Ada yang bilang, hidup adalah sekedar mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya untuk kehidupan akhirat kelak.

Setiap kebaikan yang kita lakukan di dunia ini ada nilai pahalanya, kita mengumpulkan pahala ini sepanjang hidup kita. Saat kita mati kelak, jumlah pahala yang telah kita kumpulkan menentukan tingkat kenikmatan yang akan kita terima di akhirat, di Surga.

Pahala adalah mata uang yang diperlukan untuk membeli hadiah surga.

Lalu apa itu isi hadiah Surga?

Pesta seks dengan 72 bidadari perawan, pesta kuliner dengan makanan terenak di taman-taman dengan buah-buahan segar bergantungan, pesta minuman dari sungai-sungai khamr dan sungai-sungai susu. Semua yang terlarang di dunia jadi boleh dan tanpa batas. Sebuah pesta hedonisme akbar yang akan berlangsung tanpa akhir. Hedonisme abadi.

Lalu bagaimana bila kita gak punya pahala? atau bahkan pahala kita minus karena kita justru berbuat jahat?

Maka kamp penyiksaan terkejam menanti kita, Neraka. Segala kekejaman manusia di dunia tak ada apa-apanya dibandingkan kekejaman yang sudah disiapkan Tuhan untuk manusia nir-pahala. Dan yang lebih ngeri, semuanya berlangsung tanpa akhir. Kesadisan abadi.

Maka, hidup artinya sederhana. Tuhan memaksa kita memburu hadiahnya, sebuah pesta hedonisme di Surga, kalau tidak, ada kesadisan abadi di Neraka sebagai gantinya.

Berbuat baik adalah cara mendapatkan pestapora Sorga.

Bagaimana Bila? (Hadiah tingkat 1)

Pesta seks dengan 72 bidadari perawan, itu tak ada?
Pesta kuliner di taman-taman dengan buah-buahan segar bergantungan, itu tak ada?
Pesta minuman dari sungai-sungai khamr dan sungai-sungai susu, itu tak ada?
Kamp penyiksaan dengan kekejamannya, itu tak ada?

Bagaimana bila cerita hedonisme itu cuma iming-iming buat pengejar hedonisme agar berbuat baik?
Bagaimana bila cerita kesadisan abadi itu cuma alat penakut agar tak berbuat buruk?

Bukankah ada hadis qudsi yang mengatakan:

“AKU telah mempersiapkan bagi hambaKU apa yang belum pernah dilihat oleh mata, belum didengar oleh telinga dan tidak satu hati manusia yang dapat memahami/merasakan”. (HR.Ibnu Majah, Ibnu Hibban)

Hedonisme abadi dan kesadisan abadi itu tidak ada. Tuhan tidak secabul dan sesadis itu.

Yang dijanjikan Tuhan adalah kenikmatan tak terbayangkan, yang bahkan membuat pengejar hedonismepun melupakan fantasi hedonismenya.

Berbuat baik adalah cara mendapatkan kenikmatan tak terperi itu kelak setelah mati.

Tapi, Bagaimana Bila? (Hadiah tingkat 2)

Kenikmatan tak terperi itu juga cuma iming-iming buat pengejar kenikmatan tak terperi juga?

Bukankah salah satu tokoh sufi menyenandungkan:

“Ya Allah, jika aku menyembah-Mu karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya, dan jika aku menyembah-Mu karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya. Tetapi, jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata, Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu yang abadi padaku”. (Rabi’ah Al-Adawiyah)

Kenikmatan tak terperi itu tak ada, karena berjumpa dan mendapatkan keridhaan Allah di kehidupan setelah mati itu jauh lebih nikmat dari kenikmatan tak terperi apapun.

Berbuat baik adalah cara berjumpa dan mendapatkan keridhaan Allah di kehidupan setelah mati.

Tapi, Bagaimana Bila? (Hadiah tingkat 3)

Kehidupan bahagia setelah mati itu juga cuma iming-iming buat yang percaya adanya kehidupan setelah mati?

Bukankah tak ada sama sekali bukti ilmiah tentang adanya kehidupan setelah mati, yang ada cuma kabar dari berbagai macam agama dan kisah mitologi kuno?

Kehidupan setelah mati itu tidak ada, manusia cuma hidup sekali, kesempatan hidup dan menjalani hidup sebagai manusia itu sendiri adalah hadiah dari sang pencipta. Karena itu memanfaatkan hidup yang hanya sekali itu sebaik mungkin merupakan satu-satunya hal terbaik yang bisa kita terima.

Berbuat baik adalah cara kita berterima kasih pada sang pencipta kita, sang pemberi kesempatan kita hidup.

Tapi, Bagaimana Bila? (Hadiah tingkat 4)

Sang pencipta itu tidak ada, semesta dan kita cuma hasil kebetulan tanpa ujung-pangkal dan tujuan?

Bukankah juga tak ada bukti ilmiah sama sekali tentang keberadaan Tuhan itu?
Tuhan dan kehidupan setelah mati itu tidak ada, manusia cuma hidup sekali. Kita tak berhutang kewajiban apapun pada siapapun.

Berbuat baik hanyalah satu pilihan yang tak bernilai lebih atau kurang bila dibandingkan dengan berbuat jahat.

Berbuat baik adalah karena kita memilih menjadi orang baik, bukan menjadi orang jahat.

Jadi

Anda mengharapkan hadiah di tingkat yang mana?

Hadiah dalam bungkus hadiah