Pada tulisan sebelumnya  Islam Awal 1: Teka-Teki Baru, para ahli mendapati bahwa sejarah awal Islam sebagaimana yang diketahui selama ini, mengandung beberapa masalah bila dihadapkan dengan beberapa teemuan baru dan analisa yang dilakukan di masa belakangan ini.

Jika keraguan itu ada, apakah ada tafsir lain tentang awal Islam yang cocok dengan berbagai penemuan belakangan ini?

Ada banyak tafsir dari para ahli.

Ada kelompok konservatif yang mempertahankan tafsir dari ulama-ulama terdahulu serta mengatakan sumber-sumber dari luar Islam juga mempunyai problem sendiri.

Di sisi seberangnya ada kubu revisionis yang menolak sama sekali sumber-sumber Islam karena problem pada sumbernya. Di sisi yang ekstrim bahkan sampai menyimpulkan bahwa bahkan Nabi Muhammad dan sejarahnya tidak lain hanya sesuatu fiksi.

Sementara itu, saya hanya tukang baca. Berdasarkan yang saya baca, saya akan coba tuliskan yang saya anggap bisa mewakili sudut pandang saya. Silakan dibaca dengan santai, karena untuk yang serius, biarlah itu menjadi jatah yang lebih ahli.

Saya akan mendongeng dalam 3 tulisan terpisah. Tentang gerakannya, pendorongnya, serta bagaimana sampai menjadi Islam yang kita kenal sekarang

Terseraknya Bangsa Yahudi

Pada tahun 70M Romawi berhasil menghancurkan secara telak pemberontakan Yahudi yang telah berlangsung selama 4 tahun, ini adalah yang kesekian kalinya bangsa Yahudi berontak dan gagal mengusir penjajah Romawi dari Yerusalem.

Pertempuran pada pemberontakan ini begitu dahsyatnya, Kuil Sulaiman yang menjadi pusat religius bangsa Yahudi hancur lebur, sekitar 1,1 juta orang Yahudi tewas dan 97 ribu orang ditangkap sebagai budak. Sisanya terusir keluar kota Yerusalem dan dilarang kembali. Itu adalah hari duka cita yang sangat pedih bagi bangsa Yahudi, kehilangan kota dan kuil yang menjadi simpul ikatan religius dan nasional mereka dan terlunta-lunta terusir dari tanah kelahiran mereka.

Sisa-sisa bangsa Yahudi terserak mengungsi ke berbagai arah, gelombang pengungsi ini tercatat membentuk koloni di Persia, Iraq, sekitar sungai Eufrat, Adiabene (Kurdistan) dan wilayah Arab.

Penghancuran Kuil Yerusalem oleh Romawi, lukisan Fancesco Hayez 1867

Perpecahan Agama Para Pengungsi

Agama Yahudi yang dibawa para pengungsi itu adalah agama yang memiliki ritual yang pelaksanaannya sangat terikat dengan Kuil Yerusalem, menjauhkan mereka dari Yerusalem membuat guncangan yang besar pada agama mereka.

Di era di mana transportasi masih susah dan tak ada metode komunikasi yang bisa mengatasi jarak, maka seolah-olah tiap komunitas itu terisolasi satu dengan yang lain dan mulai berkembang menuju arah yang berbeda-beda.

Sebelum terusir dari Yerusalem, sebenarnya umat Yahudi mengalami perselisihan pendapat diakibatkan oleh munculnya Yesus yang mengaku sebagai Mesiah Allah.

Yesus menggoncangkan kemapanan posisi para pemuka Yahudi, yang bagi Yesus sudah tenggelam para ritual dan formalitas beribadah, hingga melupakan keberpihakan agama pada kebenaran dan masyarakat lemah. Yesus akhirnya disalib oleh penguasa Romawi pada tahun 33M, namun kemunculannya sudah menimbulkan perpecahan yang tak bisa terobati pada para penganut agama Yahudi.

Secara umum akibat munculnya Yesus, umat Yahudi terpecah menjadi 2 kelompok yaitu kelompok yang mengakui Yesus sebagai Mesiah (al-Masih) Allah dan yang menolaknya.

Proses perpecahan ini pada akhirnya mengeras menjadi terpisahnya agama Yahudi menjadi dua. Yang menerima Yesus sebagai Mesiah menjelma menjadi agama Kristen sedangkan yang menolaknya tetap seperti sedia kala sebagai penganut Yahudi.

Akan tetapi setelah menjelma menjadi agama sendiri, di antara kaum Kristen sendiri juga terjadi berbagai macam perpecahan yang tak kalah peliknya.

Ada perpecahan tentang status Yesus, apakah manusia biasa atau memiliki status ketuhanan. Ada juga perpecahan tentang apakah Yesus mengajak mempertahankan hukum Taurat atau menggantikannya dengan hukum yang baru (yang dikabarkan melalui Paulus).

Perpecahan ini menimbulkan berbagai aliran Kristen dan berbagai variasi pandangan mereka mengenai Tuhan, Yesus, Hukum Agama dan kitab Injil yang menjadi pegangan mereka.

Perpecahan ini coba diselesaikan oleh para pemuka Kristen dalam konsili Nicea pada tahun 325M. Pada konsili ini ditetapkan bahwa Yesus memiliki substansi yang sama dengan Allah Bapa, dan menentukan mana aliran serta mana Injil yang diakui serta mana yang dianggap sesat.

Yahudi dan Kristen di Arab

Kelompok Kristen dan Yahudi ini juga hidup di kota Mekkah dan Madinah, hidup berdampingan dengan kelompok agama pagan Arab yang sudah ada sebelumnya.

Komunitas Kristen yang ada di sana adalah dari aliran Ebionite. Mereka ini oleh Konsili Nicea digolongkan sebagai Kristen yang sesat karena masuk dalam kelompok Kristen yang tidak mengakui ketuhanan Yesus.

Namun dari sisi pandangan kelompok Ebionite ini, justru Kristen Konsili Nicea itulah yang sesat karena mereka mengatakan Tuhan punya anak dan menuhankan Yesus. Kelompok ini juga mempertahankan hukum Taurat dan mengecam keras pemuka Kristen mainstream yang mengajarkan ajaran Paulus, yang tidak lagi mempertahankan hukum Taurat. Mereka menggunakan Injil yang berbeda dengan yang sudah ditetapkan sebagai Injil yang sah oleh Konsini Nicea.

Yang membedakan kelompok Kristen ini dengan kelompok Yahudi hanyalah sikap mereka terhadap Yesus. Kristen Ebionite ini menerima Yesus sebagai Nabi (Mesiah) mereka, sedangkan kelompok Yahudi tidak mengakuinya.

Dengan kemiripan dua kelompok ini, beberapa literatur klasik Islam kadang menyebut seorang tokoh di masa itu sebagai Yahudi, kadang Kristen. Para sejarawan barat menggolongkan kelompok Ebionite ini dalam kelompok Jewish-Christian.

Dalam peribadatan, kelompok Kristen ini dan Yahudi menjalankan ritual yang hampir sama. Melakukan shalat, berpuasa, tidak makan babi, menjauhi alkohol, berkhitan bagi laki-lakinya dan berbagai macam ketentuan Taurat yang lain.

Nabi Yang Tak Asing

Pada sekitar tahun 610M, di Makkah muncul Rasulullah Muhammad yang memimpin gerakan keagamaan.

Gerakan ini bagi kelompok Yahudi dan Kristen tidak dianggap asing oleh mereka karena menggunakan apa-apa yang sudah dikenal dalam agama mereka. Mereka menyembah Allah Ibrahim dan Musa, mengakui kenabian semua Nabi-nabi dari kitab Yahudi dan Kristen, mereka menjalankan ritual yang mirip dengan apa yang Taurat ajarkan. Seolah-olah gerakan yang dipimpin Muhammad adalah kelanjutan yang wajar dari keyakinan Kristen mereka. Bukan sesuatu yang asing.

Rasulullah mengajarkan kesungguhan dalam penyembahan kepada Allah, pentingnya berlaku adil dan berbuat baik, ketaatan menjalankan ritual agama, menolak penindasan kepada kelompok-kelompok yang lemah dan sebagainya. Secara umum ajaran Rasulullah tidak memperoleh tentangan yang bersifat keagamaan dari kelompok Kristen dan Yahudi yang sudah ada.

Perlawanan Kepada Muhammad

Rasulullah mulai mendapatkan musuh ketika ia menyerukan monoteisme yang keras, menyerukan penentangan penyembahan dewa-dewa agama politeisme yang tidak memiliki kekuasaan mutlak sebagaimana kekuasaan Allah. Muhammad menyebut agama-agama politeisme Arab itu sebagai agama penyembahan berhala.

