tidak begitu juga. Tuhan YME itu ada dan sangat dekat dengan diri kita artinya disaat kita berdoa maka Alloh swt itu Maha Mendengar doa kita..meskipun dgn suara lirih pun Alloh swt tetap mendengar dan Alloh itu Maha Tahu semua isi hati kita..sering kita berharap sesuatu didalam hati agar menjadi kenyataan dan ternyata tidak lama kemudian hal yg kita harapkan benar2 menjadi nyata…Alloh swt maha mengetahui isi hati kita. Alloh swt itu ada dan wujud adlah mengandung maksud bahwa kita manusia bisa melihat Alloh swt itu ada dari setiap makhluk ciptaan NYa yg sedang kita pandangi..pernahkah kita melihat anak2 kita pada saat masih bayi mungil dan cantik..tanpa sadar hati kita berkata “sungguh sempurna ciptaan Tuhan”, pernahkah kita pandangi langit dan melihat bulan dan bintang2..lagi2 kita berkata didalam hati “sungguh indah ciptaan Tuhan” itulah expresi kita sbg pengakuan manusia atas keberadaan Tuhan tanpa harus memaksa kita untuk melihat wujudNya dg mata lahiriah saja. akhir kata “Keberadaan Tuhan bisa dilogika tanpa kita harus memaksa melogika wujud Tuhan yang sebenarnya”
@arifkusmift: Komentar saya:
1 – dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia
Anda memberi contoh Allah sebagai pengrajin — nah bukankah itu contoh penyetaraan?
2 – Mengenai orang ateis
Logika anda tentang Tuhan seperti logika masyarakat era pengetahuan belum berkembang dimana Tuhan berfungsi sebagai penutup celah ketidak tahuan manusia. Ketika gempa terjadi, mereka berpikir itu ulah Tuhan, ketika perkembangan janin yang luarbiasa tidak mereka mengerti, mereka langsung menunjuk Tuhan sebagai oknumnya. Ini persis seperti orang kuno yang takut akan pohon besar karena yakin ada gendruwonya.
Kita hidup diera ilmiah, sesuatu ada bila bisa dibuktikan.
Kalau saya tidak percaya Spiderman ada, saya tidak perlu membuktikan bahwa Spiderman tidak ada. Justru orang yang percaya spiderman ada yang harus mati-matian menyajikan bukti tentang keberadaan spiderman agar saya percaya.
Anda tidak perlu memaksa ateis untuk membuktikan Tuhan tidak ada, bagi mereka tidak penting. Justru anda harus menyajikan bukti-bukti ilmiah, yang bisa mengubah pandangan mereka. Bagi ateis dengan sains semua proses alam satu persatu bisa dijelaskan, tidak perlu ada klaim Tuhan melakukan ini atau itu.
3 – AKU SEBAGAIMANA SANGKAAN HAMBAKU KEPADAKU
Org yg percaya Tuhan, tidak akan menyangka dgn olok-olok badut, kecuali memang tidak percaya. Kita tidak bisa memakai contoh org yg tidak percaya, karena pernyataan diatas tidak akan sesuai.
Untuk orang yang percaya, beberapa contoh bisa dipakai
# Allah sebagai tujuan takut (Taqwa) – kelompok fundamentalis biasanya menekankan hal ini. Jika Allah memutuskan A maka tidak ada apapun yg boleh mengubahnya walaupun nalar kita, walaupun nurani kita. Dengan sangkaan ini, mereka menjadi kelompok tanpa kompromi (dan mengabaikan otak) dalam menjalankan agamanya.
# Allah sebagai sumber rahman – para sufi terkenal dengan abainya mereka pada formalitas. Allah sumber kebaikan bagi siapapun, maka mereka menyebarkan kebaikan bagi siapapun tidak perduli apapun agama dan pandangannya.
4 – Tuhan Pengubah Nasib
Hasil usaha kita memang tak teramalkan, karena banyak faktor yg menyebabkan.
Biasanya bila buruk dikatakan “Allah tidak menghendaki” atau “Allah menguji kita”, bila baik “Allah membantu kita” atau “Allah meridhoi”.
Problemnya ini adalah klaim kosong karena Allah tidak bisa kita tanya: benarkah telah membantu/mencegah kita? Allah adalah obyek pasif yang ketika ditanya tidak menjawab, kita saja yang yakin bahwa Allah menjawab ini dan itu.
