Mantra Harry Potter
“AVADA KEDAVRA !”
“Matek koen…!” demikianlah kira-kira maksudnya.
Mantra diatas berfungsi untuk mengeluarkan kilatan warna hijau dari tongkat sihir yang bisa membunuh lawan seketika. Tidak akan dapat ditemukan kerusakan tubuh, sehingga penyebab kematian tidak akan ditemukan oleh kaum Muggle.
Kaum Muggle? ya maksudnya manusia biasa seperti kita.
Itu adalah salah satu mantra yang bisa digunakan kaum penyihir di dunia Harry Potter.
Siapa yang mengabulkan mantra? entahlah… mungkin mekanisme alam aneh yang tidak kita mengerti.
Bagaimana syarat agar mantra manjur?
Yang utama adalah modal dari pengucap mantra, yaitu bakat atau kemampuan sihir yang bisa dilatih. Berikutnya adalah mantra diucapkan dengan benar serta sebuah tongkat sihir.
Apakah perlu tahu arti dari mantra tersebut? sepertinya tidak….
Hebat….. sayang, kita kaum Muggle tidak bisa menggunakannya….
Tunggu dulu… kita punya yang setara dengan kumpulan mantra Harry Potter.
Do’a Mujarrobat, Mantra Islami
Anda pernah tahu buku Kumpulan Do’a Mujarrobat, Mujarrobat Besar, Fadillah Do’a, atau kira-kira buku yang mengandung kata Mujarrobat atau fadilah Do’a?
Bila pernah, beruntunglah anda.
Buku-buku tersebut memuat do’a-do’a yang ampuh, mujarab (mujarrobat lebih dikenal dengan mujarab, manjur). Ada banyak versinya, kumpulkan saja, anda beruntung.
Hampir segala macam keinginan anda ada doanya.
Ingin kaya, ingin disukai suami, ingin sukses ujian, ingin tidak kemalingan, ingin mendapatkan kembali barang yang hilang, ada semua disitu. Itu manual menuju kebahagiaan anda.
Yang perlu anda lakukan adalah menghapalnya dan membacanya sesuai dengan aturan yang menyertainya.
Ikuti saja.
Bila harus ditiupkan ke segelas air putih, ikuti saja. Oleh penyusunnya, dijamin manjur, ces-pleng.
Tunggu dulu, kurang ajar kowe…. Itu kan do’a yang suci bukan mantra sihir?
Apa bedanya?
Bila syaratnya adalah bisa merapal dengan benar tanpa peduli maksudnya dan melakukan syarat yang diperlukan, apa bedanya dengan mantra?
Dalam penyihir di film Harry Potter, atau perapal do’a mujarrobat, mereka meminta sesuatu seolah-olah seperti sedang membeli snack atau minuman di vending machine.
Apa kesamaannya?
Vending Machine | Mantra | Do’a Mujarrobat | |
Modal | Uang | Kemampuan SIhir | Pahala |
Cara | Tombol yang sesuai | Mantra dan prosedur yang sesuai | Do’a dan prosedur yang sesuai |
Lainnya | Gak perlu tahu mekanisme mesin | Gak perlu tahu arti mantra | Gak perlu tahu arti do’a |
Bagi perapal do’a, Allah hanyalah birokrat pengabul atau bahkan vending machine ajaib yang akan mengabulkan keinginan kita, asalkan kita tahu bagaimana do’a atau laku yang harus dijalankan.
Mau Coca-cola? masukkan uang, tekan tombol, selesai. Mau jodoh? cari do’a yang sesuai, baca sejadi-jadinya, selesai.
Hubungan kita dengan Allah adalah hubungan prosedural, bukan personal.
Astaga….
Do’a, Ibadah Free Format
Do’a adalah permohonan kita langsung dengan Allah.
