Kapan pertama kali Tuhanmu dikenal?
Ya sejak Nabi Adam.
Ya, itu kapan?
mmmm… sekitar 3760-2830 SM
Memang sebelumnya gak ada manusia?… Ya sudahlah gak usah dibahas….
Jadi Tuhan Allah milik agama Yahudi, Kristen dan Islam, mulai dikenal sejak sekitar 6 ribu tahun yang lalu, sejak manusia pertama muncul (Adam versi kitab suci).
Adakah Tuhan yang baru dikenal manusia pada abad 20? Ada, dan ini yang akan saya ceritakan.
Upacara Agama Yang Unik
Setiap tahun, pada tanggal 15 Februari, sebuah upacara keagamaan digelar di Vanuatu, negara kepulauan terpencil di samudra pasifik.
Upacara ini spektakuler. Para laki-laki berbaris gagah ala tentara dengan membawa bambu yang dibentuk menyerupai senapan.
Mereka bertelanjang dada dan bertelanjang kaki. Di dada dan punggung, mereka menuliskan tulisan USA dengan cat warna merah.
Sebuah tanah lapang mereka rapikan, di ujungnya didirikan replika pesawat terbang yang terbuat dari bambu.
Para wanita berbaju warna-warni dan menarikan tarian penyambutan yang khas di bagian pinggir tanah lapang.
Untuk apa upacara hari itu?
Mereka akan menyambut kedatangan John Frum Yang Maha Pemurah.
Siapa Yang Mereka Tunggu?
John Frum adalah nama Dewa yang mereka tunggu kedatangannya. Dia akan datang pada tanggal 15 Februari entah pada tahun berapa, tapi Dia pasti datang.
Pada kedatangannya, Dia akan membawa kemakmuran bagi seluruh rakyat Vanuatu. Makanan akan selalu berlimpah, pakaian tidak akan kekurangan dan berbagai kesenangan hidup akan diberikan bagi semuanya.
Sang Pemurah akan membawa mata uang baru yang dicap dengan simbol buah kelapa. Semua mata uang orang kulit putih tidak akan laku lagi.
Kedatangan-Nya adalah pasti.
Sang Pemurah akan datang menggunakan pesawat terbang.
Tugas rakyat Vanuatu adalah mempersiapkan kedatangannya.
Untuk itu lapangan pendaratan telah disiapkan, dan tiruan pesawat terbang disiapkan di ujung landasan untuk memastikan Sang Pemurah bisa melihatnya dan mendarat dilapangan itu.
Seberapa Serius Kepercayaan Itu?
Sebagaimana sistem kepercayaan lainnya, mereka mempunyai pendeta utama yang mampu menyampaikan ajaran-ajaran yang diterima dari alam ghaib.
Pada tahun 50-an David Attenborough berhasil mewawancarai pendeta (Nambas) tertinggi kepercayaan ini. Sang pendeta ini adalah penghubung utama pemeluk kepercayaan ini dengan Dewa John Frum.
Sang Pendeta ini secara teratur berhubungan dengan John Frum melalui “radio”. Yang dimaksud “radio” ini adalah, seorang wanita tua yang mengenakan aksesori berupa kabel-kabel yang dililitkan di pinggangnya.
Secara berkala sang “radio” ini jatuh dalam kondisi kesurupan dan meracau dalam bahasa yang sukar dimengerti. Saat itulah Sang Pendeta Tertinggi akan menerjemahkan pesan dari alam ghaib itu sebagai pesan dari John Frum.
Dari Sang Pendeta beserta “radio”-nya inilah seluruh bangunan kepercayaan ini dibangun.
Kepercayaan ini sempat mendatangkan krisis bagi negara kecil itu pada tahun 1941. Pada saat itu penganutnya yakin kedatangan Sang Pemurah jatuh pada tahun itu.
Banyak orang secara kalap membelanjakan semua uang yang mereka miliki karena yakin uang itu akan segera tak laku.
