Siapa yang disebut Islam?

Ini pertanyaan mudah. Jawaban sederhananya -> tentu yang baca Qur’an bukan Injil; yang sholat, bukan bertapa; yang ke Masjid, bukan ke Wihara; yang bukan Kristen, Buddha, Yahudi atau Hindu.

Secara formal, yang disebut Islam adalah yang sudah mengucapkan 2 kalimat syahadat.

Apakah definisi yang seperti ini, menggambarkan pengikut Nabi Muhammad di masa beliau berdakwah?

Umat Mukmin. Sebuah Payung Lebar

Siapa pengikut Muhammad dan siapa yang disapanya dalam dakwahnya dapat kita lihat dalam Qur’an.

Di Qur’an, ada dua sapaan untuk pengikut Nabi, yaitu Mukmin dan Muslim. Dari kedua istilah ini, nama Mukmin disebut jauh lebih banyak daripada Muslim. Mukmin dan variannya disebut sekitar 1000 kali sedangkan Muslim sebanyak 75 kali.

Petunjuk lain dapat kita lihat pada dokumen terpenting yang menandai berdirinya masyarakat yang dipimpin Muhammad, yaitu Piagam Madinah. Di perjanjian tersebut Muhammad membentuk sebuah pemerintahan di atas yang disebut “Umat Mukmin”. Anggotanya? para pengikut Muhammad dan 8 suku Yahudi yang ada di kota Madinah.

Lalu, siapakah yang disebut umat Mukmin tersebut?

Dari arti katanya Mukmin berarti yang beriman, yang percaya. Percaya pada apa? Dalam Qur’an, salah satu definisi kaum beriman adalah sebagai berikut:

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (Al-Hujuurat:15)

Percaya Allah? Para penganut agama Samawi yang sudah ada, adalah para penyembah Allah. Yang tidak percaya Allah hanyalah penganut Paganisme Arab.

Percaya Rasul? Bagi kebanyakan penganut Samawi saat itu, Muhammad hanya memperkuat beberapa hal penting yang sudah mereka percayai, yaitu akhirat, kiamat dan kerajaan Allah di akhir jaman. Maka percaya pada Muhammad bukanlah sesuatu yang merusak akidah mereka sebelumnya.

Berjuang bersama Muhammad? Bukankah Muhammad adalah penerus Ibrahim, Musa dan Yesus yang mereka teladani? Bukankah Muhammad berjuang untuk penegakan kerajaan akhir jaman yang bersendikan hukum agama sebagaimana yang dirindukan mereka? Maka bagi sebagian penganut agama Samawi Arab waktu itu, Muhammad adalah penggenap ramalan suci yang diajarkan pada mereka. Para Yahudi Yathrib-pun mau menempatkan diri di bawah kepemimpinan Muhammad tanpa merasa tercederai keimanannya.

Untuk penganut agama Samawi yang masih ragu atas keselamatan mereka di akhirat, Muhammad mengabarkan wahyu Allah sebagai berikut:

Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al-Baqarah:62).
Jaminan yang sama juga diulang di Al-Maidah:69

Dengan jaminan ini, Muhammad menegaskan bahwa gerakannya tidak menempatkan penganut Yahudi, Nasrani dan Shabiin (dalam konteks ini Zoroaster) sebagai musuhnya, karena Allah juga menjamin keselamatan mereka. Muhammad hanya membidik para Pagan (penyembah berhala) sebagai musuh bersama mereka.

Akan tetapi, merangkul Yahudi dan Kristen dalam satu gerakan juga mempunyai masalah sendiri. Keduanya mempunyai klaim eksklusif akan keselamatan akhirat, bagi mereka, hanya kelompok merekalah yang selamat di akhirat kelak, yang lain tidak.

Untuk mengatasi klaim eksklusifitas surga inilah, Muhammad menyampaikan wahyu Allah sebagai berikut ini:

Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: “Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani”. Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar”. (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Al-Baqarah:111-112

Lebih jauh lagi, materi dakwah Muhammad yang terekam di Qur’an menunjukkan betapa Muhammad memanfaatkan benar materi-materi yang sudah ada dalam kitab-kitab Yahudi dan Kristen. Kisah-kisah para nabi Yahudi dan Kristen dikisahkan ulang dengan kreatif dan dengan penekanan baru untuk mengajak mereka untuk memperjuangkan kebaikan dan mengikuti perjuangan Muhammad.

Berbagai dialog teologis yang terekam di Qur’an menunjukkan bahwa yang disasar Muhammad adalah para penganut agama Samawi yang sudah ada. Para pagan sepertinya tidak disasar Muhammad untuk diajak, karena itu tidak banyak bahasan keyakinan Pagan dalam Qur’an sebagaimana bahasan tentang Yahudi dan Kristen.

