Buku Pergolakan Pemikiran Islam adalah buku yang disusun dari tulisan-tulisan di buku harian Ahmad Wahib.

Ketika membaca pertama kali buku ini, saya begitu takjub.

Membaca catatan penulisnya tentang lingkaran intelektual disekelilingnya, diskusi-diskusi yang dilakukannya, serta sudut pandang penulis tentang Islam dan perpolitikan tanah air – saya merasa seperti anak ayam terkurung dalam kandang melihat seekor elang terbang bebas di langit.

Saya juga ingin bebas, mengungkap gagasan cemerlang, mengkritik segala salah penguasa, mengeluarkan segala beban dengan tulisan. Pokoknya semangat heroik menyala..

Lalu sayapun memulai menulis buku harian sendiri.

Sebuah buku tebal bersampul bagus (menurut ukuran saya) saya siapkan. Buku itu saya sembunyikan dengan baik, sehingga terhindar dari kemungkinan ditemukan orang lain yang mungkin masuk ke kamar saya.

Secara rutin saya tuliskan apa saja yang sedang jadi pikiran saya. Dari persoalan kuliah, organisasi di kampus, keluarga, dompet yang kosong, dan segala macam saya tulis. Campur aduk, saya coba gak batasi, biarlah keluar semua.

Apakah jadinya sama dengan bukunya Ahmad Wahib? ternyata jauh sekali.

Jika Ahmad Wahib menyuguhkan dialog intelektual yang seru dalam bukunya, maka setelah saya baca-baca ulang, ternyata buku harianku cuma menyuguhkan ratapan melankolis seorang mahasiswa dhuafa dalam menjalani dunia perkuliahan. Pemikiran intelektual? sepertinya hampir tak ada, maklum lingkaran pergaulan intelektualku memang jauh dari kelasnya Ahmad Wahib. Saya gagal menjadi penulis buku harian dengan gagasan yang cemerlang.

Apakah gagal menjadi penulis cemerlang menghentikan kegiatan menulis buku harian? ternyata tidak, saya cukup senang meneruskan curhat saya dalam buku harian. Maklum, saya tak punya sahabat yang cukup dekat buat curhat.

Saya berhenti menulis buku harian itu saat buku itu tak lagi saya pegang. Kok bisa?

Ketika sebagai mahasiswa tua akhirnya berani mengakhiri segala pertimbangan untuk nembak seorang adik mahasiswi, saya nembak dengan serius.

Setelah nembak, saya memperkenalkan diri kepada kedua orang-tuanya, maklum, selama ini kami hanya banyak berinteraksi cuma dalam kegiatan-kegiatan di kampus. Kebetulan juga sedang ada momen yang pas di keluarganya. Setelah itu saya melengkapi dengan berikan buku harian saya pada cewek itu.

Berminggu kemudian, saya menghadapi serangkaian pertanyaan dari cewek saya.
“Kok gak jadian saja sama mbak A, kan sinyalnya jelas sekali?” ;
“Jadi mbak B itu pernah ngajak ibunya ke sekretariat untuk kenal dengan Mas?” ;
“lho mbak M (kakak saya) sakitnya begitu ya?”.
Pokoknya ujian mendalam tentang materi dalam buku harian saya. Sangat menegangkan.

Bertahun-tahun kemudian, jika ada even pertengkaran kadang-kadang materi dari buku harian saya (terutama tentang gadis yang lain), muncul diujikan ulang.

Setelah lama, buku harian itu baru dikembalikan, selama itu saya berhenti menulis. Tapi setelah buku harian itu balik, saya tak lagi tertarik curhat lewat tulisan. Ada cewek itu yang mau mendengarkan.

Cewek itu akhirnya jadi istri saya, dan kini dua orang anak kami menjelang remaja.

Lho kok ndongeng? kabar Ahmad Wahib dan bukunya bagaimana?

Asu dahlah …

Link: e-Book Pergolakan Pemikiran Islam