Lain dengan ibadah shalat, Allah tidak menerapkan aturan formal untuk berdo’a. Bisa kapan saja, dimana saja, tentang apa saja, dengan baju apa saja, bahkan dengan bahasa apa saja. Dalam do’a, Allah adalah pendengar yang dekat, yang tahu bahasa kita, yang tahu latar belakang kita.
Sesungguhnya dengan do’a, Allah mendengarkan kita sebagai pribadi. Kita berdialog dengan Allah seolah tanpa batas. Kita bisa meminta, berkeluh kesah bersyukur atau bahkan protes kepadanya.
Semestinya do’a harus bersifat pribadi, seperti bisik-bisik kita kepada pacar kita.
Nabi atau beberapa panutan mungkin membocorkan do’anya kepada kita, tetapi justru lucu kalau kita menjiplak langsung do’a itu untuk keperluan kita, apalagi jika parahnya kita sendiri tak paham maksud do’a itu.
Seperti kita habis menonton suatu film yang romantis bersama pacar, lalu kita mengulang persis rayuan tokoh film itu kepada pacar kita. Jangan-jangan reaksi pacar kita:
Plaakkk…. “ngapain sih ngrayu-ngrayu pake bahasa India, mending tahu artinya…”
Upss…. ketahuan deh selera filmnya…
Jadi…
Do’a adalah ibadah free format, maka jadikan tetap free format dengan jalan:
- Ungkapkan secara jujur kepada Allah perasaan kita
- Gunakan bahasa yang paling anda pahami dan mengena di hati anda, umumnya bahasa ibu anda.
- Sadarlah do’a adalah komunikasi yang intim, jadikanlan do’a ungkapan spontan dari diri kita. Bukan hapalan, apalagi kita bila sama sekali tidak mengerti maknanya.
- Sadarlah Allah bukan vending machine raksasa yang akan selalu mengabulkan semuanya. Ada hal baik yang tersembunyi bila do’a kita tak dikabulkan. Allah itu dekat. Ia membantu kita, walau caranya mungkin tak kita pahami.
- Rutinlah berdo’a. Hubungi Allah dalam setiap suasana, baik senang, susah atau sekedar menyapa Allah.
- Semakin sering anda berdo’a akan terasa semakin dekat Allah. Allah itu damai, kedamaian akan terasa bila Allah sudah dekat dengan kita.
Muslim di Indonesia sebagian besar membaca Al-qur’an tanpa tahu maknanya. Padahal Al-qur’an adalah tuntunan hukum-hukum untuk menjalani kehidupan bagi muslim. Jadinya Islam di Indonesia adalah Islam dengan kebanyakan menggunakan filosofi Indonesia sebagai tuntunan kehidupan sehari-hari. Tapi saya suka itu karena tuntunan ( misalkan jawa ) Tepa Slira(saling berempati), andap asor(rendah hati), wani ngalah luhur wekasane, dll, sangat bagus dan membuat Islam di Indonesia damai. Terutama Bhineka Tunggal Ika membuat kita mau bersatu walau berbeda. Maaf kalau pendapat saya terasa ngawur karena saya cuma Islam KTP yang perlu banyak pencerahan atas kebingungan2 saya.
artikelnya mencerahkan. Maaf mas Judhi saya baru baca artikelnya pdahal hampir 1 th yll. Saya lebih sering melakukan doa daripada shalat. kalo shalat dimaksudkan untuk mengingat Tuhan saya punya cara sendiri karena shalat adalah hasil kreativitas manusia. saya percaya bahwa Tuhan tidak mengajarkan cara untuk mengingat Dia dengan sujud, rukuk dsb apalagi dg bahasa yg tidak saya pahami. Dengan berdoa dengan bahasa yg saya pahami saya bisa memohon sekaligus mengingat Tuhan.
@Geloaku: dialog free format memang akan lebih mendekatkan diri kita pada Tuhan. Ibadah formal yang sifatnya terjadwal memaksa kita untuk secara periodik memperbarui hubungan kita dengan Tuhan.
wah wah wah… liberal skali ya…. dalam islam ga bisa sperti itu… kalo ga solat.. kita hanya mengingat dan derdo,a saja.. tetap saja berdosa,, kalo dalam islam… mungkin dalam agama yang lain bisa cuman berdo,a tanfa ibadah seperti solat , zakat , puasa dll.,, tapi dalam agama islam ga sperti itu… kalo ga solat.. tetap ja akan masuk neraka… bukan omongan q lho,, coba aja baca al-quran 3 juz terakhir dgn artinya… insyaalloh akan ada kisah orang yang masuk neraka karna tidak solat,,,, maf ya bukan sok suci .. tapi cuman sayang kalolah punya teman yang punya agama,, tapi tanpa menggunakan kitabsucinya untuk beribadah…..
@Kosasih: saya tidak menyarankan perubahan di ibadah formal yg sudah ditentukan seperti sholat.
Yang saya soroti adalah ibadah yg dari mulanya bersifat bebas seperti doa.
Doa seharusnya bersifat personal-intim karena kita menghadapkan diri secara pribadi dan dengan keperluan pribadi pada Allah.
Tapi kalau ada yang beranggapan Allah adalah birokrat yang sibuk dengan benarnya tata bahasa, pengucapan atau hal-hal lain sebelum menyimak isi doa, ya silakan saja…
Terima kasih
Setujuuuu!!! Mantap Pak… hehehe…
@Mokhamad Khozin: terima kasih setujunya…
Setuju, pak bro Judhi. Selama ini saya juga heran:
– Emangnya Tuhan hanya ngerti bahasa tertentu? jadi tidak maha tahu donk.
– Kalimatnya mesti sama persis (seperti mantra)? birokratis banget.
– Jam penerimaan doa atau sembahyang diatur sampai detail ke menitnya sehingga setiap menit tertentu, Tuhan hanya melayani wilayah / zona waktu tertentu sesuai rotasi bumi. Karena jika tidak, Tuhan bisa kewalahan melayani doa jika seluruh manusia sekaligus berdoa atau sembahyang, sehingga perlu di-kloter berdasarkan zona waktu.
@Chxndrx: kalau kita menganggap do’a adalah hubungan personal kita dengan Tuhan, tentunya memang semestinya dengan bahasa dan ungkapan yang paling mengena bagi kita.
Akan tetapi ada ibadah wajib yang selain menghubungkan kita secara formal dengan Tuhan, juga melatih ketundukan ego kita pada Tuhan, sehingga kita memang harus menundukkan ego kita pada format dan prosedur standardnya.
Terima kasih.
Untuk melatih ego untuk tunduk kepada Tuhan, jika kita melakukannya dengan prosedur lain yang lebih efektif dan meninggalkan “prosedur standar” apakah diperbolehkan?
Tuhan itu Maha Besar, apakah mungkin Tuhan hanya membukakan satu jalan / satu pintu bagi umatnya untuk menuju kepada-Nya. Saya rasa tidak demikian, justru terkadang manusia lah yang terlalu mengagungkan “jalan” yang dipilihnya dan menganggap “jalan” lain tidak mungkin menuju kepada-Nya. Akhirnya ego yang muncul adalah ego terhadap “jalan” itu, bukan ego kepada Tuhan.
@Chxndrx: agama itu masalah keyakinan personal, kalau anda yakin punya prosedur yang lebih kena itu terserah kepada anda.
Akan tetapi iman akan selalu mengalami pasang surut.
Saat surut, kita kadang butuh dukungan dari komunitas seiman (keluarga atau rekan) untuk mempertahankan iman dan tak tergoda kepada jalan pintas yang merugikan orang lain. Dukungan untuk menguatkan iman akan sukar kita dapatkan manakala kita beragama dengan cara yang tidak diterima atau dimengerti oleh lingkungan sosial kita.
Setuju, perlu komunitas yang sejalan untuk sandaran ketika iman kita sedang galau. Artinya hubungan dengan Tuhan sampai batas tertentu tetap prosedural agar kita diterima di komunitas?
@Chxndrx: benar, agama juga merupakan salah satu perekat kita dengan lingkungan kita.
saya sering melalaikan kewajiban formal. Karena kelalaian saya itu, perasaan jadi gak enak hati karena tidak bisa menjalankan kewajiban ibadah formal saya.. Penyebab saya lalai adalah karena kekurang mengertian dari bacaan ibadah formal itu sendiri dan juga karena merasa mementing untuk melakukan hal lain (seperti: nonton tv, denger musik,kadang karena pekerjaan)
menurut Anda khususnya Pa Judhianto, keliru kah saya? Apakah yang mesti saya prioritaskan antara hubungan dengan Tuhan atau lebih penting tidur dari pada sholat?
Kalau masalah berdoa memang setiap saat,setiap mau makan.mau bepergian,mau apa saja saya selalu meminta pada Tuhan baik dalam bahasa yg sudah diajarkan di pengajian,dan juga bahasa yang sehari2 saya pakai..
Supaya saya bisa tercerahkan,dan mungkin juga ada orang yang seperti saya yang memerlukan pencerahan. kiranya Bapak sudi membalas komentar saya ini dengan jawaban yang menggunakan bahasa sederhana(mudah dipahami) serta detil.
Terima kasih yang tak terhingga atas semua artikel dan komentar bapak. Semoga kemakmuran dan keselamatan bagi semua..
@Supriadi: Ritual agama itu penghayatan dalam pengalaman.
Ibadah seperti sholat akan berguna bila kita menghayatinya sebagaimana nasihat nabi:
“Seperti kau melihat Allah, atau kalau tak bisa – sebagaimana kalau Allah yang Maha Kuasa melihatmu”
Tidak penting masalah mengerti atau tidak arti bacaannya atau fungsinya – banyak orang arab yang sangat paham artinya tidak bisa merasakan guna sholat – sementara banyak orang yang bisa mengambil manfaat sholat tanpa mengerti sepatahpun kata bahasa arab.
Sholat itu latihan menundukkan diri pada Allah yang tak kita mengerti.
Jadi, jauhkan diri dari usaha-2 menalarkan sholat, itu hanya mencegah kita dari larut dalam penghayatan.
Hanya butuh tahu prosedurnya, kepasrahan diri dan menghayati sebagaimana nasihat Nabi.
Kalau sudah merasakan khusyuknya, saya yakin tidak sulit meninggalkan aktivitas lainnya.
Saya senang baca komentar dan tanggapan diatas adem gak membara kaya kometar2 di judul yang lain. Jadi ingat masa sekolah dulu sholat aja ribet buanget harus menghafal doa2 dgn versi arab, tapi kalau gak diikuti bakal gak naik kelas dong (syerem). Kembali ketopik diatas. Bukankan islam adalah orang yang berserah diri kepada allah. Jadi saya beranggapan nich bahwa barang siapa beserah diri kepada allah ya seharusnya islam (bukan muslim). Jadi entah itu pakai bandrol apa saja biarpun bahasa dan seremonialnya berbeda dalam konteks bahasa arab itu adalah islam. Jadi saya simpulkan (rung rampung kok wis disimpulkan dewe he..he..) tuhan menerima doa doa free format, tidak tepasung dengan 1 bahasa saja. Yang penting fungsi doa tadi yang bisa memberi manfaat/menghubungkan personal dengan tuhannya. Karena saya dari jawa ya kadang campursarian arab and jawa (koyo mas edi susanto). Kalaupun ada yang ngomong itu salah, kafir, musrik. Tapi itu yang bisa memberi manfaat dalam diri saya, menghubungkan saya dengan allah s.w.t.
@Aninditya: kalau dalam istilah sekarang, masak Allah sebagai Tuhan melakukan diskriminasi berdasarkan SARA seperti banyak dilakukan politikus kita?