Gerakan Yang Berhasil

Muhammad terbukti berhasil membentuk gerakan Umat Mukmin yang sangat padu dan militan. Dalam 8 tahun setelah terbentuknya Umat Mukmin, pusat religius kaum Pagan Arab, kota Mekkah berhasil mereka taklukkan. Tahun-tahun berikutnya Umat Mukmin nyaris sudah menguasai sebagian besar jazirah Arab.

Meninggalnya Muhammad pada tahun 632M, sempat memperlambat ekspansi Umat Mukmin, namun para Amirul Mukminin (panglima Umat Mukmin) yang menggantikan Muhammad bisa melanjutkan ekspansi lebih jauh Umat Mukmin.

Pada akhir masa pemerintahan Umar Bin Khattab (644M), Umat Mukmin sudah berhasil menguasai seluruh jazirah Arab, sebagian Afrika, seluruh wilayah Persia dan 2/3 wilayah Romawi

Partisipasi Yang Luas

Dalam gerakan ekspansi yang cepat ini, beberapa catatan sejarah dari wilayah-wilayah Suriah dan Palestina mencatat partisipasi pemeluk agama Samawi dalam gerakan Umat Mukmin.

Dalam catatan John bar Penkaye, seorang biarawan di Utara Mesopotamia pada tahun 687 M, ia menyebutkan bahwa di antara anggota pasukan Umat Mukmin terdapat banyak penganut Kristen dari berbagai aliran.

Catatan lain adalah ketika Abdullah bin Zubair mengangkat diri sebagai Amirul Mukminin tandingan setelah pembantaian Husein di Karbala, Yazid mengirimkan pasukannya dari Suriah untuk menggempur Madinah. Di antara mereka adalah pasukan Banu Kalb yang berbaris lengkap membawa Salib dan menggunakan umbul-umbul Saint Regius, patron mereka.

Dalam Ziarah tahunan di Karbala, penganut Kristen, Zoroaster dan Hindu ikut berziarah ke makam Hussein, cucu Muhammad. Bekas payung lebar Umat Mukmin masa lalu.

Kebebasan Mengadopsi

Umat Mukmin adalah kekuatan baru yang berangkat dari nol. Maka ketika tiba-tiba mereka menguasai wilayah yang luas mereka menghadapi masalah baru lagi, bagaimana mengelola pemerintahan dalam skala yang luas dan rumit.

Untunglah wilayah-wilayah yang mereka taklukkan merupakan bekas dua superpower termaju dunia saat itu, maka Umat Mukmin banyak mengadopsi begitu saja sistem yang sudah berjalan lama di wilayah-wilayah tersebut. Hanya diperlukan modifikasi sedikit di sana-sini

Maka di bekas wilayah Persia, mereka mengakuisisi birokrasi Persia. Koin Dinasti Sassanid lengkap dengan gambar altar Zoroaster dan Kisra Persia mereka pakai tanpa perubahan berarti. Hanya tulisan Bismillah dalam bahasa Arab saja yang mereka tambahkan. Kebanyakan petugas-petugas penarik pajak tetaplah orang-orang Zoroaster. Bagi penduduk setempat tidak banyak perubahan terjadi selain bahwa sekarang mereka dibawah Umat Mukmin.

Koin dengan gambar Raja Khosro dan altar api Zoroaster, yang digunakan Umat Mukmin di bekas wilayah Persia. Perubahannya hanya tambahan tulisan Arab Bismillah.

Di bekas wilayah Romawi, birokrasi Romawi yang sudah ada mereka manfaatkan. Koin Romawi lengkap dengan salib dan gambar penguasanya juga dipakai begitu saja dengan ditambah tulisan bahasa Arab. Para birokrat Kristen yang sudah ada juga banyak dipertahankan dalam tugas lama mereka.

Koin dengan gambar Emperor Constantin II yang dipakai Umat Mukmin di bekas wilayah Romawi. Penambahannya hanya tulisan Arab Toyyib.

Salah satu birokrat Kristen yang menonjol pada era itu adalah Sergius (dalam panggilan Arab menjadi Sarjun bin Mansyur) seorang Kristen yang sangat religius, menjabat Menteri Keuangan Muawiyah. Anaknya John of Damascus yang kelak mewarisi jabatan itu dari ayahnya, tak kalah tingkat religiusitas Kristennya. Karena sumbangannya yang besar dalam bidang Teologi, Filosofi, Hukum dan Musik untuk gereja, John of Damascus mendapatkan gelar Saint dari gereja Byzantine.

Kebebasan Beragama

Salah satu prinsip yang dibawa Muhammad adalah “Tidak ada paksaan dalam agama”. Pelaksanaannya di lapangan pada era ekspansi Umat Mukmin dapat dibaca dari catatan Ben Penkaye, seorang penulis Kristen yang mengatakan bahwa pada era Muawiyah (661M-680M) pemerintahan Umat Mukmin telah memberikan keamanan, keadilan, kemakmuran dan toleransi beragama yang tinggi.

Hilangnya Tujuan Bersama

Imperium Umat Mukmin berhasil mencapai standard baru peradaban manusia, lebih dari pencapaian yang sudah diraih oleh dua superpower dunia yang sudah berhasil digilasnya, Romawi dan Persia.

Mereka berhasil membentuk kerajaan di mana nama Allah dijunjung tinggi, dimana kota suci Makkah dan Yerusalem aman dibawah hukum Allah, dimana keamanan, keadilan dan kemakmuran warga terjamin.

Negara ideal dunia akhirat, sepertinya sudah tercapai. Sebuah negara yang adil, makmur, aman dan dijalankan dengan hukum agama serta menguasai dua kota suci.

Sayangnya bersama dengan tercapainya negara ideal gambaran masa itu, ancaman yang baru datang.

Ramalan dan keraguan atasnya

Penggerak dahsyat yang dibawa Muhammad untuk menggerakkan penganut Samawi dalam gerakan Umat Mukmin adalah doktrin eskatologi yang dibawanya.

Bahwa dunia mereka menghadapi pertarungan terbesar dan terakhir antara kejahatan dan kebaikan, bahwa mereka harus bersatu dengan kekuatan baik untuk memenangkan kerajaan Allah, bahwa pada akhirnya kerajaan Allah-lah yang akan menang. Ketika akhirnya kerajaan Allah menang, dunia akan berakhir dalam peristiwa Kiamat.

Kerajaan Allah sudah berdiri, akan tetapi Kiamat yang dikabarkan Muhammad sangat dekat itu ternyata tak kunjung datang.

Benarkah apa yang disampaikan Muhammad?

Imperium Yang Perlu Dipertahankan

Tanpa pengikat yang spektakuler, imperium baru itu terancam akan tercerai berai oleh beragamnya kepentingan pendukungnya.

Para penguasa itu harus bisa menciptakan pengikat baru untuk imperium (dan kepentingan) mereka.

Politik Identitas, Pengganti Tujuan Bersama

Di era di mana kekuasaan ditegakkan berdasarkan dominasi satu kelompok atas kelompok lainnya, maka pilihan yang dipilih adalah menciptakan satu identitas kuat yang bisa digunakan sebagai identitas penguasa.

Identitas yang bisa berdiri dominan di atas memelihara tertib kelompok-kelompok lain, mempertahankan penguasa yang ada pada tahtanya, serta mengembangkan imperium lebih lanjut.

Islam, Sebuah Identitas Baru

Islam di Qur’an

Apakah Islam? Siapakah Muslim?

Makna awal Islam atau Muslim dapat kita lacak pada Qur’an yang menyebutkannya sekitar 75 kali.

Dari katanya, Islam berarti berserah diri, Muslim adalah orang yang berserah diri. Qur’an menggunakannya dalam konteks itu, dan sama sekali bukan sebagai identitas tertentu untuk suatu agama.

Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (Muslim) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik. (Ali Imran:67)

Qur’an menyebutkan Ibrahim sebagai seorang Muslim, di ayat lain juga Musa, Hud, Yusuf, Yunus dan para nabi lainnya. Para sahabat Yesus-pun disebut sebagai orang Muslim.

Jadi sebutan Muslim di Qur’an tidaklah terikat dengan syariat tertentu, karena masing-masing nabi tersebut menjalankan syariat yang berbeda-beda. Sebutan Muslim lebih merupakan sikap berserah diri pada Tuhan dan bersungguh-sungguh menjalankan syariat yang dipercayanya, apapun itu.

Dalam konteks asli Qur’an ini, seorang Muslim bisa jadi orang yang menjalankan syariat Yahudi, atau menjalankan syariat Kristen atau ikut syariat yang diajarkan oleh Muhammad.

Islam sebagai Identitas Eksklusif

Ketika Abdul Malik bin Marwan sudah berhasilkan memadamkan perang saudara, maka negara idaman yang diimpikan Umat Mukmin sudahlah lengkap.

Ia mempersiapkan dua langkah penting.

Persiapan Kiamat

Pada tahun 691M, ia menyelesaikan pembangunan Kubah Sakhrah (Dome Of The Rock) di Yerusalem. Kubah ini merupakan aula yang didirikan di atas titik pijak Muhammad sebelum melesat menembus 7 lapis langit untuk bertemu Allah dalam kisah Isra’ Mi’raj.