Bersama dengan itu Rasulullah menyerukan penegakan hukum Allah untuk menggantikan hukum adat lama yang dirasa tidak lagi memperjuangkan keadilan bagi kelompok-kelompok yang lemah dan tertindas.

Penguasa kota Mekkah tentu tak setuju dengan ajaran Rasulullah ini. Menyetujuinya berarti mengguncangkan urat nadi perekonomian kota Mekkah serta tatanan sosial politik yang dalam kekuasaan mereka.

Ka’bah di kota Mekkah adalah pusat ziarah ibadah terbesar para penganut politeisme dari segala penjuru Arab. Para penganut Politeisme dari berbagai aliran dan mazhab menempatkan patung dan lambang para dewa dan sesembahan mereka di dalam Ka’bah. Mereka melakukan ritual tawaf yang berpusat di bangunan itu.

Secara ekonomis penguasa Mekkah mendapatkan keuntungan dari kedatangan para peziarah tersebut dengan menyediakan akomodasi dan berbagai perlengkapan ritual bagi mereka. Datangnya para peziarah berarti menciptakan aktivitas perdagangan yang sangat menguntungkan kota Mekkah.

Mekkah bukanlah kota yang berada di lahan subur, di mana pertanian dan  peternakan bisa berkembang baik. Melarang politeisme berarti memotong salah satu urat nadi ekonomi warga dan sumber kekuasaan penguasa kota Mekkah.

Segera Rasulullah menjadi musuh yang nyata bagi penganut politeisme dan penguasa Mekkah, mereka menggerakkan intimidasi dan teror untuk menghentikan dakwah Rasulullah.

Setelah mendapati bahwa tekanan dan teror penguasa kota sudah tak bisa diterima lagi, Rasulullah dan pengikutnya hijrah memulai kehidupan baru ke kota Yathrib (yang selanjutnya disebut Madinah – kota Nabi). Kota ini dipilih karena di kota ini sudah terdapat komunitas kuat yang menerima dakwah yang dibawa Rasulullah.

Umat Mukmin

Setibanya di Madinah, langkah politis yang pertama kali dilakukan Muhammad adalah membentuk perjanjian politik yang menyatukan Muhammad dan pengikutnya dari Mekkah dengan kelompok masyarakat yang ada di kota Madinah.

Perjanjian politik ini populer dengan sebutan Piagam Madinah. Dalam perjanjian ini, berbagai kelompok masyarakat yang berbeda di kota Madinah menyatakan diri sebagai kesatuan umat di bawah kepemimpinan Muhammad dan selanjutnya disebut Umat Mukmin –  komunitas kaum beriman.

Umat Mukmin awal ini terdiri dari pengikut Rasulullah dan 8 klan Yahudi yang ada di Madinah.

Kenapa kaum Kristen Madinah tidak disebut? sepertinya karena kemiripan antara kelompok Yahudi dan Kristen, hingga penulis awal Muslim tidak membedakan dengan jelas penyebutan kelompok Kristen dan Yahudi di Arab. Hal ini juga bisa dilihat pada kisah yang melibatkan Waraqah ibn Naufal yang merupakan sepupu Khadijah (istri Rasulullah), dia kadang disebut sebagai seorang Kristen tapi di kisah yang lain disebutkan sebagai seorang Yahudi.

Kepemimpinan Rasulullah terbukti sangat efektif, dengan cepat masyarakat Madinah yang selama ini terpecah oleh pertikaian di antara mereka, bisa bersatu dalam ikatan Umat Mukmin. Masyarakat Madinah kini siap untuk bergerak bersama dalam komando Rasulullah.

Menegakkan Hukum Allah di Kota Suci

Di kota Madinah, Rasulullah berhasil mewujudkan salah satu pencapaian penting, menegakkan masyarakat yang diatur dengan hukum-hukum Allah, menggantikan tradisi lama Arab.

Tapi itu belum cukup, ada dua tempat yang menjadi tujuan penegakan hukum Allah berikutnya bagi Rasulullah dan Umat Mukmin.

Yang pertama adalah kota Mekkah, pusat ziarah terbesar penyembah berhala seluruh bangsa Arab, kota yang dulu telah mengusir Rasulullah.

Yang kedua adalah kota Yerusalem, ibukota tanah yang dijanjikan Allah, tempat kuil Sulaiman (masjid al-Aqsa), kota di mana dulu para penyembah berhala mengusir kaum beriman darinya.