Mereka juga menolak bekerja lagi karena kemakmuran dan kecukupan bagi semua pemeluk akan datang menggantikan kemiskinan mereka.
Bagaimana Sejarah Kepercayaan Tersebut?
Kepercayaan ini bermula sekitar tahun 40-an pada saat awal Perang Dunia II.
Saat itu ribuan tentara Amerika singgah dan membuat markas pertahanan di pulau terpencil tersebut sebagai strategi menghadapi Jepang.
Kapal-kapal perang besi raksasa, kendaraan perang dan pesawat terbang; mendadak hadir dihadapan masyarakat yang masih hidup tradisional di pulau terpencil ditengah samudra pasifik.
Suatu peradaban hebat yang tidak pernah mereka bayangkan tiba-tiba hadir di hadapan mereka.
Ketika mereka harus menggunakan batu pemantik untuk membuat api unggun, mereka ternganga melihat para serdadu dengan mudahnya menggunakan korek hanya untuk menyalakan rokok mereka.
Mereka juga melihat ritual aneh dari para mahluk asing tersebut, seperti baris-berbaris, upacara bendera dan berbagai hal aneh lainnya.
Para pendatang itu rupanya cukup baik hati. Mereka membagikan sebagian jatah makanan mereka dan berbagai barang mereka kepada penduduk setempat untuk memastikan mereka tidak menganggu markas militer mereka.
Mereka takjub melihat radio, televisi, es krim, coca-cola dan berbagai keajaiban dunia para pendatang tersebut.
Para tentara tidak terlalu lama berada di pulau itu.
Saat mereka pergi, kembalilah masyarakat asli dalam keterbelakangan dan kemiskinan mereka.
Ingatan kepada kecukupan dan kemudahan hidup cukup melekat di hati mereka.
Belakangan ingatan itu menjelma menjadi kepercayaan akan kembalinya pendatang itu kembali di akhir jaman membawa kemakmuran dan kecukupan bagi mereka semua.
Personifikasi pembawa kemakmuran itu adalah John Frum, Sang Maha Pemurah. Belakangan John Frum bahkan menggantikan posisi Keraperamun, dewa yang selama ini mereka sembah, dan berbagai kultus tumbuh melengkapinya.
Masihkah Kepercayaan Ini?
Ketika modernisasi akhirnya sampai di Vanuatu, masih hidupkah kepercayaan ini? Ternyata masih.
Upacara keagamaan yang mengimitasi kegiatan rutin para tentara Amerika ini masih diselenggarakan hingga kini, dan menjadi perayaan nasional. Para penganut kepercayaan ini juga sudah memiliki wakil mereka di parlemen Vanuatu.
Bukankah mereka telah bertahun-tahun menanti Sang Pemurah yang tak kunjung datang?
Ketika hal ini ditanyakan ke mereka, mereka balik bertanya: “Bukankah kalian orang Kristen juga menunggu kedatangan Yesus? Jika kalian telah bisa menunggu 2 ribu tahun, kenapa kami tidak”?
Sumber Luar:
- Wikipedia: Adam
- Richard Dawkins: The God Delusion
- Smithsonian.com: In John They Trust
- Wikipedia: John Frum
cerita ini bisa jadi,’menyindir’ agama2 yg ada sekarang…(bukan..???)
@Edy: Cerita ini menggambarkan salah satu cara bagaimana suatu kepercayaan bisa terbentuk. Tentunya tidak semua kepercayaan terbentuk dengan cara seperti ini.
Terima kasih komentarnya
Setiap individu mekipun sudah memeluk agamapun pasti mengalami proses dalam membangun keyakinan pada dirinya. Menurut Murtadho Muttahari atau Ali Syariati(sy lupa) Hingga mendapatkan “ketenangan” dalam keyakinannya. Artinya “ketenangan” tersebut adalah setelah melalui proses kegelisahan, bukan ketenangan “hewani”, ketenangan yg timbul dari ketidaktahuan.
