Tuhan Dan Evolusinya

Tuhan dan evolusinya? kurang ajar benar sampeyan… memangnya Tuhan itu semacam mahluk yang butuh evolusi untuk bisa sempurna? Tuhan adalah sempurna sejak dari alam ini belum diciptakan hingga kelak saat alam ini berakhir. Ia tidak butuh berubah karena Ia sudah sempurna.
Baiklah kalau tidak setuju istilahnya, saya tidak akan membahas evolusi Tuhan. Sebagai gantinya saya akan membahas berbagai jenis Dewa-Dewi yang dikenal dalam kebudayaan manusia.
Dewa Penguasa Binatang
Ini adalah tipologi Dewa paling awal yang dikenal manusia. Dewa bersosok setengah manusia dan setengah binatang ini terekam pada lukisan di dinding gua-gua prasejarah.
Dewa Penguasa Binatang ini sangat sesuai dengan masyarakat pendukungnya yang merupakan masyarakat semi nomaden pemburu dan peramu yang tiap hari harus berhadapan dengan resiko perburuan dan menghadapi binatang buas.
Pada Dewa Penguasa Binatang inilah manusia memohon agar mereka sukses dalam berburu dan selamat dari terkaman binatang pemangsa.

Totem suku Indian Ketchikan Alaska yang melambangkan Roh Rajawali
Kita dapat melihat sosok Dewa ini pada kepercayaan Shamanisme yang berkembang di suku-suku pemburu yang pernah ada di seluruh dunia.
Sedangkan pengambaran fisiknya terdapat pada lukisan-lukisan dinding purba yang menggambarkannya sebagai manusia berkepala hewan. Di suku Indian Kanada sosoknya kita dapati sebagai Roh Rajawali yang selalu dipahat di posisi teratas totem mereka.
Dewi Kesuburan
Ketika manusia berhasil menjinakkan binatang untuk dijadikan ternak dan bertani, mereka mulai membangun pemukiman dan meninggalkan kehidupan nomaden sebelumnya.
Mereka menjadi lebih tergantung kepada hasil pertanian dan peternakan sehingga Dewa Penguasa Binatang tidak lagi penting dan digantikan oleh kekuasaan yang bisa mengendalikan keberhasilan hasil tani mereka.
Kehidupan hiruk-pikuk bertarung mengejar buruan dan menghindari binatang buas telah digantikan oleh hidup bertani yang aman dan tenang.

Patung Dewi Kesuburan yang berasal dari era Neolithic
Dewi Kesuburan merupakan sesembahan penting pada era ini. Di sepanjang Eropa banyak peninggalan era Neolitik, dimana pertanian dan pemukiman mulai berkembang, yang berupa patung pemujaan yang bersosok wanita sebagai lambang kesuburan, kedamaian dan pemeliharaan.
Dewa Perang
Ketika teknologi pengolahan logam sudah bisa menghasilkan senjata dengan mutu baik, dan penggunaan kuda sebagai tunggangan jelajah, beberapa kelompok manusia menyadari bahwa dengan senjata mereka tidak perlu lagi bersusah payah bekerja dan menunggu panen hasil pertanian mereka. Dengan senjata perangnya, mereka merampok kelompok lain yang lebih lemah.
Dewa yang melambangkan kekuatan, kejantanan, penaklukan menjadi lebih dominan. Kasta prajurit merupakan tulang punggung untuk kemakmuran masyarakat dan mempertahankannya.

Dewa Indra mengendarai gajah berkepala tiga Airavata diabadikan di kuil Banteay Srei, Kamboja
Pada sekitar 1500 SM, Dewa Indra yang merupakan dewa perang dan badai bersama Dewa-Dewa agresif lainnya menjadi pusat pemujaan bangsa Arya pada saat mereka menjelajah dan memperluas wilayah mereka hingga ke India.
Dewa Muram
Di wilayah Yunani banyak penguasa yang silih berganti saling menyerang dan berebut kuasa menimbulkan gambaran yang muram tentang para Dewa.
Para Dewa yang tinggal di puncak Olympus digambarkan mempunyai sisi muram dalam kehidupannya. Para Dewa adalah semacam manusia super yang abadi yang sibuk dengan kehidupan mereka sendiri. Masing-masing dewa itu terjebak dalam tragedi masing-masing.

Pahatan di kuil Parthenon yang menggambarkan Dewa Poseidon, Dewa Apollo dan Dewa Artemis dalam kehidupan sehari-hari para dewa
Para Dewa terlibat dengan berbagai intrik diantara mereka sebagaimana manusia juga. Berbagai cerminan watak manusia ada di karakter para Dewa itu. Ada yang baik hati, lembut, penyayang, tapi banyak juga Dewa dengan watak kejam, culas dan tidak berperasaan.
