Anda kenal Sistem Khilafah?
Ini adalah magnet luar biasa bagi banyak kelompok Islam untuk mendapatkan dukungan dari para muslimin di Indonesia. Mulai dari mereka yang benar-benar melakukan gerakan nyata mewujudkannya seperti DI/TII, JI, NII, Hizbut Tahrir atau yang secara tidak langsung mendukungnya seperti FPI, FUI, MUI dan PKS.
Bagi mereka, hukum Islam yang datang dari Allah dan ditegakkan dalam negara Khilafah adalah superior diatas semua hukum manusia. Jadi bila Indonesia menerapkan sistem khilafah, pasti semua permasalahan di negeri ini akan teratasi. Detilnya bagaimana? tidak jelas..
Sudahlah, saya tidak membahas lebih lanjut tentang detil negara khilafah dan bagaimana bisa diterapkan di Indonesia. Saya akan menuliskan bagaimana Negara Khilafah dalam catatan sejarah dunia.
Khilafah di Masa Rasulullah
Negara Islam secara efektif berdiri setelah Nabi berhijrah dan membentuk pemerintahan di kota Madinah.
Bagaimana struktur pemerintahannya?
Nabi tinggal di samping masjid, salah satu kegiatan rutin beliau adalah memberi pengajian di masjid dengan audience-nya adalah jamaah muslim yang ada. Bila ada masalah kenegaraan, Nabi dan para sahabat membahasnya ditempat itu juga dengan audience yang sama. Nabi menerima laporan dan memberikan perintah negara di masjid beliau.
Menjadi kepala negara sepertinya adalah pekerjaan sambilan Nabi. Nabi tidak memusatkan perhatiannya untuk membangun institusi kenegaraan yang mengurus negara. Tidak ada pos-pos kementrian, tidak ada organisasi militer, tidak ada tentara dan aparat yang digaji negara.
Pengurusan negara dilakukan seperti sebuah kepanitiaan. Jika ada suatu proyek negara, misalnya perang, pengumpulan zakat dan lain-lain, nabi menunjuk seorang sahabat untuk memimpinnya, sedangkan sahabat yang lain akan membantunya dalam struktur yang lepas. Semuanya dilakukan secara sukarela, tidak ada gaji, tetapi bila ada keuntungan (misalnya pampasan perang) mereka akan mendapat bagiannya.
Pusat pemerintahan adalah Nabi, beliau memegang kekuasaan eksekutif, yudikatif dan legislatif. Jika Nabi telah memutuskan, maka “sami’na wa ato’na” – dengarkan dan laksanakan. Tidak ada lembaga kontrol. Jika Nabi salah, Allah sendiri yang akan menegur melalui wahyunya atau malaikat. Kontrol dari Allah.
Sebelum mengambil keputusan, beliau kadang meminta pendapat para sahabat. Akan tetapi keputusan terakhir mutlak ditangan Nabi, beliau tidak terikat dengan masukan dari sahabat. Bisa jadi keputusan Nabi berbeda dengan masukan sahabat, tetapi setelah nabi menetapkan, wajib bagi umat Islam untuk taat kepada keputusan Nabi.
Pemerintahan yang berpusat pada Nabi ini kacau saat Nabi wafat. Terjadi kebingungan, kepanikan diantara para sahabat. Nabi tidak pernah menentukan siapa penggantinya, dengan cara bagaimana penggantinya dipilih dan apa saja wewenang penggantinya.
Akibat kebingungan ini, jenazah nabi baru dikuburkan tiga hari setelah Nabi wafat.
Suatu ironi, mengingat semasa hidupnya Nabi selalu memerintahkan penguburan sesegera mungkin umatnya yang meninggal.
Khilafah di Masa Khulafaur Rasyidin (631M – 661M)
Khalifah pertama setelah Nabi adalah Abu Bakar, beliau dipilih dari hasil musyawarah para sahabat.
Suksesi pertama ini adalah terobosan besar umat Islam dalam berpolitik yang belum ada contohnya di berbagai kebudayaan lainnya. Ketika dunia masih memilih seorang Raja/Kaisar karena ia adalah anak dari Raja/Kaisar sebelumnya, umat Islam memilih pemimpin karena kualitas dan kapasitas pribadi pemimpin tersebut.
Prinsip suksesi ini terulang dalam periode Khulafaur Rasyidin ini, walau dengan metode yang berbeda-beda. Berikut ini daftar Khalifah dalam periode ini beserta metode pemilihannya:
- Abu Bakar, dipilih dalam musyawarah para sahabat.
- Umar Bin Khatab, ditunjuk Abu Bakar sebelum beliau meninggal.
- Usman Bin Affan, dipilih oleh tim formatur yang dibentuk Umar.
- Ali bin Abi Thalib, dipilih dalam musyawarah para sahabat.
Dalam organisasi pemerintahan, para sahabat mulai membangun struktur pemerintah secara profesional. Mulai dibentuk tentara profesional dan aparat negara yang digaji negara, dibentuk semacam kementrian untuk lebih fokus mengurusi kepentingan negara.
Dalam pengambilan keputusan, mereka meniru apa yang dijalankan Nabi yaitu pemusatan semua kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif ditangan pemimpin tertinggi, yaitu Khalifah.
Tidak ada lembaga kontrol. Jika Khalifah dianggap salah, para sahabat senior akan menegur Khalifah, akan tetapi hal itu tidak mengikat Khalifah. Kekuasaan Khalifah adalah mutlak.
Perbedaan pendapat akan selalu ada di sistem manapun. Dan dimana tidak ada mekanisme kontrol untuk kepala negara, perbedaan pendapat bisa menjadi suatu hal yang berbahaya.
Dari 4 orang Khalifah, 3 orang meninggal dibunuh oleh lawan politiknya. Hanya Abu Bakar yang meninggal wajar. Suatu sistem yang berbahaya atau bisa dikatakan kacau, dimana 75% kepala negaranya dibunuh karena konflik kepentingan.
Pada akhir masa Khulafaur Rasyidin, Negara Islam telah menjelma menjadi imperium raksasa, menelan imperium Romawi dan Persia yang ada sebelumnya.
Kekuatan militer menjadi unsur penentu untuk penguasaan wilayah yang luas tersebut.
Muawiyah yang secara de-facto menguasai sebagian besar militer negara dan berseberangan secara politik dengan Ali, mengambil kesempatan saat Ali tewas dibunuh.
Ia mengangkat diri menjadi Khalifah. Ia mengakhiri tradisi suksesi pada periode Khulafaur Rasyidin, yaitu pemimpin dipilih berdasarkan kapasitas pribadinya.
Ia memulai periode dimana jabatan Khalifah direbut oleh kekuatan militer dan diwariskan secara turun-menurun.
Khilafah di Masa Dinasti Keluarga (661 M – 1924 M)
Pada periode ini negara Islam berkembang pesat dalam penguasaan wilayah dan penguasaan ilmu dan teknologi. Dari banyak wilayah barunya, Islam banyak menyerap banyak pengetahuan yang ada di sana. Tradisi intelektual Yunani, teknologi dan birokrasi Persia dan Romawi diserap dan dikembangkan lebih lanjut dalam bendera Islam.
Dalam masa ini berbagai macam ilmu berkembang pesat. Kemakmuran meningkat. Islam tumbuh menjadi superpower dunia, pusat peradaban dunia. Banyak kitab-kitab hukum, ilmu pengetahuan, kedokteran dan filsafat disusun dan menjadi rujukan utama sepanjang masa bagi umat Islam.
Dalam sistem pemerintahan, Islam mengadopsi sistem yang terbukti stabil, yaitu sistem kerajaan.
Khalifah adalah Raja/Kaisar versi Islam, ia menjadi Khalifah karena mewarisi jabatan ini dari ayahnya yang Khalifah. Para bangsawan ditempatkan dalam posisi-posisi strategis untuk melanggengkan kepentingan keluarga.
Dalam pemerintahan, Khalifah adalah memegang kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Ia mungkin mengangkat beberapa ulama terkemuka sebagai penasehatnya, akan tetapi kekuasaan mutlak ada di tangan Khalifah, is tidak bisa dikontrol oleh apapun.
Dalam sejarah tercatat beberapa Dinasti berkuasa. Ceritanya sama, para pendiri dinasti adalah tokoh kuat yang merebut kekuasaan dari penguasa sebelumnya dan kemudian mewariskan kekuasaan itu ke keturunannya.
Berakhirnya Era Para Raja, Berakhirnya Khilafah Islam
Api pengetahuan filsafat dan pengetahuan yang dinyalakan Islam, pada saatnya sampai pula di dataran Eropa. Renaissance timbul di Eropa, Eropa yang Kristen mengejar ketertinggalan mereka dari dunia Islam. Berbagai ilmu berkembang pesat.
Salah satu hal penting yang bangkit di Eropa adalah kesadaran bahwa tidak ada hak istimewa kaum bangsawan dalam menguasai negara, bahwa dengan pendidikan, semua orang bisa mempunyai kapasitas yang diperlukan untuk memimpin. Bahwa negara berdiri berdiri untuk mewakili kepentingan warganya dan bukan hanya kepentingan raja dan kelompok bangsawan.
Negara bangsa muncul, revolusi Perancis memulai disingkirkannya hak-hak istimewa Raja dan bangsawan. Berbagai negara bangsa muncul menggantikan kerajaan.
Kerajaan yang tertinggal mulai membatasi hak-hak Raja dengan beralih menjadi Monarki-Konstitusional.
Kekhalifahan Ottoman adalah satu dari segelintir imperium yang bertahan dengan Monarki–Absolut, dimana kekuasaan Raja/Khalifah adalah absolut. Khilafah Islam adalah salah satu benteng terakhir era negara para Raja.
Perang Dunia I mengoyak Eropa, menghancurkan dan menuliskan ulang batas-batas negara.
Perang ini begitu hebat, belum ada skalanya dalam sejarah. 40 juta orang mati, 4 imperium yang mempunyai akar hingga perang salib terhapus: Kekhalifahan Ottoman (Islam), Kekaisaran Jerman (Kristen), Tsar Rusia (Kristen), dan Imperium Austro-Hongarian (Kristen). Belasan negara bangsa baru muncul di bekas imperium tersebut. Tak ada lagi Monarki-Absolut di Eropa yang ada yang tersisa adalah Monarki-Konstitusional.
Benang Merah Sistem Khilafah
Dari tiga era Khilafah Islam ada benang merah yang bisa ditarik sebagai berikut:
- Khalifah adalah Muslim dan memerintah berdasarkan hukum yang ditafsirkan dari Qur’an & Hadits. Penafsiran dilakukan oleh ulama yang dianggap menguasai ilmu agama. Kondisi dan aspirasi rakyat dianggap dapat diwakilkan dengan pertimbangan ulama.
- Warga non muslim diakomodasi dalam negara, akan tetapi tidak mempunyai hak untuk dipilih sebagai pimpinan lembaga yang strategis.
- Khalifah memegang kekuasaan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif.
- Khalifah berkuasa seumur hidup dan tidak ada lembaga yang bisa menurunkan Khalifah ditengah masa jabatannya.
- Tidak ada manusia atau lembaga yang bisa mengontrol Khalifah. Khalifah mungkin membentuk lembaga penasehat atau meminta masukan ulama, akan tetapi keputusan terakhir ada ditangan Khalifah. Diantara para Khalifah, hanya Nabi yang mempunyai kontrol, yaitu Allah yang bisa menegur dan memerintahakan Nabi untuk memperbaiki kesalahannya.
- Pendapat atau kepentingan rakyat dan siapapun tidak penting, karena sifatnya adalah masukan dan tidak mengikat Khalifah. Rakyat hanya boleh berharap kemurahan hati sang Khalifah.
Jadi
Apakah layak mengganti sistem demokrasi di Indonesia dengan sistem otoriter yang bernama Khilafah? Anda pilih sendiri jawabannya…
Bacaan:
Judhianto otakMu 90% udah terkotaminasil oleh racun Sekuler,, Khalifah Tidak ada yg Namanya otoliter karena Hukum dipegang Oleh kadi jangan memutar balikkan fakta kamu, kadi ambil hukum Qur-an dan hadis sehingga hukum sama dihadapan kadi apakah pemulung ataukah raja baca toh Abu Syam mah anak Saidina Umar wkt ia Khalifah… baca lagi Simirah Pupok Khalifah Iskandar muda DiAceh<<< kenapa kamu bodoh amat…
@Sayed Al-qadri: jika yang dinamakan sekuler adalah membedakan antara realitas dan dogma, berpegang pada logika dan bukan khayalan, bersikap jujur dalam mengambil kesimpulan, menghormati lawan diskusi, maka saya senang sekali dikatakan sebagai seorang sekular.
Silakan berkomentar lagi dengan bahasa yang jelas dan santun, maaf komentar anda yang ini tidak saya tanggapi dulu.
Bapak Judhianto sangat pintar sekali,
pintar dan jeli sekali melihat kejelekan di gaya kepemimpinan para Kahalifah,
atau hanya sekedar ingin menjelekkan aja kali ya …
tapi anda tidak adil juga karena tidak menulis sisi baik dari para Khalifah,
bapak Judhianto, Nabi Muhammad SAW dan 4 khalifah sesudahnya dijamin Alloh SWT Masuk surga, jadi saya lebih percaya kepada Rosullulloh dan khalifah Abu bakar, UMar, Usman dan Ali.
kalo bapak Judhianto tidak suka pada mereka atau bapak tidak percaya kalo Beliau2 dijamin masuk surga,
kita Buktikan nanti di Hari Kiamat, hari dimana saya meyakini bahwa hari itu akan datang. Hari dimana dibalasnya amal perbuatan manusia selama dia hidup didunia (baik amal sholeh atau amal buruk).
bapak Judhianto pintar sekali, tapi sayang kepintaran bapak kelihatannya digunakan untuk menghasut orang lain.
Astagfirulloh,saya mohon ampun kepada Alloh atas dosa dosa saya, dan saya minta maaf jika menyinggung bapak Judhianto.
@Adhi: saya mengungkapkan fakta yang bisa dicek di sejarah.
Kalau anda tidak sependapat, silakan ditunjukkan fakta yang salah dalam tulisan saya. Saya senang membahasnya.
Fakta??
oya??
fakta yang mana? sejarah yang mana?
anda sangat luar biasa,
segeralah bertobat sodaraku
semoga hidayah Alloh mengalir kepadamu
dan mari bersama-sama menegakkan hukum2 Alloh dimuka bumi ini
semoga kita dikumpulkan bersama sama Rosululloh dan para sahabatnya di Akhirat nanti
Amiin
@Adhi, koq anda bertanya fakta yang mana? mbok dibaca dulu artikel yang ditulis mas Judhi. Paparkan dengan jelas ketidak setujuan anda dengan referensi atau data yang jelas. jangan ujug ujug bilang “tobat mas, tobat”..
sejarah yang mana ya?
siapa yang menulisnya?
lalu seberapa besar penulis mengetahu fakta sejarah?
fakta sejarah banyak menceritakan kejayaan dimasa khalifah.
bagaimana perkembangan dunia saat ini banyak dipengaruhi oleh para intelektual islam masa itu, saya ambil contoh ilmu kedoteran, matematika, fisika, ilmu astronomi, dll, akhir akhir ini saya baru ketahui bahwa kamera foto pertama kali ditemukan oleh seorang muslim.
sedang anda menceritaan hal yang berbeda, jadi saya bingung dengan anda.
@Adhi: simpel kok, kalau anda punya fakta sejarah yang beda, silakan tunjukkan di poin mana saya salah dan tunjukkan fakta menurut sejarah anda. Silakan…
saya mulai membaca kemana anda mengajak saya.
tapi anda belum menjawab pertanyaan saya di thread sebelah, tentang agama anda, ini penting buat saya supaya saya bisa menghargai anda.
saya bisa menyaring kata2 saya jika anda non muslim, dan saya bisa lebih terbuka jika anda adalah muslim, barangkali juga kita bisa bertemu bertatap muka untuk membahas masalah2 islam dan kehidupannya untuk menambah wawasan saya tentang islam.
jika anda non muslin saya bisa belajar dengan anda tentang pengalaman hidup anda.
@Adhi: untuk memberi kesempatan yg lain, mohon beri komentar dengan to-the-point, ringkas dan padat (juga ada isinya).
Untuk prasangka-2 atau komentar tak relevan, tidak saya tanggapi.
@adhi, kalo anda bilang tentang kemajuan dunia secara general, itu collective intellegent. dari sejak belum ada agama, dari zaman homo itu masih ada beberapa spesies; wajakensis, sapiens sampe ada paganisme dan agama baru yaitu hindhu, budha, jewish, kristen, sampe sekarang ada aliran baru; atheis, agonis, scientology, alientology, etctology hehe. ga bisa lah mengklaim itu milik islam semata. yang lebih cocok itu terjadi gara2 collective intellegent, manusia membangun ide baru berdasarkan ide yang sudah ada. (tolong google kalo ingin tahu lebih lanjut). mengapa ide lama terus dirubah, termasuk point anda tentang khalifah, ya dengan tujuan ide lama itu diperbaharui untuk menjadi lebih relevan untuk manusia modern jaman sekarang. ada benarnya anda bilang tulisan mas Judhi lebih condong untuk membahas tentang buruknya sistem khalifah. saya melihat ada poin yang mulia disitu, karena sebagai manusia yang intelek, kita wajib fokus pada keburukan suatu ideologi, jadi kita bisa membahas dan mencari solusi untuk memperbaikinya. yang sudah baik untuk sekarang biarkanlah begitu, ga perlu menghabiskan tenaga untuk membahas sesuatu yang sudah baik toh?
judhianto_ wah luas pengetahuannya dan dalam analisana…
kalo anda bisa menjelaskan fakta fakta hitam khalifah… tentunya anda bisa mengutarakan juga fakta tinta emas khalifah… mohon di jabarkan bos.
@Wirosembodo: di ruang komentar ini, saya merespon komentar para pembaca mengenai tulisan saya.
Untuk catatan emas kekhalifahan, banyak sekali tulisan yang membahasnya dengan baik.
owh begitu ya bos… yaa namanya dunia pasti ada min plus nya..
saya kira tak kan ada dominasi/ kemenangan (sistem ekonomi, politik atau pun agama) yang terjadi tanpa adanya pengorbanan darah dan air mata..sistem pemerintah kerajaan,sultan, demokrasi, nazi, komunis ataupun komunal. juga yahudi, kristen, islam atau apapun itu.
tinggal hitung hitungannya bangaimana minimalisir dampak massif yang ditimbulkannya.. dan kesiapan fundamental dalam mewujudkannya.. ///
saya kira suatu dominasi /kemenangan (baik sistem pemerintahan, ekonomi maupun agama) tak kan pernah eksis tanpa adanya pengorbanan darah dan air mata..
kekhalifahan memunculkan banyak tragedi, begitu juga demokrasi, komunis, kapitalis, sosiais, begitu juga yahudi, kristen dan islam…. munculnya mereka tentunya banyak harta benda, nyawa yang di korbankan…
begitu juga kawan kita HT yang mempunyai cita tinggi… boleh lah.. asal dampak destruktif yang akan terjadi harus antisipasi, alias persiapan fndamantal harus terencana sistematis.
jangan sampai kempes ditengah jalan….
@Wirosembodo: kita saat ini hidup di era yang jauh berbeda dengan masa lalu. Pembeda utama adalah akses informasi yang tak bisa lagi dibatasi. Dengan akses informasi yang tak lagi dimonopoli oleh golongan elit, rakyat bisa tahu realitas nyata yang mereka hadapi tanpa perlu lagi filter dari “departmen penerangan” atau juru propaganda kelompok elit.
Dengan sempitnya jurang informasi antara rakyat dan kelompok elit, hampir mustahil ada sistem pemerintahan yang hanya dimonopoli oleh sekelompok elit dengan mengabaikan rakyat. Tidak akan lagi rakyat dapat ditipu berlama-lama dengan omong kosong “darah biru”, “revolusi”, “patriotisme”, “nilai luhur bangsa”, “jalan Tuhan”, “imperialisme asing”, “konspirasi yahudi”, “demi rakyat”, “surga” atau “neraka”. Mereka bisa dengan cepat membandingkan output pemerintahan mereka dengan negara lain sebagai pembanding.
Dengan terbukanya informasi, rakyat tahu betapa partai yang anggotanya penuh dengan jargon kesucian, wajah saleh, sikap santun ternyata wakilnya di parlemen sibuk nonton gambar porno dan pimpinan tertingginya ternyata maling sapi.
Rakyat juga tahu, ketika satu propinsi diberi kesempatan menerapkan aturan agama dalam pemerintahannya, hasilnya adalah pemerintahan daerah yang sibuk melahirkan undang-undang dan aturan bodoh, sambil tetap mengamalkan korupsi dan mengabaikan rakyatnya.
Ketersediaan pekerjaan, harga yang terjangkau, tingkat korupsi, hukum yang adil, tingkat keamanan, pelayanan umum, kebebasan berekspresi, fasilitas pendidikan dan kesehatan –> itu semua output yang langsung mereka nilai. Sistem yang terbukti bisa menghasilkan skor tinggi dalam ukuran-2 tersebut yang akan mereka pilih.
Jadi ukurannya tidak lagi sistem sekuler atau agama, melainkan berguna atau tidak sistem itu bagi hidup rakyat.
Saya baru pernah menemukan bacaan berkualitas dengan Judhianto penulisnya. Jika ada ulama Indonesia yang mampu berpikiran netral seperti Judhianto ini, waaw asiiik.. Ulama yang pernah saya dapati selama ini selalu berlindung dibalik hapalan ayat-ayat Quran sebagai senjatanya. Dengan prilaku-prilaku yang tidak sesuai dengan ilmu yang mereka peroleh. Okelah Judhianto (maaf saya panggil nama begitu), saya lanjutkan untuk membaca lagi tulisan anda. Thanks
muaranya : orang hidup itu cuma ada tiga : Anda milih untuk ijtihad (inovatif dan kreatif), ittiba’ (mengikuti sesuatu yang dipahami), atau taqlid (anut grubyuk, pokoke melok).”
dan tiga options tersebut dapat dikatakan bermanfaat jika mendekatkan makhluk pada Sang Pencipta bukan malah menjauhkan dalam kegiatan hidup makhluk terhadap Penciptanya….
bos,, tulisan barunya koq belum muncul juga,, di tunggu nih
@Wirosembodo: setuju dengan tiga opsi anda.
Memasarkan pandangan agama dapat kita lihat seperti memasarkan produk di pasar terbuka.
Kondisi ideal akan tercapai manakala terjadi persaingan yang fair. Semua penjaja (produk atau pandangan) menyajikan kelebihan apa yang mereka pasarkan dengan jujur, tidak mengintimidasi penjaja yang berjualan produk lain, dam tidak mengintimidasi pembeli produk lain atau mengintimidasi pelanggan yang hendak beralih produk.
Dengan persaingan fair, pembeli/penganut tentu bisa membanding-bandingkan sebelum mengambil pilihan, sedangkan para penjaja akan terpacu untuk memperbaiki penyajian jualannya.
Tulisan baru?
He he.. masih belum sempat. Saya usahakan minggu ini bisa keluarkan tulisan baru.
🙂
artikel-artikelnya bermutu bagus,
tapi sayang, banyak komentar pengunjung yang kurang bermutu dan nampak lebih mengedepankan emosional semata yang kadang malah bikin pusing…
@Jakfisio: banyaknya variasi sikap, wawasan dan tingkat emosi para komentator tentu juga menambah kematangan kita.
🙂
sekarang kita ada di era demokrasi mas,
tapi tetap tidak ada perubahan bangsa ini malah semakin terpecah belah
sistem pemerintahan yg kacau balau
yg kaya makin kaya dan yg miskin ttp miskin
jadi utk apa juga kita menerapkan sistem demokrasi kalau yg dihasilkan hanya spt itu
ujung ujung nya duit juga (uud)
sementara tetangga sebelah yg menerapkan sistem syariah kelihatannya lebih maju, adem, damai sejahtera
dari pada kita
jadi bagaimana sikap kita sebaiknya kalau begitu….?
@Salomon: untuk fair, kita tak bisa sekedar menggunakan perasaan, melainkan harus menggunakan ukuran yang jelas dan bisa dibandingkan dengan jelas.
Salah satu metode yang digunakan PBB untuk mengukur kemajuan negara adalah Human Development Index. Didalamnya ada masalah pendidikan, perlindungan hukum, kesempatan kerja, hak-hak warga, kebebasan berpendapat, tingkat pendapatan dan konsumsi serta hal lain yang bisa diukur. Untuk rangking negara dunia berdasarkan index ini dapat dilihat di: http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_countries_by_Human_Development_Index
Dari daftar tersebut, ternyata negara demokrasi mengisi semua posisi atas daftar tersebut, dan kalau melihat penghuni rangking terbawah daftar tersebut ada Sudan dan Somalia. Kedua negara ini adalah negara gagal yang menggunakan Syariah Islam dalam pemerintahannya.
Jadi anda melihat melalui ukuran apa syariah lebih unggul dari demokrasi?
Saat ini Indonesia baru menjalankan demokrasi prosedural, sedangkan secara mental kita masih terikat pada pola pikir yang menyerahkan segalanya pada penguasa. Saya pikir masih perlu 20 tahunan lagi agar esensi demokrasi bisa membawa kemajuan lebih pesat dan merata.
Tulisan yang luar biasa, sangat menonjok,
berani meihat dari sudut pandang yang berbeda
semoga anda tidak dipenjara mas, seperti anand krisnha hehehe
@Paulite: terima kasih..
Di penjara! Gendeng itu. Jeleknya pemerintah indonesia kalah sama kelompok fundamentalis penghafal quran. Sya masih ingat kasus arswendo atmowilopo membuat poling tokoh idola ternyata muhamad kalah oleh suharto eh..eh.. Kok monitor ditutup. Arswendo di penjara edanntenan. Emang siapa muhammad kok cuma gara2 gitu aja ambil tindakan yang gak bermutu. Pokoke lucu kenjadian di pemerintah ini kalau menyangkut keyakinan.
Dasar aku ini engga tau lagi gimana cara berpartisipasi dalam diskusi ini, aku coba-cobalah, alhamdulilah bisa juga masuk mas.
Pokoknya selamat yah mas, teruskan pemberian informasi seperti yang ada ditulisan tersebut pada masyarakat kita, agar tidak terus dibohongi dengan janji masuk surga.
Ternyata mas, ada agama di nusantara ini yang lebih bijak, yang berkembang di tanah jawa.
Tidak menuntut harus mengikuti dogma maupun iman (yang dilarang untuk ditanyakan), dan yang penting dapat langsung, tanpa perantara, berusaha berkomunikasi langsung dengan Gusti Allah, hehhheeehhh
Wassalam
H. Bebey
Weleh weleh, ku coba lagi, mudah2an berhasil bergabung di nonton dunia.
Memang luar biasa mas yuhi ini, bisa mengemukakan halhal yang sebenarnya terang dengan menggunakan nalar/rasio ini. Terus perjuangan anda, guna memberikan informasi yang benar sesuai fakta yang ada, tanpa berniat terus membuat kebohongan2 baru yang selalu dilakukan oleh mereka.
Wassalam
H. Bebey
@H. Bebey: kalau email yang digunakan berkomentar berbeda dengan yang sebelumnya, maka akan dianggap komentator baru yang butuh approval dulu.
Silakan berpartisipasi… 🙂
Iya mas, kemungkinan aku dihalangi untuk berpartisipasi, ada saja flashnya jadi bermasalah, terpotonglah, atau mungkin sudah ada perubahan misalnya harus ngirim fee, itupun aku tidak tau gimana caranya.
Sebab sebelumnya aku selalu diberi tahu kalau ada tulisan baru, tapi sekarang e-mail ku tertutup atau terhalangi sesuatu.
Pokoknya selamat berkarya terus, aku setuju banget apa yang ditulis itu.
Wassalam
H. Bebey
Mungkin orang2 akan terbuka pikirannya setelah membaca buku “A History of God ” by Karen Armstrong
@Dukun Tulang: saya setuju. Saya sudah membaca beberapa bukunya, Karen Armstrong seorang penutur yang sangat baik dan mengasyikkan saat bercerita tentang Tuhan, agama dalam bingkai sejarah.
Tulisan yg menarik saudara. kesimpulannya saya cuma mau tanya satu hal saja, Apakah anda meyakini/mengimani jika kelak Khilafah min hajnubuwah akan tegak kembali di bumi Allah ini? trims
@Duimaulana: ada problem mendasar dari sistem khilafah yg diperjuangkan kelompok Islamis, yaitu ketakutan pada kebebasan.
Kelompok ini alergi pada kebebasan berpendapat, berekspresi, kesetaraan hak wanita dan kesetaraan hak non muslim.
Ideologi ini tidak akan laku dijual pada masyarakat yang sudah mengenal kebebasan.
Dengan merebut kekuasaan atau berpura-pura demokratis, khilafah mungkin bisa ditegakkan.
Namun begitu mereka menyensor pers, twitter, facebook, mengatur pakaian wanita, melarang faham Islam yg lain dan mengharamkan demokrasi, khilafah ini akan kehilangan simpati setiap orang dan membusuk dengan sendirinya. Tinggal menunggu waktu saja untuk dibuang ke tong sampah.
Saya tidak percaya sistem ini bisa berdiri dan sukses di masa modern ini. Saya tak ingin hidup dinegara yang lebih perduli pada ayat-ayat dibanding rakyatnya, akal sehat dan nilai kemanusiaan.
Boleh saya mengambil contoh dari agama lain? Kita tahu bahwa agama Katholik memiliki sosok Paus dan agama Budha memiliki sosok Dalai Lama. Keduanya adalah pemegang otoritas tertinggi dalam struktur agama masing-masing. Lantas kenapa kaum Muslim tidak boleh memiliki sosok pemegang otoritas tertinggi seperti kedua agama tersebut?
@Ryan M.: Islam adalah agama egaliter, tiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya secara pribadi langsung kepada Allah, tidak melalui hirarki.
Selain Rasul, tidak ada yang maksum (bebas salah) dalam menafsirkan agama, jadi MUI, NU, Muhammadiyah hanyalah konsultan kita yang boleh kita ikuti boleh tidak. Di akhirat, Allah tidak akan menerima alasan “karena menurut MUI, NU atau Muhammadiyah”. Allah hanya tanya alasan pribadi anda berbuat ini-itu, bukan alasan MUI.
Jadi kalau Allah sendiri berkenan menerima kita sendiri tanpa hirarki, kenapa kita hendak mengangkat perantara antara kita dan Allah?
Ada satu hal penting, alih-alih menginginkan satu otoritas tunggal agama Islam, kita justru lebih butuh banyak konsultan Islam (penjaja tafsir Islam).
Dengan kemudahan mengakses informasi, silakan para penjaja tafsir itu membuka semua tafsir jualan mereka, langkah mereka, dan sumbangan mereka pada masalah kontemporer di masyarakat.
Biarlah orang tahu dan menilai sendiri MUI, NU, Muhammadiyah, HTI, JIL, Syiah, Ahmadiyah dan sebagainya.
Biarlah orang menilai dan mengambil yg bermanfaat tanpa perlu saling mengkafirkan. Toh semua kelompok itu tak laku diakhirat, Allah mendengar kita sebagai pribadi.
Saya suka komentar Mas, “Islam adalah agama egaliter”. Namun begitu saya juga berpandangan bahwa Rasulullah Muhammad SAW adalah contoh bagaimana seharusnya manusia bersikap dalam kehidupan sehari-hari. Jika Allah tidak menghendaki adanya pemimpin diantara umat manusia, tentu Muhammad tidak akan menjadi khilafah. Lagipulah bukankah kekhalifahan adalah sebuah sistem bernegara dan bermasyarakat? Khalifah bukan perantara antara kita dengan Sang Pencipta. Secara alamiah, semua makhluk hidup memerlukan kepemimpinan untuk bersama-sama bisa bergerak ke satu arah. Bukankah dalam rumah tangga ada kepala keluarga? Bukankah ketika kita shalat pun ada yang bertindak sebagai imam? Lalu apakah salah ketika kita memilih sistem kekhalifahan?
@Ryan M.: manusia selain sebagai individu, juga mahluk sosial. Mereka bertemu berkumpul dan berorganisasi. Dalam skala kecil keluarga, dalam skala besar negara.
Untuk apa mereka berorganisasi? untuk mengatur kepentingan mereka bersama, mengatasi konflik diantara mereka dan bekerja sama menggabungkan nilai tambah tiap anggotanya untuk mencapai sesuatu yang tak mungkin mereka hadapi secara individu.
Apa yang dihadapi negara? memastikan warganya bisa makan, berpakaian, sekolah, punya kesempatan kerja, terjamin keamanannya, penegakan hukum yang adil dan sebagainya. Agama juga termasuk yang mungkin perlu diperjuangkan negara. Kenapa mungkin? karena agama bukan yang vital.
Tanpa kecukupan makan dan pakaian, negara bisa kacau, bisa bubar.
Tanpa sekolah dan kesempatan kerja, dengan cepat negara tersebut kalah bersaing dan bangkrut.
Tanpa keamanan dan penegakan hukum yang adil, kejahatan dan penindasan meraja, bisa bubar negara.
Tanpa agama? keadaan jadi beda, tapi hidup akan tetap berjalan, negara tetap berlangsung.
Agama mungkin bagian hidup yang penting bagi individu, tapi bukan bagi negara. Negara nggak urus kebutuhan agama akan aman-aman saja, sedangkan negara nggak urus kebutuhan pangan akan segera runtuh. Agama hanyalah hal kecil dan dan gak penting bagi negara.
Agama tidak menyediakan rumus tentang berapa persen anggaran untuk pangan, pendidikan, riset, penegakan hukum, tentara dan lain-lain. Anda tidak akan menemukannya dalam kitab suci manapun. Kalaupun ada yang bilang ada aturan dalam Islam, sebenarnya itu hanya stempel atas ijtihad orang Islam dan bukan solusi dari Qur’an.
Jika agama tak tahu caranya mengatur fiscal, neraca perdagangan, pengadaan pangan, riset kelautan, strategi perang, ujian nasional, pembangunan infrastruktur; maka untuk apa menempatkan agama sebagai acuan bernegara?
Apakah hanya untuk menggenapi sabda Nabi: hancurlah segala sesuatu bila diserahkan kepada yang tidak kompeten? (lihat peringkat tertinggi negara gagal dunia yang di pegang Somalia yang mendeklarasikan diri sebagai negara syariah)
Jadi bernegara adalah menghadapi masalah kongkrit semua warga negara, untuk itu dibutuhkan solusi kongkrit tepat guna. Dan itu tak ada dalam agama (dalam versi Islam: khilafah).
Setuju setuju mas judi. aku cerita sedikit setelah muter beberapa negara. ternyata pemimpin yang paling hebat adalah Indonesia (Soekarno) bukan muhammad. SAW. pemimpin ini bisa menyatukan berbagai suku,bahasa, kepulauan bahkan latar belakang agama dan budaya. dia tidak menggunakan versi khllafah (Iso bubar dan perang nanati semua di suruh beragama islam. islam sendiri pecah morat marit dan gelut dewe2 dengan membawa kebenarannya masing2) jadi tetap saya anggap kalau negara menggunakan sistim khilafah kembali ke zaman purba dan bar-bar
Mas Judhi yth,
Sy jadi kepikiran juga tentang bgmn cara saudara2 kita di HTI dan lain2 yg setiap hari ngomongin khilafah2 terus, utk mewujudkan cita2nya itu?
Mereka tdk membuat suatu partai resmi, hanya berkoar2 tdk terarah. Apakah mereka berpikir utk merebut kekuasaan dengan kekerasan/jihad?
Kalau mmg itu rencananya, saya menentang dengan keras. Hidup di Indonesia masih jauh lebih menyenangkan drpd di Timur Tengah dimana nyawa tdk ada harganya. Di sini sy sewaktu kecil dulu masih bisa bercita2 utk jadi apa nanti kalau sudah besar. Dan sy msh bisa menanya anak2 sy mereka mau jadi apa nantinya. Tdk terbayangkan Indonesia akan jd lautan darah dgn teror bom/pistol/pedang tiap hari spt Libya, Irak, Suriah dll (jujur sy paling ngeri dgn pedang itu..)
Saudara2 sebangsa, kawan2 semua. Sy hanya bisa menghela nafas panjang setiap hari melihat nafsu berkuasa org2 “Islam” spt itu. Sulit mmg membuka mata dan hati org2 yg ktnya telah memegang kebenaran..
Sy sangat menghargai upaya Mas Judhi berupa tulisan2 yg sangat mencerahkan ini. Mau rasanya saya buat billboard di jalan2 “BACALAH NONTONDUNIA BERAMAI2..” agar satu dua kawan2 itu terketuk dan melembut hatinya.
Bravo Mas, lanjutkan..
@Dodi_StartAllOverAgain: terima kasih atas dukungannya…
Salah satu dogma kelompok ini adalah: Demokrasi dan HAM adalah sistem kufur, haram mengambil, menerapkan, dan mempropagandakannya.
Dengan alasan itu, mereka tidak mau membentuk partai politik untuk bersaing dalam pemilu – itu sistem haram bagi mereka.
Karena prinsip itulah, mereka bersemangat sekali setiap melihat ada yang salah dengan pemerintah. Mereka tidak hendak membantu memberikan solusi, melainkan berusaha sekuat tenaga meyakinkan orang lain bahwa sistem yang sekarang bobrok dan tak bisa diharapkan, sebagai gantinya adalah menyerahkan kuasa ke tangan mereka (dengan Khilafah) agar semuanya beres.
Kalau toh terpaksa untuk menerima sistem demokrasi dan HAM; mereka menganggapnya sebagai hal yang darurat, sebagai taktik. Begitu mereka berkuasa mereka segera menggantikannya dengan sistem otoriter syariah.
Sikap senada bisa kita lihat dari pernyataan salah satu Ketua MUI tentang demokrasi dan Pancasila sebagai berikut:
http://asdinurkholis.wordpress.com/boleh-dibaca/pancasila/kh-cholil-ridwan-demokrasi-pancasila-sebagai-tumpangan-sementara/
Untuk menangkalnya?
Gak usah melarang mereka, kita hanya perlu membuka fakta-fakta sejarah dan memberi alternatif pemikiran kepada kelompok muda…
Biarkan mereka dengan kecerdasannya bisa memilih yang terbaik.
Sederhana aja pemikiran saya, jelas namanya hukum syariah yang di sadur dari salah satu agama/keyakinan , implementasi di lapangan jelas akan mendiskriditkan keyakinan minoritas (sudah bisa dipastikan itu). Karena sumbernya dari salah satu keyakinan, yang beda keyakinan jelas di anggap melenceng atau salah, bahkan membangkang. Sudah bisa dipastikan juga disini akan hilang toleransi dan saling hormat menghormati. Contoh di lapangan dilarang mengucapkan hari besar keyakinan lain, di larang merayakan hari besar selain hari besar keyakinannya dan di anggap kegiatan yang di luar keyakinannya melanggar hukumnya. Di aceh non muslim disuruh menhormati mayoritas dengan menyarankan mengunakan jilbab (jelas pelanggaran berat itu) biarpun menyarankan, tapi tidak pantas untuk disampekan, laki2 tidak boleh mengenakan celana pendek menurut syariah islam yang di terapkan di aceh, waduh kok jadi rumit banget hukum syariah ini. Bunga bank riba, kalau bank syariah tidak, apa2an ini hanya beda menyebut dan teknik pembukuan. Kalau demokasi saya menganggap sangat relevan karna kesetaraan dan kebebasan individu dihormati, cuma dikarenakan tidak patuhnya pemegang kekuasaan atau kedisiplinan aparat, tejadi kebocoran ketidakadilan. yang kaya selalu dibela karna mampu membayar. Tapi kalau semuanya disiplin dengan kesepakatan demokrasi tadi, jelas demokrasi lebih baik dan lebih manusiawi.
@Audrey: Setuju!
Kita juga bisa lihat sejarah. Betapa masyarakat Eropa membuang negara agama (Islam dan Kristen) karena terbukti kalah bersaing dengan negara sekuler dalam memajukan masyarakatnya.
Kita perlu bersyukur juga bahwa ada Aceh yang menjadi etalase sistem syariah. Yang gak mau belajar dari sejarah biar bisa melihat sendiri betapa tidak ada sama sekali manfaatnya bila agama ikut campur dalam pemerintahan.