@DIzal: proses gelisah ini yang ditakuti banyak orang. Daripada gelisah karena ternyata banyak kejutan baru yang bakal ditemui, banyak yang memilih tenang karena tidak banyak yang ia tahu.
Terima kasih komennya.
Benar sekali, maka ketenangannyapun akan mudah terusik dengan ketakutan dan kecurigaan…ha ha, ahirnya tidak tenang juga namanya alias ketenangan semu.
Tentang agama/Tuhan di abad 20 ini, saya ingin tahu sebenarnya hipothesis yg ingin dibuktikan apa.?
Bila kita amati kepercayaan yg muncul di abad 20 ini kok ajarannya sangat sederhana tdk se komprehensif ajaran agama sebelumnya.?
Apakah hal ini membuktikan adanya “Firman” (yg banyak di klaim ) dengan karangan manusia..?.
BTW saya sangat terinspirasi dg semua buah pikiran di forum ini… Kayaknya sangat cocok buat kita yg beragama tapi masih bermasalah dg keyakinan dan nalarnya…dan ini kalau gak munafik..sangat banyak dialami masyarakat kita….
Banyak ahli dan yg merasa ahli agama tapi tdk mampu memberikan pencerahan sebagai obat utk mengatasi “Penyakit beragama” saat ini.
Thanks sumbangan pikirannya.. sangat mencerahkan..
@Sastro: dari tulisan ini kita bisa melihat bahwa agama adalah expresi budaya yang muncul dalam setiap tahap peradaban.
Pada masyarakat Vanuatu yang belum mengenal budaya tulis dan terpencil dari pergaulan budaya akibat letak geografisnya; kita melihat expresi agama itu muncul dari kultus John Frum.
Pada bangsa semit (Yahudi dan Arab), budaya yang lebih maju dan banyak berinteraksi dengan budaya lainnya melalui transaksi perdagangan, kita melihat expresi agama itu mengambil bentuk agama-agama rumpun Ibrahim (Yahudi, Kristen dan Islam) yang jauh lebih rumit.
Agama adalah ekspresi budaya, sedangkan ekspresi budaya dipengaruhi beberapa hal termasuk kondisi geografis, tingkat kecerdasan masyarakatnya dll. Pada saat beberapa variabel budaya tsb mengalami perubahan (dan ini pasti terjadi) berarti akankah otomatis akan terjadi pergeseran agama baik secara tekstual maupun konstektual.?. Bukankah masyarakat kita ini lahir dari macam-macam produk budaya. Beberapa diantaranya malah dilahirkan dg latar belakang yg mungkin tdk sesuai dg “Harapan Agama ttn”. Secara tiba-tiba berakulturasi secara sosial dg ‘nilai-nilai yg agamis’, dan konyolnya banyak yg “baru” mengenal agama melakukan stigmanisasi thd masyarakat yg berbeda latar belakang menjadi kaum fanatis instan yg hanya mengekor gak tahu apa yg sebenarnya diperjuangkan. Bagaimana nasib keyakinan/ agama-agama lokal yg sangat kental dg budayanya sendiri itu.. kok malah termarjinalkan. Apa maksud pemerintah hanya membatasi 6 agama sebagai keyakinan resmi, kira-kira apa dampaknya bila pemerintah membuka kran keyakinan masyarakatnya. Toh semua agama bermuara kepada kebaikan..?.
Bukankah semua mengklaim bila terjadi penyimpangan itu karena oknumnya bukan tuntunannya.
Maaf kalau agak OOT.
@Sastro: saya yakin semua agama pada akhirnya akan tunduk pada hukum besi evolusi: “yang selamat adalah yang mampu beradaptasi”.
Ajaran agama yang jauh dari budaya masyarakatnya akan perlahan-lahan ditinggalkan pemeluknya. Pilihannya adalah: agama itu beradaptasi agar diterima masyarakat umum atau agama itu tak berubah akan tetapi hanya hidup dalam kantong-kantong kecil kelompok eksklusif yang terpisah dari masyarakat umum.
Pembatasan 6 agama oleh pemerintah adalah bias kepentingan pemeluk agama-agama besar yg ada.
Ini seperti istilah pelecehan agama yang digunakan agama besar untuk menekan agama kecil, sedangkan agama kecil tak bisa menuntut balik pemuka agama besar yang jelas-jelas menghina pemeluk agama-agama kecil.
Kalau memang benar keberadaan agama sangat tergantung pada hukum besi evolusi. Dan dimana dalam pemahaman adaptif harus dengan paksaan maka sangat disayangkan tulisan bapak “Seberapa pentingkah manusia” itu sangat relevan utk dikaji dan dicermati… terima kasih.
Hmmmm,, dengan tidak berniat mengganggu pembicaraan.
darimanapun anda memandang sisi kerohanian anda sekalian, menurut saya, agama tetap saja bukan subjek. agama hanya sebuah alat, agama hanya sebuah mesin, agama hanya sebuah mekanisme. bagaimanapun sistem bekerja, hasil akhirnya adalah, harus berguna bagi kehidupan manusia.
@Seseorang: ya manusia bisa menggunakan apa saja untuk membuat hidupnya jadi lebih baik, termasuk agama.
saya jadi teringat salah satu commercial batu baterre tahan lama di TV Taiwan.
Yang mengisahkan dua orang anak muda terdampar di pulau asing berpenduduk suku primitive.
seorang pemuda yang dengan lampu senter tahan lama nya (karena tetap menyala) di anggap tuhan, sementara temannya yang lampu senter nya sudah redup.. sudah siap siap dimasukkan ke dalam panci panas…
@Joseph: mungkin ungkapan Sudjiwotedjo dalam buku Dalang Galau Ngetwit ini sangat sesuai:
Tuhan nyaris sama dengan Setan, semuanya menuntut para pengikutnya untuk menyembahnya, taat dengan aturannya untuk mendapat kenikmatan darinya
@Rudy: pandangan yang suram tetang Tuhan.
Apakah ini kebenaran? Tergantung anda. Bukankah Tuhan sebagaimana persangkaan hambanya?
Pilih atau ciptakan saja Tuhan yang positif dan baik 🙂
sy ngakak baca ini. dan ga habis pikir sama pengikut agama yg membabi buta tanpa bs membuktikan tuhan dari agama mereka.Tuhan itu cm imajiner dari masing2 kelompok masyarakat krn pengalaman yg mereka alamai atau cerita yang mereka yakini. Agama buat sy tetaplah dongeng yg paling tua, ga lebih.
@Penghuni Dunia: manusia lebih memilih percaya daripada tahu.
Seseorang lebih nyaman untuk percaya bahwa kekasihnya mencintainya daripada menghabiskan waktu untuk menyelidikinya. Banyak yang tahu itu.
Pendapat saya, tuhan adalah imajinasi orang untuk mendapatkan ketenangan batin. Kalau kilas balik dari zaman2 sebelumnya tuhan mengalami efolusi seperti teori darwin. Pada waktu manusia belum banyak berpikir tuhan itu tidak ada, mulai berkembang berpikirnya menganggap tuhan sesuatu benda (patung maupun luksan yang ralistis). Mulai berkembang lagi maka tuhan seperti yang digambarkan/diimajinasikan oleh pemuka agama. Nah sekarang mulai maju dan bepikirnya lebih kritis (tuhan belum juga ditemukan). Jadi tuhan adalah imajinasi bagi setiap individu yang mengartikan dan teserah masing2 indiidunya. Yang paling gamspang praangkakan tuhan adalah segala sesuatu yang baik bagi individunya.
Mau Tuhan mau Allah mau apakek yang jelas semua hanya mitos/dongeng.