Secara spiritual mereka melihat kehidupan dan tragedi para Dewa itu sebagai penguat mereka untuk menghadapi dunia yang tak terduga dan mungkin penuh tragedi.
Jika para Dewa yang super saja bisa mengalami berbagai kemalangan, maka sebagai manusia, mereka harus siap menghadapi kemalangan dan kegembiraan dengan wajar.
Para Dewa tidak diharapkan mengajarkan aturan kehidupan manusia, manusia hanya diharapkan mengambil teladan kehidupan dari para Dewa.
Dewa Raja
Ketika kerajaan-kerajaan besar mulai berdiri dengan wilayah yang semakin besar, mulai diperlukan pengorganisasian dan delegasi kekuasaan yang rumit. Para raja mulai membentuk organisasi kenegaraan dengan wewenang yang ditentukan. Mulai timbul peraturan-peraturan tertulis untuk mengatur segala sesuatunya. Ada ganjaran dan hadiah ditentukan untuk memastikan aturan-aturan tersebut ditegakkan.
Jika pada era sebelumnya para Dewa sibuk dengan urusannya sendiri dan dimintai tolong sesuai dengan keahliannya yang spesifik, maka pada era ini timbul Dewa utama yang berkuasa bagaikan raja.
Dia berkuasa sendirian, ia mempunyai aparat (malaikat) yang ia beri kekuasaan adikodrati terbatas untuk mengikuti kehendaknya.
Dewa Raja mengatur segalanya, bahkan menciptakan segalanya (hal yang tidak dikenal pada tipe dewa lainnya). Alam semesta ini berjalan teratur hanya karena menuruti kehendak sang Dewa Raja.

Allah, Raja di langit saat menciptakan Adam dalam lukisan Michelangelo
Manusia juga hanya bisa bahagia dan selamat jika ia mengikuti aturan dari sang Dewa, karena hanya Dewa yang tahu aturan paling cocok bagi ciptaannya. Dewa Raja juga menyediakan ganjaran dan hadiah untuk menegakkan aturan-aturannya yaitu. Surga dan Neraka.
Dewa Raja memonopoli kekuasaan untuk memastikan semuanya berjalan tertib. Untuk itu Dewa Raja tidak menolerir adanya Dewa-dewa tandingan di kehidupan manusia.
Sebagaimana raja, Dewa Raja tidak terikat pada aturan yang ia buat sendiri. Hukum alam yang ia ciptakan, bila perlu akan ia langgar bagi kepentingan manusia (contohnya mukjizat para nabi).
Agama-agama Ibrahim (Yahudi, Kristen dan Islam) lahir dari era ini, sehingga Dewa Raja merupakan gambaran yang sangat cocok untuk Allah mereka.
Dewa Hukum Alam
Tidak selamanya kekuasaan para raja bisa memberikan kebaikan dain keteraturan bagi masyarakat.
Di China dan India, seringnya terjadi perang antar kerajaan dan banyaknya raja-raja yang tidak bisa memberi contoh yang ideal, membuat orang berpikiran bahwa raja bukanlah segalanya. Sistem dan penegakan aturan menjadi lebih penting dari sosok raja yang mungkin tak terduga.
Di China muncul Tao yang secara harfiah berarti “jalan” sebagai tujuan tertinggi manusia. Untuk mencapai kebahagiaan, manusia harus memilih jalan yang benar yang sesuai dengan harmoni alam atau hukum alam, bahkan Dewa-dewa jika masih mereka akui tunduk kepada hukum alam yang tak memihak..
Filsafat Feng-shui dapat kita ambil contoh. Tidak ada dewa yang perlu dibujuk untuk menuruti perintah kita.Untuk mencapai suatu tujuan kita harus menyesuaikan diri kepada hukum alam yang sesuai dengan tujuan tersebut. Kita mengendalikan elemen-elemen alam yang tidak berkepribadian untuk tujuan kita.
Di India, Buddha mengajarkan manusia untuk mencapai Nirvana, ini adalah semacam kebahagiaan sejati tak berbentuk. Buddha tidak berbicara tentang Dewa yang personal karena itu dianggap tidak penting.

Buddha yang mengajarkan disiplin rohani tanpa berurusan dengan Tuhan
Berbeda dengan filsafat China yang berusaha mengendalikan elemen alam untuk tujuan kita, Buddha mengajarkan mengendalikan pikiran dan kehendak manusia untuk mencapai kebahagiaan, karena kebahagiaan tidak berasal dari sesuatu diluar manusia.
Secara umum Dewa Hukum Alam tidak percaya ada kekuasaan tertinggi adikodrati yang bersifat personal. Tidak ada Dewa yang harus disembah atau dbujuk untuk membantu kehidupan kita didunia, sebagai gantinya kita harus mengubah diri kita atau memanfaatkan elemen-elemen alam untuk kepentingan kehidupan kita didunia.
Dewa Akhir Jaman, Masih Perlukah?
Pada masa lalu agama yang datang bersama konsep ketuhanannya sudah cukup untuk memberikan penjelasan atas segala sesuatu yang terjadi di alam. Ungkapan “Itu karena kehendak Tuhan” sudah cukup untuk menutupi segala ketidaktahuan kita.

Masih perlukah sosok Dewa yang mengendalikan semesta?
Saat ini sains dengan pasti mulai mengambil alih sebagian besar wilayah yang dulunya merupakan milik agama.
Ketika bencana alam terjadi, kita tidak lagi puas menerima pandangan bahwa itu adalah azab atau peringatan Tuhan, kita mencari tahu sebab-sebab ilmiah kenapa itu bisa terjadi.
Ketika kita sakit, kita tidak lagi puas dengan penjelasan tentang jin yang mengganggu kita, kita bisa mencari tahu ke dokter penyebab dan obatnya.
Ketika kehidupan kita sulit, kita tidak lagi puas dengan penjelasan bahwa kita kurang sedekah atau kurang ikhlas. Kita mulai mendengar para ahli manajemen dan motivasi untuk mengubah nasib kita dengan efektif.
Dengan penjelasan sains yang lebih memuaskan dibandingkan penjelasan bahwa Tuhan yang mengatur segalanya, masihkah relevan tipe Dewa Raja yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia?
Apakah pada saatnya akan muncul dewa tipe baru, misalnya Dewa Sains? atau bahkan apakah kita masih perlu Dewa?
oow, di jalanan saya kadang menemukan dewa2 baru dalam bentuk sticker dg tulisan "keluarga besar kopasus'" yg menempel pada kendaraan2 bermotor, bahkan saya pernah berkunjung kerumah berpagar tinggi yg disitu banyak menempel elemen3 TNI, mengesankan kalau penghuni rumah tsb. adalah anggota TNI, padahal tidak ada satupun penghuninya yg TNI. Itupun mungkin update dari jimat yg terbuat dari kulit harimau sampai kertas atau kain bertuliskan huruf arab yg dahulu marak di kampung2 Indonesia, dewa yg disesuaikan dg kebutuhan perkotaan.
Secara naluriah manusia adalah makhluk bertuhan, sejak dahulu hingga sekarang manusia selalu mencari Tuhan. Secara naluriah pula manusia merasa ada satu kekuatan yang mengendalikan lam semesta ini.
Ada betulnya bahwa konsep ketuhanan terus berevolusi sesuai perkembangan pengetahuan manusia. Dalam sejarah pemikiran Islam pun kita menemukan konsep-konsep pemikiran yang berbeda tentang Allah meskipun semuanya sama-sama bertolak dari doktrin tauhid. Pandangan ahli kalam berbeda dengan para sufi, pandangan Mu'tazilah berbeda dengan Asy'ariyah, pandangan Asy'ariyah pun berbeda dengan penganut mazhab Salaf. Di zaman yang sudah semakin canggih ini para ulama dan intelektual Islam seharusnya merumuskan kembali suatu teologi baru yang lebih mampu menjawab tantangan zaman. Sayangnya sepertinya tidak banyak yang tertarik melakukannya….
@Adif: benar sekali kita butuh teologi baru yang tetap bisa sejalan dengan kemajuan peradaban manusia. Sayangnya para pemuka agama banyak yang mengambil sikap defensif dan memusuhi upaya mencari tafsir baru agama.
Mas Judhi dapet salam dari Karen Amstrong…
@Edy: wa 'alaikum salaam… tanyain: kapan mampir?
kalo gitu tuhan yang bernama alloh itu sejatinya juga hasil evolusi. di masa depan tuhan bernama sain dan ini tidak butuh disembah tapi patut diikuti untuk kesejahteraan dan keselamatan manusia.
@Gelo: gambaran Tuhan memang berkembang sesuai dengan masyarakat pendukungnya, tidak terkecuali Tuhan Allah yang disembah agama-agam rumpun Ibrahim.
Terima kasih komentarnya.