Menaklukkan Mekkah, Menghancurkan Agama Berhala

Mekkah adalah kota yang hidup dari perdagangan dan  ziarah religius para penyembah berhala, untuk itu mereka memiliki hubungan yang erat dengan kota-kota serta suku-suku nomaden di sekelilingnya serta pusat perdagangan di wilayah Arab dan sekitarnya. Jalur perdagangan yang aman serta hubungan yang erat dengan kota-kota serta suku-suku nomaden sumber penziarah adalah vital bagi kota Mekkah.

Untuk menguasai Mekkah, maka Rasulullah mulai melakukan gangguan pada kafilah perdagangan yang menuju atau keluar dari Mekkah. Perang Badar sebagai perang pertama yang dimenangkan umat mukmin adalah perang yang bermula saat Umat Mukmin berusaha menyergap kafilah dagang yang menuju Mekkah.

Taktik lain yang dilakukan adalah membujuk suku-suku nomaden yang selama ini melindungi jalur perdagangan Mekkah untuk bergabung dengan gerakan Umat Mukmin, juga kota-kota perdagangan yang selama ini menjalin hubungan dagang dengan Mekkah untuk berpihak pada gerakan Umat Mukmin. Jika mereka menolak dan memilih berpihak pada penguasa Mekkah, memeranginya dan mengalahkannya.

Strategi ini berhasil.

Jalur perdagangan Mekkah tidak lagi aman dan kota Mekkah secara berangsur mulai kehilangan dukungan dari kota-kota lainnya serta suku-suku nomaden Arab. Berbagai langkah dilakukan penguasa Mekkah untuk menghancurkan gerakan yang dipimpin Rasulullah, termasuk serangan militer langsung ke kota Mekkah yang berakhir dengan kegagalan.

Setelah 8 tahun terusir, melalui 71 pertempuran besar maupun kecil, akhirnya Rasulullah menunjukkan superioritasnya di hadapan penguasa Mekkah.

Penguasa Mekkah yang tersumbat urat nadi ekonominya serta kehilangan dukungan dari suku-suku nomaden serta kota-kota di sekelilingnya, mulai menghadapi kenyataan bahwa kekuatan Umat Mukmin kini tak lagi mampu dihadapi oleh penguasa kota Mekkah.

Pada tahun 630M, ketika Rasulullah beserta 10 ribu pendukungnya akan masuk kota Mekkah, maka Abu Sufyan sebagai penguasa Mekkah memilih tidak melakukan perlawanan, serta menyatakan bersedia tunduk di bawah Muhammad.

Ketika Umat Mukmin memasuki Mekkah, semua berhala yang ada di Ka’bah dihancurkan. Muhammad menyerukan pengampunan umum bagi seluruh penduduk Mekkah, namun melarang praktek penyembahan berhala serta melarang para penyembah berhala dari manapun datang dan melakukan ritual mereka di Ka’bah.

Ka’bah tidak dihancurkan, namun fungsinya pusat peribadatan berbagai macam aliran agama dan tempat berbagai macam lambang sesembahan para penyembah berhala diganti sebagai pusat ritual hanya untuk ajaran yang dibawa Muhammad. Ka’bah yang dulunya menjadi “Rumah” bersama para dewa, kini hanya menjadi “Rumah” Allah.

Fungsi Ka’bah sebagai sumber penghidupan kota Mekkah dari kunjungan peziarah juga tidak dihancurkan. Dengan di bawah kendali Muhammad, ibadah haji yang dulu pesertanya dari para penyembah berhala digantikan oleh umat pengikut Muhammad.

Lautan umat Islam melaksanakan ritual Haji di Ka’bah, yang dulu pernah menjadi pusat penyembahan berhala.

Sebagai kelanjutan penghancuran pusat penyembahan berhala, Rasulullah kemudian mengirimkan berbagai ekspedisi untuk menghancurkan pusat-pusat pemujaan Dewa di seantero Arab.

Rasulullah juga merangkul bekas penguasa Mekkah sebagai pembantu kepercayaannya. Dalam ekspedisi penghancuran patung Dewa al-Lat, Rasulullah menugaskan Abu Sufyan yang sebelumnya adalah penguasa kota Mekkah sebagai pimpinan pasukan.

Segera setelah menghapus berhala dari Mekkah, dewa-dewa bangsa Arab, al-Lat, al-Uzza, Manaf, Sawa dan Yaguth akhirnya terusir pula dari tanah Arab.

