
Apakah Qur’an yang ditangan kita sekarang sama persis dengan Qur’an pada masa Nabi Muhammad?
Kebanyakan umat Islam akan menjawab: “Ya! sama persis”!.
Sayangnya jawaban tersebut salah.
Qur’an yang sampai ditangan kita sekarang adalah hasil beberapa ikhtiar standarisasi yang telah dilakukan umat Islam dalam sejarah. Berikut ini apa yang bisa kita dapatkan dari sejarah Qur’an.
Era Nabi: Beragam Mushaf Yang Terserak
Pada saat Nabi hidup, bentuk Qur’an yang utuh seperti yang kita kenal sekarang belum ada. Segera setiap kali wahyu turun, Nabi menyampaikannya pada para sahabat. Para sahabat menghafalkannya, dan beberapa mencatatnya.
Nabi sendiri menunjuk beberapa sahabat untuk mencatat wahyu-wahyu itu. Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Ubay bin Ka’ab,Zayd bin Tsabit, dan Abdullah bin Mas’ud adalah nama-nama yang biasa disebut sebagai pencatat wahyu. Tetapi disamping empat orang itu, banyak juga para sahabat yang mencatat wahyu-wahyu itu untuk keperluan pribadi mereka sendiri.
Koleksi catatan wahyu ini (mushaf), bervariasi antara para sahabat. Hal ini karena mereka mencatat apa yang mereka dengar dari Nabi, dan tidak semuanya para sahabat itu hadir ketika suatu wahyu diturunkan.
Apa yang disebut mushaf pada saat Nabi masih hidup, bukanlah Qur’an dalam versinya yang utuh. Mushaf saat itu merupakan fragmen-fragmen dari Qur’an.
Era Abu Bakar dan Umar: Pengumpulan Mushaf
Setelah Nabi wafat, usaha pengumpulan mushaf Qur’an dimulai oleh khalifah Abu Bakar atas usulan dari Umar bin Khattab.
Pada mulanya usul Umar ini ditolak oleh Abu Bakar karena alasan hal tersebut tidak pernah dilakukan Nabi. Itu Bid’ah. Tapi setelah diyakinkan Umar atas manfaatnya bagi umat Islam, Abu Bakar setuju.
Pengumpulan mushaf pada saat Abu Bakar dan dilanjutkan oleh Umar saat menjadi khalifah, belum merupakan usaha kodifikasi yang serius. Mereka hanya mengumpulkan fragmen-fragmen Qur’an yang berserakan dari para sahabat, tetapi belum menyusunnya ulang dalam satu bentuk mushaf Qur’an yang utuh.
Era Usman: Penyusunan Mushaf Yang Utuh
Kodifikasi Qur’an secara serius baru dilakukan saat khalifah ketiga, Usman bin Affan. Tim penyusun yang dibentuk Usman mengumpulkan semua fragmen-fragmen Qur’an yang ada serta memanggil semua penghafal Qur’an yang ada untuk menyusun suatu mushaf yang utuh.
Ayat-ayat dalam mushaf disusun tidak berdasarkan urutan kronologi ayat-ayat tersebut diturunkan, akan tetapi berdasarkan petunjuk penempatan dari Nabi yang diingat oleh para sahabat.
Dari proses ini, dihasilkan mushaf Qur’an dalam bentuk yang utuh. Mushaf ini dikenal sebagai “Mushaf Usmani”. Mushaf ini terdiri dari 114 surah yang dimulai dari Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas. Ini yang menjadi cikal bakal semua Qur’an yang beredar didunia.
Mushaf Qur’an Versi Lain
Apakah ada mushaf versi lainnya? Ada.
Sebelum pengumpulan mushaf ini dilakukan oleh negara, secara pribadi beberapa sahabat ada yang sudah melakukan pengumpulan ayat-ayat yang terserak dalam satu mushaf utuh.
Beberapa mushaf yang sempat terekam dalam sejarah adalah mushaf milik Ubay bin Ka’ab, Ibn Mas’ud, Ibn Abbas, Ali bin Abi Thalib, dan Hafsah istri Nabi.
Mushaf-mushaf itu memiliki jumlah dan susunan ayat yang berbeda. Sebagai misal Mushaf Ubay memiliki 115 surah, Mushaf Ibn Mas’ud memiliki 108 surah, Mushaf Ibn Abbas 116 surah.
Perbedaan ini terekam dari komplain Aisyah istri Nabi yang dikutip Jalaluddin Al-Suyuthi dalam kitab al-Itqan sebagai berikut: “pada masa Nabi, surah al-Ahzab berjumlah 200 ayat. Setelah Uthman melakukan kodifikasi, jumlahnya menjadi seperti sekarang [yakni 73 ayat].”
Pada Mushaf Ibn Abbas juga ada dua surah yang yang tidak disertakan dalam Mushaf Usmani yaitu al-Khal dan al-Hafd.
Nasib Mushaf Qur’an Versi Lain
Setelah khalifah Usman meresmikan Mushaf Usmani, dia memerintahkan membakar semua mushaf lain yang ada. Sebagian besar mushaf-mushaf itu berhasil dimusnahkan, akan tetapi ada beberapa mushaf yang selamat. Salah satunya adalah Mushaf Hafsah, Mushaf ini baru dimusnahkan pada era Khalifah Marwan ibn Hakam (65 H)
Secara fisik mushaf-mushaf yang lain tersebut berhasil dimusnahkan, akan tetapi beberapa mushaf itu masih hidup dalam bentuk hafalan para sahabat. Karena sebenarnya pada masa itu Qur’an lebih banyak dihafal daripada dibaca.
Para penulis Islam pada masa belakangan, menyayangkan bila hafalan para sahabat itu musnah. Mereka berusaha mengumpulkan lagi hafalan para sahabat tersebut dalam tulisan mereka.
Sejarah penulisan Alqur’an mencatat nama-nama Ibn Amir (118 H), al-Kisai (189 H), al-Baghdadi (207 H); Ibn Hisyam (229H), Abi Hatim (248 H), al-Asfahani (253 H) dan Ibn Abi Daud (316 H) sebagai pengarang-pengarang yang menghidupkan mushaf-mushaf klasik dalam karya masahif mereka (umumnya diberi judul kitab al-masahif atau ikhtilaf almasahif).
Sebagai misal: Ibn Abi Daud berhasil mengumpulkan 10 mushaf sahabat Nabi dan 11 mushaf para pengikut (tabi’in) sahabat Nabi. Mushaf-mushaf yang lain ini saat ini hanya terdapat dalam beberapa perpustakaan Islam yang tua.
Variasi Mushaf Usmani
Mushaf Usmani dituliskan pada saat aksara arab masih dalam bentuk awal. Huruf arab belum mengenal tanda baca dan tanda titik.
Tanda baca dalam huruf arab baru ditemukan pada pertengahan abad 7. Sistem tanda baca huruf arab diperkenalkan oleh Abu al-Aswad al-Dua’ali, seorang sarjana pada masa Dinasti Umayyah.
Absennya tanda baca ini menyulitkan umat Islam yang bukan penutur bahasa arab asli. Hal ini juga dikarenakan Qur’an juga mulai disebarkan lewat tulisan bukan hanya hafalan.
Akibatnya banyak sekali variasi cara pembacaan Qur’an, walaupun mereka menggunakan mushaf yang sama. Para penyalin Qur’an menambahkan berbagai tanda baca untuk memudahkan mereka untuk membaca Qur’an. Akibatnya muncul berbagai versi bacaan Qur’an.
Pada era Dinasti Abbasiyah, khalifah pada tahun 324H memerintahkan Ibn Mujahid untuk menyeragamkan bacaan Qur’an yang ada. Dari puluhan versi bacaan Qur’an, dipilih tujuh versi bacaan yang direstui.
Ke tujuh versi bacaan Qur’an inilah yang kemudian digandakan dan disebarkan ke seluruh pelosok negara Islam.
Penyeragaman Qur’an Oleh Mesin Cetak
Pada abad ke 20 dari tujuh versi penulisan Qur’an, hanya tinggal tiga yang masih beredar yaitu versi Nafi, versi Abu Amr dan versi Asim.
Pada tahun 1924, Qur’an versi Asim pertama kali dicetak di Mesir, versi ini kemudian populer dengan sebutan “Edisi Mesir”. Kerajaan Arab Saudi kemudian menjadikan “Edisi Mesir” sebagai standar kerajaan dan mencetak secara besar-besaran.
Dalam rangka dakwah Islam, Kerajaan Arab Saudi kemudian mencetak dalam jutaan salinan dan menyebarkan keseluruh umat Islam di seluruh dunia.
Tindakan Kerajaan Arab Saudi, yang menyebarkan secara murah bahkan gratis salinan versi Asim menyebabkan tersisihnya dua varian Qur’an lain yang masih tersisa yaitu versi Nafi dan versi Abu Amr. Dua versi Qur’an ini masih bisa ditemui walau langka di wilayah Maroko dan sekitarnya.
Alhasil, versi Qur’an yang ada ditangan kita dan tersebar ke seluruh dunia adalah hasil standarisasi akhir dari Kerajaan Arab Saudi.
Bacaan:
* Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur”an, Yayasan Abad Demokrasi, 2011
apakah anda tau di Indonesia saja banyak Hafidz Qur’an, kalo anda baca qur’an dan ada yg salah si Hafidz udah apal diluar kepala !!
KESIMPULANNYA ADALAH : SEJAK DULU PELUANG AL_QUR”AN BERUBAH SANGATLAH KECIL, DIKARENAKAN SEJAK MASA RASUL PARA HAFIDZ QUR”AN SUDAH BANYAK !!!!
Terudun ente harus INSTROPEKSI DIRI, bible memiliki lebih dari 2000 terjemahan, MENURUT KAMU PELUANG YG LEBIH DARI 2000 terjemahan itu ternyata meleset dari kitab pada bahasa ASLINYA seberapa besar ??
bersyukurlah Al-qur’an hanya 1 bahasa yakni BAHASA ARAB !!
@عرفان مفيد: para hafidz Qur’an tentunya menghapalkan Qur’an dari kitab tertulis, dan kalau kitab tertulisnya cuma ada satu, ya tentu hapalannya akan sama.
Masalahnya Qur’an tertulis yang beredar di dunia adalah hasil standarisasi Arab Saudi pada tahun 1924 yang memilih 1 diantara 7 versi Qur’an untuk dicetak besar-besaran dan disebar ke seluruh dunia.
Adakah versi lain? ada.
Standarisasi sebelumnya dilakukan Imam Mujahid (324 H) yang menetapkan 7 bacaan (qiraat) Qur’an. Bacaan ini disusun berdasarkan variasi dialek bahasa Arab untuk pembacaan Mushaf Usmani. Masing-masing bacaan Qur’an ini memiliki variasi huruf dan bunyi yang berbeda-beda, sehingga jika dituliskan akan menghasilkan kitab yang berbeda-beda detil penulisannya.
Terkait hal ini, Majelis Ulama Indonesia pernah mengeluarkan fatwa pada tahun 1983 yang berisi: Qiraat tujuh adalah sebagian dari ulumul Qur’an yang wajib dikembangkan dan dipertahankan eksistensinya. Problemnya, saat ini kita mengalami kesulitan untuk mendapatkan 6 versi Qur’an lainnya.
Standarisasi yang lebih tua adalah ketika Khalifah Usman menetapkan Mushaf Usmani sebagai Qur’an yang sah dan membakar mushaf versi Ubay bin Ka’ab, Ibn Mas’ud, Ibn Abbas, Ali bin Abi Thalib dan puluhan versi mushaf lainnya.
Jadi kalau saat ini para hafidz menghafalkan Qur’an dengan seragam,
seribu tahun yang lalu akan ada 7 macam hafalan para hafidz,
dan sebelum Usman melakukan standarisasi Qur’an mungkin ada puluhan macam hafalan para hafidz.
Jadi selain bisa menuliskan nama anda dengan tulisan Arab, sepertinya yang lebih penting bagi anda adalah mau belajar membaca sejarah agar tak gampang kebakaran jenggot saat mendapatkan fakta yang mengejutkan (saya menebak anda sepertinya memelihara jenggot) 🙂
Adakah BUKTI SEJARAH yang dapat dibuktikan oleh Generasi Islam sekarang ini tentang …Al Quran 7 macam Qiraat / Dialek yang dimaksud dalam Sejarah Al Quran…?!?!
JANGAN JANGAN ..HANYA Pembenaran untuk mengalihkan Nilai Tauhid / Teologi yang sangat ” PRINSIPIL ” atas Konsep Ketuhanan Islam ditengah tengah INJIL yang sudah menyebar di Jazirah Arab ketika itu.
Bukankah …Muhammad SAW juga BELAJAR dari Pendeta Nasarah bernama Waraqah bin Nawfal bin Assad bin Abd al-Uzza bin Qusayy Al-Qurashi ketika itu. Yang menjelaskan bahwa Nasrani sudah merambah demikian luas pada Bani Quraishy secara khusus dan Jazirah Arab secara umum….?!?!?
Karena …PEMBAKARAN / PEMUSNAHAN Al Quran yang hanya berbeda Qiraat / Dialek selama tidak bertentangan dengan TAUHID DASAR Iman Islam, tentulah TIDAK BERTENTANGAN dan mestinya TERJAGA oleh Alloh SWT.
Lihat saja FAKTA sekarang, Al Quran Ustmani bin Affan yang DITERJEMAHKAN dalam berbagai BAHASA DUNIA yang sangat EKSTRIM dari ASALNYA tentu dijaga Nilai Nilai Tauhidnya yang SEPADAN dengan Bahasa Terjemahan tetap diterima disamping Al Quran yang berbahasa Arab .
Terima kasih, sebelum dan sesudahnya.
@Terang Dunia: Standarisasi 7 qiroat itu peristiwa yang tidak berkaitan dengan pembakaran mushaf non-standar.
Secara umum mushaf-mushaf yang dibakar tidak ada kaitannya dengan tauhid Islam. Proses ini hanya berselang beberapa tahun setelah Nabi wafat, dan secara teologi, Nabi Muhammad sangat berhasil memberikan keseragaman tauhid Islam.
Perbedaan antara mushaf-2 itu hanya terjadi pada hal-hal yang tidak prinsipal seperti pengulangan ayat-2, perbedaan pilihan kata, surat/ayat yang dianggap ada oleh yg satu dan tidak oleh yang lainnya, serta rincian kecil lainnya.
Standarisasi 7 qiroat itu hanyalah standarisasi cara baca atas mushaf Usmani, dan itu terjadi setelah sekitar 300 tahun setelah nabi wafat.
Semua informasi ini tercatat dalam sejarah Islam. Salinan Mushaf Usmani dan kitab yang memuat mushaf yg lainnya juga masih ada; 7 qiroat standar juga bisa kita dapatkan misalnya di perpustakaan al-Azhar Kairo Mesir.
Ini sangat beda dengan standarisasi Injil pada Konsili Nicea tahun 325, dimana standarisasi kristen mencakup hal yang sangat pokok yaitu: Yesus itu tuhan atau manusia. Standarisasi ini juga meliputi pemberian status Injil yang diakui dan pemusnahan injil yang tidak diakui.
ha..ha…ha….!!!
OOT = Out Of Topic / diluar TOPIK bro….!!! Konsili Nicea Tahun 325….!!!
Topik : BERAGAMNYA AlQURAN DALAM SEJARAH….!!!
Sepertinya anda sudah PANIK dan FRUSTASI sendiri ya bro….?!?!? he..he..he…
Kalau perbedaan Mushaf Mushaf itu ‘ tidak prinsipil ‘, tentunya adalah HARTA BUKTI yang patut untuk DIJAGA sebagai BUKTI ALASAN KODIFIKASI pada Zaman Khalifah Ustmani Bin Affan untuk MEMBENARKAN MUSHAF Ustmani,
Kena apa : DIBAKAR dan DIMUSNAHKAN…..?!?!?
Janganlah…PURA PURA tidak tahu :
1. PERSELISIHAN Umat Islam sebelum Kodifikasi Ustmani…!!!
2. Protes Siti Aisyah….!!!
3. Perbedaan Jumlah Surah pada Mushaf Mushaf lain…..!!!
Kena apa Khalifah Ustamni bin Affan TIDAK MENGIKUTI saja MUSHAF Muhammad SAW dan Abu Bakar r.a. yang beliau TAHU sudah ada sebelumnya…?!?!?
@Terang Dunia: yang saya ungkap fakta sejarah kok.
Mushaf Muhammad tidak pernah ada. Sedangkan Abu Bakar hanya mengumpulkan catatan fisik wahyu yang dicatat berbagai sahabat. Abu Bakar tidak memiliki mushaf (kompilasi dalam satu buku).
Mushaf yang ada saat itu adalah hasil inisiatif personal para sahabat. Ada mushaf Ibn Mashud, mushaf Hafsah, mushaf Ali dan sebagainya.
Perbedaan antar mushaf itulah yang menimbulkan perselisihan antara sahabat.
Usmanlah yang membentuk tim untuk melakukan verifikasi diantara catatan fisik yang ada, hafalan para sahabat, untuk meng-kompile dalam satu buku utuh (Mushaf). Proses ini selesai 18 tahun setelah Nabi Muhammad wafat.
Secara prosedur, Mushaf Usmanlah yang telah melewati verifikasi banyak sahabat, sedangkan Mushaf yang lain tidak melalui tahap verifikasi ini.