hihihihi….susah dah kalaupengetahuan hanya berbasis copas, dan tidak rasional.sekali-kali belajar filsafat, olah dengan logika, pakai rasio, maka akan ketemu satu sosok yang disebut “Sebab awal” atau “Prima causa”. bila sudah, pelajari sains dengan benar, pertama ke fisika, bagaimana big bang terjadi, relativitas ruang waktu, kontanta2 fisika yang ada di alam semesta.tris pindah ke biologi, pelajari teori yang ada tentang evolusi. lalu coba gunakan logika dan pemahaman filsafat yang anda sudah pelajari itu ke dua ilmu itu.maka hanya orang yang tidak menggunakan akalnya yang tidak menemukan Tuhan.gak usah deh ngandelin kitab suci atau teori yang ada soal Tuhan, temukan sendiri.bukan cuma orang beragama yang bisa jumud /statis, atheis pun demikian. lihat betapa menyedihkannya stephen hawking yang meniadakan Tuhan karena keyakinannya bahwa big bang terbentuk tanpa campur tangan Tuhan, karena itu Tuhan tidak ada, big bang cukp berpegangan pada konstanta gravitasi..lalu kenapa ada konstanta gravitasi?kenapa besarnya bisa 6,67 x10-11 N ?kenapa konstanta lain seperti planck juga tetap?bukankah bila pembentukan alam semesta itu terjadi secara acak, maka perbedaan besaran konstanta bisa menghancurkan alam semesta ini?lalu bagaimana konstanta ditetapkan?bagaimana ketetapan konstanta2 fisika itu bisa menghasilkan alam semesta secara harmonis?siapa pun yang menggunakan akalnya, akan menemukan bahwa Tuhan telah menciptakan alam ini
lihat betapa menyedihkan richard dawkins yang berpendapat Tuhan itu hayalan karena meyakini evolusi mahluk hidup hanya dari asam amino.lalu bagaimana asam amino itu berwujud pada DNA?mana yang duluan, mahluk hidup atau genetiknya?bila mahluk hidup dulu<lalu bagaimana mereka bisa mengembangkan dirinya pertama2 tanpa DNA, bila DNA dulu, maka untuk apa DNA/RNA pertama itu?bagaimana bisa berkembang menjadi milyaran kode yang rumit dengan jutaan sifat /karakteristik bawaan?bahkan evolusi molekuler belum bisa menjawab ini!
kalau mau jadi atheis, belajar dulu.jamgan ikut2an.menemukan Tuhan gak perlu kitab suci, pake akal cukup.bila sudah ketemu, pake akal lagi untuk menemukan ajaran agama yang benar.jangan beriman sama mbah google…itu namanya nyontek.
@Freddie: anda menyarankan mempelajari sains dan filsafat untuk menemukan Tuhan, namun sayang sekali yang anda tunjukkan sama sekali tidak mendukung saran anda.
Anda sarankan belajar fisika, big bang, relativitas waktu, konstanta2 fisika, dan anda tunjukkan siapa teoritis fisika nomer satu sekarang: Stephen Hawking. Apakah anda tahu kesimpulan Stephen Hawking tentang Tuhan? “Tuhan tidak ada”
Anda sarankan belajar biologi, evolusi, DNA/RNA, dan anda tunjukkan siapa salah satu ahli biologi terkemuka sekarang: Richard Dawkins. Apakah anda tahu kesimpulan Richard Dawkins tentang Tuhan? “Tuhan hanyalah khayalan”
Anda juga menyebutkan filsafat untuk menemukan Tuhan, sayang anda tidak menyebutkan siapa tokohnya, tapi mungkin saya bisa sebut dua tokoh filsafat dalam Islam yaitu Al-Ghazali dan Ibn Rusyd.
Al-Ghazali pada mulanya mendalami studi filsafat, ia mendalami semua karya klasik filsafat Yunani maupun Islam. Tapi apa yang didapatkan dari filsafat? ia tidak mendapatkan Tuhan disana, dan itu membuatnya berbalik arah dengan menuliskan buku “Tahafutul Falasifah” yang merupakan kritik pedasnya terhadap filsafat. Karya inilah yang membuat pemikiran filsafat menjadi seperti barang haram di dunia Islam pada era berikutnya.
Ibn Rusyd juga mempunyai pandangan sama terhadap filsafat, baginya filsafat sama sekali tidak akan bisa menghantarkan manusia untuk menemukan Tuhan. Bagi Ibn Rusyd, Tuhan adalah pengalaman, filsafat dan wahyu tidak akan bisa menghantarkan manusia untuk menemukan Tuhan.
Jadi saran saya:
Jika anda ingin mencatut Stephen Hawking, silakan baca dulu bukunya “A Brief History of Time ” atau “The Grand Design”
Jika anda ingin mencatut Richard Dawkins, silakan baca dulu bukunya “The Blind Watchmaker”, “The God Delussion” atau “The Greatest Show On Earth”
Jika anda ingin mencatut ahli filsafat Islam, silakan baca karya Al-Ghazali, Ibn Sina atau Ibn Rusyd.
Kalau mau memberi saran, mohon pahami dulu apa yang akan anda sampaikan, anda bukan mesin fotokopi omongan orang lain bukan?.
Mungkin anda bisa lanjutkan ke tulisan saya berikut: Mana Jalan Ke Tuhan?
Terima kasih
Well said Mas Judhi.
sama halnya dengan ibadah untuk memuja/menyembah tuhan, itu adalah bentuk ritual yang memberikan kenyamanan bagi manusia untuk menumbuhkan keyakinan kepada tuhannya, sama juga hal-nya dengan mereka yang merasa nyaman melakukan yoga krn dipercya bisa memberikan manfaat buat kesehatan.
Tuhan ataupun Dewa tentu tidak akan pernah berubah karena sifat ke-abadiannya dan ke esaannya, yang berubah itu ciptaannya termasuk manusia, sejalan dengan perubahan itu maka penggambaran dan penafsiran tentang ketuhananpun bisa berubah tergantung kemampuan dan kebutuhan dari manusianya itu sendiri, Tapi semua itu hakekatnya sama yaitu percaya terhadap keberadaan Tuhan itu sendiri atau Hakekat Tuhan dengan nama namanya yang lain
@Putrayantha: percaya pada Tuhan sama tuanya dengan keberadaan manusia.
Akan tetapi apa dan bagaimana Tuhan? manusialah yang menciptakannya sesuai dengan kebutuhan dan pengetahuannya.
Terima kasih.
hihihihi… tema umum dari seorang Atheist adalah PEMBUKTIAN..
mengapa Tuhan tidak selalu MEMBUKTIKAN secara VISUAL Diri-Nya ADA????
mengapa Tuhan memilah-milih Hamba-Nya untuk menyampaikan keberadaan-Nya kepada semua manusia?
mengapa Tuhan hanya memberikan “Ucapan” yang kemudian ditulis dalam Teks-Teks sebagai Petunjuk bagi manusia?
hahahaha
jika pertanyaan itu dibalik:
mengapa Manusia selalu ingin MEMBUKTIKAN secara VISUAL Tuhan itu ADA????
mengapa Manusia ingin agar Tuhan mau “berbicara” pada dirinya masing-masing sehingga tidak perlu “belajar” dari orang lain terdahulu yang telah mengenal Tuhan?
mengapa Manusia hanya menerima Teks-Teks sebagai Petunjuk Tuhan bagi manusia, dan bukan “Ucapan” secara AUDIBLE di telinga mereka masing-masing?
========== kunci jawaban semua itu hanya akan bermuara pada satu pertanyaan ==================
Mengapa PENYESALAN selalu DATANG TERLAMBAT ????????????
————————————————————————————————
mengapa kita tidak bisa “memprediksi” atau Membuktikan bahwa besok kita akan MENYESAL ?????
MENYESAL adalah konsekuensi KEKECEWAAN kita terhadap KETIDAK PERCAYAAN KITA AKAN SUATU SEBAB-AKIBAT.
Tidak pernah ada kata PENYESALAN, seandainya kita bisa tahu dan MAMPU MEMBUKTIKAN semua KONSEKUENSI langkah yang kita ambil..saat ini.
Namun kita dibatasi oleh arus-WAKTU, yang tidak akan mungkin KEMBALI… dan dinding pembatas “Kembali” ini yang membuat kita memiliki rasa “MENYESAL”.
————————————-
INTINYA, bukan pada “dinding Waktu” atau “sebab-akibat”nya yang membuat kita Menyesal, karena hal tersebut bersifat Konstan… tetapi KETERBATASAN (baca: Kebodohan) kita yang meminta segala sesuatu DIBUKTIKAN terlebih dahulu, agar kita tahu adanya SEBAB-AKIBAT.
Apakah Seorang anak Kecil yang DILARANG MENYEBERANG JALAN- harus membuktikan terlebih dahulu bahwa JALANAN itu memang berbahaya bagi dirinya…. atau cukup mendengarkan Kisah orang Tuanya dari “bahaya bermain di jalan”??
Andai saja, semua manusia bisa membalik waktu untuk “hidup kembali” setelah MATI……. tentu tidak perlu ada “AJARAN KEPADA MEREKA YANG MASIH HIDUP”……
—————————————–
Jadi, Tuhan cukup menyampaikan: “Diantara tanda-tanda KEBERADAAN dan KEBESARAN-KU ada pada Ciptaan-Ku, bagi orang yang BERFIKIR”…
—————————————–
Perhatikan diri kita sendiri… Wujud, Fisik, Anatomi, Morfologi, hingga lingkup Mikro pada diri kita yang terkecil.. dan itu adalah siklus (“Sistem tata Surya”) yang diciptakan Tuhan di tubuh kita… Manusia-Hewan-Tumbuhan, Mahluk Kasar-Mahluk Halus-Roh-Lingkungan Kita-Pulau-Lautan-Samudera-Di Bawah Bumi-Di Atas Bumi-Udara-Air-semua MIKROORGANISME yang hidup/Mati di Tubuh kita-Bulan-Matahari-Tata Surya-Galaksi-Alam Raya TANPA BATAS…………………………………………………berjalan dengan Sendirinya, dengan atau tanpa daya kita mengendalikan SETIAP DETAK JANTUNG dan SEL HIDUP YANG MENGALIR dalam Tubuh kita………………itulah TANDA !!!
B U K T I
bagi orang yang BERFIKIR….
tak usah jauh-jauh menatap ke ATAS SANA.
@Adi: ada beda antara khayalan dan kenyataan, tapi keduanya bisa diwakili oleh klaim-klaim.
Anda bisa ngotot ngomong bahwa Nyai Roro Kidul punya kerajaan di laut selatan, dan saat seseorang tenggelam di laut selatan anda berteriak kencang: “Itulah Tanda! itulah Bukti!”
Itu sama persis dengan komentar panjang lebar anda di atas.
Anda mengatakan bahwa kerumitan alam semesta adalah bukti kebesaran Tuhan yang menciptakannya. Bagaimana jika ada yang bilang bahwa yang menciptakannya adalah monyet raksasa supercerdas yang memakai setelan jas?
Dua klaim di atas sama-sama tidak bisa dibuktikannya, karena keduanya tidak bisa menunjukkan bukti nyata tentang penciptaan semesta dan siapa yang sebenarnya menciptakannya. Dua-duanya klaim kosong.
Dalam ranah sains, kedua pernyataan tersebut klaim kosong, selama tidak bisa dibuktikan.
Dalam ranah keyakinan, keduanya akan benar menurut siapa yang yakin.
ya bedanya saya berkata berdasarkan DALIL.. dan anda berkata hanya dalam konteks “cara berpikir” anda..
untuk sesuatu yang GHAIB, sangat lucu jika anda ingin mengujinya dengan Pembuktian EMPIRIS RASIONAL berdasarkan SAINS yang berlaku umum..
toh SAINS sendiri tidak mampu MEMBUKTIKAN definisi yang saya sebut “PENYESALAN” tadi ???
pertanyaan anda di atas, —-sama saja dengan “meragukan bahaya bermain dijalan” dengan alasan BISA SAJA yang lewat ditengah jalan adalah Becak, Sepeda atau Tukang Loak yang tidak membahayakan anda… dan anda baru bisa mengerti arti “BAHAYA” setelah anda ditabrak MOBIL… dan itulah PENYESALAN.
jadi Pembuktian secara SAINS, EMPIRIS, RASIONAL, (entah apa pun namanya) justru menunjukkan (maaf: Kebodohan) orang yang memakainya sebagai ALAT UJI terhadap suatu OBJEK yang berbeda hakikinya..
hahaha
sama saja anda mengukur jarak suatu JALAN dengan Timbangan Beras !!!
dari awalnya, anda telah salah dengan mengatakan bahwa JALAN “tidak bisa diukur” dengan TIMBANGAN BERAS !!
BENAR !! karena konteksnya BERBEDA… dan LUCU, karena siapa yang menyuruh anda mengukur jarak dengan Timbangan beras ????
dan untuk kesekian kalinya, izinkan saya tertawa.. 🙂
bukan untuk melecehkan anda.
@Adi:benar sekali ungkapan anda bahwa anda berbicara berdasarkan dalil dan bukan berdasarkan sains yang bersifat empiris rasional.
Keyakinan dan kenyataan adalah wilayah yang berbeda.
Keyakinan adalah sesuatu yang subyektif.
Anda bisa memahami seluruh struktur dunia, akhirat dan semua yang ada didalamnya berdasarkan dalil-dalil agama yang anda pakai. Orang yang yang beragama lain juga bisa yakin dengan gambaran yang berbeda menurut dalil agama mereka. Setiap orang beragama bisa punya dalil yang berbeda dan karenanya gambaran dunia dan akhiratnyapun bisa berbeda. Masing-masing agama tidak akan pernah punya titik sepakat untuk gambaran ini karena dalil yang mereka pakai berbeda.
Kenyataan adalah sesuatu yang diukur dan diuji. Kenyataan itu obyektif
Saintis bisa punya gambaran yang berbeda tentang dunia ini. Mereka menyimpulkannya dari apa yang mereka ukur dan mereka uji. Jika diantara mereka mempunyai gambaran yang berbeda, mereka bisa mengadunya lewat pengujian dan pengukuran ulang. Yang dapat disepakati adalah gambaran yang dapat diukur dan diuji.
Jadi apakah kita harus membuang keyakinan dan menggantikannya dengan kenyataan? tentu tidak.
Sains menunjukkan bahwa kita hanyalah hasil proses evolusi darwinian yang tanpa makna dan tanpa tujuan, itu sesuatu yang menyedihkan. Agama menunjukkan bahwa kita hidup mempunyai tujuan yang mulia dan bermakna.
Hidup ini milik kita, kita yang menjalaninya dan kita sepenuhnya mandiri menentukan apa yang penting dan tak penting bagi kita, jadi untuk memberi makna hidup kita, kenapa memilih menjadi tak berarti dalam fakta sains, sementara kita bisa pilih menjadi bermakna dalam keyakinan agama kita.
Jadi up-to-you-lah…
semoga allah sllu melimpahkan rahmat dan lindunganya kepada kita semua,.segala sesuatu bersumber DARINYA,.DIA lah yg awal dan akhir…apa yg kita bicarakan inipun adalah anugerah DARINYa..segala sesuatu dari Allah dan semoga ini adalah jalan untuk mencari kebenaran dan jalan untuk mengenal bahwa ALLAH maha besar.maha segala-galanya.
@Jhonny III: terima kasih do’anya yang baik…
Kalimat Tauhid Laa ilaaha illa Allah berarti Tiada Tuhan Selain Allah, bermakna:
11. Tidak Ada Tuhan Lain Selain Tuhan Allah
Yaitu “Meniadakan” Tuhan-Tuhan Lain Selain Allah, karenanya hanya Allah sebagai “Satu-Satu”nya Tuhan, Selain Allah Bukanlah Tuhan ! Jadi Siapa Allah ? Allah adalah Satu-Satunya Tuhan.
Pada intinya makna di sini, bisa jadi “Banyak Sesuatu termasuk Allah” yang “Berpotensi” menjadi Tuhan, namun “Banyak Sesuatu” tersebut akan “Direndahkan” kecuali Allah sehingga hanya Allah saja yang “DiTinggikan” agar menjadi “Satu-Satunya Tuhan”. Jadi pada “Mulanya” Allah “Sama Dengan” banyak sesuatu tersebut yang mempunyai “Kans/Peluang” menjadi Tuhan, atau disebut juga “Tuhan-Tuhan Lain”. Namun karena “Pengenalan dan Pemilihan” saja menjadikan Allah “Menang” dan menjadi Tuhan mengalahkan “Tuhan-Tuhan Lain”. Kerawanannya adalah jika Allah “Tidak Dikenal” sehingga “Tidak Dipilih” atau Dikalahkan” oleh “Saingan-Nya” yaitu “Tuhan-Tuhan Lain” sehingga Allah tidak menjadi Tuhan tapi “Selain Allahlah” yang akan menjadi Tuhan. Tipsnya, harus “Mengenal Sebenar-benar Allah” sehingga tidak salah memilih Tuhan, yaitu Allah yang “Murni” yang tidak bercampur atau bersih dari Selain Allah. Begitu “Ketat dan Rumitnya” pemilihan tersebut, sehingga diperlukan “Contoh atau Misal” bagi Allah sebagai “Satu-Satunya Tuhan” yang “Satu, Tempat Bergantung Segala Sesuatu, Tidak Beranak dan Tidak Memperanakkan juga Tidak Ada yang Setara Dengan-Nya”, kemudian “Mengenal, Memilih dan Mengikuti” Dia sebagai “Jalan Satu-Satunya menuju Allah Tuhan yang Benar”. Menjadi pertanyaan “Siapakah Dia sebagai “Penyelamat (Al Masih) yaitu ““Contoh atau Misal” bagi Allah? Ya…..Dialah Al Masih Isa Ibnu Maryam Ruhullah.
22. Tidak Ada Tuhan lagi, yang Ada hanya Allah
Yaitu Allah Bukanlah Tuhan, karena Tuhan sudah “Tidak Ada Lagi”. Allah “Ada” setelah “Meniadakan” Tuhan. Jadi Siapa Allah ? Allah adalah “Tiada Tuhan”.
Pada intinya di sini tidak dipermasalahkan lagi “Siapa” yang akan menjadi Tuhan, karena Siapapun yang menjadi Tuhan akan “Ditiadakan” sehingga yang ada hanya “Satu” yaitu Allah. Jadi tidak terdapat “Kompetensi/ Persaingan” lagi karena tidak ada yang “Ditinggikan maupun Direndahkan” untuk “Dibedakan” menjadi Tuhan dan Selain Tuhan. Tapi semuanya dianggap “Sama” karena akan “Ditiadakan” untuk mencapai Allah. Sehingga “Tidak Diperlukan” baik “Pengenalan maupun Pemilihan” terhadap “Segala Sesuatu”, karena akan ditiadakan, sehingga hasil atau sisa yang “Tidak Bisa Ditiadakan” itulah disebut Allah dan “Pasti” jumlahnya hanya “Satu” ! Kerawanannya adalah dalam “Hal Peniadaan” harus “Benar-benar Adil dan Murni” sehingga “Tidak Pilih Kasih” atau disebut juga “Ikhlas” yaitu “Tanpa Pertimbangan”. Untuk itu diperlukan suatu “Metode, Tata-Cara atau Syariat” dalam hal “Peniadaan Tuhan” yang “Tidak Mempertimbangkan Siapapun Tuhan yang akan Ditiadakan” tersebut . Metode, Tata-Cara atau Syariat tersebut hanya bisa diketahui oleh “Seseorang” yang sudah “Percaya atau Yakin” , yaitu “Orang” yang sudah “Diberitahu” oleh Allah itu Sendiri yang akan “Ditemui” setelah “Peniadaan” tersebut. Karena Allah adalah “Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Dzahir dan Yang Bathin”. Menjadi pertanyaan “Adakah Seseorang yang sudah “Diberitahu” oleh Allah tentang “Metode, Tata-Cara atau Syariat” tersebut ? Ya….Dialah Nabi Muhammad Bin Abdullah dengan Syariatnya yaitu “Muhammad Rasulullah”.