Menuju Yerusalem

Setelah menyapu bersih berhala dari tanah Arab, mengubah Mekkah dari kota suci penyembahan berhala menjadi kota suci ajaran Rasulullah, serta merangkul penguasa Mekkah; maka sasaran berikutnya adalah mengembalikan kesucian kota Yerusalem dan menjadikannya di bawah kuasa Umat Mukmin.

Pada saat tersebut Yerusalem berada di bawah penguasaan kekaisaran Romawi yang sangat kuat, superpower dunia saat itu.

Beberapa konflik bersenjata mulai dirintis Umat Mukmin untuk mengusik Romawi, tercatat ada perang Mut’ah, Perang Tabuk dan penyerangan ke Moab serta Darum yang merupakan wilayah di seputar Yerusalem.

Tapi sebelum usaha penaklukan Yerusalem tercapai, pada tahun 632M, Rasulullah Muhammad meninggal setelah sakit selama beberapa hari.

Setelah Rasulullah Muhammad meninggal, terjadi perpecahan di antara para pengikutnya.

Ada perselisihan tentang siapa yang berhak memimpin sebagai penggantinya, beberapa kelompok ada yang kembali menyembah berhala serta ada kelompok lain yang menolak membayar zakat (pajak) kepada pengganti Rasulullah.

Berbagai persoalan ini mengakibatkan Abu Bakar sebagai Amirul Mukminun (pemimpin Umat Mukmin), pengganti Rasulullah, disibukkan oleh berbagai ekspedisi militer untuk menindak para pembangkang. Usaha merebut Yerusalem menjadi terabaikan oleh aktivitas konsolidasi Umat Mukmin.

Baru setelah Umar Bin Khattab dipilih sebagai Amirul Mukminun menggantikan Abu Bakar yang wafat, usaha merebut Yerusalem dilanjutkan.

Pada tahun 637M, setelah berhasil menghancurkan pasukan Romawi di berbagai wilayah di seputarnya, Yerusalem berhasil diputuskan hubungannya dengan pusat kekuasaan Romawi.

Setelah melihat tak ada harapan untuk melawan, pemimpin Kristen dari Yerusalem, Patriach Sophronius dari Yerusalem memutuskan mengabaikan sisa kekuatan Romawi di kota itu dan kemudian mengundang Umar bin Khattab untuk menerima penyerahan kota Yerusalem kepada Umat Mukmin secara damai.

Umar dipandu Patriach Sophronius memasuki kota Yerusalem, mengunjungi berbagai bangunan suci di kota itu serta mengunjungi bekas Kuil Sulaiman (yang disebut Masjid al-Aqsa oleh Rasulullah), di dekat tempat itu Umar mendirikan masjid baru – Masjid Umar.

Kemenangan Umar ini juga merupakan saat yang sangat membahagiakan umat Yahudi, bekas Kuil Sulaiman yang sudah ratusan tahun dijadikan tempat pembuangan sampah, dibersihkan oleh Umar dan kembali dijadikan tempat terhormat. Umar juga mencabut larangan bagi umat Yahudi untuk memasuki dan tinggal kembali ke kota Yerusalem. Jatuhnya Yerusalem ke tangan umat mukmin merupakan kemenangan yang indah pula pula bagi umat Yahudi.

Muhammad, Sebuah Kisah Kemenangan

Wilayah kekuasaan Umar Bin Khattab

Ketika melihat wilayah yang dikuasai Kaum Mukmin pada saat pemerintahan Umar bin Khattab, maka kita melihat sebuah wilayah yang sangat luas. Kaum Mukmin telah menelan semua wilayah imperium Persia dan 2/3 wilayah imperium Romawi. Sebuah imperium baru.

Sebuah pencapaian yang luar biasa dari gerakan yang dibentuk seorang yang memulainya tanpa kekuasaan apa-apa, dan dalam waktu sekitar 30 tahun membentuk sebuah imperium baru.

Kisah Muhammad yang terusir dari Mekkah dan masuk lagi sebagai penguasa, serta kisah bangsa Yahudi yang terusir dari Yerusalem dan berhasil kembali padanya. Sebuah kisah sukses yang luar biasa.

Bagaimana Umat Mukmin mencapainya? Apa penggeraknya? akan saya tulis dalam tulisan berikutnya.


Bacaan: