Tujuan Penciptaan Manusia

Apa tujuan manusia diciptakan hayo?….
Jawabannya tergantung kepada siapa anda bertanya.
Kalau anda bertanya kepada ustad, maka ia akan mengutip Firman Allah di Adz-Dzariyat: 56:
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu
Okelah, saya tidak akan mendebat hal ini. Toh tidak boleh didebat.
Apakah ada jawaban lain? .. Ada, dan ini yang akan saya sampaikan di tulisan ini.
Manusia Hanya Media, Alat Pelestari Kode
Ups… gila apa? Manusia adalah mahluk tertinggi derajatnya disisi Allah, serta berada di puncak evolusi mahluk hidup. Manusia memanfaatkan seluruh alam ini, manusia adalah wakil Allah di bumi ini. Bagaimana mungkin ia hanya sebagai media, yang berarti sekedar alat? trus kode apa yang kamu maksud?
Sabar dulu….
Kode yang saya maksud adalah kode genetis kehidupan, Genom.
Jika diumpamakan, Genom manusia adalah sebuah kitab.
Kitab ini berisi dua puluh tiga bab yang disebut KROMOSOM.
Tiap bab berisi beberapa ribu cerita yang disebut GEN.
Tiap cerita tersusun dari paragraf-paragraf yang disebut EKSON, yang diselang-seling dengan iklan yang disebut INTRON.
Tiap paragraf terbentuk dari kata-kata yang disebut KODON.
Tiap kata ditulis dalam huruf-huruf yang disebut BASA. *)
Kita memperoleh genom ini dari orang-tua kita, orang-tua kita memperolehnya dari orang-tua mereka. Genom manusia berusia ratusan ribu tahun, disalin dari generasi ke generasi. Dan akan disalinkan terus ke anak cucu kita.
Induk genom ini muncul pertama kali sekitar 4 milyar tahun yang lalu dalam organisme sederhana yang pertama kali hidup. Genom mengelak dari kematian dengan jalan menyalin dirinya ke generasi berikutnya melalui inang yang didiaminya. Inang? ya mahluk hidup adalah inang dari genom.
Genom selalu mencari jalan paling efisien untuk melestarikan dan menduplikasikan dirinya. Genom seolah-olah mempunyai kecerdasan luar biasa untuk memastikan dirinya disalin ke semua pelosok alam ini.
Pohon Genom Dibalik Pohon Evolusi
Sejak muncul pertama kali dan sampai ke kita, genom telah mengalami penyalinan sekitar 50 milyar kali.
Apakah sama genom pertama dengan genom yang didarah kita?
Tidak!
Genom bermutasi.
Dalam tiap penyalinan, ada kode yang diubah, ditambah atau dibuang.
Mahluk pembawa genom itu lahir untuk diuji berhadapan dengan seleksi alam yang ganas.
Jika kode itu unggul, ia akan selamat dan mewariskan kode itu ke generasi berikutnya.
Jika kode itu membawa sial, mahluk pembawanya tidak akan selamat melawan seleksi alam, ia akan terlindas, dan kode itu berhenti pewarisannya.
Akibat proses diatas, ada banyak versi genom yang ada di dunia ini. Masing-masing adalah mewakili kode-kode yang terbukti unggul dan bisa bertahan.
Representasi beragamnya genom dapat kita lihat dari riuhnya dunia ini dengan beragam spesies mahluk hidup.
Dari manusia yang sok tahu sampai panu yang menjengkelkan di kulit manusia yang jorok… Semuanya terlahir berdasarkan cetakan genom yang yang digunakan orang-tua mereka.
Pohon Evolusi mahluk hidup adalah cermin dari pohon keluarga genom.
Persaingan spesies, adaptasi lingkungan mahluk hidup, bahkan perkembangan peradaban manusia adalah gula-gula yang ditawarkan genom kepada mahluk hidup untuk memastikan dirinya terduplikasi kepada pelestari kode unggulan.
Ya! kita hanyalah pelestari kode genom, kehidupan kita adalah bonus dari tujuan utama kita: menyalin genom ke generasi berikutnya.
Bila kita bertanya kepada genom, “Apa tujuan penciptaan manusia”?
Jawabannya adalah:
Aku tidak menciptakan mahluk hidup dan manusia melainkan agar mereka melestarikan diriKu
Maha benar Genom dengan segala perkataannya….
*) Dikutip dari tulisan Ryu Hasan: Menuju Kekekalan
Pak Judhianto, Sungguh menarik tulisan tullisan bapak. saya ingin mengutip sesuatu tentang kebenaran sejati (Ultimate Truth) alam semesta dari “The Book Of Abdhidhamma”.
semoga bermanfaat,:
Conventional Truth (Sammuti Sacca) and Ultimate Truth (Paramattha Sacca)
Two kinds of Truth are recognised in the Abhidhamma according to which only four categories of things namely, mind (consciousness), mental concomitants, Materiality and Nibbana are classed as the Ultimate Truth; all the rest are regarded as apparent truth. When we use such expressions as ‘I’, ‘you’, ‘man’, ‘woman’, ‘person’, ‘individual’, we are speaking about things which do not exist in reality. By using such expressions about things which exist only in designation, we are not telling a lie; we are merely speaking an apparent truth, making use of conventional language, without which no communication will be possible.
But the Ultimate Truth is that there is no ‘person’, ‘individual’ or ‘I’ in reality. There exist only khandhas made up of corporeality, mind (consciousness) and mental concomitants. These are real in that they are not just designations, they actually exist in us or around us.
@Joseph: terima kasih untuk membantu memberikan kutipan dari kitab suci umat Buddha.
Ini adalah salah satu versi tentang kebenaran sejati yang akan kita temui kalau kita menempuh laku Buddha. Adapun kalau kita menempuh laku Islam, Kristen atau agama yang lainnya, pasti kita akan bisa menemui kebenaran sejati versi masing-masing yang berbeda.
Apakah ini obyektif? tentu tidak.
Kebenaran obyektif adalah kebenaran yang bisa diindera siapapun tanpa perduli dengan kerangka pikiran mereka. Dan ini berarti adalah kebenaran material yang bisa diindera melalui sains.
Apakah yang subyektif tidak nyata? tentu nyata dalam kerangka subyektifitas masing-masing. ini adalah seperti persepsi anda tentang diri anda sendiri, tentang cinta, tentang orang-orang yang anda kasihi, tentang alasan kehidupan anda.
Semua yang subyektif itu adalah kebenaran sejati yang ada dalam universe anda, itu sangat nyata — walau bisa jadi hanyalah sesuatu yang tak real di pikiran orang lain.
@Judhianto:
Dalam pandangan saya, The Abhidhamma, bukan lah kitab suci agama Buddha.
tetapi lebih banyak mengurai atau membahas tentang alam semesta dan segala isinya, termasuk tersusun nya partikel terkecil, lebih kecil dari quarks, yang memiliki sifat sifat dan karakteristik tersendiri, yang akhir nya membentuk semua makhluk hidup di alam semesta ini berikut segala isinya. Lebih banyak membahas urusan ilmiah dari pada urusan agama Buddha.
Saya tidak akan mengatakan The Abhidhamma adalah satu satu nya yang paling benar.
Untuk itulah, saya percaya, agar website ini mempunyai tujuan yang lebih berarti dan bermanfaat bagi umat manusia, khususnya yang mangerti bahasa Indonesia
. Yaitu, dengan membahas topik topik dari tulisan yang bapak tulis, dan tulisan yang menanggapi, dipandang dari berbagai ragam sudut ,yang pada awalnya sudah pasti tidak objektif. Dengan harapan, setelah membaca tulisan bapak dan tulisan tulisan dari responden lainnya, kita semua mendapat setitik “pencerahan” atau lebih baik saya sebut sebagai inspiration, yang membuat pikiran kita menjadi lebih terbuka dan bermanfaat bagi kehidupan kita masing masing. ( semoga harapan saya sesuai dengan si empunya website).
Yup, saya sangat setuju, untuk mencapai titik sepakat kata yang sama, kita membutuhkan sesuatu, tolok ukur yang sama, yang kita sebut science.
Dan Abhidhamma bisa dibuktikan secara science ..
Ps: Abdhidhamma lah yang membantu yang untuk melompat keluar dari papan catur.
setelah puluhan tahun berkutet dalam papan catur dan muter muter didalam huge labyrinth.. haha.. .. untung saja masih belum masuk ke mulut kucing.
cheers.. 😉
@Joseph: saya duga The Abhidhamma adalah kitab yang sangat runtut menjelaskan segala sesuatu secara logis dan sesuai akal sehat, tapi bukan ilmiah, karena ada batas minimal untuk bisa dikatakan ilmiah yaitu bukti yang teramati dan terukur. Jika batas ini terlampaui, tentu kitab ini ada dalam jajaran referensi jurnal ilmiah.
Kenapa saya duga? karena saya belum membacanya..
Tentunya saya senang bila mendapatkan kesempatan untuk menjelajahi kitab yang menarik ini..
sering kali kita terjebak dengan apa yang disebut Ilmiah, jika harus teramati dan terukur.
masalah yang sering muncul adalah belum tersedianya alat ukur atau alat pengamat yang memadai.
contohnya, pada saat manusia belum menemukan mikroskop, misalnya pada saat itu seseorang mengatakan dia melihat “hewan kecil yang lebih kecil dari debu” dengan mata bathin nya.. maka orang orang sekelilingnya akan menyebut orang ini gila.
Sekali lagi saya jelaskan bahwa The Abhidhamma lebih banyak menjelaskan tentang ULTIMATE REALITY dari pada membahas tentang ajaran agama.
dan banyak world class scientist setelah membaca The Abhidhamma, membuat penelitian mereka menjadi semakin cepat dan jelas gamblang.
Setelah baca buku ini, coba nonton sekali lagi film THE MATRIX, akan terasa asyik..! JAMIN !!
semoga setelah membaca dan mempraktekkan Abdhidhamma dalam kehidupan sehari hari, saya percaya, wawasan tentang rahasia alam semesta AKAN SEMAKIN TERKUAK JELAS DI HADAPAN KITA.. tidak perlu lagi menduga duga , ber imaginasi atau nunggu orang lain nulis buat kita .. ha ha ha….Selamat Menikmati .. !
weblink ini bapak bisa memdownload The Abhidhamma in Practice :
http://www.bps.lk/olib/wh/wh322.pdf
@Joseph: realitas memang berlapis-lapis.
Apa yang dipaparkan kitab Abhidhamma adalah salah satu lapisan realitas yang ditafsirkan berdasar realitas fisik yang ada.
Terima kasih kirimannya, terus terang saya belum sempat membacanya. Karena kesibukan, saya juga baru sempat membalas komentar anda saat ini.
Semoga saya juga bisa mengalami asyiknya menjelajahi ultimate reality yg ditawarkan buku ini. 🙂
Sedikit introduction tentang The Practice of Abhidhamma, (Note : saya kutip dari page 5):
The Abhidhamma deals with realities existing in an ultimate sense.
Citta, the cetasikas, and rūpa are conditioned realities. They arise because of conditions and disappear when their conditions cease to sustain them. Therefore they are impermanent. Nibbāna is an unconditioned reality. It does not arise and therefore does not fall away. These four realities can be experienced regardless of what name we give them. Any other thing—be it within ourselves or without, past, present, or future, coarse or subtle, low or lofty, far or near— is a concept and not an ultimate reality.
Citta, cetasikas, and nibbāna are also called nāma. The two conditioned nāmas, citta and cetasikas, together with rūpa make up nāma-rūpa, the psycho-physical organism. Each of us, in the ultimate sense, is a nāma-rūpa, a compound of mental and material phenomena, and nothing more. Apart from these three realities that go to form the nāma-rūpa compound there is no ego, self, or soul. The nāma part of the compound is what experiences an object. The rūpa part does not experience anything. When the body is injured it is not the body, which is rūpa, that feels the pain, but nāma, the mental side. When we are hungry it is not the stomach that feels the hunger but again the nāma. However, nāma cannot eat the food to ease the hunger. The nāma, the mind and its factors, makes the rūpa, the body, ingest the food. Thus neither the nāma nor the rūpa has any efficient power of its own. One is dependent on the other; one supports the other. Both nāma and rūpa arise because of conditions and perish immediately, and this is happening every moment of our lives
Page 6:
By studying and experiencing these realities we will get insight into:
1) what we truly are;
2) what we find around us;
3) how and why we react to what is within and around us; and
4) what we should aspire to reach as a spiritual goal.
Saran saya: main Metal Gear Solid 2 (PS2). Bahasan Anda tentang genom mengingatkan saya pada game itu. Tapi saya gak mau mereduksi game itu ke dalam kata-kata dengan menceritakannya di sini.
Kalau sempat, mainkan semua serinya.
@Harun_Bey: tengkyu saran game-nya
Pak Judhianto ,
Saya salut bapak berusaha berfikir keras untuk mencari kebenaran,,
Maaf saya ingin bertanya, menurut bapak apakah adil jika orang yang berbuat baik dan berbuat kerusakan sama derajatnya disisi Tuhan ?
Bagaimana jika ada golongan manusia yang sangat rindu kepada Tuhannya kemudian berusaha menempuh jalan (ibadah) yang dicontohkan rasul/utusan dizamannya, akankah di sia-siakan ?
Terimakasih Pak
@Huda: menurut saya, tentu beda derajat antara orang baik dan orang jahat.
Tetapi apakah Tuhan membedakan derajatnya atau bagaimana Tuhan menilai ibadahnya, ya tentu pertimbangannya ada pada Tuhan. Kita cuma bisa berprasangka bahwa Tuhan adil dalam menimbang segala sesuatu.
Yang perlu kita lakukan hanyalah menggunakan semua masa hidup kita yang terbatas ini untuk menjadi yang terbaik yang bisa kita raih, menikmatinya dan berguna bagi lingkungan kita.
saya berusaha mengenali pak judhianto melalui tulisan tulisannya. kadang saya sangat setuju, kadang saya tercerahkan dan kadang juga saya sangat tidak setuju. ada satu pertanyaan yang sedang saya simpan, dan sedang saya cari tempatnya yang paling tepat. menurut saya di sinilah tempat yang agak pas untuk menanyakannya langsung pada pak judhianto. langsung saja ya pak. apakah pak judhianto sekarang masih menjalankan sholat lima waktu?
@Dini Ahmad: masih, walau gak militan lagi 🙂
Mohon kalo mengkutip ayat jangan setengah akan jadi lain ceritanya tujuan manusia diciptakan tidak hanya itu.
@Difa Kresnawan: anda tahu yang lebih lengkap? silakan tulis dalam komentar anda sebagai koreksinya, itu akan mencerahkan.
Mohon kalau komentar jangan setengah-setengah.
menarik sekali pak. jika hipotesa pak Judhianto mengenai genom melestarikan (beribadah) dengan penciptanya maka dari itu LGBT sangat tidak disarankan karena tidak menlestarika n Genom. makanya Agama samawi dan Non Samawi menerapkan tidak boleh saling membunuh, menyakit sehingga menyebabkan terputusnya Genom ke generasi berikutnya.
saya pernah membaca Sejarah Para Tuhan, Chapter Tuhan Para filsufur. para filsufur untuk merasakan Tuhan itu ada bisa dicerminkan dari ciptaanya. apakah yang dimaksud itu adalah genom.
sepengetahuan saya dikutip dari alquran, injil atau buku. saya lupa ayat berapa ada secuil sifat pencipta yang pasti sifat yang baik bukan yang jelek. tetapi sifat jelek itu sendiri diwarisi dari nafsu dan kebebasan menentukan nasib kita pak.
pertanyaan selajutnya apakah nabi dan rosul mempunyai genom yang istimewa karena silsilah tidak jauh2 dari keluarga?
Nabi muhammad SAW adalah nabi terakhir saya berarti dimewarisi genom yang terakhir dari evolusi manusia yang sudah sangat sempurna sehingga tidak ada evolusi sehingga kita akan menunggu kiamat atau hilangnya pelestarian genom.
apakah Nabi AS mempunyai genom yang unik dikarena mempunyai keajaiban.yang tidak dipunyai manusia sampai saat ini.?
@Zack Ripper: ada dua hal yang berbeda dalam melihat kenyataan, memakai kacamata agama atau memakai kacamata sains.
Dalam kacamata agama (Islam), manusia adalah istimewa, dan tujuan hidupnya adalah beribadah (mengikuti perintah Tuhan).
Tentang evolusi manusia, ada hadis yang mengatakan:
Jadi dalam pandangan agama (Islam), evolusi yang kita alami sekarang adalah evolusi ke arah yang lebih buruk. Puncak evolusi manusia ada pada Muhammad, setelah itu manusia berevolusi menuju lebih buruk – moralnya semakin hancur dan semakin jahat. Kelak setelah manusia menjadi hancur-hancuran buruknya, Tuhan akan menghabisinya dalam kiamat.
Dalam kacamata sains, manusia tidak istimewa. Ia hanyalah satu produk seleksi alam dari proses evolusi. Mahluk yang bertahan hanyalah yang mampu beradaptasi terhadap tantangan lingkungan alam. Saat ini manusia adalah mahluk yang dominan di bumi, namun tidak menutup kemungkinan suatu saat akan tergantikan oleh mahluk lain.
Tujuan hidup? dari sisi biologis ya sama dengan tujuan hidup seekor kucing, yaitu hidup dan menghasilkan keturunan.
Tujuan non-biologis? tiap orang bisa memilih sendiri tujuan hidupnya. Kalau tak bisa merumuskan sendiri? nyontek saja pada agama, ideology atau mimpi orang lain.
Sejauh ini manusia sudah berevolusi menjadi lebih baik. Manusia masa kini jauh lebih pandai, lebih berusia panjang, lebih sejahtera dan mempunyai standard moral yang lebih baik daripada manusia di era para nabi hidup.
Adakah para nabi mempunyai genom istimewa? atau kualitas istimewa?
Kalau dari kacamata sains, enggaklah…
Disini pentingnya memisahkan masalah akal sama iman, sains dg agama. Jika tidak gara2 tidak masuk akal kita akan menjadi kafir, lalu kita baru tobat setelah perdebatan para saintis selesai. Toh penemuan big bang tidak serta merta bukti kebenaran alquran, mungkin justru alquran membenarkan sains, lalu karena masih abu2 manusianya disuruh mikir. Lalu kenapa yang memikirkan bukan orang islam justru orang kafir?
Toh ayat ttg hukum agama ditafsirkan oleh ahli hukum agama, ayat ttg alam bolehlah ditafsiri oleh ahli alam meski bukan muslim
@Purgatory77: pentingnya? tentu tiap orang boleh punya prioritas mana yang penting dan mana yang tidak.
Untuk orang religius, iman terpenting. Tapi ada juga yang menganggap fakta terpenting, atau keluarga yang terpenting, atau sekedar sepakbola yang terpenting.
Sekarang jaman informasi, semua boleh bahas semua. Ada yang gak nyambung? gak masalah. Namun bila ternyata yang bukan ahli agama ternyata bisa mempercakapkan agama dengan sudut pandang yang lebih menarik daripada penuturan ahli agama, tentu jangan salahkan orang tersebut. Mungkin ahli agama tersebut harus instropeksi diri, kenapa ia tidak mampu membuat orang tertarik dengan tuturannya.
Bukan gitu maksud saya pak, saya tuh menekankan untuk tidak mencampurkan masalah logika ke dalam keimanan yg lebih bersifat dogma dan cenderung tidak masuk akal. Masak subjek di luar hukum fisika ditelusuri pake metodologi hukum fisika? Kalo orang yg mempelajari sih siapa aja boleh
@Purgatory77: di awal tulisan, saya menuliskan:
Saya tidak meng-counter dogma agama, tapi yang saya sampaikan adalah alternatif lain dari sains. Kalau ada yang lebih nyaman dengan dogma agama, ya silakan; kalau ada yang memakai alternatif sains, ya silakan. Itu pilihan bebas, tidak ada pemaksaan untuk milih ini atau itu.
Tentu beda dengan para ustad yang dengan seenaknya memasuki area-area yang mereka sebenarnya sangat dungu di dalamnya. Seperti memasuki ranah ekonomi, politik, sains, pemerintahan, atau lainnya — sambil mengatakan bahwa yang beriman harus milih ini-bukan yang itu, sambil mengancamkan mantra kafir! murtad! neraka! pada yang beda.
Saya bilang pentingnya bla bla bla bukan buat komen tulisan bapak. Saya ingin komen komentar yang di atas, yang saya sebenarnya ingin tekankan adalah justru kenapa harus sains yang membuktikan alquran, kenapa bukan alquran yang bisa ditafsiri dengan sains maka bisa ditafsirkan demikian
Ralat saya saya ayat alam itu ayat alquran yang berkaitan dengan alam, kan malah ilmuwan kafir yang menafsirkan itu
Anggaplah di genom itu sudah tertancap operating system dan software pendukungnya. Seperti komentar saya di Jiwa dan Raga Sebuah ilusi. Lalu siapakah yang memberi genom itu TENAGA atau DAYA AKTIF ????
@Reynold: siapa? ya gak ada siapa-siapa. Itu proses alami
Lhoo ya ga bisa…disana sy sdh menjelaskan dengan analogi yang sangat jelas tentang bagaimana PC bisa bekerja, PC tidak akan bekerja hanya bermodal hardware dan OS, harus ada yang memberi POWER dari sumber POWER. Persoalannya disini bahwa bapak mati-matian ingin membuktikan bahwa Tuhan tidak ada dengan dibungkus “pembuktian” dan “ilmiah”. Tapi bapak GAGAL TOTAL menjelaskan bagaimana PC bekerja hanya bermodal hardware dan software. Kalau bapak tidak bisa menerima fakta itu ?. Lalu apa bedanya bapak dengan orang yang mati-matian mengaku bahwa Tuhan itu ada ?
@Reynold: sederhana saja. Anda yakin ada aktornya? ya ditunjukkan saja buktinya.
Dengan cara apa campur tangan si aktor mengaturnya, buktinya apa, lalu bagaimana melakukan verifikasi, dan siapa yang sudah melakukan verifikasi.
Klaim remeh butuh bukti remeh, klaim luar biasa tentu butuh bukti luar biasa juga.
Saya sudah buktikan dalam penganalogian PC bahwa hardware dan OS tidak akan bekerja tanpa aliran listrik dari PLN yang disambungkan oleh aktor sang empunya PC…masakan itu bisa disebut proses alami. Maaf, jawaban yang sangat tidak masuk akal dari seorang penyanjung nalar dan pembuktian ilmiah.
Buktikan anda bisa bernafas itu adalah proses alami, berbeda dengan batu yang TIDAK MEMILIKI genom yang ditancapi OS dan tidak mendapat aliran POWER ???
@Reynold: anda buktikan atau anda analogikan? itu beda.
Membuktikan itu menunjukkan fakta dari teori anda yang bisa diuji oleh siapapun.
Menganalogikan itu cuma menunjukkan kecocokan sesuatu dengan sesuatu yang lain yang anda yakini sama (padahal tidak 🙂 ) .
Tahu bedanya kan analogi dengan bukti?
Ya setidaknya saya telah memberikan “racun penawar” kepikiran anda yang akan anda bawa seumur hidup, “Bagaimana saya bisa punya POWER dan DARI MANA SUMBERNYA…masa iya dibilang proses alamiah (bahasa kasarnya sim sala bim, masa iya penyanjung nalar dan pencinta bukti ilmiah tidak akan berfikir sampai menemukan jawabannya 🙂
@Reynold: jadi benar kan anda tidak punya bukti 🙂
Bila anda menyuruh saya membuktikan Tuhan itu ada dan Maha Kuasa tentu tidak bisa dengan panca indra. Sama dengan anda yang berusaha mati-matian menjelaskan bahwa Tuhan tidak ada dan kepercayaan pada Tuhan sia-sia tapi anda GAGAL TOTAL membuktikan asal POWER anda 🙂
Pusing kan ? hahahah saya suka mendapat lawan yang sepadan hahahah
@Reynold: jadi benar klaim-klaim tentang tuhan tidak ada buktinya? artinya untuk percaya tuhan tidak diperlukan bukti.
Pusing? tentu menghadapi orang yang tidak bisa membuktikan apapun, tapi merasa memegang kebenaran.