Karena klaim yg tidak bisa dibuktikan, kata “Allah” bisa saja kita ganti dengan “Dewa Api”, “Nyi Blorong” atau “Iblis” — toh semuanya tidak bisa dibuktikan.
5 – Siapa Tuhan sebenarnya?
Anda mengulangi pandangan anda bahwa Tuhan adalah penutup ketidak tahuan manusia.
Jika alam ini menakjubkan – anda klaim pasti Tuhan dibelakangnya, bagaimana jika ternyata yang dibelakangnya Nyi Roro Kidul, konspirasi Yahudi atau ternyata tidak ada aktornya?
Masukan saya untuk anda:
# Saya mencatat ungkapan “rasionalitas anak2”, “terkesan dangkal”, “seperti anak TK” . Untuk sebuah diskusi yang saling menghormati, seharusnya ungkapan emosional seperti itu tidak digunakan.
# Komentar yg terlalu panjang melelahkan pembaca yg lain, untuk itu mohon dipecah ke beberapa komen, untuk membantu pembaca yg lain mengikuti.
Akhirnya, terima kasih untuk ikut meramaikan diskusi di sini. Saya senang.
1. bukan disamakan dengan status pengrajin tapi posisi nya bung..pengrajin sebagai pencipta dan boneka sbg barang hasil ciptaannya..#jangn dangkal
2. lagi2 anda ingin melihat wujud Tuhan didepan mata anda..spiderman memang ada..siapa bilang ga ada. difilm ada dan didunia nyata ada yaitu si alain robert pria pemanjat gedung asal perancis.
3. Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua perkara yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia Maha Mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tidak ada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak juga sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan telah tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Qs. Al-An’aam: 59)
ini jawaban bahwa Alloh swt menentukan sepenuhnya baik dan buruknya yang menimpa manusia
4. olok2 badut adalah sama dengan olok2 anda ttg dewi sri bagi petani..sama saja konteksnya semua berdasar hasil imajinasi tiap kelompok masyarakat. hanya tingkatan umur yg membedakan hasil imajinasi. tapi ada dulu kaum yahudi membuat patung sapi yg terbuat dari emas dan kemudian disembah..ini ternyata jauh lebih kekanak2an drpd anak2 itu sdr.
5.anda malah menyamakan tuhan dengan nyi roro kidul, nyi blorong tapi pada saat yang sama anda mengolok2 saya krn menyamakan tuhan dengan badut..gimana anda ini..apa anda pikir nyi roro kidul dan blorong itu lbh baik dari badut???apakah anda yang sedang membadut??
@arifkusmift:
1 lha kan sama.
Relasi yg dipakai adalah relasi pencipta dan ciptaannya.
Dalam konteks manusia -> penciptanya: manusia, ciptaannya: boneka.
Relasi yang setara bisa diterapkan pada Tuhan
Dalam konteks Tuhan -> penciptanya: Tuhan, ciptaannya: manusia.
Ternyata relasi Tuhan-manusia itu setara dengan relasi manusia-boneka
–> kan berarti dalam relasi pencipta-ciptaan, Tuhan sebagai pencipta manusia bisa disetarakan dengan manusia sebagai pencipta boneka?
Gimana sih cak? anda menyetarakan Tuhan dengan manusia, kalau Tuhan berbeda dengan segala hal, maka relasi Tuhan-manusia tidak bisa disetarakan dengan relasi apapun.
2 lha kalau anda bisa menunjuk Alain Robert sebagai spiderman, tentu akhirnya saya bisa setuju bahwa spiderman itu ada.
Masalahnya anda tidak bisa menunjukkan bukti sains (terukur/terdeteksi) tentang Tuhan, kecuali dari keyakinan-2 saja.
Alam diciptakan Allah –> anda pernah melihat penciptaannya? kapan? prosesnya bagaimana? bisa diukur gak?
–> itulah yang membuat ateis menganggap Tuhan hanya klaim!
3 sekali lagi peradaban ilmiah butuh bukti obyektif, bukan klaim subyektif. Ayat Qur’an diatas diyakini oleh muslim, tapi apa orang Buddha yakin, orang Hindu yakin? itu bukti subyektif seorang muslim.
Kalau mau obyektif, tunjukkan dimana Lauh Mahfuzh, baca isinya tentang apa yang terjadi bulan depan lalu buktikan di waktunya.
4 benar sekali semuanya hasil imajinasi, karena dengan ukuran obyektif sains, semuanya tidak bisa dibuktikan. tetapi secara subyektif itu nyata betul bagi yang percaya.
5 Saya bukan hendak menyamakan Allah dengan Nyi Blorong atau lainnya. Akan tetapi mengatakan Allah menyebabkan ini atau itu di dunia ini tidak dibisa dibuktikan. Sama dengan tidak bisa dibuktikannya bila mengatakan Nyi Blorong mengakibatkan kapal tenggelam di segoro kidul.
Apakah saya percaya Tuhan?
Ya saya percaya Allah, ini pilihan subyektif yang tidak membutuhkan bukti obyektif apapun, karena saya yakin Allah tidak butuh tinggal di semesta ciptaannya ini.
Jika ada yang menyodorkan bukti yang katanya obyektif, suatu saat pasti dapat dijelaskan secara ilmiah, saya tidak butuh itu.
Beda bang Judhi, diskusi filsafat vs dogma …… Great Job Bang
Jika ada seribu orang dengan pemikiran seperti anda maka akan tercipta toleransi beragama di dunia ini … !, ☺☺
Tulisan anda amat mencerahkan. Saya memiliki pemikiran yg sepaham dengan anda. Beberapa waktu belakangan, saya kerap kali mempertanyakan iman, dan tenggelam dalam dialog terus menerus dalam pikiran saya sendiri. Saya mulai berani mengkritisi dogma2 yg sebelumnya saya yakini, hingga akar kepercayaan saya terhadap agama tercabut. Saya mengalami krisis keimanan, yg berpengaruh pada kondisi jiwa maupun fisik saya. Namun setelah saya mendobrak dogma, dan beralih kepada pemahaman kembali terhadap esensi dari agama itu sendiri, yg menurut saya adalah spiritualisme dan mistisme, saya mulai memaknai ulang dan merevisi pandangan saya terhadap agama sebagai pemenuh kebutuhan diri atas sesuatu yg bersifat keilahian. Dan Tuhan dapat dijumpai secara langsung lewat pengalaman spiritual yg sebenarnya dapat kita buat sendiri. Tulisan anda adalah salah satu dari beberapa artikel yg membuat saya memandang agama secara positif, dengan paradigma yg sama sekali berbeda dengan apa yg saya anut sebelumnya. Terima kasih.
@Rafek: alhamdulillah jika ternyata tulisan saya bermanfaat. Terima kasih kembali.
Ada di sini… http://debu-semesta.blogspot.com/2011/10/whats-your-name-god.html
Makasih…
@Samaranji: terima kasih kembali
Oiya om… sy udah ikut polling disamping. Pas sy pilih “hanya pandangan lama” eeeh ternyata pilihan iu yg mayoritas yah. 😀
@Samaranji: terima kasih ikut polling. Semoga rejekinya makin banyak (hadiah do’a gak papa kan?)
🙂
Numpang dongeng,
Kisah Sule Sang Utusan.
Sule : Aku adalah utusan leluhur Desa ini.
Makmur : Buktinya apa Le ?
Sule : Ini ada di Buku Catatan Desa.
Makmur : Tau dari mana kalau yg ditulis dalam Buku itu benar Le?
Sule : gimana sih gitu aja nggak tau, dasar Goblog ! Ini lihat, tulisannya : Sule adalah utusanku. tertanda Leluhur Desa.
Makmur : tau dari mana kalo yang nulis itu bener2 Leluhur Desa Le ?
Sule : Ye, gimana sih ? Kan udah dibilang, kalau bukan tulisan Leluhur Desa langsung, mana mungkin ada di Buku Catatan Desa ini makmur ?!
Makmur : ?!!???? … (ya sudah deh) … “Hidup Sule !!!” (daripada urusan ga kelar2).
@ThomasPras: hehe.. dongeng yang bagus.
terus teang aja deh gue malas berfikir bung jud.
tuhan itu ada gak menurut mu
@ad: Tuhan ada? entahlah…
Anda pikir ada dan berguna – maka Ia ada dan berguna.
Tuhan itu ada dan tiada, disaat tertentu lancar2 saja tidak ada hambatan, tuhan itu tiada, tapi pada waktu kita terbentur tidak menemukan jawaban, tuhan itu ada. Jadi kembali dari masing2 personalnya. Tapi saya kira setiap orang mengalami hal semacam itu dan wajar.
nggak bisa mikirin Tuhan deh. Dia itu gaib dan tak bisa dijangkau akal. Biarlah Dia tetap di sana yang penting kita beribadah kepadanya sesuai tuntunan-Nya.
Tuhan itu hanya sebatas pikiran kita saja gak lebih, goib itu hanyalah halusinasi seseorang yang tidak bisa diklarifikasi dan dibuktikan . Kalau ada yang bilang berkunjung kerumah tuhan, saya anggap golongan gak pernah berpikir dengan jernih alias tolol aja (penggoblokan manusia).
sufi n ateis sama2 ciptan TUHAN yg sama
ateis: bagaimana caranya km (sufi) kesini tadi
sufi: tadi aq melihat kayu, tiba2 kayu itu jadi perahu, so q naikin aja, begitula cara aq k tempat mu(ateis)
ateis: hahahaha gk mungkin kayu tiba2 jadi perahu tanpa ada yg menciptakan n membuat perahu
sufi:begitulah manusia sangat mustahil tiba2 muncul tanpa ada yg menciptakannya…
@Lanang: perumpamaan memang cara yang gampang untuk menerangkan pada orang yang tak mampu berpikir rumit, tapi perumpamaan tak bakal bisa menghasilkan apa-apa di era teknologi. Itu cara jaman batu.
Bisakah sesuatu muncul dari ketiadaan? kalau anda mau membaca teori mutakhir di bidang fisika dan kosmologi, maka jawabannya tentu bisa.
Dalam quantum fluctuation, materi setiap saat tercipta dan musnah dalam ruang hampa tanpa sebab apapun. Proses ini yang menyebabkan terjadinya Hawking radiation yang terdeteksi di sekeliling black hole. Dalam derajat yang lebih kompleks proses ini juga yang menyulut terciptanya semesta secara spontan.
Dengan fenomena ini Stephen Hawking menyatakan tidak diperlukan Tuhan dalam terciptanya semesta. Pendapat ini dikuatkan dengan survey tahun 98 yg menyatakan hanya 7,9 % ilmuwan Amerika yang masih percaya Tuhan.
Jadi masih mau pakai perumpamaan? ya silakan saja untuk bahan ngobrol di warung bersama dengan dongeng hantu-hantuan, tapi bukan untuk konsumsi para peneliti yang berpegang pada realitas nyata.
Grand design steven hawking masi berhubungan dg teori big-bang yg intinya alam semesta mempunyai awal n sampai sekarang berkembang…kesimpulannya alam semesta tidak seperti penjelasan ilmuwan2 ateis yg mengatakan alam semesta dari dulu ada-sekarang ada n kelak tetep ada…teori big-bang membuktikan alam semesta ada asal-muasalnya…
@Lanang: Stephen Hawking itu ateis lho.
Kalau ada ilmuwan ateis yang mengatakan alam semesta dari dulu ada-sekarang ada n kelak tetep ada, boleh disebutkan siapa?
Yg mengatakan alam semesta dari dulu ada-sekarang ada-n kelak tetap ada ilmuwan darwin…
Utk stephen hawking menurut q dia masi pd proses ingin membuktikan TUHAN ada, masalanya blom terbukti aja, jdi dia putus asah hehehe…
@Lanang: anda ngawur! anda ngawur untuk beberapa poin berikut:
In my most extreme fluctuations I have never been an Atheist in the sense of denying the existence of a God. I think that generally (and more and more as I grow older), but not always, that an Agnostic would be the more correct description of my state of mind.
Saya kutip pernyataan Stephen Hawking sendiri dalam sebuah interview dengan harian El Mundo pada September 2014:
Before we understand science, it is natural to believe that God created the universe. But now science offers a more convincing explanation. What I meant by ‘we would know the mind of God’ is, we would know everything that God would know, if there were a God, which there isn’t. I’m an atheist.
Bagaimana sikap Hawking sesungguhnya? saya lebih percaya omongan Hawking dari pendapat anda. 🙂
Tuhan hanya sebuah karya imajinasi manusia saja, sifat tuhan gak ada bedanya dengan manusia cuma dilebihkan saja, tidak lebih dari pada itu. Tidak ada yang istimewa pada diri tuhan karya manusia. Yang selalu di elu elukan, dengan tuhan maha segalanya, pada hal tidak ada beda jauh dengan sifat manusia yang maha segalanya, pendedam, pemberi, pingin tahu dll. Tuhan selalu di lebihkan mana kala manusia sudah tidak bisa menemukan maupun berfikir dengan umpatan yang menggelikan” hanya tuhan yang tahu”. Emang Tuhan tahu yang mana?