Jadi secara prosedur, penyusunan Mushaf Usman adalah yang terbaik diantara Mushaf lain yang ada saat itu.
Kalau pembakaran Mushaf yang lain, saya rasa itu keputusan yang memang dianggap perlu dilakukan oleh Usman, mengingat potensi perpecahan yang bisa membesar atas masalah ini.
Proses standardisasi bible yang saya kutip hanyalah pembanding yang relevan.
Bro @ Judhianto…!!!
Saluuut dan Jemmpoolll….untuk masih tetap JUJUR…pada situasi dan kondisi Umat Islam pada zaman Khalifah Ustmani bin Affan…!
Jadi….Ustmani bin Affan…adalah Penyelamat Islam yang sesungguhnya yang dapat bertahan sampai sekarang.
@Terang Dunia: terima kasih…
Kata kata ada beberapa mushaf yang SELAMAT itu tidak / kurang tepat. Karena memang yg menjadi KODIFIKASI Sayyidina Ustman waktu itu adalah mushaf yang di punyai Sayyidah Hafsoh, putri dari Sayyidina Umar. Dan mushaf yang di pegang Sayyida Umar itu yang asalnya dari mushaf mushaf yang telah di kumpulkan oleh Sayyidina Abu Bakar. Sayyida Ustman hanya meminjamnya.
Kenyataannya bahwa ketika zaman Sayyidana Ustman, yang di punyai Sayyidah Hafsoh tidak di bakar. Karena memang Sayyidaina Umar tidak memerintahkannya untuk di bakar, untuk tujuan kodifikasi.
Sedangkan pada surat Al-Ahzab yg katanya dulu 200 ayat, kemudian waktu Sayyidina Ustman 73 ayat, itu hanya dalam bentuk ayat, sedangkan kata kata Al-Qur’an tidak berubah. Kesimpulannya adalah pada PELETAKAN ayat, bukan pada perubahan arti ayat itu sendiri, apalagi ada ayat yang di buang / terbuang . Seperti khilafnya para ulama’ pada peletakan ayat pada surat Al-Fatihah.
Sayyida Ustman tidak mau sejarah Injil terulang pada Al-Qur’an.Mungkin anda mengerti maksud saya.
@Tam: bisa anda tunjukkan sumber sejarah yang mengatakan bahwa mushaf Usman berasal dari mushaf Hafsoh?
Perbedaan antara mushaf tersebut bukan hanya dalam jumlah ayat, melainkan juga jumlah surah.
Mushaf Ubay 115 surah, mushaf Ibn Mash’ud 108 surah, mushaf Ibn Abbas 116 surah. Ada surah al-Khal dan al-Hafd di mushaf Ibn Abbas yang tidak disertakan dalam mushaf Usman.
Untuk referensi, ada e-book yang bagus dan tersedia gratis disini: http://abad-demokrasi.com/node/60 ; silakan anda pelajari.
JUDUL : Beragamnya Al Quran dalam SEJARAH…!!!
TENTU….TIDAK LAYAK untuk memposting :
“…..Ini sangat beda dengan standarisasi Injil pada Konsili Nicea tahun 325, dimana standarisasi kristen mencakup hal yang sangat pokok yaitu: Yesus itu tuhan atau manusia. Standarisasi ini juga meliputi pemberian status Injil yang diakui dan pemusnahan injil yang tidak diakui. ”
Kalau DEBAT…itu namanya OOT = Out Of Topic / diluar TOPIK yang dilakukan karena …PANIK + FRUSTASI BERAT semata….!!!
Bluffing untuk menetupi…” SESUATU ” adalah Bahasa TUBUH…..!!!
Seperti ANAS….Gantung di MONAS dan AKIL MOCHTAR ….Potong Tangan….!!!
@Terang Dunia: bukankah artikel ini membicarakan tentang standarisasi Qur’an?
apakah out of topic jika saya memberi sedikit referensi proses standarisasinya kitab suci lain yang hampir sama, yaitu Injil.
Dalam dua proses ini terjadi hal yang sama yaitu membakukan kitab suci dan memusnahkan kitab yang diluar standar hasil kesepakatan tersebut.
Sepertinya yang out of topic itu manakala pembicaraan tentang standarisasi kitab suci jadi membahas
* dugaan anda bahwa saya panik+frustrasi berat,
* atau tentang “gantung Anas di Monas”,
* atau tentang “potong tangan Akil Muchtar”
Mungkin mengurangi banyaknya huruf kapital dan tanda seru bisa lebih menenangkan anda.
Terima kasih
Terima kasih Bung @ Judhianto !
Referensi anda tentang proses standarisasi INJIL jelas ‘ menjebak ‘ anda sendiri pada bakar bakaran Mushaf pada Zaman Khalifah Ustmani bin Affan.
Kodifikasi Al Quran jelas tidak dapat dibandingkan dengan standarisasi / kanonisasi INJIL ! anda malah membuka AIB kodifikasi Al Quran yang kehilangan ‘ referensi otentiknya ‘ !!!
Injil Injil Apokrif, Mistikis dan lain lain….tentu anda TAHU sendiri sekarang ‘ masih ada dan utuh ‘, salah satunya Injil Barnabas yang menjadi favorit Umat Islam dewasa ini yang dijadikan ‘ nubuat ‘ Muhammad SAW. ( sangat menggelikan …!!! ) Injil Injil yang ditolak tetap dijaga dan dipelihara, karena itu adalah ‘ BUKTI SEJARAH ‘ yang tidak boleh dimusnahkan oleh karena alasan apapun. Untuk sebagai warisan dan bukti otentik sejarah kanonisasi INJIL dan sejarah dunia…!
Saya masih menunggu dan mencari BUKTI MUSHAF yang berbeda 7 qiroat yang dibakar tersebut….!
Tentulah BUKTI yang dapat saya chek dan rechek…!!!
Semoga Mas @ Judhianto dapat membantu saya….menemukan BUKTI bahwa Mushaf yang dibakar…TIDAK BERBEDA prinsipil ( Tauhid )…!
Terima kasih sebelum dan sesudahnya.
@Terang Dunia: mushaf yang dibakar setelah standarisasi mushaf dan 7 qiroat yang berbeda, merupakan perihal yang tidak berkaitan. Jadi darimana anda mengatakan mushaf yang berbeda 7 qiroat dibakar?
Standarisasi mushaf Usman selesai dikerjakan pada tahun 29 H, dan diikuti pembakaran mushaf lainnya.
Catatan tentang mushaf-mushaf yang lain masih ada dalam kitab-kitab klasik karya Ibn Amir (118 H), al-Kisai (189 H), al-Baghdadi (207 H); Ibn Hisyam (229H), Abi Hatim (248 H), al-Asfahani (253 H) dan Ibn Abi Daud (316 H). Anda ingin tahu? bisa bertanya pada para Kiai NU yang banyak bergelut dengan kitab klasik, saya tidak merasa kompeten untuk hal ini.
Beda Tauhid? ah berlebihan…
Perselisihan umat Islam tersengit ada pada masalah siapa berhak mendapatkan kedudukan politik (Syiah versus Sunni), kedudukan rasio dihadapan iman (Mu’tazilah versus Asy’ariyah). Mengenai Tauhid (ketuhanan), tidak ada perbedaan.
Untuk standarisasi qiroat yang menentukan 7 qiroat (7 varian cara baca) yang diakui, ditetapkan pada tahun 324 H. Itu hanya seperti standarisasi cara baca UUD 1945 dalam logat Jawa, Sunda, Batak, Aceh, Madura dan sebagainya (dalam 7 qiroat/logat/dialek).
Oh ya tidak ada acara bakar-bakaran mushaf saat standarisasi qiroat, hanya mungkin tim perumus mbakar sate setelah proses selesai.
🙂
Semoga beberapa point ini dapat bermanfaat dalam diskusi ini:
1. Sepertinya ada peserta diskusi yang tidak memahami qiraat dan mushaf
2. Qiraat adalah perbedaan pengucapan dari beberapa orang ketika membaca suatu naskah yang sama, misal bagaimana orang Jawa medog dan orang Batak totok ketika sama-sama membaca teks suatu UU yang sama berbahasa Indonesia, Dalam perkembangannya, Islam telah diterima kelompok-kelompok masyarakat yang beragam dialek.
2. Mushaf adalah lembaran-lembaran atau potongan benda sebagai wadah tulisan. Pada masa turunnya wahyu, masyarakat Makkah atau Madinah tidak mengenal kertas seperti yang kita kenal sekarang ini, atau mungkin kenal tetapi sulit untuk mendapatkannya. Pada jaman Umar r.a sebagai khalifah hafalan para sahabat, lembaran atau kepingan benda sebagai tempat dituliskan wahyu dihimpunkan ke dalam lembaran-lembaran kertas yang dijilid. Kalaupun lembaran atau kepingan benda yang menjadi rujukan dimusnahkan setelah selesainya mushaf Usman r.a. ‘toh para tokoh yang disebut-sebut sebelumnya menyimpan ayat atau suroh yang berbeda jumlahnya (terlepas sumber sejarahnya sohih atau doif)’ tidak menimbulkan konflik berdarah karena masalah wahyu adalah masalah serius. Dan juga menurut sumber di atas bahwa para tokoh tadi ada terlibat juga dalam penyusunan mushaf Usman r.a. Suatu hal yang aneh para tokoh tersebut melafalkan isi mushaf Usman dalam solat berjamaahnya jika mereka memungkiri atau menolaknya. Yang mana sikap keteguhan mereka terhadap Islam kita kenal dari berbagai sumber.
3. Pembahasan apakah pada asli/tidak asli atau lengkap/tidak lengkap? Mas Judhi ato Mas Anto telah menyebut diatas secara samar mengarah pada lengkap atau tidak lengkap. Kalau memang tidak lengkap tentu Ali r.a dan lainnya tak tinggal diam. Kalaulah sohih berita tentang perbedaan jumlah ayat dan suroh tersebut, mengapa Ali r.a. dan lainnya “mengimani” mushaf Usman.
4. Penggunaan beberapa kosa kata yang berbeda (sakali lagi: kalau sohih berita itu) menimbulkan makna berbeda atau tidak? Berilah penjelasan yang transparan beserta contohnya agar peserta diskusi dapat mengkomparasinya dengan peristiwa-peristiwa sejarah lainnya.
Trims….
@Lestari: terima kasih untuk menjelaskan lebih lanjut tentang beda mushaf dan qiraat.
Saya coba tampilkan poin-poin penting stadrasisasi Qur’an
Untuk standarisasi mushaf:
Untuk standarisasi Qiraat:
@ Lestari…
Tanyakan kepada Mas @ Judhianto yang JUJUR itu…..!!!
Kena apa…..BUKTI SEJARAH….” DIBAKAR “….?!?!? Bukankah itu perbuatan yang sangat MEMBOHONGI SEJARAH dengan kehilangan ” BUKTI SEJARAH “…..?!?!?
Bukankah MUSHAF ASLI yang ditulis pada : Kulit Kayu, Kulit Binatang, Tulang dan sebagainya pada Zaman Muhammmad SAW ( Bukan Zaman Abu Bakar ) ….LEBIH ASLI, OTENTIK, AWAL dan mestinya …..TERJAGA oleh Alloh SWT sampai sekarang…..?!?!?
Dimana sekarang BUKTI BUKTI SEJARAH OTENTIK itu….?!?!?
SEJARAH Tanpa BUKTI ( Arkeologi dan Antropologi ) = MITOS = KONON CERITANYA = DONGENG = FIKSI semata.
Saya SALUT dan JEMPOL kepada kalian berdua : @ Judhianto dan @ Lestari…yang BERANI JUJUR…..bahwa Al Quran adalah : BUATAN MANUSIA dengan Riwayat Sejarah…..!!!
Semoga, kita TIDAK MENGKULTUSKAN …KITAB SUCI secara berlebihan yang cendrung menjadi BERHALA semata.
@Terang Dunia: semangat menjaga kesatuan doktrin suatu hal wajar dalam semua agama.
Peristiwa upaya standarisasi Qur’an ini bisa kita bandingkan dengan upaya gereja dalam konsili Nicea untuk melakukan standarisasi pandangan mengenai Yesus apakah dia Tuhan atau manusia.
Beberapa yang bisa kita bandingkan adalah:
* Standarisasi Usman selesai pada 29 tahun setelah Nabi wafat
* Konsili nicea dilakukan pada 325M, lebih dari 3 abad setelah Yesus wafat
* Standarisasi Usman mengenai Kitab Suci. Bahan standarisasi adalah catatan otentik saat wahyu turun, hafalan sahabat dan kompilasi (mushaf) pribadi para sahabat, semua peserta adalah orang-orang yang mengalami hidup bersama nabi Muhammad.
* Konsili Nicea mengenai Tuhan agama Kristen dan kitab Suci. Bahan standarisasi adalah banyak kitab Injil yang ditulis jauh setelah Yesus wafat, dan tak seorangpun diantara mereka dan penulis kitab tersebut mengalami hidup di era Yesus
* Standarisasi Usman dilakukan oleh orang-orang yang mengalami hidup bersama Nabi Muhammad
* Konsili Nicea dilakukan oleh orang-orang yang tak pernah berjumpa dengan Yesus
* Setelah standarisasi Usman, semua pihak sepakat menggunakan keputusan mereka bersama untuk memakai Mushaf Usman dan meninggalkan mushaf pribadi mereka masing-masing. Hanya ada satu Mushaf Usman, yang lainnya dibakar.
* Setelah Konsili Nicea, Yesus ditetapkan sebagai Tuhan sesuai dengan pendapat Alexander. Pihak yang tidak setuju (Arius) dan pengikutnya dinyatakan sebagai aliran sesat. Ditentukan pula kitab yang Kanonik (diakui) dan apokrif (tidak diakui/diragukan)
Mengenai pemusnahan kitab diluar standar yang anda artikan memusnahkan barang bukti, itu berlebihan. Itu bias dari pandangan kita sebagai manusia modern yang concern dengan peninggalan lama, mereka mungkin tidak berpikir sejauh itu.
Semua proses di atas memang hasil upaya manusia. Tidak salah bila dikatakan sebagai buatan manusia. Jika anda mengatakan kitab suci Islam hasil kesepakatan/buatan manusia memang tidak salah, sebagaimana jika kita katakan bahwa kitab suci Kristen dan Tuhan Kristen hasil kesepakatan/buatan manusia.
dari tulisan yang dipaparkan mas judhianto diatas adalah atas referensi yang beliau baca tentang riwayat sejarah penulisan Al-Quran… terkesan Qur’an itu banyak versinya, a,b,c dst…. ya nama nya juga riwayat sejarah bisa benar bisa juga salah… sebenarnya kalau mau digali lebih dalam lagi semua riwayat terbaik dan dijamin kebenarannya itu ada didalam Qur’an itu sendiri…dijamin benar… karena Allah lah yang menjaga kemurniannya sampai akhir zaman.. dalam Qur’an sendiri telah disebut nama “kitab” ( atau dengan bahasa indonesia yang dapat kita pahami adalah kumpulan pesan/petunjuk yang dirangkum menjadi sebuah buku atau bahasa inggrisnya = book yang bernama Al-Qur’an). .dan sebenarnya penjelasan mengenai Qur’an itu hanya bisa dijelaskan oleh Qur’an itu sendiri.. seperti pada petikan ayat :
QS.2:185. “bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)”,
QS.11:1. Alif Laam Raa, “(inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu”.
1. dari kutipan di atas saja sudah jelas bahwa Kitab Qur’an itu berisikan Kumpulan “Petunjuk”
dan kumpulan “Penjelasan Petunjuk”
2. Bahwa penyusunan ayat2nya disusun dengan Rapi dan terperinci.(sudah ditetapkan oleh Allah)
jadi kesimpulannya apakah yang dinamakan versi mushaf2 tadi emang benar2 ada seperti yang dikisah dalam riwayat2 itu …????
banyak sebenarnya yang dapat diungkap tentang kebenaran.. termasuk kebenaran masa lampau yg tertulis dalam Qur’an. dan sudah dijelaskan pula dalam Qur’an bahwa di masa kemudian (masa kini) banyak manusia khususnya umat Rasul Muhammad yang jauh dari petunjuk Qur’an.
QS.25:30. Berkatalah Rasul: “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur’an ini suatu yang tidak diacuhkan”….
wassalam
@Kwiky: anda mencampurkan dua hal yang berbeda: sejarah penyusunan Al-Qur’an dan kebenaran Al-Qur’an. Dan dua-duanya mengandung kesalahan logika.
Sejarah penyusunan Mushaf Al-Qur’an
Penyusunan mushaf al-Qur’an terjadi setelah Nabi wafat, setelah tidak ada wahyu lagi yang turun. Jadi penyusunan mushaf itu tidak bisa dicari penjelasannya dalam isi Qur’an.
Itu peristiwa sejarah yang sudah terjadi, jadi satu-satunya sumber adalah catatan sejarah (riwayat) itu sendiri. Yang saya sampaikan adalah riwayat yang tidak ada pertentangan didalamnya, silakan tunjukkan sumber-sumber sejarah yang berkata lain bila anda punya. Peristiwa sejarah adalah fakta, tak perduli apakah sesuai dengan keyakinan anda atau tidak.
Kebenaran al-Qur’an
Anda terjebak dalam logika mbulet atau “circular reasoning”
1. Qur’an dijamin benar
2. Apa jaminannya? karena dikatakan dalam Qur’an bahwa Qur’an itu benar
Ini seperti guyonan saat OSPEK
1. Senior selalu benar
2. Bila senior salah, lihat nomor 1
Sesuatu dikatakan benar bukan karena “dikatakan” benar, melainkan harus “dibuktikan” benar. Kalau anda mau meyakinkan bahwa Qur’an itu benar, jangan merujuk Qur’an tapi buktikan dengan fakta bahwa apa yang dikatakan dalam Qur’an itu benar.
Satu hal lagi, mengutip ayat-ayat Qur’an tidak membuat pendapat anda benar atau anda terlihat pintar. Jika ayat-ayat itu tidak relevan, itu hanya menunjukkan kacaunya cara berpikir anda.
TRIMS atas comment nya mas judhianto.. tapi dalam benak sy anda masih mengkaitkan sejarah penyusunan musaf Qur’an setelah sepeninggal nabi Muhammad.. dan seolah2 sejarah itu mengatakan bahwa Qur’an disusun pada jaman Kalifah Utsman?? dan se-olah2 para sahabat Nabi yang menuliskannya.. pertanyaan sederhana saya Apakah Nabi Muhammad itu tidak bisa Tulis dan baca ? coba kita pikirkan bila dikaitkan dengan penyusunannya surat2nya yang diawali dengan Al-fatihah dan diakhiri dengan An-Nass…. apakah Para Sahabat Nabi yang menyusun urutan surat tersebut ?? terkadang manusia semakin kritis, semakin mencari jawaban terhadap sesuatu yg dia cari..walaupun bersumber dari riwayat2 sejarah.. sementara riwayat sejarah itu terkadang bisa diputar balik kan yg benar jadi salah dan yg salah jadi benar..
bahasa sederhananya seperti ini : seolah2 Allah tidak turut serta dalam penyusunan musaf Qur’an,(urutan surat dan Ayat2nya) dan membiarkan Qur’an disusun oleh para sahabat nabi ataupun keluarga nabi sehingga timbul bermacam versi musaf…. apakah menurut anda Allah seperti itu ?? hingga tidak ada campur tangan nya dalam urusan dunia ?? sy pikir sangat naif pikiran kita..jika menggambarkan Allah spt itu.. kalau anda mengambil sumber dari sejarah riwayat… kalau saya mengambil sumber yang ada dalam Qur’an. spt dalam ayat tersebut diatas :
QS.11:1. “Alif Laam Raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu”,
coba perhatikan kata demi kata ayat tersebut diatas.. konteks penyebutan kata :
“KITAB” —> berarti telah jadi sebundel (sebuah buku) walaupun diturunkannya bertahap
kepada nabi muhammad..
“Disusun dengan rapi” ———> berarti telah telah tersusun urutan surat dan ayat2nya..siapakah yang menyusun pastilah ALLAH dan bukan dari riwayat sejarah yang manusia buat…….
“dijelaskan terperinci”——–> kalau Allah sendiri mengatakan terperinci pasti maksudnya itu lengkap dan sudah mendetail…prinsipnya kalau mau tahu ya harus cari tau dengan metode sy umum sering kita dengar “learning by doing”(takwa)..
“diturunkan dari sisi (Allah)”——–>jelas diturunkan dari Allah termasuk urutan susunannya…
salah satu Ciri orang yang beriman itu 1000% yakin terhadap apa yang ada didalam petunjuk wahyu tersebut sebagai HULU dari segala sumber kebenaran..
kalau anda berpikiran jangan -jangan Qur’an yang beredar diindonseia sekarang tidak valid isinya … berarti Anda tidak Mengimani Allah sebagai mana mestinya.. bukankah Qur’an itu Kitab wahyu Penutup dari Seri2 kitab yang sebelumnya.. dan bukankah Allah telah menyebutkan “Atas tanggungan kamilah Memeliharanya” berarti sd akhir zaman pun Kemurnian Qur’an Dijamin oleh Allah…mutlak… yang sering banyak salah itu adalah karena “kebodohan” dalam mengaplikasikan Qur’an dikehidupan kita sehari2..
suka tidak suka, percaya tidak percaya, itulah Mukzizat Qur’an sebagai petunjuk terperinci menuju jalan keselamatan di hari akhir nanti… kalau sebagian manusia meng-imani riwayat2 sejarah, atau cerita2 yang meng atas namakan Nabi (perilaku/ucapan nabi) maka bisa di cross check dgn Qur’an benar tidaknya berita/cerita riwayat tersebut..
apakah manusia pikir di hari Hisab nanti yang berlaku itu tatacara ibadah, ataupun pemikiran yang bersumber dari riwayat2 sejarah ??? NO MAN…!!! yang berlaku dihari Hisab itu bersumber dari KITABULLAH.. ..
Mohon maaf sebelumnya apabila apa yang sy sampaikan berlebihan.. intinya kenapa sih kita harus meributkan penyusunan musaf Qur’an …. toh kalau memang ingin mengetahui metode tentang penyusunan Qur’an toh telah dijelaskan oleh Allah sendiri “kamilah yang menyusun-nya” kalau mengenai proses penulisannya pastilah sejak Nabi Muhammad menerima Wahyu dia menuliskannya..walaupun turunnya ayat bertahap hingga +/- 23 tahun lamanya.
Dokumen2 penulisan yang begitu penting pastilah tidak luput oleh Mabi Muhammad untuk ddisimpan kalaupun beliau lupa, pastilah malaikat Jibril mengingatkan.. dan hampir dipastikan naik cetak sebundel Kitab Qur’an untuk pertama kalinya atas sepengetahuan beliau /selama beliau masih hidup sebagai sarana Cross check terhadap apa yang ditulisnya itu.
dan kalau ada riwayat yng menceritakan bahwa lembaran2 ayat tersebut tertulis di media daun lah, kayu lah….dsb.. masa iya sih ?? sebegitu primitif ?? peradaban Fir’aun saja yang jauh sebelum zaman Nabi Muhammad, sudah bisa buat PIRAMID…… terkadang sejarah riwayat bisa membuat kita terlena menjadi tambah bodoh.. tidak mau menggunakan akal kita untuk berpikir…
wassalam…
@Kwiky: anda bicara tentang apa yang menurut anda atau bicara fakta sejarah?
Untuk fakta sejarah, anda bisa merujuk karya al-Anbari (kitab al-Mashãhif ), al-Sijistani (Kitãb al-Mashãhif ), al-Abyari (Tãrîkh al-Qur’ãn), al-Zanjani (Tãrîkh al-Qur’ãn)
Secara umum sejarah penyusunan Al-Qur’an melalui tahap berikut:
1. Isi Qur’an datang tidak dalam bentuk surat atau buku yang utuh, melainkan sebagai ayat atau rangkaian ayat dalam waktu yang tidak selalu berurutan.
2. Pencatatan ayat dilakukan oleh para sahabat dengan media kulit kayu, kulit binatang, batu dan sebagainya.
3. Nabi mengajarkan susunan ayat-ayat tersebut dalam suatu surat, tetapi tidak pernah mengajarkan urutan surat-surat tersebut bila disusun dalam buku.
4. Penyusunan Qur’an dalam bentuk buku dilakukan beberapa sahabat secara pribadi dan oleh negara melalui tim penyusun (Mushaf Usman)
Apakah sedemikian terbelakangnya bangsa arab hingga nabi menuliskannya dalam media kulit kayu, kulit binatang atau batu?
Dari sejarah juga bisa melihat bahwa bangsa arab tergolong terbelakang dibanding tetangganya. Sampai era Nabi, bangsa arab tidak pernah mencapai level negara bangsa atau kerajaan besar. Mereka hanyalah kumpulan kabilah-kabilah suku yang tak pernah menyusun negara dengan administrasi rapi. Mereka sibuk bertengkar antar mereka sendiri. Bandingkan dengan Mesir yang sudah mencapai tahap imperium ribuan tahun sebelumnya, Yunani dengan imperium Alexander Agung, juga Israel yang sudah memiliki kerajaan besar.
Kertas baru ditemukan sekitar tahun 100M di China, dan masih menjadi monopoli China sampai berabad-abad kemudian. Orang Islam baru menguasai pembuatan kertas setelah berhasil menangkap beberapa pembuat kertas China dalam pertempuran di tahun 751M. Teknik pembuatan kertas kemudian ditiru Islam dan menyebar di bangsa arab, bangsa eropa baru menguasai teknik ini tahun 1200-an. Jadi memang kertas bukan bahan yang umum untuk menulis pada era nabi dan masih merupakan komoditi super mahal yang hanya diperoleh dari China.
Pada jaman Nabi untuk sesuatu yang penting, media yang dipakai adalah kulit binatang muda, untuk keperluan biasa dipakai kulit kayu, potongan kayu atau batu.
Kalau anda mengatakan mengapa harus meributkan, saya menyampaikan fakta. Sebagian orang begitu tenggelamnya dalam dongeng-dongeng tentang Qur’an. Butuh fakta untuk membuat mereka kembali ke dunia nyata.
Kalau anda bilang sejarah membuat orang bodoh, anda salah besar.
Mohon bedakan catatan sejarah dengan berbagai bualan luar biasa yang disampaikan banyak pemuka agama untuk “meningkatkan keimanan”. Bualan membuat anda bodoh, sejarah membuka mata anda.
Saya paling suka artikel mas judhianto selalu semangat untuk berpikir jujur….dan blak-blakkan.
@Nano: terima kasih…
Mas Judhianto.. Jika Nabi SAW tidak mengajarkan tata urutan Surah (dan ayat?), lalu siapa yang membuat urutan? kemudian logika menyusun urutan surah berdasar apa? Ada surah yang turun, kemudian disusul dengan surah yang lain. Nah pengurutan surah tersebut oleh Nabi atau oleh para pemilik mushaf itu?
terima kasih
@Ayakusni: Nabi Muhammad mengajarkan urutan ayat dalam satu surat, namun tidak mengatur urutan surat dalam mushaf.
Dalam Mushaf Usmani, surat-2 tidak disusun berdasarkan waktu turunnya, karena jika itu terjadi maka tentu surat Makkiyah akan terletak diurutan awal dan surat Madaniyah di posisi akhir mushaf. Sebagai contoh Al-Baqarah adalah surat Madaniyah yang masuk urutan ke 2 dalam mushaf, sedangkan al-Ikhlas yang Makkiyah malah terletak di akhir mushaf.
Lalu urutan surat disusun berdasar apa? selama ini tidak ada penjelasan tentang alasan tim penyusun mushaf Usman, namun jika ditilik dari tebal-tipisnya surat, sepertinya ini masalah teknis belaka. Tim penyusun berkonsentrasi menyelesaikan surat-surat yang panjang terlebih dulu dan baru menyelesaikan surat-surat pendek, sehingga surat panjang (kecuali al-Fatihah sebagai mukadimah) diletakkan lebih dahulu sebelum surat yang pendek.
ini analisa saya, sebenarnya tidak ada perbedaan tajam dari 7 versi mushaf sebelum akhirnya mushaf ustmani yang ditetapkan hingga kini menjadi master copy. Dari literatur yang saya baca2, saya berpendapat perbedaan mushaf2 itu ‘kemungkinan’ ada beberapa sahabat yang beda pendapat tentang panjang pendeknya suatu ayat hingga berimbas pada jumlah surat. Bahkan ada sahabat berpendapat bahwa Al-Fatihah itu bukan bagian dari Quran, karena gaya bahasanya merupakan doa dan pujian kepada Allah, apakah mungkin Allah memuji2 dirinya sendiri, tapi kalo ditempatkan sebagai mukadimah mushaf, itu sah2 saja.
Tapi menurut saya, Quran bernasib sangat jauh lebih baik denga bibel, saya yakin isi Quran masih otentik hingga kini. Kalo masalah mushaf itu perkara lain, itu kan hanya perbedaan pendapat masalah urutan ayat atau surat. Tapi kan sudah dikanonisasi dengan Mushaf Ustmani, dengan proses melibatkan sahabat2 yang hidup sejaman dengan Nabi Muhammad. Tapi coba lihat bibel, baru berabad2 kemudian baru disalin, bahkan yang menggagas mengkanosasinya bukan seorang Kristen, tapi seorang kaisar Romawi dalam konsili Nicea, jelas dan pasti ada niat kaum pagan untuk mengubah redaksinya.
Saya muslim, saya pernah mengkritik khotbah seorang ustad di desa ketika shalat Jumat, selepas shalat Jumat, saya mengkritik beliau dimana beliau tidak bisa membedakan Quran dan Mushaf Quran. Quran adalah ayat2 wahyu yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad, dan kita umat Muslim wajib selalu membaca ayat suci itu, sementara Mushaf adalah penyusunan redaksional ayat2 quran tersebut.
@Rio: sebenarnya tulisan ini tidak mempersoalkan perbedaan antara mushaf yg ada, melainkan menunjukkan memang ada lebih dari satu mushaf Qur’an dalam sejarahnya.
Mas Judhianto, anda seorang pemikir yang berwawasan luas dan berpikiran cerdas, dalam setiap pertanyaan dan jawaban yang anda berikan terdapat perbedaan “Paradigma” yang terkadang sulit diterima oleh orang yang Beriman. Dasar dari kita belajar adalah ” De Omnibus Dubitandum” (kata Descartes), sedangkan hal itu mustahil diterima untuk orang yang memiliki keimanan tertentu yang dogma-nya berlawanan dengan Fakta sesungguhnya. Sejujurnya, cara berpikir anda dan penulisannya seperti Tan Malaka, Filsuf Indonesia yang saya tahu… 🙂
@Widiyanto: terima kasih banyak mas…
Tulisan ttg Quran diatas sangat rasional, spt halnya Bible juga dinyatakan Menurut penulisnya Misalnya Lukas, Matheus, Yahya dsb. Jadi sebenarnya secara ilmiah Kitab yang kita anggap suci yang sekarang ada di tangan kita itu telah melewati proses kodifikasi selama ratusan tahun, yang bisa kita Yakini makin dilengkapi dalam proses berikutnya. Menurut saya kita Tidak perlu terlalu ngotot Bahwa semuanya asli spt yg banyak diyakini orang.Tulisan diatas dapat MEMBUAT Orang Tidak lagi fanatik dogmatis, tetapi lebih rasional, Dan terbuka pikiran nya.
Tulisan yang menambah wawasan, kalau umat Islam mau membuka diri maka akan lebih banyak yang akan kita dapatkan tentang Islam yang sebenarnya.
hahahaaa… belajar ngarang ya…?
Al Qur’an tuh ada di kepala dan dada setiap muslim… bandingkan saja dengan kitab saudara.
Kalau seandainya di bakar semua kitab yang ada di bumi ini… hanya Al Qur’an yang bisa muncul sesuai aslinya.
Kalau bible…? hahahaaaaa… ngarang lagi jadi bebel.
@WirosablengManukan: ada di kepala dan dada setiap muslim? jadi maksudnya tiap muslim itu hafal Qur’an?
wah hebat benar dongengnya 🙂
mau numpang tertawa boleh kan mas Judhianto? namanya saja ada “sableng”nya, lho koq malah memberi cap manusia yang memberi pencerahan berdasarkan bukti otentik bebal?
Numpang ketawa ya hahahahaha…hebat si sableng hahahahahaha
Ini sejarah dari mana? Al Quran sudah di tulis lengkap sejak zaman Khalifah Abu Bakar lagi atas usul Syaidina Umar. Khalifah Abu Bakar dan Syaidina Umar sendiri memerintahkan Zaid bin Tsabit menulis naskhah lengkap Al Quran dengan di pantau oleh semua sahabat PENGHAFAL AL QURAN waktu itu. Naskhah lengkap yang sudah sempurna lengkap ini di simpan oleh Khalifah Abu Bakar dan di turunkan dari satu khalifah seterusnya. Dari Al Quran naskhah lengkap inilah Khalifah Uthman membuat salinan semula juga dengan di semak dan diawasi oleh semua Sahabat Nabi Penghafal Al Quran waktu itu termasuk penulis wahyu (Al Quran) di zaman Nabi seperti Zaid dan Muawiyah. Al Quran lengkap 4 naskhah lengkap yang telah di salin semula oleh Khalifah Uthman ini dibubuh tanda-tanda bacaan supaya mereka yang bukan arab dapat menbaca Al Quran dengan betul. Tanda bacaan dalam Al Quran ini di sempurnakan lagi oleh para ulama’ hingga kepada Pemerintahan Khalifah Uthmaniyah Turki. Al Quran inilah yang di kenal sebagai Al Quran Uthmani yang sempurna tanda-tanda bacaan supaya semua umat Islam boleh membaca dan memyebut bacaan Al Quran dengan betul dan tepat sama dengan bacaan sahabat Nabi dahulu.
@Sall43: silakan baca e-book yang saya sertakan di akhir artikel. Ada rujukan ke kitab-kitab sejarah klasik untuk apa yang saya tuliskan. Untuk cerita anda, bisa anda tunjukkan rujukannya?
sayang di sini tidak ada ikon like, dan sticker tertawa. mba Sall43…pls monggo mana rujukan dari cerita anda!
Kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim yang di tulis dalam bahasa Arab jelas menceritakan kisah penulisan Al Quran sejak Khalifah Pertama ini. Inikisah langsung daripada hadis Sahabat-sahabat Nabi (bukan hadis Nabi). Anda hebat menulis dan membaca dalam bahasa Arab. Sila anda rujuk kitab Arab itu sendiri. Kitab berbahasa Arab itu berkenan yang di tulis oleh Ahli Hadis pada zaman salafus soleh. Paling tidak dalam Pendahuluan Al Quran terjemahan Indonesia juga ada menulis kisah penulisan Al Quran oleh Khalifah Abu Bakar.
Ini bukan kitab kristen yang di karang-karang oleh orang Yunani Greek yang mengaku sahabat dan pengikut Yesus tetapi tidak tahu menulis dan bertutur dalam bahasa Aram (bahasa ibu Yesus). Hanya mengaku-mengaku diri tetapi tidak pernah di buktikan penah hidup bersama-sama Yesus sebelum di salib. Tidak juga pernah menulis buku/kitab dalam bahasa Aram atau bahasa ibunda Yesus.
@Sall43: ya sudah kalau anda sudah punya pendapat yang beda, saya hargai kok.
Cuma yang saya sampaikan adalah fakta sejarah, kalau gak setuju ya tolong ditunjukkan yang mana salahnya, dan koreksinya bagaimana, dan landasannya apa. Bila itu kuat, mungkin bisa mengubah pandangan saya.
Hafsah adalah anak perempuan Saidina Umar. Mushaf Hafsah yang admin katakan selamat inilah sebenarnya Mushaf Al Quran Pertama yang di tulis oleh Zaid bin Tsabit dengan perintah Khalifah Abu Bakar atas cadangan Saidina Umar. Mushaf yang sudah lengkap di tulis ini di simpan oleh Khalifah Abu Bakar sebagai Khalifah Al Rashidin Pertama Islam setelah kewafatan Nabi Muhammad s.a.w. Apabila Khalifah Abu Bakar wafat Mushaf Pertama ini di simpan oleh Khalifah Al Rashidin kedua iaitu Umar Al Khattab r.a. Setelah Khalifah Umar Al Khattab wafat barulah naskhah Al Quran lengkap ini di simpan oleh anak perempuannya yang juga isteri Rasulullah s.a.w. Hafsah binti Umar Al Khattab. Khalifah Uthman di lantik menjadi Khalifah Islam ke 3 mengantikan Khalifah Umar yang baru wafat. Khalifah Uthman inilah meminjam Naskhak Al Quran lengkap yang di simpan oleh Hafsah binti Khalifah Umar Al Khattab. Daripada Naskhah Al Quran inilah kemudiannya Khalifah Uthman r.a. menyalin semula lebih banyak Al Quran juga dengan penyeliaan Para Sahabat termasuk Zaid bin Tsabit penulis asal Al Quran.
@Sall43: terima kasih infonya. Saya rasa pembaca bisa memutuskan sendiri yang mana yang bisa diterima.
Hanya orang-orang kafir yang memusuhi agama Islam sahaja yang berusaha membantah kebenaran sejarah Islam ini dengan pelbagai cara memutar belit mereka melakukan putar belit dengan merkayasa cerita dongeng tanpa pembuktian dari sejarah sebenar dengan cara memyembunyikan beberapa fakta.
@Sall43: ini jaman kemudahan informasi kok, tiap orang kalau mau bisa cari informasi sendiri. Beri label kafir, memusuhi Islam atau label-label lain gak akan laku kok kalau memang informasinya valid. Hanya yang bodoh saja yang takut diberi label macam itu 🙂
Namanya agama itu keyakinan. kepercayaan.
Kalo sudah nggak percaya, kalo sudah nggak yakin. ya ke gunung kawi saja. Beres to!!!..
Atau ke daerah tulungagung-jatim. disono ada makamnya eyang setono serut yang dikenal dengan kuburan ngujang. Dijamin pasti beres.
Ada juga daerah dipinggir pantai selatan persis. namanya Retjo Sewo (seribu arca)
..
Saya bisa bantu ngenalin sama abdi dalemnya…
Kalo mas judhi bersedia nanti saya kenalin.
Masalah mahar dibahas sambil jalan saja, itu bukan sesuatu yang harus di permasalahkan. ya to!!..
..
Terima kasih balesannya. (kalau berkenan)
@KucingKarung: setuju… agama itu keyakinan dan kepercayaan, tak lebih dari itu.
Dan karena kepercayaan adalah sesuatu yang bersifat pribadi, tentunya tak masalah bukan, kalau orang lain punya keyakinan yang beda?
Oh ya, baru tahu kalau bagi anda, bahwa ke Gunung Kawi, ke makam Eyang Setono Serut atau ke Retjo Sewu itu bisa bikin segala sesuatu jadi beres.
Saya tak setuju dengan keyakinan dan kepercayaan anda itu, tapi apalah hak saya untuk melarang keyakinan dan kepercayaan anda itu. Tiap orang kan boleh punya kepercayaan.
🙂
Kucing Karung …coba kalau memberi komentar yang cerdas gitu lho…masa bawa-bawa gunung kawi segala, memang sudah dapet berkah apa dari gunung Kawi..? bagi-bagi dong!
Keren, Mas Judhianto ini sabar banget melayani komentar2. Saya angkat topi dengan kejernihan analisis Mas Judhianto, juga dengan ketelatenan untuk melayani diskusi. Semoga benih2 kritis begini mendapat tempat yang lebih luas dalam dinamika pemikiran Islam, bukan sebatas kekeramatan sejarah dan mitos.
Salam.
Cobak Anda beli 10 Al-Qur’an bandingkan Apakah Artinya sama ehehhehhe cobak bandingkan sendiri apa kah artinya sama isi sama hhehhhehe gua kaga pernah sampe sekrang ketemu Al-Qur’an beda isi hehhehhe
@Pertamax: kalau anda bawa Qur’an anda dan bawa ke Tashkent untuk dibandingkan dengan mushaf Usmani, anda akan melihat tulisan mushaf tersebut gak sama dengan Qur’an anda.
Kalau anda ke Maroko, anda bisa mencari Qur’an versi Nafi dan versi Abu Amr.
Dan Allah lah yang menjaga Al-Quran. seberapa banyak orang menghafal Al Qur’an sejak zaman Nabi hingga sekarang pun yang dihafalkan masih sama dan itulah mengapa Al-Qur’an masih terpelihara. bagaimana dengan kristen? injil pun tidak ada yang hafal. waspadai nabi2 palsu yang mengatakan dirinya kristus… adakah Muhammad brrkata kristus . jesus berkata akulah jalan lurus maka ikutilah aku (kaum bani israel). jesus berkata elli lamma sabakhtani. jesus mengakui dirinya nabi. paulus berkata jesus anak Allah tuhan bahkan berkata kepada Bapa tuhan (trinitas) apa yang dikatakan jesus berbeda dengan paulus. paulus berkata aq yang mendirikan kristen padahal jesus/isa berada dalam kebenaran ajaran Tauhid.
@Mujadid: bisakah anda bicara tentang fakta dan bukan sekedar imajinasi atau sekedar mengulang imajinasi hebat yang anda dengar?
Dari ungkapan anda berikut:
sudah menunjukkan betapa anda tak terbiasa mikir dengan pijakan fakta.
Memangnya anda sudah bandingkan hafalannya? dari jaman nabi sampai sekarang ini ada sekitar 1500 tahun, anda punya sampel hafalan untuk tiap tahunnya? cara bandingkannya bagaimana? siapa saja orangnya?
Kalau gak ada datanya, ya jangan membual bahwa anda tahu bacaan selama 1500 tahun itu sama.
Mengungkapkan fakta agama sendiri saja gak mampu, kok ceriwis ngurusi agama orang lain
😀
Benar Mas Judhi, Al Quran itu untuk orang yang menggunakan akalnya Q. 10:100
saluttt mas judhianto..pengetahuan seperti ini diperlukan untuk lepas dari dogma-dogma yang tidakjelas dasarnya…
@WarsitoWartoDipuro: terima kasih
ini tulisan ga mutu, alur logikanya pembodohan publik
@Dadeng Hasan: saya siap membaca logika bermutu pencerdasan public dari anda. Silakan…
tidak sabar mau baca tulisan bermutunya Dadeng Hasan.
Kalau di awal tulisan benar adanya bahwa Alquran tidak sama dengan pada saat jaman Rosul, muncul pertanyaan.. validitas dan keakuratan isinya siapa yg bertanggung jawab ya..?? Karena rosul sendiri tdk pernah tahu yang tertulisnya/ yg sdh dibukukan. Apakah akurat yg sudah tertulis,( ada yg kurang atau bahkan berlebih). Mohon pencerahan.. ini sangat penting diketahui. Lagian kalau benar bahwa secara isi, baik Alquran, PL maupun Taurat ada beberapa kisah yg sama.. Ini gimana.?. Wahyu kok diturunkan dg konten yg sama.?. Makasih.
@Sastro: siapa yang bertanggung jawab? wah bisa banyak orang dari hulu ke hilir.
Yang jelas Al-Qur’an yang sekarang adalah hasil ikhtiar terbaik yg diusahakan.
Sejarah al-Qur’an sebagaimana yang saya tulis di atas juga tak lepas dari pertanyaan sehubungan dengan ditemukannya berbagai temuan baru yang digali dari berbagai kitab klasik Islam dan berbagai penemuan arkeologi.
Sebagai contoh, dari berbagai kitab masahif ditemukan cerita-certa tentang proses editing Qur’an sendiri yang berlangsung bahkan hingga khalifah Umayyah ke 5. Di sisi arkeologi, juga ditemukan perkamen berisi surat Al-Kahfi, Maryam, Thaha yang dari uji karbon dengan akurasi 95% menunjukkan bahwa perkamen itu berasal dari masa ketika Nabi Muhammad sendiri belum diangkat menjadi nabi.
Mengenai kisah-2 nabi. Semua nabi-nabi yang disebutkan di Qur’an adalah nabi-nabi Yahudi yang dikisahkan di PL dan PB. Qur’an mengisahkan ulang dengan setting, sudut pandang dan muatan yang beda.
Ini adalah proses pribumisasi ajaran bangsa Yahudi ke ke budaya Arab. Tuhan yang dulunya bicara dengan bahasa Yahudi, dengan berfirman kepada nabi-2 Yahudi yang hidup dalam budaya Yahudi — di-pribumisasi menjadi Tuhan yang bicara dalam bahasa Arab berfirman kepada Nabi-2 yang sekarang digambarkan hidup dalam budaya Arab.
penjelasan yang luar biasa!
Harus di ingat kisah yang di ceritakan tentang Para Nabi dalam Al Quran adalah jauh berbeda dengan Perjanjian Lama. Ada banyak kisah dalam Al Quran tetapi tidak ada dalam Perjanjian Lama. Kisah Maryam, kisah Nabi Ibrahim, kisah ayah Nabi ibraham dan Raja Nambrut tidak ada dalam Perjanjian Lama. Begitu juga kisah tenggelamnya Firaun sesudah mati semasa mengejar Nabi Musa a.s. dan pengikut yahudinya, Kisah Nabi Musa bersama Nabi Khidir juga tidak ada dalam PL. Jadi ini membuktikan Al Quran bukan mengambil cerita daripada PL tetapi dari Wahyu dari Allah.
@Sall43: ini mirip kalau orang Jawa ngotot bahwa kisah wayang bukan mengambil cerita Mahabarata, buktinya ada tokoh-tokoh punokawan dan beragam kisah carangan yang gak ada di Mahabarata.
Kan dari wahyu? Orang Jawa bisa juga bilang dari wahyu. Klaim itu gampang kok 🙂
Kalau hasil dari proses pribumisasi apakah berarti Alquran bukan sepenuhnya wahyu yg diterima Rosul..? atau sebagian diturunkan wahyu melalui jibril sebagian hasil copy yg disesuaikan bahasanya menjadi bahasa arab (pribumisasi)… gimana nih kayaknya kita masih belum clear memahami rekonstruksi alurnya..??. Tolong dibabarkan jawaban yg tdk hrs memaksa kita untuk menginterprestasikan lagi…maklum masih awam. Tks.
@Sastro: kalau masalah pribumisasi, kita bisa melihat dari kandungannya.
Mengenai bagaimanakah prosesnya? umat Islam yakin bahwa itu melalui proses pewahyuan dan belum ada bukti yang kuat bahwa itu melalui proses lain.
Siapapun bisa meng”klaim” bahwa dirinya menerima wahyu..harus ada investigasi mengenai apa itu Alquran yang sebenarnya. bagaimana mungkin sebuah buku yang banyak kejanggalan dan ketidakadilan di dalamnya bisa digadang-gadang sebagai petunjuk Allah yang terjamin keasliannya sampai hari kiamat.
kebanyakan dari kita tidak mencari jawaban atas hal-hal penting itu, karena brainwash bahwa kita harus menerima semua itu dengan iman.
Terima kasih masih ada manusia yang tidak berhenti dengan semua tekanan dan bahkan ancaman, dan terus mencari dan mempersembahkan tulisan hebat di blog ini untuk manusia lain yang masih berada di dalam tempurung.
Penafsir tunggal Alquran adalah Nabi Muhamad sendiri sedangkan beliau sdh tidak ada, jadi sangat relevan Alquran itu dapat di kritik.
@Zulfikar: Qur’an itu respon terhadap apa yang sedang dialami nabi, Nabi Muhammad menjalankan Qur’an – bukan menafsirkannya. Orang lainlah yang butuh menafsirkan Qur’an untuk membawa semangatnya ke situasi nyata yang dihadapi orang tersebut.
Apa tujuan akhir dari tulisan Anda ini ?
@Lea: silakan berkomentar yang relevan dengan tulisan saya..
Sudah mandikah anda? #KetularanGakNyambung
Kalau saya menafsirkan Tujuan Akhir dari tulisan tulisan mas Judhi adalah mengajak kita semua untuk me NONTONDUNIA…dengan segala polah tingkah penghuninya, utamanya tentang realitas ke berimanan penghuni bumi ini , menunjukkan realitas2 yg ada dan mengajukan pertanyaan pertanyaan tentang nya ….tanpa menabukan nalar dan akal anugerah TUHAN yang paling berharga dalam mempertanyakannya sesuai dengan perkembangan zaman dan IPTEK.
Ujung ujungnya mengajak kita memantapkan IMAN itu sendiri dengan nalar dan akal budi dengan ukur ukuran Universal sesuai dengan pemahaman kontekstual Tempat , Ruang dan Waktu terhadap teks2 suci, termasuk mempertanyakan tentang konteks sejarahnya..Memahami teks suci agar dunia ini menjadi tempat Fit to Live In bagi seluruh umat manusia…saling menghargai saling membantu, berlomba lomba dalam kebaikan…hidup dalam kedamaian nan penuh rahmat…Crah agawe bubrah rukun agawe santoso.
@Mandra Wage: sebenarnya yang terpikir pertama kali saat membuat blog ini adalah sekedar berbagi apa yang saya baca, amati dan pikirkan saja.
Tapi tafsir anda yang bagi saya cukup heroik membuat saya mikir: “hmmm.., boleh juga ya”.
🙂
kalo buleh tahu, bang judhi theis po bukan?
@Ayah Utuh: saya percaya Tuhan itu ada.
Mas, pada BAB Era Usman: Penyusunan Mushaf Yang Utuh
tertulis: “Ayat-ayat dalam mushaf disusun tidak berdasarkan urutan kronologi ayat-ayat tersebut diturunkan, akan tetapi berdasarkan petunjuk penempatan dari Nabi yang diingat oleh para sahabat”
Pertanyaan:
1. Penempatan atas apa?
2. Bukankah berarti telah ada tanda2 dari nabi bahwa kelak mushaf ditempatkan seluruhnya (kedalam otak/ kedalam buku) sesuai dengan petunjuk2 nabi?
3. Lalu kenapa Abu Bakar menolak?
@Domo: petunjuk Nabi adalah penempatan ayat-ayat dalam satu surah. Sebagai contoh, ayat terakhir yang diterima Rasul (riwayat dalam satu hadis Bukhari) adalah al-Baqarah ayat 278, sedangkan secara keseluruhan al-Baqarah mempunyai 286 ayat. Jika penempatan ayat berdasarkan kronologisnya, maka ayat 278 tersebut mestinya berada di akhir al-Baqarah.
Secara eksplisit, Nabi tidak pernah memerintahkan untuk menyusun firman Allah (al-Qur’an) tersebut dalam sebuah buku fisik, karena tidak ada perintah eksplisit tersebut, maka Abu Bakar pada awalnya menolak upaya pembukuan Al-Qur’an. Upaya tersebut tidak ada perintahnya dari Nabi dan juga tidak dicontohkan Nabi, itu tindakan bid’ah.
sebuah wawasan yang mendobrak alam pikir.. entah saya belum menemukan visi misi penulisnya.. apakah ingin merobek robek islam atau ingin mengajak umat islam berpikir lebih cerdas.. kalau ingin membongkar semuanya, maaf nih kok hanya islam lainnya mana ??
Bahkan lebih aneh lagi, Alquran oleh hampir seluruh kaum muslim mengimani bahwa Alquran olah turun dari surga dalam bentuk Kitab. Seolah-olah Kitab ini tidak ditulis padahal nyata-nyata sejak awal Kitab ini ditulis.
sebagai orang yg pernah sekolah minimal melalui madrasah (bukan pesantren totok) ya tahu lah sejarah turunnya wahyu lalu kemudian dikodifikasi (dibukukan).
Prosesnya pasti begitu, dan Al Qu’an secara bertahap turun makan waktu 23 tahunan.
Makanya tepat sekali ketika Allah berfirman, ” sesungguhnya Kami yg menurunkan Az Zikra (the reminder, pengingat ini) dan Kami pula yg sungguh akan menjadi para penjaganya (khafidzun: jamak)”.
The reminder/ Az zikra tidak tepat diterjemahkan sebagai kitab/ teks saja, namun yg lebih esensial adalah pokok pesannya itulah yg akan dijaga sebagai reminder. Contoh paling mudah adalah pesan tentang Keesaan Tuhan, hal ini dijaga agar tidak pernah lagi terbelokkan alias digagalpahami sebagaimana para pengikut kitab sebelumnya.
Sekian.
AL FATIHAH BERASAL DARI YAHUDI
Orang Yahudi kuno, sebelum Yesus lahir, memiliki doa yg namanya HA PATCHAH dalam bahasa Ibrani, dlm bhs Arab menjadi AL FATIHAH.
BE SHEM ELAH HA RAHAMIM.
Bismillahir rahmanir rahim.
T’HILAH L’ELOHEINU RIBOHN HA-OLAMIM.
Alhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin.
HA RAHAMIM.
Arrahmaanir rahiim
MELEK YOM HA DIN.
Maaliki yaumid diin.
ELEKHA ADONAY EQARA WE EL ADONAY ET HANAN
Iyyaka na’budu waiyyaaka nasta’iin.
HEHENI BE ORACH MISHOR.
Ihdinash shiraatal mustaqiim.
ALEKHET BE DEREHU WE LEYAREH ITTO LE HALAK BE ETSAH RISHAH WE LA SAGHAH.
Shiratal ladzina an’amta ‘alaihim ghairil maghduubi ‘alaihim wa ladh dhaalliin
@Yogi: bisa ditunjukkan sumbernya?
Fakta sejarah harus diuji kebenarannya, jangan sampai fakta palsu dianggap benar…
Para Ulama Islam telah memberikan rambu-rambu dalam pengujian informasi, sehingga informasi itu diklasifikasikan sebagai valid (shahih), lemah / meragukan (dlaif) dan palsu (maudlu).
Buktikan bahwa fakta anda benar, tidak hanya cukup dikatakan “ada fakta sejarahnya”.
@Siswanto Djumadi: benar sekali bahwa kita harus kritis terhadap informasi sejarah.
Ulama Islam sudah mengembangkan metode sanad untuk meneliti keaslian sejarah, dan itu digunakan untuk menguji keaslian hadis. Hasilnya 99,3 % hadis yang ada di era Bukhari adalah palsu atau diragukan keasliannya.
Sayangnya metode ini hanya digunakan untuk hadis, sedangkan banyak sekali kisah-kisah yang muncul di berbagai kitab tafsir dalam kelompok asbabun-nuzul yang justru tak melewati proses penelitian sanad. Juga berbagai kisah yang diriwayatkan sahabat yang tidak dicek dengan metode sanad.
Bukankah sesuatu benar tidak hanya berdasarkan klaim-klaim (sesuci apapun klaim itu)? melainkan harus juga dicek dari berbagai fakta?
Ini fakta sejarahnya
Sejarah Aliran Dalam Agama Kristen
Arianism dan Athanasianism
Uskup Agung di ibukota Constantinopel, Patriarch Arius (wafat 335 M), menganut keyakinan bahwa Yesus Kristus itu adalah manusia biasa yang menjabat Prophet of God (Rasul Allah) hingga dengan begitu tidak layak Perawan Maria (Virgin Mary) itu di panggil Mother of God (ibu dari Tuhan) karena yang dilahirkannya adalah manusia biasa. Keyakinan yang dianutnya itu sesuai dengan keyakinan kelompok yang dipanggilkan dengan Early Christians (orang Nasrani mula-mula), yakni kelompok kecil pengikut Yesus Kristus (Isa Al Masih) dalam lingkungan orang Yahudi di Palestina, dan kelompok kecil itu pada umumnya musnah pada saat pemberontakan total (65-75 M) bangsa Yahudi di Palestina menantang imperium Roma. Ajaran tentang keyakinan tersebut, sampai kepada masa Patriarch Arius itu, berpusat pada kota-kota besar Antiokia. Dia sendiri adalah bekas murid Paul Samosata dari Antiokia.
Uskup Agung Alexandria di tanah Egypte(Mesir), yakni Bishop Anthanasius (wafat 373 M), menganut keyakinan bahwa Yesus Kristus itu adalah Son of God (Anak Allah) yang menjelma (inkarnasi) di muka bumi bagi menebus Dosa Warisan (Original Sin), yang diwarisi dari Adam dan Eva, dengan mengorbankan dirinya diatas Tiang Salib (Crucifixation), yang setelah mati bangkit kembali (Ressurection) sesudah tiga hari dan lantas Naik ke Langit (Ascension) dan bersemayam pada sebelah kanan Allah-Bapa. Keyakinan yang dianutnya itu sesuai dengan ajaran Saul, yang dipanggil Paulus, seperti termuat dalam himpunan surat-suratnya (Paul’s Epistles), yang pada masa sekarang, merupakan bagian dari Perjanjian Baru (New Testament).
Kaisar Constantine (306-337 M) menganjurkan sidang umum gereja bagi menetapkan keyakinan yang resmi di dalam agama Kristen itu. Pada tahun 325 M berlangsung sidang Gereja Sedunia (Konsili) yang pertama-tama dalam sejarah agama Kristen, bertempat di Nicae, sebuah kota di Asia kecil berhadap-hadapan dengan Constantinople, dipisahkan selat Bosporus. Di situ berhadap-hadapanlah uskup-uskup pengikut Arius dengan uskup-uskup Athanasius. Dalil berlawanan dalil tidaklah tercapai persetujuan pendapat. Konsili Nicae tahun 325 M itu pada akhirnya mengambil keputusan berdasarkan jumlah suara (voting). Ternyata uskup-uskup pengikut Athanasius dalam konsili itu merupakan mayoritas, dan, Konsili Nicae lantas menyatakan Arianism itu suatu ajaran sesat (heresy) yang harus di basmi. Patrirch Arius ditangkap dan dijerumuskan ke dalam penjara bawah tanah (dungeon) pada sebuah pulau kecil di selat Bosporus dan meninggal di situ sepuluh tahun kemudian dengan menderitakan ragam siksaan karena tidak mau”taubat” dari keyakinan yang dianutnya itu. Uskup-uskup pengikutnya di basmi, kecuali yang mau belot dari keyakinan tersebut; dan literature pegangan mereka itu dimusnahkan semuanya, sewaktu biara-biara milik aliran Arianism itu di dalam wilayah imperium Roma dirampas dan dikuasai. Pada saat konsili itulah injil-injil yang berjumlah demikian banyaknya disaring, kisah-kisah Rasul disaring, himpunan Surat-surat disaring, kitab-kitab Wahyu disaring; dan akhirnya Konsili Nicae cuma mengakui empat Injil saja dan sebuah Kisah Rasul-rasul dan beberapa buah Himpunan Surat saja dan sebuah kitab Wahyu saja, sebagai Kitab Suci yang Sah (kanonik) sesuai dengan rumusan keyakinan yang diputuskan Konsili Nicae itu, dan selebihnya dipandang Apochrypa dan harus dimusnahkan.
Kitab Suci yang disahkan Konsili Nicae itulah yang merupakan himpunan Perjanjian Baru ( New Testament), ditulis di dalam bahasa Grik; dan pada abad ke-5 Masehi, uskup Eusebius Hieronymus (340-420 M) menyalinnya ke dalam bahasa Latin, dikenal dengan naskah Vulgata.
Naskah tertua yang dijumpai sampai kini ialah naskah berbahasa Grik sesudah Konsili Nicae itu, berasal dari Abad ke-4 masehi, yaitu Codex Sinaiticus yang ditemukan pada tahun 1862 M pada sebuah biara tua disemenanjung Sinai; dan naskah-naskah yang lebih tua dari itu tidak dijumpai sampai kini. Sedangkan Isa Al Masih (Yesus Kristus) beserta dua belas muridnya adalah lapisan bawah masyarakat Yahudi pada masa itu, mempergunakan bahasa Aramanik, sebuah dialek Ibrani menjelang abad pertama masehi dan abad-abd berikutnya, dan mereka itu tidak kenal bahasa Grik (Yunani).
Perubahan Sikap Constantine
Kaisar Constantine the Great (306-337 M), menjelang akhir hidupnya, berbalik menganut keyakinan Arianism dan mengumumkannya sebagai keyakinan resmi dalam agama Kristen, dan mengumumkan Athanasianism itu adalah ajaran sesat (heresy) yang harus di basmi. Demikian William L. Langer di dalam Encyclopedia of World History cetakan 1956 halaman 119. Uskup Agung Athanasius dibuang oleh Kaisar Constantine ke Tier (Encyclopedia Americana jilid II edisi 1976 halaman 603, Hermigild Dressler).
Kaisar Julianus (361-363M) menghidupkan kembali pemujaan dewa-dewa (Paganism) dan melakukan tekanan kembali terhadap agama Nasrani dan agama Yahudi. Kaisar Theodosius (379-395 M) berbalik mengumumkan agama Krsiten adalah agama resmi dalam wilayah imperium Roma. Berbeda dengan Constantine, ia berbalik menyatakan ajaran Arianism itu ajaran sesat (heresy) yang harus dibasmi, dan mengumumkan Athanasianism itu adalah keyakinan resmi di dalam agama Kristen. Keputusan Kaisar Theodosius itu berlaku di dalam dunia Kristen sampai kepada masa Nabi Besar Muhammad (570-632 M) dan juga sampai kepada masa kita sekarang ini.
@Maliku45: ada hubungannya dengan sejarah Qur’an? kok ngelantur?
Pak…judianto bisa tau nama fb nya…..sy mau nyimak tulisan om secara konsisten….trm ksh
@Gerry: akun Facebook saya https://www.facebook.com/judhi.anto
Hubungannya, Kitab Yahudi atau Alkitab di selewengkan oleh pendeta-pendetanya, karena Al-Quran mengkritisi kitab suci Yahudi dan Kristen yang sudah tidak murni. sehingga kedua aktivis agama tersebut berbalik menyerang umat Islam dan berkata kalau Al-Quran juga beragam.
@Aris Bathik: sebetulnya sebuah pernyataan itu kredibel kalau disertai bukti-buktinya. Kalau ada klaim yang menyatakan bahwa Kitab A atau Kitab B itu palsu, diselewengkan atau tidak murni, ya silakan saja tunjukkan buktinya apa? diselewengkannya dimana? lalu yang aslinya bagaimana?
Kalau gak bisa menunjukkan buktinya, kan sama saja dengan asbun dan ngawur 🙂
Tentang serang menyerang, sepertinya Qur’an dengan enteng mengatakan orang kafir itu ‘lebih rendah dari binatang ternak’ (Al A’raf 179), ‘seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal’ (al-Jumuah 5), ‘tuli, bisu, dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti’ (al-Baqarah 18) dan banyak lagi istilah yang menyerang kelompok di luar Islam. Lalu kalau ada yang mengkritik Islam, umatnya playing victim seolah semua orang berkomplot memusuhinya 🙂
Yang saya sampaikan itu catatan sejarah kok, kalau tidak setuju, ya silakan tunjukkan salahnya dimana dan yang betulnya dimana, tentu dengan rujukan yang bisa dipertanggung-jawabkan.
Banyak Fitnah-Fitnah keji yang dilontarkan oleh kaum kafir contohnya tentang kompilasi Al-Qur’an, salah satu fitnah yang dilontarkan adalah fitnah yang mengatakan bahwa Al-Qur’an pada saat ini tidak sama dengan Al-Qur’an pada jaman Rasulullah SAW. Berikut adalah fitnah thd Al-Quran.
Quran yang tercecer Menurut Abu Musa Al Asy’ari
Suwaid ibn Sa
eed ia berkata bahwa
Ali ibn Mus’hir berkata kepada kami: Dawood dari Abu Harb ibn abu al-aswad bahwa ayahnya berkata bahwa Abu Musa’ Al-ash`ari berkata: Kami biasa membawakan satu surat, yang panjang dan kerasnya seperti surat Al Baraah, Saya telah lupa kecuali ayat yang saya ingat :“Seandainya anak Adam memiliki dua lembah yang berisi harta ia pasti berharap ketiganya dan tidak ada yang dapat memenuhi kerongkongan anak Adam kecuali liang lahat” (HR. Muslim)Hadits inilah yang kemudian menjadi argumentasi musuh-musuh Islam yang membuktikan Al Quran yang ada sekarang tidak sama dengan Al Quran dizaman Rasulullah Saw. Hadits ini membuktikan bahwa Al-Quran yang ada sekarang tidak lengkap karena ada ayat yang tidak diakomodir didalamnya. Setelah mengemukakan Hadits ini kemudian mereka mencoba menguatkan argumentasi mereka dengan hadits lain
Anas bin Malik berkata : “Seandainya anak Adam memiliki dua lembah yang berisi harta ia pasti berharap ketiganya dan tidak ada yang dapat memenuhi kerongkongan anak Adam kecuali liang lahat, dan kepada Allah kembali ia bertaubat” (HR. Muslim)
Jawaban dari tuduhan ini adalah bahwa hadits yang pertama telah dikategorikan sebagai hadits dhoif dikarenakan sanadnya yang amat lemah, diantara kelemahannya adalah Suwaid ibn Sa
eed ,
Ali ibn Mus’hir, Dawood, tiga orang yang menjadi mata rantai hadits ini dianggap sangat lemah.Kesaksian mengenai Suwaid Ibnu Sa’id:
Bukhari mengatakan Dia hilang penglihatan dan kemudian biasa meriwayat sesuatu yang bukan dia dengar sendiri, dan kejujurannya dipertanyakan. Nasai mengatakan dia tidak dapat dipercaya . (Al-Zahabi , Tazkirah al-Huffaaz)
Bukhari mengatakan Suwaid amat tidak bisa dipercaya dan perkataannya aneh dan munkar, Ibnu mu’in berkata Suwaid adalah seorang pembohong, imam Ahmad berkata, perkataan Suwaid tidak dapat diterima. (ibid)
Kesaksian Mengenai Ali bin Mushir:
Uqaili berkata Ali bin Munshir tidak dapat dipercaya (Uqaili, Dhuafaa al-`uqaili)
Ibnu Hajar berkata Ali bin Munshir bisa dipercaya namun ia meriwayatkan hadits yang ganjil setelah ia kehilangan penglihatannya. (Ibn Hajar ,Tehzi’b al-tehzi’b)
Kasaksian mengenai Dawud :
Imam Ahmad mengatakan cerita Dawud amat membingungkan, dan saling kontradiktif satu dengan yang lainnya, Ibnu Hibban menambahkan cenderung mengalami kesalahan ketika bercerita berdasarkan ingatannya. (Ibid)
Dari penjelasan mengenai kredibilitas tiga mata rantai sanad saja hadits ini mempunyai kelemahan yang amat besar belum lagi dari matan yang menyebutkan Abu Musa lupa beberapa ayat lainnya, hal ini amat membingungkan bagaimana mungkin hanya ia saja yang bersaksi bahwa riwayat mengenai anak adam ini adalah bagian dari surat didalam Al Quran?
Betul memang ada riwayat dari Anas bin Malik yang mengatakan bahwa Rasul pernah menyampaikan kalimat tersebut akan tetapi ia tidak pernah menyebutkan bahwa itu merupakan bagian dari Al Quran.
Anas bin Malik berkata : “Seandainya anak Adam memiliki dua lembah yang berisi harta ia pasti berharap ketiganya dan tidak ada yang dapat memenuhi kerongkongan anak Adam kecuali liang lahat, dan kepada Allah kembali ia bertaubat (HR. Muslim)
2. Surat Al khal dan Al Hadf
Mereka kemudian menambahkan bahwa Mushaf Abu Musa Al Asy’ari dan beberapa sahabat lainnya memiliki surat yang kemudian tidak tertulis didalam Mushaf Utsmani.Ubay bin Ka’ab memasukan dua surat tambahan yaitu, al Hafdh dan Al Khal yang tidak tertulis didalam mushaf Utsmani, surat ini juga tertulis pada teks Ibnu Abbas dan Abu Musa.
Mengenai kesaksian mengenai dua surat yang tercecer di Mushaf Abu Musa, Ibnu Abbas, dan Ubay bin Ka’ab tidak pernah mereka sebut sebagai bagian dari Al Quran, dan tidak ada riwayat yang menyebutkan mereka menganggap itu bagian dari Al Qur’an. Mengenai keberadaan Surat tersebut didalam Mushaf mereka bukan menandakan bahwa hal itu merupakan bagian dari wahyu Allah, berikut terjemahan dari kedua surat tersebut:
Surat Al Khal
Allah kami meminta pertolonganmu dan meminta pengampunanmu, dan kami memujimu dan kami bukan termasuk orang yang kafir terhadapmu. Kami berpisah dan meninggalkan orang yang melakukan dosa terhadapmu
Surat Al-Hadf
Ya Allah Kami memujimu dan kepadamu kami berdoa dan berserah diri, dan kepadamu kami berlari dan bersegera untuk mengabdi. Kami berharap kepada pengampunanmu dan takut kepada hukumanmu. Hukumanmu akan segera sampai kepada orang-orang kafir.
Ini adalah terjemahan dari kedua surat yang berada didalam Mushaf sahabat tersebut, yang menarik adalah kedua surat tersebut sama bunyinya dengan bunyi dua doa qunut yang biasa dibaca oleh kaum muslimin yang ada didunia, bahkan rasul sendiri pernah menganjurkan membacanya diakhir sholat witir (Ahmad von Denffer, “Ulum al Qur’an”) , persoalannya apakah segala sesuatu yang tertulis bisa dikatakan bagian dari Al-Qur’an, bukankah Rasul pernah berkata janganlah kalian menulis kecuali Al Quran?