Wallahualam bissawab
@Satrio Panulis: anda menampilkan penafsiran anda sebagai muslim tentang Tuhan yang Esa. Bahasanya rumit, walau untung masih bisa dimengerti manusia.
Apakah semua orang setuju tafsiran anda? belum tentu.
Setiap agama, jaman atau orang punya tafsiran sendiri-sendiri tentang Tuhannya, baik yang menggunakan bahasa sederhana maupun bahasa yang diper-rumit. Semuanya berakar dari latar belakang mereka masing-masing.
Mana yang benar? tentunya kembali kepada setiap orang untuk memilih tafsiran masing-masing menurut kebutuhannya.
Bos, ane yang tolol aja bisa ngerti pernyataan Satrio Penulis kok bos. Anda yg berotak encer kok gak tahu ya?
Mungkin orang2 spt ente aja bos yg gak setuju argumen si satrio. Sekarang ane mau tanya bos, bagaimana menjelaskan masalah seks ke anak usia 5 tahun, 7 tahun, 8 tahun s.d 20 tahun…. itulah yang dinamakan perkembangan dan pertumbuhan bos. Tuhan (Tuhan ane Allah bos namanya, gak tau Tuhan ente siape. ato jangan2 kagak punya Tuhan) membimbing manusia perlahan sesuai perkembangan dan pola pikir manusia pada zamannya. Wah jangan2 ente juga gak paham maksud ane, ato malah ane ente anggap gak selevel dengan ente … tak apalah … saran saya berfikirlah dengan bijak bos.
@MbahJenggot: saya tersanjung dengan komentar anda berikut:
Bos, ane yang tolol aja bisa ngerti pernyataan Satrio Penulis kok bos. Anda yg berotak encer kok gak tahu ya?
–> saya anggap pujian dengan mengatakan otak saya encer dan pengakuan anda yang tolol. Terima kasih..
Terima kasih juga untuk sarannya agar berpikir bijak, meski aneh juga kalau dipikir bahwa nasehat itu berasal dari orang yang mengaku lebih tolol.
hati2… orang ini jelas2 atheis,
dan sudah pasti seumur hidupnya ga akan tenang krn slalu muncul pertanyaan yg sudah pasti dia sndr tidak bs jawab dan tidak punya pegangan hidup yg pasti. allahu akbar.!
@NoName: selain kemampuan menilai orang lain (yang salah total), apakah ada kemampuan bernalar anda yang bisa dibagikan disini? saya duga gak ada (semoga saya salah) 🙂
aku juga ateis lo, hidupku terasa lebih bebas dan plong, mengalir dan menikmati hidup tanpa atribut agama, hatiku dan nuraniku yg menuntun diriku. Gak ada delusi tentang petunjuk dari allah. Semua hanyalah halusinasi dikarenakan kebimbangan hati dan fikiran. Makanya para manusia memunculkan mahluk alien yang di sebut allah atas rasa kekawatiran tadi. semua tudak bisa membuktikannya dan mewujudkannya.semua hanyalah delusi
Penjelasan yang bagus…….,
Wallahualam Bissawab
Petanyaan yang sebenarnya adalah “siapa yang menciptakan siapa” dan bagaimana mereka mencipatakan itulah sebenarnya yang meakan membuktikan siapa yang paling berkuasa.
sekali lagi Mas Judhi, dengan banyak nya umat beragama yang membaca tulisan anda serta dan bekomentar, itu saja sudah cukup membuktikan adanya rasa penasaran serta pertanyaan besar di dalam benak mereka tentang tuhan.
Keep on writing Mas.
Salam kenal, Dewa Hindu tidak dinongolkan karena tidak berevolusi ya?
sebagai pembanding, berikut ini tulisan saya tentang Peradaban dan sejarah munculnya Dewa/ Tuhan https://nafanakhun.wordpress.com/2018/10/21/peradaban-manusia-dan-perjanjian-hakiki-dengan-tuhan-versi-google-maps-2/
@Genghis Khun: terima kasih untuk menambahkan bahan bacaan