Surga atau Neraka? tentu adil, konsep Surga-Neraka diciptakan oleh Tuhan yang Maha Adil, yang menciptakan manusia, dan tahu persis apa yang patut diberikan pada manusia.

Bagi para pemeluk agama samawi, Surga-Neraka adalah puncak keadilan sejati dan terakhir. Surga-Neraka adalah tempat abadi terakhir manusia yang ditentukan oleh pengadilan tertinggi dan terakhir. Pengadilan tertinggi yang dipimpin sendiri oleh Tuhan yang Maha Adil, yang tak bisa disogok oleh kekayaan atau iming-iming apapun, dan  yang tak bisa ditipu oleh silat lidah para pengacara yang licik.

Jika tak ada Surga, betapa sia-sianya mereka berbuat baik dan menahan diri untuk tak berpesta pora merayakan hawa nafsu; jika tak ada Neraka, betapa enaknya jadi penjahat yang bisa sewenang-wenang menindas orang yang lemah tanpa takut ada balasannya.

Logika pemeluk agama tersebut begitu mudah dimengerti, diterima dan sesuai dengan naluri keadilan manusia. Akan tetapi, apakah konsep Surga-Neraka sepenuhnya sesuai dengan prinsip keadilan?

Surga-Neraka adalah hasil pengadilan. Tapi adilkah?

Hadiah, Hukuman dan Kesengajaan

Surga adalah hadiah, sedangkan Neraka adalah hukuman. Mudah.

Surga adalah hadiah untuk orang yang dengan sengaja memilih berbuat sesuai dengan apa yang dikehendaki Tuhan dan Neraka adalah hukuman untuk orang yang dengan sengaja menolak perintah Tuhan.

Ada kata kunci untuk kedua hal tersebut diatas, yaitu: ‘sengaja’.

Mengapa ‘sengaja’ penting? karena tidak adil untuk memberikan suatu hadiah yang teramat mahal untuk perbuatan yang dilakukan seseorang dengan tak sengaja, tanpa niat atau hanya karena kebetulan saja. Demikian juga tidak adil pula menghukum dengan hukuman yang teramat berat untuk perbuatan yang dilakukan seseorang dengan tak sengaja, tanpa niat atau hanya karena kebetulan saja.

Jadi, jika keadilan adalah hal yang penting, maka Surga dan Neraka haruslah diberikan kepada orang yang dengan ‘sengaja’ memilihnya.

Sengaja dan Kejelasan Aturan

Apa yang membedakan antara tindakan sengaja dan tindakan tak disengaja? aturan.

Aturan yang berarti penjelasan tentang apa yang boleh atau tidak boleh, apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan, serta apa konsekwensi terhadap pelanggaran aturan tersebut.

Agar efektif, aturan tersebut harus bisa dimengerti dengan jelas oleh orang yang akan dinilai tindakannya.

Kejelasan Aturan, Itu Masalahnya

Jika kejelasan aturan merupakan hal yang prinsip dalam konsep Hadiah-Hukuman, penerapan konsep Surga-Neraka yang dibawa agama samawi mempunyai masalah yang sangat besar dalam penerapan prinsip ini.

Untuk mendapatkan gambaran tentang masalah ini, kita bisa menggunakan analogi sebagai berikut:

Kehidupan manusia di dunia ini bisa kita misalkan dengan kehidupan sekelompok orang di sebuah pulau yang terpencil tanpa pemerintahan dan aturan formal.

Suatu saat datang utusan yang membawa seperangkat aturan yang dibuat penguasa dunia untuk mengatur penduduk pulau tersebut. Sang penguasa akan memantau penduduk pulau itu setiap saat, dan menilai kepatuhan mereka pada aturan yang sudah dibawakan oleh sang utusan. Tiap orang akan punya buku catatan masing-masing.

Jika saatnya tiba, para penduduk itu akan dipindahkan ke pulau tempat sang penguasa. Di pulau sang penguasa, buku catatan masing-masing akan diperiksa. Para pembangkang akan masuk penjara, sedangkan yang patuh boleh tinggal di istana.

Sampai titik ini tidak ada masalah dalam skenario ini.

Masalah muncul ketika ternyata, yang namanya utusan tidak hanya satu, yang namanya aturan tidak hanya satu dan yang lebih memusingkan adalah yang mengaku penguasa dunia juga tidak hanya satu.

Semua utusan mengaku yang mereka bawa merupakan satu-satunya aturan yang asli, sementara sang penguasa dunia itu semuanya tidak bisa ditemui atau dicek keberadaannya.

Siapa yang tidak bingung?

Di pulau sang penguasa, mungkin anda bakal dengar protes dari calon penghuni penjara seperti ini:

“Lha kan itu bukan salah saya kalau saya patuh pada Boss yang salah, lha kan banyak yang ngaku Boss, mana tahu kita yang beneran atau yang cuma KW? Saya, keluarga saya dan mbah-mbah saya tahunya Boss yang bener itu yang bertanduk itu, lha mana bisa tahu kalau Boss ini yang gak pernah muncul itu yang aseli. Kalau Boss bener-bener serius untuk nyuruh orang hanya patuh pada dia, mestinya dia juga serius dong mastikan semua penduduk pulau tahu bahwa Boss yang beneran itu dia, aturan yang bener itu yang dari dia.

Kalau perlu, ya turunkan tentaranya yang katanya tak terkalahkan untuk nangkap atau nembak mati semua utusan palsu itu, gak malah biarkan mereka bingungkan penduduk pulau. Katanya kuat dan berkuasa, kok cemen gak berani bereskan utusan palsu dengan aturan palsunya yang berkeliaran.”

“Makanya dalami aturan itu katamu? Lah situ yang gak bisa buat sistem yang bisa mastikan yang mana aturan benar dan mana aturan salah, kok disuruh kita yang ngecek? Mikir dong…!”

“Tahu nggak sudah ada lebih dari 3000 yang ngaku-ngaku Boss dengan ribuan juga yang ngaku utusannya dengan ribuan aturan masing-masing, memangnya saya gak ada kerjaan lain di pulau ini kok disuruh ngecek sendiri mana yang benar.”

“Pokoknya saya nggak mau masuk penjara, enak aja!. Nggak adil, TITIK!…”

Jadi?

Siksa Neraka dalam satu komik

Surga–Neraka. Adilkah?

Menurut siapa?