“Janganlah kalian menulis apa apa dariku, barangsiapa yang menulis dariku selain al-Quran maka hendaklah ia menghapusnya, dan berbicaralah tentang diriku dan itu diperbolehkan, dan barangsiapa dengan sengaja berbohong atas diriku maka bersiap siaplah untuk tinggal diatas neraka” (HR Muslim)
Betul pesan ini memang disampaikan oleh Rasulullah Saw, akan tetapi bukan berarti hal ini kemudian tersampaikan kepada semua sahabat. Ada saja sahabat yang tidak mengetahui Hadits tersebut dan melakukan kekeliruan, bahkan hal ini mempertegas tindakan Zaid bin Tsabit yang tidak mau menerima catatan yang tidak tertulis langsung dihadapan Rasulullah yang didampingi dua orang saksi. Dia berpikir tidak ada satupun jaminan yang bisa diberikan bahwa sahabat tidak salah dalam prosedural penulisan maupun hapalan suatu ayat tertentu.
Yang menarik adalah Ubay bin Ka’ab yang dikatakan mempunyai Mushaf yang lain dari Mushaf yang ada sekarang justru adalah orang yang ikut menyusun keberadaan Mushaf Utsmani
Ata berkata : Ketika Utsman memutuskan untuk menyalin Al Quran kedalam naskah tertulis , ia mengirim mereka kepada Ubay bin Ka’ab. Ubay mendiktekan kepada Zaid yang kemudian menuliskannya, dan bersama mereka Sa’id bin Al ‘Ash, yang meneliti teks (berdasarkan Gramar Arab Quraisy). Teks ini berdasarkan bacaan Ubay dan Zayd (HR. Abu Dawud)
Utsman memerintahkan Ubay bin Ka’ab untuk mendiktekan, Zayd bin Tsabit untuk menulis, Sa’id bin Al Ash dan Abdurahman bin Al Harith untuk meneliti teks kedalam aturan bahasa Arab (HR. Abu Dawud)
Hadits ini adalah tamparan yang amat keras bagi orang-orang yang menuduh bahwa Ubay bin Ka’ab memiliki Mushaf yang berbeda dari Mushaf Utsmani, bagaimana mungkin ia bisa melewatkan kedua surat ini kedalam Mushaf Ustmani sedang ia sendiri yang membacakannya didepan Zaid?
3. Permasalahan Ibnu Mas’ud
Salah satu argumen yang didengungkan kaum orientalis-misionaris adalah bahwa Abdullah bin Mas’ud menolak untuk membakar mushaf yang dimiliki olehnya dengan mengatakan :Bagaimana mungkin kalian menyuruhku membaca qiraat Zayd. Ketika Zayd masih kecil bermain dengan kawan sebayanya saya telah menghafal lebih dari tujuh puluh surah langsung dari lisan Rasulullah (Ibn Abi Da’ud, Kitab a-Masahif)
Yang menarik dari riwayat ini adalah kita sama sekali tidak melihat satupun riwayat Utsman untuk memaksa Abdullah bin Mas’ud untuk menyerahkan Mushafnya, ini sekaligus memperlihatkan kebijaksanaan Utsman yang kemudian mematahkan tuduhan bahwa Utsman bersikap Aristrokat seperti yang dikatakan Robert Morey, padahal Abu Dawud juga meriwayatkan Abdullah bin Mas’ud mengumumkan kepada pengikutnya (orang-orang yang memegang mushaf Ibnu Masud) untuk tidak menyerahkan Mushaf mereka. Bahkan yang terjadi adalah semua orang mengikuti perintah Utsman untuk membakar Salinan Mushaf miliknya.
Musab ibnu Sa’ad ibnu Waqqas berkata: “Aku melihat orang-orang berkumpul dalam jumlah yang besar ketika Utsman melakukan pembakaran Quran, dan mereka terlihat senang dengan tindakannya, dan tidak ada satupun yang berbicara menentangnya (HR. Abu Dawud)
Perkataan “Terlihat senang dengan tindakannya” menunjukkan tidak adanya pemaksaan atau ancaman atas tindakan yang menentang perintah tersebut, tidak ada satupun riwayat yang menyatakan adanya seseorang yang dihukum atas tindakan penentangan terhadap perintah Utsman.
Bahkan berulang kali Utsman menegaskan bahwa dia tidak menolak bacaan bacaan Quran yang berlangsung secara oral. Yang dia ingin satukan adalah bacaan dalam bentuk tertulis untuk menghindari perpecahan dan penyimpangan makna.
“Adapun Alquran, saya tidak akan menghalangi kalian, hanya saja saya khawatir bila terjadi perpecahan di antara kalian (sebab perbedaan bacaan Alquran) dan silakan kalian membaca (Alquran) dengan harf yang menurut kalian mudah”. ( Muhammad ‘Abd Allâh Dirâz, Madkhal ilâ al-Qur`ân al-Karîm. (Kuwait: Dâr al-Qalam, 1993), cet. II, hlm. 42)
Kemudahan yang diberikan Utsman inilah yang kemudian menyebabkan kita dapat menemukan bacaan-bacaan yang bersumber dari Rasulullah Saw walaupun hanya berpegang pada riwayat ahad.
Apakah penolakan Ibnu Mas’ud merupakan penolakan dikarenakan Mushaf yang dimilikinya berbeda secara substansial dengan Mushaf utsmani. Untuk memperkuat adanya perbedaan itu orientalis-misionaris mengajukan bukti adanya penolakan Ibnu Masud dalam tiga surat yaitu Al fatihah dan al-mu `aw-widhatayn (Annas dan Al Falaq).
Fakta bahwa Ibnu Mas’ud tidak menerima ketiga surat itu sebenarnya telah ditolak oleh beberapa ulama Islam diantaranya Imam Ibnu Hazm Ulama besar dari Andalusia, ia mendustakan orang yang menisbatkan perkataan penolakan tiga surat tersebut kepada Ibnu Mas’ûd. Karena terbukti dalam qiraat Imam ‘Ashim (salah satu dari tujuh otoritas dalam transmisi qiraat yang mu’tabar) yang berasal dari Ibnu Mas’ûd terdapat bacaan al-Mu’awwidzatain dan al-Fâtihah. (Muhammad ‘Abd Allâh Dirâz, Madkhal ilâ al-Qur`ân al-Karîm. (Kuwait: Dâr al-Qalam, 1993), cet. II)
Argumen yang menguatkan pendapat Ibnu Hazm diantaranya adalah fakta bahwa tidak ada satupun riwayat yang mengklaim Ibnu Masud tidak memasukkan surat 15: 87 kedalam Mushafnya yang berbunyi:
وَلَقَدْ آتَيْنَاكَ سَبْعًا مِنَ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنَ الْعَظِيمَ
“Dan sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang” (QS. 15:87)
Jika memang benar Ibnu Masud menolak Al Fatihah tentu penolakan dia akan mengalami kontradiksi dengan apa yang telah dia muat sebelumnya.Sebab siapapun setuju bahwa maksud ayat tersebut adalah surat Al-Fatihah. Jikalau memang Ibnu Masud menolak maka dimana dia taruh tujuh ayat yang berulang-ulang tersebut.?
Tentu saja bukti yang terkuat adalah dari murid-murid Ibnu Mas’ud sendiri, secara logika jika ada sepuluh orang murid yang belajar pada guru yang sama maka hasilnya akan sama, jika ada satu orang yang berbeda dengan kesembilan orang lainnya tentu saja satu orang ini mungkin mengalami noise dalam penerimaan informasi, sebab jika dia sendiri yang berbeda maka dapat dipastikan dia tidak menangkap pelajaran dengan benar. Logika ini yang kemudian membantah dengan sendirinya pendapat orientalis seperti Jefri yang pertama kali menyerang Mushaf Utsmani dengan membandingkannya dengan Mushaf Ibnu Mas’ud dengan alasan yang kita sudah sebutkan diatas. Ibnu Mas’ud mempunyai beberapa orang murid diantaranya
Alqamah, al-Aswad, Masruq, asSulami, Abu Wa’il, ash-Shaibani, al-Hamadani, dan Zirr, semuanya meriwayatkan AI-Qur’an yang mereka terima dari padanya berjumlah sebanyak 114 surah. Hanya salah satu murid Zirr,
Asim, satu-satunya yang memberi pernyataan konyol kendati ia mengajarkan seluruh isi kandungan Kitab Suci atas wewenang Ibn Mas’ud. (As-Suyuli, al-Itqan, 1: 221)Terakhir sekali ternyata Jeffery orientalis pertama yang menyudutkan peristiwa ini di buku Materials tidak mengungkap sikap menyeluruh dari
Abdullah ibn Mas
ud. Padahal dari kedua buku yang diedit oleh Jeffery sendiri, disebutkan bahwa Ibn Masud menimbang kembali pendapatnya yang awal dan akhirnya kembali lagi kepada pendapat
Uthman dan para Sahabat lainnya. Ibn Masud menyesali dan malu dengan apa yang telah dikatakannya.(Kitab al-Mabani, yang diedit oleh Jeffery pada tahun 1954 menyebutkan Ibn Mas’ud menyesali sikapnya dan menyetujui Mushaf
Uthmani. Lihat Arthur Jeffery, Kitab al-Mabani, hlm. 95. Bandingkan juga dengan Kitab al-Masahif, 1: 193-195)4. Ayat-ayat Rajam
“Dan bagi laki-laki tua yang berzinah dan wanita tua yang berzinah, rajam mereka atas kesenangan yang telah mereka perbuat”, Umar bin Khattab berkata “orang-orang akan mengatakan bahwa Umar telah menambahkan sesuatu kepada kitab Allah, jika aku menulis ayat rajam” (True Guidance, p. 61- citing Al-Suyuti’s al-Itqan fii ulum al-Quran on nasikh wa mansukh; Darwaza’s al-Quran Al-Majid)Kita harus menyatakan bahwa ayat rajam merupakan pendapat Umar pribadi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya sesuai kaidah ilmiah yang telah disepakati seperti adanya teks yang mendukung adanya ayat tersebut dan teks tersebut harus ditulis dihadapan Rasulullah disaksikan oleh dua orang. (fathul bahri,Ibnu Hajar)
Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, bahwa Abu Bakar berkata pada Umar dan Zaid: `Duduklah kamu berdua dipintu masjid. Bila ada yang datang kepadamu membawa dua orang saksi atas sesuatu dari kitab Allah, maka tulislah (HR. Abu Dawud)
Itulah yang menyebabkan kesaksian Umar tertolak sebab begitu Umar ditanyakan argumennya ayat tersebut memang ada dia tidak bisa membuktikannya (Muhammad ibn Muhammad Abû Syahbah, al-Madkhal li Dirâsat al-Qur`ân al-Karîm, (Kairo: Maktabah al-Sunnah, 1992), Cet. I, hlm. 273)
Memang ada riwayat juga yang menyatakan Aisyah telah menyimpan teks tersebut dan hilang setelah Rasulullah saw meninggal dunia, akan tetapi hal ini juga menjadi pertanyaan sebab kenapa cuma Aisyah yang menyimpan teks tersebut dan mengapa tidak semua orang tahu akan adanya ayat tersebut. Redaksi Umar yang menyatakan bahwa “orang-orang akan mengatakan bahwa Umar telah menambahkan sesuatu pada kitab Allah” membuktikan bahwa ayat ini hanya diketahui oleh Umar, Aisyah dan juga ditambah riwayat Ibnu Abbas. Akan tetapi mengapa hanya tiga orang yang mengetahui ayat ini adalah sangat ganjil sebab rasulullah sendiri ditugaskan untuk menyebarkan seluruh ayat Quran kepada semua manusia sehingga seharusnya ayat ini diketahui banyak orang.
Adalah kebiasaan Rasulullah Saw untuk meminta penulis wahyu untuk membaca kembali ayat tersebut setelah menuliskannya, menurut Zaid bin Tsabit, jika ada kesalahan dari penulisan dia membetulkannya, setelah selesai barulah Rasulullah Saw membolehkan menyebarkan ayat tersebut. (Majmauz Zawaid, vol.I, p. 60)
Rasulullah menulisnya dan baru menyebarkannya kepada masyarakat, riwayat ini membuktikan bahwa suatu ayat seharusnya mutawatir (banyak diketahui orang) disamping ada teks yang dapat dipertanggungjawabkan. Kecurigaan bahwa ayat yang dimaksud adalah hadits qudsi, hadits yang memang diturunkan oleh Allah adalah sebuah keniscayaan sebab hadits sudah biasa diriwayatkan dalam keadaan ahad.
Mungkin ada juga yang berdalih bukankah Zaid sendiri mencari Huzaimah Al anshary dan hanya dia satu-satunya yang mempunyai akhir surat attaubah.?
“Sampai saya temukan akhir dari surat At taubah pada Abu Khuzaimah Al Anshary yang tidak terdapat pada surat yang lainnya” (HR. Bukhari)
Pengecualian akhir surah al-Taubah dari kaidah tersebut, disebabkan catatannya hanya ditemukan pada Abî Khuzaimah al-Anshârî dan berdasarkan kemutawatiran hafalannya, sehingga Rasulullah mengatakan kesaksiannya setara dua orang saksi bahwa ayat tersebut ditulis di hadapan Rasulullah. (Shubhî al-Shâlih, Mabâhits fî ‘Ulûm al-Qur`ân, (Beirut: Dâr al-‘Ilmi li al-Malâyîn, 1990), Cet. XVIII, hlm. 76)
“Adapun perkataan Zayd: “Saya tidak menemukannya kecuali pada Abî Khuzaimah”, bukan berarti penetapan Alquran dengan khabar âhâd karena Zayd dan sahabat lain menghafal ayat tersebut dan pencariannya kepada sahabat bertujuan untuk menampakkannya bukan sebagai pengetahuan baru.” (Badr al-Dîn al-Zarkasyî, al-Burhân fi ‘Ulûm al-Qur
ân, (Kairo: Dâr Ihyâ
al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1957), Vol. I, hlm. 296)Jadi Zayd sendiri mengetahui ayat tersebut dan berusaha membuktikannya dengan mencari data yang digunakan untuk memperkuat argumennya, hingga catatan yang benar-benar ditulis dihadapan rasulullah ditemukan. Karena Zayd sendiri memang sudah mempunyai catatan ayat tersebut akan tetapi dia tidak punya catatan yang ditulis langsung dihadapan Rasulullah, mengenai kesaksian Abu Khuzaimah yang setara dengan dua orang saksi telah ditegaskan oleh Rasulullah sebelumnya, yang sekaligus membuktikan bahwa proses kompilasi Quran ini telah diprediksi sebelumnya oleh Rasulullah Saw.
Dari Anas berkata bahwa ketika Nabi meninggal, tidak ada yang telah mengumpulkan Quran kecuali empat para orang: Abu Al-Darda`, Mu’adz bin Jabal, Zayd bin Thabit dan Abu Zayd. (HR. Bukhari)
Sahih Bukhari Volume 6, Book 60, Number 307:
Narrated Zaid bin Thabit: When we collected the fragramentary manuscripts of the Qur’an into copies, I missed one of the Verses of Surat al-Ahzab which I used to hear Allah’s Apostle reading. Finally I did not find it with anybody except Khuzaima Al-Ansari, whose witness was considered by Allah’s Apostle equal to the witness of two men. (And that Verse was:) ‘Among the believers are men who have been true to their covenant with Allah.’
Terakhir dan bukti yang paling kuat adalah mengenai teks yang Umar yang meragukan dan aneh serta tidak sesuai dengan gaya bahasa Quran:
“Dan bagi laki-laki tua yang berzinah dan wanita tua yang berzinah, rajam mereka atas kesenangan yang telah mereka perbuat”
Lafadz al-Syaikhu wa al-Syaikhatu sangat meragukan karena berarti adalah laki-laki yang sangat tua dan wanita yang sangat tua atau berusia lanjut hal ini seperti yang ada pada ayat Quran yang lainnya,
وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأَتَيْنِ تَذُودَانِ ۖ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا ۖ قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّىٰ يُصْدِرَ الرِّعَاءُ ۖ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ
Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua (Syaikh) yang telah lanjut umurnya” (QS. 28:23 )
قَالَتْ يَا وَيْلَتَىٰ أَأَلِدُ وَأَنَا عَجُوزٌ وَهَٰذَا بَعْلِي شَيْخًا ۖ إِنَّ هَٰذَا لَشَيْءٌ عَجِيبٌ
Istrinya berkata: “Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua (Syaikhatu) , dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh. (QS. 11:72 )
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ ثُمَّ لِتَكُونُوا شُيُوخًا ۚ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّىٰ مِنْ قَبْلُ ۖ وَلِتَبْلُغُوا أَجَلًا مُسَمًّى وَلَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes, air mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua (Syaikh), di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami (nya). (QS. 40:67 )
Dari ayat-ayat tersebut diatas tampak kata Syaikh dan Syaikhatu dipergunakan untuk menunjukkan kata laki-laki tua dan wanita tua. Artinya apa? artinya jelas bahwa jika ayat ini dimasukkan berarti hukum rajam bagi pezina hanya diberlakukan bagi laki-laki dan wanita yang sudah berusia tua, oleh karenanya tentu saja teks ini mengundang kritikan keras dari Zaid bin Tsabit yang menyatakan : “Bukankah dua pasang muda yang telah menikah juga dirajam?” (Muhammad ibn Muhammad Abû Syahbah, al-Madkhal li Dirâsat al-Qur`ân al-Karîm, (Kairo: Maktabah al-Sunnah, 1992), Cet. I, hlm. 273)
Tambahan dari saya, Umar sendiri telah mengakui bahwa Quran telah menyebutkan adanya ayat-ayat rajam. Jadi jika Umar meyakini bahwa ada ayat-ayat rajam yang tidak disebutkan tentulah ini bertentangan dengan pernyataan Umar sendiri:
Sahih Bukhari Volume 9, Book 92, Number 424t :
When we reached Medina, ‘Umar (in a Friday Khutba-sermon) said, “No doubt, Allah sent Muhammad with the Truth and revealed to him the Book (Quran), and among what was revealed, was the Verse of Ar-Rajm (stoning adulterers to death).’” (See Hadith No. 817,Vol. 8 )
Sahih Bukhari volume 8, Book 82, Number 816:
Narrated Ibn ‘Abbas: ‘Umar said, “I am afraid that after a long time has passed, people may say, “We do not find the Verses of the Rajam (stoning to death) in the Holy Book,” and consequently they may go astray by leaving an obligation that Allah has revealed. Lo! I confirm that the penalty of Rajam be inflicted on him who commits illegal sexual intercourse, if he is already married and the crime is proved by witnesses or pregnancy or confession.” Sufyan added, “I have memorized this narration in this way.” ‘Umar added, “Surely Allah’s Apostle carried out the penalty of Rajam, and so did we after him.”
Hadis diatas juga hanya menjelaskan kekhawatiran Umar bahwa suatu saat orang-orang akan mengatakan bahwa ayat-ayat rajam tidak diturunkan (diwahyukan) dalam Quran tapi hanya melalui hadis. Ini saja pengertian dari hadis diatas. Kenyataannya hukum rajam telah disebutkan dalam hadis.
Related Article: What about missing verse on stoning? (rajam)
5. Laporan dari Suyuthi dalam Al-Itqan
Aisyah menyatakan Surah al-Ahzab 33 : 56 pada masa Nabi adalah LEBIH PANJANG yaitu dibaca “Wa’ala al-Ladhina Yusaluna al-Sufuf al-Uwal” selepas “Innalla ha wa Mala’ikatahu Yusalluna ‘Ala al-Nabi…” Aisyah berkata,”Yaitu sebelum USMAN MENGUBAH mushaf-mushaf.”Aisha dilaporkan menyatakan bahwa saat nabi SAW hidup, sura 33 (al-Ahzab) adalah 3 kali lebih panjang daripada yang ada dalam mushaf Usman.Sumber :
* Al Raghib al Isfahani, Muhadarat al Udaba, vol 4 p 434
* Suyuti, al Durre Manthur, vol 5 p 180
* Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 1 p 226
Kutipan dari Suyuthi :
Aisyah berkata, “Surah al-Ahzab dibaca pada zaman Rasulullah SAW SEBANYAK 200 AYAT, tetapi pada masa Usman menulis mushaf surah tersebut TINGGAL 173 AYAT SAJA.”
Sanggahan
* pertama yaitu kitab Suyuti bukanlah buku sumber, sehingga sebenarnya buku ini tidak bisa dijadikan dasar argumentasi. Kenapa demikian adalah karena didalam buku ini tidak ada sanad, dan sesuatu yang tidak mempunyai sanad tidak dapat dijadikan dasar argumentasi.
* Kedua, sebagai bukti bahwa buku Suyuti ini mengandung kekeliruan adalah ketika menceritakan tentang berbagai macam perbedaan bacaan (lebih kurang 40 bacaan) dari berbagai macam sumber pada kitab “Al-Ittiqaan fi `uloom al-Qur’an” pada kitab sesudahnya imam suyuti yaitu “Tafsir al-Hawaalik” beliau justru mengakui bahwa tidak ada satupun riwayat tersebut yang dapat diterima !!!.
* Ketiga, kalaupun riwayat itu diterima hal itu tidak bisa dibenarkan secara ilmiah karena sesuatu yang hanya berdasarkan pendapat satu orang tidak dapat dijadikan bukti, karena didalam Islam selain Qur’an juga ada yang dikenal sebagai hadits qudsi yang secara redaksional hampir mirip dengan Al Qur’an.
* Keempat mengenai Aisyah sumber yang sahih seperti yang saya kutip diatas menunjukkan bahwa apa yang ditulis oleh Aisyah sangat berbeda dengan apa yang dilakukan Zaid dan sahabat yang lain karena Zaid menulis dihadapan nabi Muhammad, sedangkan Aisyah menulis setelah mendengar dari nabi, sesuatu yang tidak mustahil bahwa persepsi Aisyah itu adalah pendapat pribadi pada ayat itu dan bukan pada keberadaan/entitas ayat itu sendiri.
Akhirnya nampak jelas bagi kita segala argumentasi kaum pagan tentang Al Quran menjadi terhempas dan semakin redup dibawah terang nya cahaya Quran dan nampaklah bahwa Quran merupakan wahyu Allah yang terjaga sampai akhir zaman nanti.
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. 15:9)
@Tri Mulat: Inti komentar anda apa? saya tak tertarik bacanya, dan mungkin yang lainnya juga tak baca. Mohon tuliskan dengan jelas poin-poinnya, baru jabarkan argumennya.
@Tri Mulat: Saya baca komentar Anda yang terakhir, Kenapa Allah hanya memelihara Al Quran saja, sedangkan Taurat dan Injil kok ngga mau dijaga pula. Khan kedua nya juga berasal dari Allah?
Sama seperti kenapa Dinosaurus, Mammoth, burung Dodo kenapa punah, Tidak di jaga Allah, .padahal ciptaan dan berasal dari Allah.
Saya akan percaya kata-kata anda itu benar jika ada orang atau saksi yang mengatakan bahwa anda itu jujur dan benar. Atau teman-teman kecil anda mengatakan bahwa anda orang jujur. Ada orang yang melihat anda dari kecil sampai besar tidak pernah bohong atau berdusta. Atau teman-teman sekolah anda mengatakan bahwa anda orang jujur atau orang benar. Atau tetangga anda mengatakan bahwa anda orang jujur dan orang benar. Atau banyak orang mengatakan bahwa anda orang jujur.
@Tri Mulat: anda gak percaya juga gak apa-apa kok 🙂
Saya menyampaikan informasi sejarah, ada rujukannya.
Sejarah tidak akan berubah lantaran disampaikan oleh saya atau orang lain, baik anda percaya atau tidak percaya.
Jadi Kalau Begitu, yang perlu menjadi tolak ukur dari KEASLIAN suatu alkitab itu bukan hanya bukti fisiknya saja, tetapi jauh lebih penting dari itu adalah ISI ATAU SUBSTANSI DARI ALKITAB TERSEBUT APAKAH PERNAH BERUBAH/DIRUBAH/MENGALAMI PERUBAHAN ATAU TIDAK. PERTANYAAN BERIKUTNYA ADALAH APAKAH MEMANG KITAB ITU BENAR-BENAR BERASAL PEMBAWA KITAB ITU PERTAMA KALI. Al Qur’an dapat ditelusuri rekam jejaknya dari jaman sekarang TERNYATA bermuara kepada nabi Muhammad SAW. Isi Substansi dari Al Qur’an itu sendiri sama di seluruh dunia. Hal ini beda dengan Injil Kristen. Injil Kristen itu TERNYATA HAMPIR 82 persenTIDAK BERMuara kepada Yesus. Dan Isinyanya pun berbeda-beda substansinya di seluruh dunia.
@Feli Radit: sebelum mengurusi kitab agama lain, ada baiknya anda harus sadar bahwa setiap agama punya klaim atau standar yang tidak sama dengan klaim dan standar agama Anda.
Bagi umat Islam, Qur’an adalah rekaman firman Allah yang disampaikan ke Nabi Muhammad. Sedangkan bagi umat Kristen, Injil adalah rekaman persaksian para pengikut perdana Yesus. Jadi memang beda.
Jika Qur’an haruslah berupa kitab yang satu karena sumbernya hanyalah Nabi Muhammad, maka Injil bisa banyak, sebanyak pengikut Yesus yang menuliskan persaksian mereka tentang Yesus.
Untuk itu Injil memiliki banyak sekali versi. Pada konsili Nicea 325M, pemuka Kristen bersidang untuk menentukan mana Injil yang tergolong kanonik (diakui) dan mana Injil yang apokrif (diragukan). Injil kanoniklah yang beredar hingga sekarang ini.
Jadi tentunya standar kitab suci Islam tentunya tidak bisa dipakai untuk menilai kitab suci agama Kristen atau agama-agama yang lainnya.
Kenapa Tidak bisa Mas? Bukankah alkitab berisikan petunjuk kepada “jalan” yang benar? Bagaimana kita bisa percaya bahkan menjalankan apa yang terdapat di dalam alkitab jika alkitab itu ternyata ISI SUBSTANSINYA tidak berasal dari Nabi Yang pertama kali membawanya? bukankah itu bersifat universal bahkan sangat Vital? Jadi Kriteria ini berlaku untuk semua agama/kepercayaan yang mempunyai alkitab sebagai buku pedomannya. Bagaimana Mas?
@Felix Radit: yang pertama kita sadari, agama itu kepercayaan. Basisnya percaya, bukan fakta atau sesuatu yang berbasis realitas. Komponen inti semua agama itu adalah kehidupan setelah mati, Tuhan, makhluk ghaib – yang pada dasarnya tidak bisa diverifikasi. Karena basisnya percaya, maka semua agama adalah subyektif, tergantung individu yang menerimanya. Tidak ada nilai universal di sini.
Ini berbeda dengan sains yang basisnya fakta. Hukum gravitasi itu bekerja tak perduli apakah ada yang percaya atau tidak. Sains itu obyektif, ada nilai universal yang bisa diverifikasi oleh siapa saja.
Tentang kitab suci, tiap agama mempunyai cara pandang berbeda tentangnya.
“Jangan kamu percaya pada apa pun yang aku katakan hanya karena menghormatiku, tapi ujilah sendiri, uraikanlah, seolah kamu sedang membeli emas.”
Jadi pendapat anda yang mengatakan bahwa Kitab Suci berisi petunjuk praktis ke jalan yang benar itu khas Islam, yang mewakili 1,6 milyar dari 7 milyar lebih penduduk dunia. Selain itu ada 2,2 milyar Kristen, 1 milyar Hindu, 376 juta Buddha dan berbagai macam kepercayaan lainnya yang memiliki pendapat berbeda tentang kitab suci. Pandangan anda tidak universal dan tidak vital bagi mereka.
Maaf, mas. Maksud saya adalah yang universal itu tentang kepercayaan manusia kepada alkitab berdasarkan sumbernya. terlepas dari isi petunjuk yang ada didalamnya itu dipercayai atau tidak. Namun secara nalar dan logika umat manusia pada umumnya, maka orang akan cenderung lebih percaya kepada sumber utama daripada kepada sumber sekunder atau malah yang sama sekali tidak berhubungan dengan sumber utama dari alkitab tersebut. Al Qur’an terbukti bisa ditelusuri rekam jejaknya berasal dari nabi muhammad, sedangkan Injil kanonik utama Kristen saja hampir 82 persenya terbuktikan bukan berasal dari Yesus, baik itu ucapan, perbuatan atau hal lain yang menyangkut Pribadi Yesus. Kalo dianalogikan seperti ini mas : Mas misalnya diisukan naik jabatan di kantor Mas (amiin ya mas, he.he.he.) tetapi itu berdasarkan rumor dari tukang ojek yang ada di sekitar kantor mas. Tentu itu tidak akan langsung Mas percayai sebelum Mas dengarkan itu langsung dari atasan mas sendiri yang punya kewenangan untuk itu. Begitu juga dengan Alkitab dari suatu agama/kepercayaan Mas. benar atau tidak Mas?
@Felix Radit: Qur’an dan Injil sangat berbeda.
Isi Qur’an dipercaya didiktekan oleh Nabi Muhammad semasa hidupnya, walaupun belum disatukan dalam bentuk sebuah buku. Sedangkan Injil tidak pernah ada di masa hidup Yesus, kitab itu semacam biografi Yesus karangan murid-muridnya yang mulai ditulis sekitar 70 tahun setelah Yesus wafat. Jadi bahkan 100% memang bukan berasal dari Yesus.
Mohon Maaf minta pencerahannya lagi dari Mas. Bagaimana dengan Injil yang dibawa Yesus saat beliau melakukan dakwah di Yudea Mas? dimana Injil itu sekarang? Lalu kalau Injil sekarang bukan dari Yesus, Kenapa Umat Kristen suka mengutp ayat-ayat dari Injil bahwa Yesus berkata bla..bla..bla..padahal TIDAK ADA BUKTINYA Yesus berkata itu??? Mohon pencerahannya Mas.
@Felix Radit: mohon disebutkan sumber yang menyebutkan Yesus membawa Injil saat berdakwah di Yudea
Siap Mas. Ini sungguh konyol agaknya karena saya temukan keterangan ini di Injil Lukas 4:43-44. Sedangkan kita ketahui bahwa TIDAK ADA BUKTI bahwa Injil Kristen yang sekarang itu berasal dari Yesus atau ditulis oleh murid-murid Yesus langsung yang sehidup dan sejaman serta dekat dengan Yesus. TIDAK ADA BUKTI bahwa Injil Lukas ini benar-benar ditulis oleh Lukas murid yesus langsung yang sehidup, sejaman serta dekat dengan Yesus tersebut. Kalau saja Umat Kristen tetap bersikukuh Injil Lukas itu benar-benar ditulis oleh Lukas Murid langsung Yesus yang sehidup dan sejaman dengan Yesus itu, Mana buktinya? plus tambahannya yaitu mana Injil yang dibawa Yesus saat beliau berdakwah di Yudea itu? mohon pencerahannya mas bagaimana?
@Felix Radit: sepertinya ini adalah problem di terjemahan, sayang anda tidak menyertakan kutipan aslinya. untuk Lukas 4:43-44 saya kutipkan teks Inggrisnya sbb:
43 But he said, “I must proclaim the good news of the kingdom of God to the other towns also, because that is why I was sent.”
44 And he kept on preaching in the synagogues of Judea.
anda juga bisa melihat berbagai versi bunyinya di http://biblehub.com/luke/4-43.htm untuk Inggrisnya
http://alkitab.sabda.org/verse.php?book=lukas&chapter=4&verse=43 untuk Indonesianya
memang ada yang menerjemahkan “the good news of the kingdom” sebagai Injil, tapi sebenarnya itu tidak tepat. Semasa hidupnya, Yesus adalah seorang pendakwah agama yang sudah ada, yaitu Yahudi. Kitab baku yang sudah ada di masanya adalah kitab Pentateukh (Taurat/Perjanjian Lama).
Secara teknis yang disebut Injil adalah Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, dan Injil Yohanes yang merupakan karya murid-murid Yesus tentang Yesus – bukan kitab yang sudah ada saat Yesus hidup.
Iya Mas. Namun berdasarkan penelitian oleh para ahli diantaranya E.P Sanders, TIDAK ADA BUKTI kalau Injil Matius, Markus, Lukas dan Yohanes itu benar-benar ditulis oleh Matius, Markus, Lukas yang benar-benar murid langsung Yesus yang sehidup dan sejaman dengan Yesus, apalagi Yohanes, Mas. Barangkali Mas punya buktinya? Kalau Mas pun tidak punya buktinya juga maka pertanyaannya adalah jadi Siapa sebenarnya yang menulis Injil itu ya Mas?
@Felix Radit: lha memang iya. Peneliti Kristen juga sudah tahu lama bahwa sebagian penulis-penulis Injil diperkirakan bukanlah benar-benar murid generasi pertama Yesus. Itu tak menjadi masalah bagi mereka.
Justru di situlah masalahnya mas. bukan masalah, generasi yang keberapanya yang menulis injil namun kalo mereka yang bukan generasi pertama itu mencomot nama-nama murid yesus di generasi pertama sebagai nama injilnya seolah-olah benar-benar generasi pertama itu yang menulisnya, bukankah itu namanya kebohongan atau bahkan penipuan?
Belum lagi masalah Isi substansi yang mereka tulis di injil yang mengatasnamakan generasi pertama di jaman yesus itu ternyata hampir 82 persennya tidak pernah benar-benar diucapkan, dilakukan dan terjadi pada diri yesus. Belum lagi periwayat dan mata rantai yang menjadi sumber informasi dari Injil itu kriterianya tidak cukup baik dan sampai kepada Yesus!
Maaf mas, saya agak menjauh dari topik yang mas tulis, namun ditinjau diri sisi kualitas isi substansi injil yang kata mas adalah berisi biografi yesus itu ternyata kualitasnya tidak lebih baik dari Hadits Nabi SAW yang syarat periwayatannya memakai kristeria yang sangat ketat, baik itu perawinya maupun mata rantai perawi (sanad)itu benar-benar harus sampai kepada Nabi Muhammad. Syarat diterima perawinya pun ketat karena harus teruji baik itu kecakapan, kejujuran dan lain-lainnya. Lalu bagaimana dengan al qur’an itu sendiri? sudah sangat dipahami oleh kita bahwa al qur’an pastinya mempunyai kualitas yang jauh lebih baik dari hadits itu sendiri karena sejak pertama kali nabi muhammad mendiktekan dalam bentuk hapalan kepada para sahabat, maka sejak saat itulah para penghapal itu menurunkannya kembali kepada anak cucu dan sahabat penghapal lainnya sampai generasi sekarang. Bahasa yang digunakannnya juga sama dengan nabi muhammad (mas sendiri menulis bahwa membaca al qur’an itu dalam bahasa arab, mau ngerti atau tidak isinya) namun hal ini justru akan semakin lebih menjaga keotentikannya karena jika saja ada yang mencoba merubah/dirubah dsb, maka hal itu akan dapat dikoreksi oleh sesama penghapal lainnya.
Terakhir sebagai masukkan, Dengan mas menulis tentang beragamnya al qur’an dalam sejarah, saya kira itu cukup bisa memberikan wawasan yang baru kepada kaum muslimin, namun di sisi yang lain saya merasa (semoga itu hanya perasaan saja) bahwa seolah-olah al qur’an itu berbeda secara substansi isinya padahal tentunya substansi isinya tidak mengalami perbedaan, karena yang berbeda bukanlah substansinya akan tetapi di luar isinya seperti dialek, pelafalan, susunan urutan surat dalam al qur’an dll. Kalau bisa, saya minta mas menyajikan juga bagaimana sebenarnya sejarah para penghapal al qur’an itu dari sejak jaman nabi muhammad sampai sekarang, Karena ayat-ayat Al Qur’an yang ada di kepala para penghapal al qur’an juga adalah sumber otentik dari Al qur’an yang secara sejarah memang didiktekan oleh nabi muhammad yang tidak bisa baca tulis. Hal itu sebagai pembanding data dari sejarah al qur’an yang berbentuk tulisan yang mas tulis, agar pembaca dapat memahami Sejarah Al Qur’an secara utuh. Itu saja mas. Mohon maaf atas tulisan saya yang mungkin kyrang begitu menarik dibandingkan pemikiran mas yang luar biasa ini. terima kasih.
@Felix Radit: dari sisi penyampaiannya Injil memang setara dengan Hadis Nabi.
Namun apakah itu menjadi masalah? sepertinya umat Kristen tidak menjadikan hal tersebut masalah besar.
Bagaimana dengan umat Islam? umat Islam mempunyai Qur’an yang diyakini berasal dari Allah, dan umat Islam menganggap bahwa semua kisah-kisah yang ada didalamnya adalah kisah-kisah nyata yang dituturkan dengan akurat. Namun bila ditelusuri kisah-kisah yang ada tersebut sumbernya berasal dari kitab Taurat(Pentateukh) dan kitab Injil (karangan murid-murid Yesus). Dan ini membawa problem sendiri bagi Qur’an.
Semua kisah-kisah Nabi (selain Yesus) di Qur’an adalah kisah-kisah para Nabi Yahudi dari Taurat. Problemnya adalah dari penelitian Yahudi tentang kisah-kisah tersebut melalui metode ilmiah menunjukkan bahwa beberapa dari kisah tersebut hanyalah adaptasi dari mitologi yang lebih kuno, alias kisah-kisah dongeng; beberapa yang lain kisah yang mungkin nyata tapi dilebih-lebihkan. Memang ini problem, tapi orang Yahudi bisa menerimanya.
Kisah tentang Nabi Isa di Qur’an, bila dirunut asalnya berasal dari berbagai Injil yang ditulis oleh murid-murid Yesus. Yesus sendiri adalah sosok historis yang selain dicatat di Injil, juga tercatat di laporan bangsa Romawi. Dari informasi yang bisa ditarik dari catatan Romawi, Yesus merupakan anak dari Maria dengan Panthera seorang serdadu Romawi. Karena dalam pandangan Yahudi, Panthera seorang musuh yang kafir, maka Yesus disebut anak Maria dan bukan anak Panthera (yang kafir). Dalam kultus individu yang dikembangkan murid-muridnya, kisah ini berkembang lebih jauh menjadi Yesus dilahirkan dari Maria perawan yang hamil oleh roh kudus, di samping itu juga berbagai dongeng keajaiban lain yang diproduksi dari Injil-2 tersebut.
Qur’an mengadopsi dongeng-dongeng Injil ini ke dalam kisah tentang Nabi Isa. Apakah ini menjadi problem bagi orang Kristen? ya memang, tapi karena mereka tahu bahwa Injil hanyalah merupakan persaksian dari orang yang mengalami perjumpaan dengan Yesus, maka itu adalah laporan yang bersifat subyektif dan mungkin dilebih-lebihkan yang bisa jadi tidak menggambarkan hal yang sesungguhnya.
Apakah ini menjadi masalah besar?
Ada 2,2 milyar orang Kristen di dunia, kalau masalah ini dianggap besar dan penting, maka di era internet ini dengan cepat akan terjadi kehebohan di antara mereka dan mungkin menyebabkan krisis kekristenan di dunia. Kenyataannya kan tidak.
Mungkin bagi anda atau sekelompok orang Islam, hal ini penting. Ya gak apa-apa sih …
Saya kira Mas terlalu memuji saya kalau dibilang hanya saya dan sekelompok orang Islam saja yang menganggap penting bahwa kebohongan dan penipuan itu harus dihindari, Karena semua orang yang masih mempunyai peradaban yang baik pastinya akan menolak bahkan menghindari kebohongan dan penipuan itu. Injil, seperti yang saya tuliskan di atas, yang menulisnya adalah bukan generasi pertama yang benar-benar merupakan murid yesus langsung yang sehidup dan sejaman dengan Yesus, namun yang menulis Injil itu mencomot nama-nama murid yesus di generasi pertama itu sebagai nama Injilnya seolah-olah bahwa generasi pertama itulah yang menulisnya padahal TIDAK ADA BUKTI murid-murid yesus generasi pertama itu yang menulisnya. Jadi tinggal ditanyakan saja kepada hati nuraninya masing-masing atas FAKTA SEJARAH yang terungkapkan ini, apakah mau menjadi bagian dari kebohongan dan penipuan itu atau tidak! itu mas barangkali sumbangsih tulisan saya buat artikel mas di sini. Terima kasih.
@Felix Radit: jadi pendapat Anda mewakili semua orang yang masih mempunyai peradaban yang baik?
Okelah.
Anda menjadi wakil suara mereka itu karena penugasan mereka, melakukan survei, atau cuma semacam klaim sendiri saja? 🙂
Apakah manusia yang masih mempunyai pikiran serta hati nurani yang bersih (baik) dan ada di suatu peradaban yang baik, akan menyukai kebohongan dan penipuan atau tidak? itu saja barangkali mas klu-nya, terlepas saya ini ditugaskan, melakukan survei atau semacamnya. FAKTA SEJARAHNYA Injil ini juga diungkapkan oleh Peneliti Kristen sendiri kata mas juga, bukan oleh orang Islam. Dan ternyata seperti yang telah kita uraikan di atas, seperti itulah Injil itu mas. Jadi silakan ini dikembalikan kepada akal pikiran serta hati nuraninya masing-masing saja mas tanpa saya harus klaim-klaiman segala. Monggo silakan saja.
@Felix Radit: jadi jawaban sederhananya -> anda sedang tidak mewakili yang anda sebut peradaban yang baik. Anda hanya menyampaikan pendapat bahwa “peradaban yang baik itu pendapatnya harus begini atau begitu”. Oke, anda sudah dewasa kan, beranilah berkata: “Ini pendapat saya”, tanpa perlu mengatasnamakan kelompok apapun.
Untuk pertanyaan anda
Apakah manusia yang masih mempunyai pikiran serta hati nurani yang bersih (baik) dan ada di suatu peradaban yang baik, akan menyukai kebohongan dan penipuan atau tidak?
Sebelum menjawabnya, ada baiknya jika kita mengulas inti pembicaraan kita, untuk menentukan apa jawaban yang relevan.
Yesus tidak menerima/mengajarkan kitab baru, ia pendakwah agama Yahudi yang mengajarkan taurat. Injil adalah sebutan untuk karangan murid-murid Yesus atas kesaksian mereka atas Yesus. Ada puluhan kitab Injil, Konsili Nicea 325M mengesahkan 4 Injil Kanonik dan sisanya disebut Injil Apokrif (diragukan).
Dogma Islam tentang Isa menerima Injil
Islam mengajarkan bahwa Nabi Isa menerima Injil –> ini jelas salah, karena Injil itu karangan murid-murid Yesus.
Umat Islam menuduh Injil telah dipalsukan –> ada puluhan versi Injil, dan kesemuanya memang karya subyektif generasi awal Kristen. Istilah asli atau palsu tidak relevan di sini, karena lebih cocok disebut mana yang diakui (sesuai dengan doktrin utama Kristen) atau diragukan (menyebal dari doktrin utama Kristen). Problem lainnya adalah umat Islam sendiri tak bisa menunjukkan yang mana Injil asli menurut mereka.
Beberapa hal yang tertulis di Injil, dari hasil penelitian sejarah, dan logika ilmiah, terbukti tidak benar dan tidak mungkin. Itu semacam dongeng hasil kultus individu terhadap Yesusoleh pengikutnya.
Isi Qur’an asalnya dari Injil
Kisah tentang Nabi Isa seperti lahir dari perawan, mukjizatnya maupun apa yang terjadi saat dia disalib (diangkat ke langit), tidak ada dalam catatan sejarah. Itu hanya dongeng yang berasal dari berbagai Injil dengan berbagai versinya. Di saat yang sama Qur’an yang muncul 7 abad setelah kematian Yesus, menuliskan ulang kisah-kisah dongeng dari Injil ini dengan rebranding “berasal dari wahyu”. Jadi boleh dikatakan, Injil dan Qur’an memuat cerita dongeng yang tidak ada fakta sejarahnya.
Dari penelitian arkeolog Yahudi terhadap isi Taurat (yang juga sejarah bangsa mereka) menunjukkan bahwa beberapa kisah seperti Adam dan Nuh berasal dari mitologi yang lebih kuno, sekedar dongeng. Kisah-kisah yang lain mungkin sekedar kisah yang dibesar-besarkan untuk keperluan politis.
Injil, Qur’an dan dongeng
Injil dan Qur’an banyak mengutip atau menulis ulang kisah-kisah dongeng tersebut.
Jadi untuk pertanyaan anda
Apakah manusia yang masih mempunyai pikiran serta hati nurani yang bersih (baik) dan ada di suatu peradaban yang baik, akan menyukai kebohongan dan penipuan atau tidak?
Tidak, kecuali jika disampaikan oleh agama yang mereka percayai.
🙂
lha emang saya menulis atas pendapat saya bukan mewakili kelompok manapun seperti yang mas tanyakan itu. Kalau mas cermat membaca tulisan saya, di situ saya menulis dengan kata “saya kira” itu sama saja artinya dengan memakai pendapat saya bukan mewakili kelompok manapun. Baiklah saya akan memberikan sedikit sumbangan pikiran kalau itu pun mas nggak keberatan.
1. Kalau Nabi Isa aka yesus tidak membawa Injil, untuk apa tuhan menurunkan Nabi Isa aka yesus tersebut bagi Bani Israel yang sudah punya Taurat? Injil Yang dibawa Nabi Isa tentu belum berbentuk buku atau kitab secara fisik, namun masih berupa ajaran-ajaran lisan yang Yesus sampaikan. Nah, ajaran inilah yang sekarang hampir sebagian besar tidak ada dalam Injil yang berbentuk kitab yang ditulis oleh pengikut Yesus tersebut, TIDAK TERBUKTI pula kalau ajaran itu memang dicatat oleh murid-murid yesus yang 12 orang tersebut. itu hanya akal-akalan gereja saja agar seolah-olah terlihat begitu. Jadi tentu saja Injil itu tidak asli lagi. artinya belum tentu palsu, namun telah ada penambahan, pengurangan, dihilangkan dst. Injil yang hilang dari yesus yang tentunya masih berbentuk lisan ajaran-ajaran yesus itu pastinya tidak akan ditemukan karena memang yesus pun tidak menulisnya dalam bentuk buku.
2. Jika Injil sekarang yang ditulis jauh sebelum yesus tidak ada, maka tentulah keakuratan dari isinya juga jauh dari kebenaran. Namun tidak semuanya tidak benar karena masih ada beberapa persen yang masih sesuai dengan ajaran Tauhid yaitu ajaran Yesus yang mengesakan Allah bukan trinitas. Al Qur’an dengan kaidah tata bahasanya yang begitu kompleks membutuhkan ilmu-ilmu pendukung agar bisa mengartikannya secara tepat, Nah dalam hal pewahyuan tentang nabi Isa dalam Al Qur’an pun tentu memerlukan kajian yang lebih dalam jika ternyata ada beberapa bagian dari isi tentang pewahyuan nabi Isa itu konon katanya tidak sesuai sejarah. Allah tidak mungkin salah namun sejarah kadang-kadang dibuat berdasarkan pesanan meskipun “dibungkus” atas nama ilmiah dan keilmuan. Ilmu manusia dan kepintaran manusia itu terbatas, sedangkan Ilmu Allah jauh lebih luas. menurut hemat saya, itulah bedanya antara orang yang berilmu namun percaya tuhan dengan orang yang berilmu namun tidak percaya tuhan dan sangat mengagungkan otaknya yang tentunya terbatas itu.
3. Orang-orang yang “merasa pintar” seperti Yahudi, tentunya tidak bisa menjelaskan semua rahasia Tuhan. kisah nabi adam dst, bisa saja mereka anggap dongeng atau sekedar mitos doang, namun bagi orang yang beriman yang masih menggunakan akalnya memang harus cermat menggunakan kombinasi antara akal dan keimanannnya dalammenemukan kebenaran tuhan. Saya akhirnya bisa lebih yakin kenapa akhirnya tuhan selalu menurunkan nabi-nabi di internal yahudi. Itu karena mereka dianugerahi kepintaran namun justru dengan kepintaran itu mereka seringkali “melawan” Allah.
Jadi menurut saya, pada prinsipnya, manusia dari peradaban dan kelompok serta agama manapun pasti akan membenci kebohongan dan penipuan.Itu berlaku secara universal. Jika kebohongan dan penipuan itu pun dibungkus atas nama agama, maka akhirnya hanya tuhan lah nanti yang akan membukan hati dan pikiran manusia tersebut apakah akan tetap condong pada kebohongan dan penipuan tersebut bahkan mendukungnya atau menghindari dan mencampakannya. Itu saja Mas.
@Felix Radit: saya kutipkan pendapat anda sebelumnya –>
Saya kira Mas terlalu memuji saya kalau dibilang hanya saya dan sekelompok orang Islam saja yang menganggap penting bahwa kebohongan dan penipuan itu harus dihindari, Karena semua orang yang masih mempunyai peradaban yang baik pastinya akan menolak bahkan menghindari kebohongan dan penipuan itu.
Silakan mengatakan “menurut pendapat saya bla..bla..bla”, bukan “Karena semua orang yang masih mempunyai peradaban yang baik pastinya bla..bla.. bla..”
saya yakin, kelompok yang anda atas namakan itu bila ditanya: “Kenal Felix Radit?” hampir semuanya akan bilang: “Enggak”. Jadi berhentilah mengatasnamakan orang lain, mulailah dengan jantan berkata: “Ini pendapat saya!”. Oke?
Untuk komentar anda:
Yang anda sampaikan adalah dogma yang diterima kebanyakan umat Islam, bahwa ajaran Yesus sebagian besar tidak ada dalam Injil. Ini sebenarnya masalah sederhana, tunjukkan saja yang disebut Injil yang benar itu bagaimana. Kalau tak bisa tunjukkan, ya simpan saja dogma itu untuk konsumsi pribadi, yang lain gak percaya kok dengan dogma itu.
Bahwa Injil itu semacam kitab yang diturunkan pada Yesus itu dogma Islam, sedangkan bagi Kristen, Injil itu rekaman kesaksian pengikut Kristen terhadap Yesus. Dua hal yang berbeda kan? tentunya gak penting banget kalau yang Kristen ngurusi dogma Islam atau yang Islam ngurusi dogma Kristen. Namanya juga dogma.
Maksud anda kisah agama tidak bisa dijelaskan dengan akal, alias tidak masuk akal? Jika begitu, ya jelas saja kalau yang bisa menerima bulat-bulat agama itu hanya orang-orang yang tak menggunakan akalnya. 🙂
Secara umum, tiap agama itu semacam satu set dogma. Masing-masing punya dogma versi mereka sendiri tentang Tuhan, Akhirat, Makhluk Ghaib, Kitab Suci dan berbagai aturannya.
Mana yang benar? kalau kebenaran itu adalah kecocokan dengan realitas atau bisa dibuktikan, maka sebagian besar isi agama itu tidak bisa dikatakan kebenaran karena tidak bisa dibuktikan. Karena Tuhan, Akhirat, Makhluk Ghaib (Malaikat, Iblis dan sebagainya) itu tidak bisa diverifikasi keberadaannya, dalam standard ilmiah – itu setingkat dengan dongeng.
Kalau anda mau percaya, ya terima saja tanpa berusaha mencari-cari buktinya. Kalau masih cari bukti, namanya iman anda setengah-setengah. Namun anda harus sadar sepenuhnya bahwa orang lain punya kepercayaan yang berbeda. Kalau anda bilang kepercayaan orang lain konyol, tentu orang lain juga bisa memandang kepercayaan anda yang konyol.