Ia mengganti gelar Amirul Mukminin menjadi gelar Khalifallah (wakil Allah di bumi) sebagai simbol kedudukannya sebagai penguasa kerajaan Allah di bumi.

Dengan gelar sebagai penguasa bumi, ia merencanakan akan menerima utusan langit di aula kubah Sakhrah yang megah untuk upacara serah terima bumi kepada wakil pencipta semesta, sebelum peristiwa kiamat dimulai.

Memperkuat Identitas Penguasa

Abdul Malik bin Marwan mulai menyiapkan identitas kuat yang bisa mempertahankan kedudukannya sebagai penguasa imperium Umat Mukmin, bila skenario kiamat ternyata tidak terjadi. Beberapa hal yang dirintisnya:

  1. Menggunakan nama Islam, Muslim dan Mukmin sebagai identitas hanya untuk pengikut Muhammad yang menjalankan syariat Qur’an. Hal ini sedikit banyak disebabkan oleh kenyataan bahwa selain yang menjalankan syariat Qur’an, banyak orang Yahudi, Kristen dan agama lainnya, terutama dari wilayah-wilayah yang diakuisisi belakangan, tidak memandang Muhammad sebagai Rasul atau Messiah untuk Kiamat yang diramalkannya.
  2. Memperkuat identitas Muhammad sebagai hanya satu-satunya utusan Allah yang wajib diikuti, menggantikan nabi dan rasul lain yang masanya sudah berlalu, digantikan Muhammad. Pada eranya, pertama kali dua kalimat syahadat dicantumkan dalam bangunan (kubah Sakhrah), menggantikan syahadat tunggal “Lailaha ilallah” yang sebelumnya dipakai secara luas. Di eranya mulai disertakan shalawat kepada Muhammad di surat-surat dan dokumen resmi kenegaraan.
  3. Meningkatkan status Qur’an sebagai satu-satunya rujukan tertinggi norma dan hukum. Untuk keperluan itu pemerintah mendistribusikan salinan Qur’an yang terstandarisasi dengan tambahan tanda baca yang jelas kepada semua penguasa wilayah kekuasaan Islam.
  4. Menghilangkan berbagai simbol yang melambangkan akomodasi Umat Mukmin kepada syariat lainnya. Koin baru yang dicetak menghilangkan simbol salib dan altar api yang selama ini ada dan menuliskan dua kalimat syahadat di atasnya.
  5. Mulai menarik batas antara penganut Islam dengan agama lain. Beberapa perbedaan hak dan kewajiban antara penganut Islam dan lainnya diperjelas.
Koin yang dikeluarkan Abdul Malik bin Marwan. Membuang semua gambar dan menggantikannya dengan 2 kalimat syahadat

Langkah strategis ini ternyata berhasil.

Jika sebelumnya kedudukan antara siapa yang boleh memimpin dan siapa yang dipimpin tidak begitu jelas dalam gerakan Umat Mukmin, maka saat itu menjadi jelas.

Imperium mereka adalah Imperium Islam, hukum yang dipakai berdasarkan Qur’an dan perintah Muhammad, hak-hak tertinggi hanya bisa diberikan kepada Muslim.

Dengan menganggap bahwa pimpinan mereka (Khalifah) adalah pelaksana mandat dari Allah, maka Imperium Islam mendapatkan dorongan baru untuk menyebarkan kalimat Allah ke seluruh dunia.

Imperialisme Islam mendapatkan landasan yang kokoh.

Islam. Payung Yang Mengecil

Dengan pemaknaan ulang Islam sebagai identitas khusus agama, terjadi perubahan besar pada watak gerakan Umat Mukmin. Walau awalnya bersifat politis, eksklusifitas Islam secara keagamaan juga mulai mengeras.

Islam menjelma menjadi agama baru dari rumpun Samawi yang benar-benar terpisah dari Kristen dan Yahudi. Beberapa hal yang dulu bisa digunakan berbagi di antara mereka, kini tak bisa lagi dilakukan.

Ibadah Shalat Kristen Ortodox Syiria. Di masa awal perkembangan Islam, umat Yahudi, Kristen dan Islam diperkirakan berbagi tempat untuk pelaksanaan shalat mereka yang mirip. Beberapa masjid di periode awal diketahui memiliki kiblat dan mihrab ganda, ke Yerusalem dan ke Mekkah

Umat Mukmin sebagai payung luas yang dibangun Muhammad di masa hidupnya akhirnya berubah menjadi payung sempit Umat Islam yang kita warisi sekarang.

Ironisnya payung yang sudah sempit itu, akhir-akhir ini diklaim menjadi lebih sempit lagi oleh beberapa kelompok yang merasa lebih Islam dari yang lain serta mengkafirkan yang tak sejalan dengan mereka.


Bacaan: