
“Tidak diperlukan Tuhan untuk penciptaan semesta”, itu adalah kesimpulan Fisikawan nomor satu dunia, Stephen Hawking.
“Tuhan cuma delusi”, kata ahli Biologi, Richard Dawkins dalam bukunya The God Delusion.
Dari hasil survey tahun 1998 pada anggota organisasi sains utama AS National Academy of Sciences, 76,7% dari mereka tidak percaya Tuhan, 23% meragukan atau agnotis (tidak perduli), dan hanya tinggal 7,9% yang masih percaya pada keberadaan Tuhan.
Apa artinya?
Artinya para agamawan sudah tak layak lagi untuk mengatakan bahwa keberadaan Tuhan didukung sains, lha wong mbahnya sains saja (para saintis) kebanyakan memilih tidak percaya kalau Tuhan itu ada. Kalau ada dukungan sains untuk Tuhan, yang mempercayainya pertama kali tentunya para saintis tersebut.
Kalau Tuhan ternyata tidak mendapatkan dukungan dari sains, apakah sebentar lagi Tuhan akan dilupakan manusia? Sepertinya tidak.
Tuhan itu maha, tentunya maha ulet juga. Pukulan sains mungkin mematikan Tuhan di pikiran sebagian orang, namun pukulan itu tak mampu mengenyahkan Tuhan di pikiran banyak orang lainnya.
Bagaimana bisa? paling tidak ada empat respon menghadapi serangan keras sains terhadap Tuhan.

1. Tuhan Memang Tidak Ada
Salah satu prinsip yang biasa dipakai para ilmuwan adalah prinsip pisau cukur Occam, yang secara sederhana berbunyi: ”Untuk sesuatu yang tidak kita ketahui, jika ada penjelasan sederhana disamping penjelasan rumit, gunakan yang sederhana”
Sebagai contoh: jika saya baru menyadari bahwa dompet saya hilang setelah berjalan-jalan di terminal, bisa jadi saya punya 2 penjelasan yang mungkin:
- Dompet saya diambil oleh tukang copet
- Dompet saya diambil oleh agen Zionis yang ingin melemahkan ekonomi umat Islam
Dua penjelasan tersebut bisa salah atau benar karena sampai saat ini saya belum mendapatkan dompet saya dan cerita sebenarnya.
Dengan menggunakan konsep pisau cukur Occam, penjelasan yang harus saya pilih adalah yang paling sederhana yaitu: “diambil tukang copet”. Penjelasan “diambil agen zionis” mungkin terkesan heroik, namun itu mengada-ada dan memperumit masalah.
Begitu pula jika tidak ada dukungan sains dan saintis untuk keberadaan Tuhan, maka penjelasan yang paling sederhana adalah: “Ya memang Tuhan itu tidak ada!”.
Penjelasan bahwa “kita tak dapat hidayah”, “hati kita beku”, “kemampuan manusia terbatas”, “sains dan saintis bisa salah” dan segalanya memang bisa dipakai untuk menjelaskan tentang tidak adanya dukungan para saintis pada keberadaan Tuhan, namun dengan menggunakan prinsip pisau cukur Occam, penjelasan itu mengada-ada dan memperumit masalah.
2. Sains Bisa Salah
Tuhan sudah ada ribuan Tahun dalam kesadaran manusia, Tuhan sudah tersemat sebagai bagian dari identitas sosial kita, Tuhan ada dalam cara kita berhubungan dengan kerabat dan teman. Tuhan sedemikian rumitnya sudah terjalin didalam diri kita, mengatakan “Tuhan tidak ada” dan mencabutnya dari hidup kita tidaklah sesederhana tindakan mencabut sehelai bulu hidung kita.
Mengatakan “Tuhan tidak ada” berarti keluar dari identitas yang sudah kita jalani selama ini.
Kita dikeluarkan dari kelompok orang beriman, sobat seagama kita dulu akan berkata “kita sudah tak bersaudara dalam iman”, kerabat kita mungkin akan menangisi kita sebagai “orang yang tersesat”, tetangga kita mungkin menasehati anaknya agar tak dekat-dekat kita “nanti ikut tersesat”.
Tuhan itu rumit, dan tidak ada yang sederhana untuk hal yang rumit.
Jika sains mengatakan Tuhan tidak ada, maka kesimpulan “Tuhan tidak ada” itu menyederhanakan persoalan yang seharusnya rumit. Pasti ada yang salah dengan fakta bahwa “Sains tidak mendukung Tuhan”.
Salah satu penjelasan yang sering dipakai adalah sains tidaklah statis. Sains sekarang memang tidak mendukung Tuhan, tapi itu sains yang sedang salah. Kelak pada saatnya sains akan memperoleh bukti tentang adanya Tuhan dengan gamblang.
3. Tuhan Ada Diluar Wilayah Sains
Ini sebenarnya jawaban pada pertanyaan: Tuhan ada dimana?
Jawaban pertanyaan ini berevolusi melalui waktu.
- “Tuhan ada di puncak gunung yang tak terjangkau manusia”.
- Saat manusia telah mencapai puncak gunung, ”Tuhan ada di langit”.
- Saat manusia telah berhasil meneropong langit, “Tuhan ada di langit tingkat tujuh yang tak terjangkau teropong”.
- Saat tidak ditemukan tingkatan langit, “Tuhan ada di dimensi lain yang tak terjangkau manusia”.
Apakah jawaban terakhir masih laku di masa kini? tidak.
Saat mekanika quantum mengatakan bahwa materi, dimensi waktu, dimensi ruang dan semua dimensi lainnya yang dapat kita amati, maupun tidak dapat kita amati bisa tercipta spontan dari kekosongan, sepertinya penjelasan “dimensi yang lain” untuk tempat Tuhan, tidak lagi masuk akal.
Apakah masih ada tempat sembunyi untuk Tuhan? masih ada…

Lewat sains mereka bisa tahu bahwa dari ketiadaan mutlak, secara spontan bisa tercipta materi, ruang , waktu, konfigurasi hukum alam (konstanta gravitasi, gaya nuklir, muatan quark dan sebagainya).
Lewat sains mereka bisa tahu bahwa semesta kita hanyalah satu kemungkinan dari jutaan kemungkinan semesta yang memiliki konfigurasi materi, ruang, waktu dan hukum alam yang berbeda. Di semesta yang beda mungkin gaya gravitasi jauh lebih kuat dari gaya nuklir, mungkin ada semesta dengan waktu yang tak linear dan berbagai macam kemungkinan semesta yang lain.
Satu hal yang diketahui dari saintis, ada hukum quantum yang secara spontan bisa mengisi ketiadaan dengan semesta. Bahwa sebelum ada materi, ruang dan waktu yang membentuk semesta – sudah ada hukum yang kelak akan menyebabkan semesta terbentuk.
Bahwa semesta ada karena ada hukum, itu batas terjauh yang saat ini bisa dijangkau oleh sains.
Darimana hukum itu berasal, sains tidak bisa menjelaskan, itu wilayah yang tak terjangkau.
Ditempat yang tak terjangkau sains inilah tempat baru dimana Tuhan diletakkan.
Bagaimana menempatkan Tuhan di luar wilayah sains tersebut? berikut ini urutannya:
- Hukum adalah keteraturan bukan kekacauan.
- Hukum adalah tertib bukan asal-asalan.
- Hukum adalah nalar bukan chaos.
- Nalar mustahil ada tanpa ada kesadaran.
Jika perlu diberi nama, maka kesadaran itulah Tuhan.
4. Mungkin Tuhan Ada
Sains adalah alat untuk memahami realitas, tapi sains sendiri bukanlah realitas. Sampai kapanpun sains tidak akan sama dengan realitas.
Jika sains saat ini atau sampai kapanpun tidak bisa digunakan menemukan Tuhan, bukan berarti Tuhan tidak ada.
Akan tetapi apa perlunya menyelidiki Tuhan? Jika semesta dan segala prosesnya sudah bisa kita pahami melalui sains, kita dapat menguasai semesta ini. Maka ada atau tidak ada Tuhan tidak terlalu penting lagi.
Jadi Tuhan mungkin ada, mungkin tidak ada – biarlah itu menjadi misteri…
Jadi, Selamatkah Tuhan?
Dari respon di atas, kita bisa menangkap bahwa Tuhan masih bisa diselamatkan di 3 dari 4 respon tersebut.
Akan tetapi Tuhan masa lalu, yang mau mendatangkan domba dari langit untuk pengganti anak Ibrahim yang akan disembelih, yang mau membelah laut untuk Musa, yang mau memerintahkan burung ababil menjatuhkan sijjil bagi pasukan yang akan menghancurkan Ka’bah – sepertinya sudah berlalu.
Tuhan yang bisa selamat dari 3 respon di atas, hanyalah Tuhan tujuan do’a dan keluh yang kita tahu tak akan menolong dengan mengacaukan hukum alam untuk kita.
Tuhan yang kita tahu bahwa kita tak tahu apa-apa tentangnya. Tuhan yang dengan tepat ditwitkan dalang Sudjiwotedjo: “Tuhan adalah kumpulan ketidaktahuan manusia”.
Bagaimana Dengan Agama?
Jika umat beragama harus menyelamatkan Tuhan menghadapi Sains, bagaimana dengan agama sendiri?
Ndak cukup disini, harus di tulisan terpisah…
Bacaan:
berat , itu kata pertama yang muncul dikepala saya bang. nggak ngerti harus berfikir apa.
tapi bacaan seperti ini wajib buat saya .buat membuka cakrawala fikiran. mencari mencari dan mencari… semoga tidak ada kontaminasi fikiran dangkal ikut berkomentar disini… atau sejatinya, mereka mereka yang koar koar disana,justru mulai terhidayah oleh sesuatu yang serba berat seperti ini…entahlah..
@Suana Wayan: terima kasih, saya harap tidak sampai menganggu selera makan anda …
mas judhi, apakah ini berarti sains tidak menemukan tuhan dikarenakan “sains” sendirilah yang terbatasi oleh sifatnya yg mempelajari alam keduniawian??
@Teddy: “di luar keduniawian” merupakan istilah yang dihasilkan oleh konsep kuno budaya dan agama. Dalam konsep ini diluar alam duniawi ini ada yang namanya alam ghaib, roh, mahluk ghaib seperti jin, malaikat, setan, lelembut dan sebagainya.
Secara sains, sesuatu yang diluar alam duniawi itu tidak ada, karena klaim-klaim mengenainya tidak konsisten (tergantung agama, budaya dan pendidikan), tidak bisa diverifikasi, dan tidak bisa diuji.
Dalam perkembangan mutakhir ilmu psikologi dan neurosains, semua hantu, malaikat dan mahluk ghaib bisa dilacak sumbernya dari fenomena yang dihasilkan otak – dengan kata lain, hanyalah hasil imajinasi dan proses otak yang tak disadari, itu saja – tidak lebih. Secara sains, sesuatu yang diluar duniawi itu hanya khayalan yang bisa dibuktikan asalnya dengan hukum alam (ilmu psikologi & neurosains).
Alam semesta ini tercipta dari ketiadaan karena ada hukum alam yang memungkinkan proses tersebut, dan semua proses di semesta (akan) bisa dijelaskan oleh hukum alam.
Tuhan (bila ada), bukanlah bagian semesta, bukanlah sesuatu yang bisa dijelaskan sains.
Tuhan (bila ada), adalah alasan kenapa hukum alam ada dan kenapa realitas tunduk pada hukum alam.
Tuhan (bila ada), tak akan pernah bisa dijangkau oleh sains (dan oleh manusia)
Ada yang mengatakan Tuhan itu dengan Netti Netti bukan Ini bukan Itu sampai ke Tat Twam Asi, yang menjangkau segalanya.Gusti Allah niku tan kena kinaya apa, alit tan kena dinumput, ageng ngebaki jagad , wyapi wyapika nirwikara.
@Mandra Wage: yup, sikap yang aman saat berbicara tentang Tuhan adalah “netti netti” – bukan ini, bukan itu; hanya negasi terhadap apapun.
Walau pada beberapa orang “bukan apapun” hanyalah kata lain dari omong kosong…
Saya mempercayai tuhan, tapi tuhanku tidak perlu pembelaan mati-matian dari saya, lawong tuhan maha segalanya, kalau memang tuhan itu maha segalanya, mbok jangan pada sewot pingin nyelamatkan , berarti tuhannya FPI, Abu Bakar B, pak jenggot celana congklang, kelompok berjubah dam MUI lemah dong, kok butuh diselamatkan heeemm. Atau manusia itu sendiri yang sok jagoan, cari perhatian tuhan biar naik jabatan dan ditempatkan disurga Nya besok, wallahu a’lam
@Audrey: yup, Tuhan memang tempatnya bukan dalam ranah obyektif (sains) yang bisa diakses secara publik.
Ia ada dalam wilayah pribadi (subyektif) dimana tiap orang adalah penguasa tunggal didalamnya. Hubungan kita dengan Tuhan kita adalah hubungan intim yang tak seorangpun berhak untuk mengaturnya, baik MUI, FPI atau lainnya.
berarti apapun sains yg dicapai oleh manusia it masih belum menggapai ranah keTuhanan? ato apakah para saintis sdh mengganggap sains adlh Tuhan it sendiri, pdhl mngkin bnyk kemajuan sains terinspirasi oleh keyakinan tentang adanya Tuhan.
@Kasamago: bukan sains yang belum menggapai ranah Tuhan, menurut saya Tuhan memang bukan hal yang ilmiah (faktual/obyektif).
Di masa awal sains, memang keyakinan terhadap Tuhan merupakan faktor pendorong terbesar sains.
Sekarang pendorong sains adalah faktor ekonomi, keunggulan militer, dan kesejahteraan manusia.
Tulisan-tulisan anda sungguh menarik dan cerdas, anda memaparkan kehidupan alam semesta ini tidak hanya dari sudut pandang dogma agama semata. Tetapi juga memaparkan kehidupan alam semesta menurut kacamata sains yang lebih masuk dan lebih diterima oleh akal manusia. Tentu saja manusia yang mau menggunakan dan mengoptimalkan potensi akalnya.
Menurut saya memang begitulah idealnya umat beragama umumnya dan Muslim khususnya dalam memperoleh keyakinan/iman. Di era sains ini, sudah sepantasnya umat beragama (khususnya muslim berpendidikan) meyakini realitas alam semesta ini tidak hanya berdasarkan dogma agama semata, namun juga dibarengi dengan optimalisasi potensi akal, (salah satu anugerah/karunia terbesar yang dimiliki oleh manusia dan yang membedakannya dengan makhluq hidup lainnya) dan hanya sains yang mampu menjelaskannya secara detil.
Untuk menghitung luas atau keliling lingkaran, saya lebih percaya saintis, Sebab saintis lah yang berhasil menemukan konstanta π (saya menyebutnya bilangan Tuhan, karena saintis hanya menemukan, tapi Tuhanlah yang menetapkan). Namun rasa takjub/salut dan kekaguman saya kepada para ilmuwan jenius (ulama sains) tidak serta merta membuat saya menghilangkan peran ulama agama dalam kehidupan pribadi saya. Sebab bagi saya ulama agama dengan dogmanya turut membantu saya memahami kepada siapakah rasa takjub/salut dan kekaguman terbesar/tertinggi harus saya tujukan.
Semakin saya sering membaca tulisan-tulisan anda, semakin yakin pula saya tentang keberadaan Tuhan, dan saya semakin merasa rendah dihadapan-Nya sehingga semakin besar pula dorongan/motivasi saya untuk memuji dan mengagungkan-Nya baik dalam ibadah ritual maupun ibadah lainnya.
Tks Mas Judhianto. keep writing and sharing..
@Truth Seeker: terima kasih…
Tulisan Mas Yudhi enak dibaca dan perlu.Selamat Tahun Baru , semoga lebih produktif lagi ditahun yang baru ini.Dereng wonten komentar rumiyin mas…..
@Mandra Wage: Selamat Tahun Baru. Matur suwun…
Buku Sejarah Tuhan tulisan Karen Armstrong juga asyik untuk disimak, tentang bagaimana lahirnya Monoteisme seperti yang dipahami sekarang.Cukup ber darah darah.Mereka yang menyembah ” Tuhan” lain akan ditumpas oleh si pemenang yang mengklaim “Tuhan” nya lah yang paling benar, ” Tuhan” lain adalah palsu , berhala.Ada ” truth claim” disini.
Manusia sejak awal keberadaannya percaya pada sesuatu kekuatan supranatural diluar jangkauan mereka. Cara memahami sesuatu kekuatan yang berada diluar jangkauan mereka itu bisa dalam bentuk animisme, dinamisme yang dalam perkembangannya menjadi politeisme, panteisme,monisme dan monoteisme.
Didunia ada banyak agama, ada agama yang sangat toleran dengan tingkat pemahaman dan tingkat kesadaran pemeluknya tentang “Tuhan “, seperti halnya anak sekolah ada yang TK, SD, SMP,SMA, PT.Cara berhitungnya pun beragam mulai dari aritmatik, matematik, aljabar dan kalkulus.Agama jenis ini membebaskan pemeluknya menyembah dan mempersepsikan “Tuhan” sesuai dengan tingkat kesadaran dan penalaran mereka dengan cara yang sangat beragam.
Ada agama yang sama sekali tidak bisa mentolerir cara cara memahami dan menyembah Tuhan yang berbeda dengan pemahaman dan cara yang sudah dipakemkan atau dipatent kan oleh pendiri agama tersebut.
Dari pemahaman pemahaman tersebut diatas lahirlah istilah istilah Agama Langit atau Agama Wahyu dan Agama Bumi atau agama buatan manusia.
Pada hakekatnya para penganut agama apapun semuanya percaya terhadap sesuatu kekuatan yang maha dahsyat diluar mereka yang mereka sebut dengan “Tuhan”.Namun mereka dalam sejarahnya sibuk bertengkar satu sama lain tentang kebenaran ” Tuhan” yang mereka sembah.
Kita dulu mengenal istilah istilah seperti Extra Ecclesiam Nulla Salus dan Extra Ecclesiam Nullus Propheta serta sejenisnya dalam bentuk bahasa lain..
Mas Yudhi , kapankah seperti kata De Rerum Natura dalam Caping nya Goenawan Mohamad, Religio, surga dunia terwujud dalam bentuk sapientum templa serena,”kuil kuil tenteram para aulia”, dimana kesalihan adalah kesanggupan kita menatap semua hal ” dengan pikiran yang damai” dimana manusia ber lomba lomba dalam kebaikan.Agar tidak seperti kata Voltaire, Agama disebut sebagai Monster Kuno.
Hari gini masih ada monster kata anak anak muda.
Mohon maaf kalau ada kata kata saya yang salah karena keterbatasan pengetahuan dan pemahaman saya.
Mohon pencerahan mas Yudhi.Matur nuwun.
MW
Assalamualaikum
Mas Yudhi , CATATAN PINGGIR GOENAWAN MOHAMAD pada edisi 30
Desember – 5 Januari 2014 Majalah Tempo sangat menarik nyambung dengan topik yang Mas Yudhi bahas.Judulnya RELIGIO
Intro nya sbb :
Agama adalah monster : beberapa menjelang kelahiran Isa Almasih , LUCRETIUS ,penyair dan pemikir Romawi,menggambarkan religio sebagai makhluk mengerikan yang menindas manusia.
….di seluruh negeri,
hidup manusia rusak tertindas
dibawah beban berat agama,
yang menampakkan kepalanya,
dari lapis langit,
mengancam manusai yang fana
dengan wajah yang menkutkan
Lucretius menuliskan itu di pembukaan De Rerum Natura (” Tentang Kodrat Benda – benda ).Ia menuliskannya ketika Republik Romawi berkecamuk oleh revolusi dan kontra revolusi, tahun 145 – 130 sebelum Masehi…..dst ( tolong dibaca mas Capingnya Goenawan Mohamad tsb ).
De Rerum Natura ,yang terdiri dari enam buku konon ditulis dengan keinginan untuk membebaskan zamannya dari ketakutan.
“kita harus mengusir ketakutan dalam jiwa ini, kegelapan ini,”tulis Lucretius, ” bukan dengan sinar surya atau anak panah hari yang bercahaya, melainkan dengan nalar dan tatapan alam.”.Memakai nalar menelaah alam : Lucretius sebagaimana Epicurus, adalah pendahulu ilmu modern dan filsafat ” serba zat “…….dst.Wabah dan penyakit bukan tulah dari langit, namun akibat ” partikel partikel beterbangan sekitar manusia yang membawa penyakit dan kematian.Baginya yang ada hanya “atom dan kehampaan”, zat dan ruang.Atom tidak bisa dihancurkan; tiap kehancuran sebenarnya hanya perubahan bentuk.Atom ( Lucretius menyebutnya dengan primordia,elementa, atau semina ) saling bertaut membentuk kombinasi tanpa henti, dan bergerak terus menerus , tanpa wujud akhir yang disiapkan.Maka kematian bukanlah titik putus.Tak ada akhirat.Neraka ada di dunia ini sebagai akibat kebodohan dan keserakahan.Surga ada didunia dalam bentuk Sapientum templa serena, ” kuil kuil tenteram para aulia “.
Dari sajak panjangnya, bisa dilihat Lucretius bukan seorang atheist.Tapi baginya Tuhan atau dewa dewa , tak terlibat dengan hidup kita ( mas tolong jelaskan tentang paham Qadariah dan Basyariah ).Mereka bukan pencipta mahluk, bukan sebab musabab kejadian.Alam menjalankan roda hidupnya sendiri.Maka tak ada gunanya bersikap salih seperti yang dilembagakan agama.”Kesalihan bukan karena kita sering menundukkan kepala yang bercadar kearah batu batu.” Bukan karena kita menghampiri semua altar, bukan dengan bersujud di kuil para dewa, bukan pula karena kita membasahi altar dengan darah hewan korban.”Kesalihan adalah adalah kesanggupan kita menatap semua hal ” dengan pikiran yang damai “…..
Teks De Rerum Natura ditemukan pada tahun 1417, tangkisan dan sambutan datang dari berbagai pihak terhadap tulisan tersebut.Tangkisan demi tangkisan datang dari Gereja Katholik, namun pandangan tersebuat diambut pada zaman pencerahan yang merayakan kemerdekaan berpikir.Tidak kurang dari Kant, didukung Frederick II, penguasa Prusia yang berteman dengan Voltaire berkata pada tahun 1741 : Agama adalah “monster kuno”.Tapi agama tak mati mati.Mungkin karena tak seluruhnya Lucretius benar bahwa agama “mengarahkan manusia kedalam mala dan kekejian” .
Lucretius yang mati bunuh diri dan Voltaire yang menulis surat surat imajiner membicarakan dirinya, tak kunjung menemukan ” kuil kuil tetnteram para aulia.Yang ia lihat hanya neraka : kebodohan, kerakusan….Meskipun sesekali ada secercah kemerdekaan.
Demikian ringkasan kutipan Caping nya Goenawan Mohamad yang konon lahan miliknya di Utan Kayu dipakai sbg markas Radio 68 H dan JIL, beliau seorang pemikir dan penulis yang produktif.
Dua hari lagi ummat islam akan merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW, Refleksi yang ditulis oleh seorang tokoh KH A Hasyim Muzadi di hal 1 dan 2 Republika tgl 12 Januari 2014 dengan Judul Maulid Nabi Bukan Semata HUT, perlu disimak untuk memperkaya wawasan kita tentang Pro dan kontra perayaan hari raya keagamaan.
Komentar dan ulasan mas Yudhi yang mencerahkan ditunggu.
@Mandra Wage: terima kasih, anda menyampaikan dua cara memandang agama yang menarik.
Karen Armstrong dalam Sejarah Tuhan dengan fasih menunjukkan bahwa agama bukanlah sesuatu yang jatuh tiba-tiba seperti adanya dari langit, melainkan hasil dialog panjang peradaban manusia untuk mencari apa yang dinamakan Tuhan. Tuhan adalah kreasi manusia dalam menafsirkan “sesuatu yang tak tergambarkan”.
Karya Lucretius yang disinggung Goenawan Muhammad menunjukkan bahwa proses pencarian Tuhan tersebut tidak selalu menghasilkan sesuatu yang positif. Huru-hara dengan bahan bakar agama di era Romawi, di era kegelapan Eropa, Ku Klux Klan di Amerika, Taliban di Afghanistan, permusuhan Syiah-Sunni serta merebaknya fundamentalisme Islam akhir-akhir ini – merupakan monster gelap yang juga merupakan wajah lain dari agama.
Apa yang perlu kita sadari adalah seindah apapun ganjaran yang ditawarkan agama, sesuci apapun wajah yang hendak ditamplikan agama, kita harus tetap memelihara sikap kritis kita terhadap agama – satu kecurigaan yang harus kita pelihara. Tanpa kecurigaan tersebut, bisa jadi kita akan lengah dan membiarkan kemanusiaan kita di rengut oleh agama tanpa kita sadari. Tanpa kecurigaan tersebut, bisa jadi agama akan mengubah kita menjadi monster.
Sikap kritis dan kecurigaan yang harus dipelihara terus terhadap apapun bukan saja terhadap agama seperti yang anda sebutkan….tetapi juga thdp politik….politisasi segala hal……tmsk politisasi agama…..tanpa kecurigaan kita akan lengah …dst…anda tepat sekali…kalau otak dan nalar anugerah “Tuhan” yang kita peroleh tidak digunakan secara kritis , jiwa dan raga kita akan dipasung …..jadilah kita robot monster….seperti jaman Hitler : Mein Fuhrer….uber alles……so kita harus belajar dari sejarah masa lalu….yang baik bagi kemanusiaan universal kita ambil , yang tidak baik menurut nalar kemanusiaan universal , kita buang.Keledaipun tidak terperosok kelobang yang sama untuk kedua kalinya…manusia bukan keledai….
Kembali kepada topik kita, suatu saat Dawkins berkata :” Para Theis memuja celah yang ditinggalkan Science…..
Dalam Megatrends 2000, John Naisbitt & Patricia Aburdence menulis : salah satu dari 10 kecenderungan, salah satunya adalah sebagai unsur penting dalam kebangkitan keberagamaan : “Spirituality Yes, Organized Religion, No….
Di tahun politik menjelang pemilu ini dimana para politisi….akan ada yang menempuh jalan pintas ….melakukan politisasi agama…di propinsi yang mayoritas kristen tentulah kristen yang jadi jualan kampanye, di Bali mestinya Hindu jadi bahan untuk menarik hati pemilih , dan secara keseluruhan di Nusantara ini tentulah Islam.
Untung para pemilih sudah mulai kritis….mungkin teringat seruan alm Cak Nur di tahun 70 an : “Islam Yes, Politic No.”….partai partai dengan label agama meraih sedikit suara….mereka merubah taktik mendeklarasikan sebagai partai terbuka…..tujuannya jelas meraih suara sebanyak banyaknya.
Cak Nur lebih lanjut mengatakan : ”
Corruptio Optimi Pessima ” = Corruption by the best is trhe worst “.Beliau mengajak Kecenderungan beragama yang terbuka dan penuh kelapangan =al- Haniffiyat al- Samhah ( ini saya ngutip saja dari beliau lho , aku gak ngerti artine).Agar kita bersama sama bisa Memayu ayuning praja = menjaga keselamatan negara dan memayu ayuning bawana = menjaga keselamatan jagad/bumi/semesta alam.
Tuhan yang pemahaman orang terhadap Nya beragam jangan kita peralat untuk mengalahkan, menumpas mereka dengan pemahamn lain…..
Aku Jauh Engkau Jauh, Aku Dekat Engkau Dekat kata BIMBO dalam syair lagunya ….Doorat Dooray Antikecha , Lebih Jauh Dari Yang Terjauh dan Lebih Dekat Dari Yang Terdekat…..sampai Ana Al Haq kata Mansur Al Hallaj…dia dibunuh…Aham Brahmasmi kata yang lain…dia selamat.Syech Siti Jenar,juga disebut Syech Lemah Abang dipateni karena punya pemahaman yang berbeda…..mbalelo dengan penguasa.
AKU.Siapa AKU ? AKU bukan ini bukan itu…menjauhi segalanya….AKU adalah Itu yang memeluk segalanya.AKU tanpa bentuk, tanpa batas, diluar ruang dan waktu.AKU didalam segalanya, segalanya didalam AKU.AKU dalah Zat /keberadaan mutlak, AKU adalah pengetahuan mutlak,AKU adalah kebahagian mutlak.Aku adalah dengan 99 nama sesuai dengan sifat sifat KU….
Hawkings akan bilang mbell…gak ada itu….
Kok berani berani nya Hawking yang cacat fisik berkata seperti itu.Kalau kita jadi dia pastilah akan meratap ratap : “kenapa nasibku seperti ini diberi fisik yang cacat…apa karmaku pada kehidupan masa lalu…dan akan berdoa siang malam agar kelak di akhirat mendapat tempat yang layak disisi Nya.Namun Hawkings tegar dari atas kursi roda dia jelajahi Alam Semesta dan mengatakan TUHAN tidak ikut campur dalam pembentukan Alam semesta, sementara kita sejak kecil sudah percaya Tuhan lah yang menciptakan Alam semesta ini dengan Kun Faya Kun…Tuhan lah yang menciptakan Alam semesta beserta isinya dalam 7 hari kemudian beristirahat.
Apapun kata Hawkings, aku tetap percaya TUHAN itu ada, DIA lah pencipta semesta dan isinya, DIA yang memberi inspirasi dan kekuatan dalam hidupku.Dia aku sebut Allah SWT, Gusti kang Maha Kuaos,Gusti Allah kang Murbeng Dumadi, Datta = Sang Pencipta Agung, Prajapati, Ida Sang Hyang Widi Wasa…Allah Bapa .What is in a name kata penyair Inggris.
Ada yang marah kalau KAU kusebut dengan nama yang sama dengan nama yang disebut orang , karena aku bukan golongan mereka.Namamu di monopoli.Di Malaysia buku bukuku di razia petugas.
Konon Hawkings sang jenius walau cacat fisik…telah menghasilkan maha karya dalam bidang fisika.
A God defined is a God Confined.
Selamat menikmati derasnya hujan , banjir dan kemacetan…banyak hujan banyak rejeki.
GONG XIE FA CAI
Wassalam,
MW
Saudara Judhianto..
Saya ingin menyatakan bahwa ketika saya memberikan pendapat ini, saya dalam keadaan penuh hormat, kepada anda namun tetap rileks.
Saya ingin bertanya,sebenarnya anda pro terhadap theis atau atheis sebenarnya? atau ditengah-tengahnya. karena dengan dasar apa anda berkeyakinan dengan theis, atheis atau ditengahnya (Ragu) saya bisa memulai dengan argumen saya.
1. Di penjelasan awal, anda mengatakan sains tidak mendukung keberadaan Tuhan, yang dinyatakan dengan poling para ilmuwan sekitar ” 76% atheis, 23% tidak perduli, sisanya theis” menurut saya sendiri, yang masih berfikir dengan kemungkinan, begini :
“Ibarat sebuah kelas , dikelas penuh dengan siswa, Kita bagi siswa tersebut menurut kecerdasannya, siswa yang masuk kedalam kategori rata-rata adalah yang mayoritas bukan? yang paling banyak, setuju? Kemudian.. Murid yang kurang dari rata2, dan lebih dari rata-rata (lebih cerdas) adalah minoritas. (Dalam hal ini) Murid yang cerdas, bisa dipastikan lebih benar dari pada murid-murid lainnya, karena lebih paham. dan kesimpulannya karena mayoritas belum tentu benar. Minoritas bisa jadi salah, tapi bisa jadi dia yang paling benar.
Nah kalau begitu bagaimana kita yakin bahwa sains ga mendukung agama, hanya karena yang mayoritas berpendapat tidak percaya tuhan, sementara si minoritas tidak perlu kita dengar pendapat nya? bisa jadi si minoritas itu yang benar. dan kemungkinan lainnya bisa jadi salah.
Bisa paham yang saya maksud?
Saya adalah muslim (meskipun bukan yg sangat ahli). saya pro terhadap keyakinan saya. Saya pro terhadap ilmuwan yang minoritas itu.
Lagi pula, kabar berita dari koran tersebut juga perlu ditanyakan ke benarannya, meskipun dari koran ternama belum tentu bisa kita buktikan.
2. Pernyataan saya, ini yang terakhir, sebenarnya saya dulu seorang yang bisa dibilang atheis/agnostik, dan sekarang saya (yg mungkin) sudah yakin (semoga tambah yakin) terhadap agama yang saya peluk. Dengan senang hati saya senang/bersedia untuk bercakap2/berdebat mengenai pengalaman saya tersebut.
Terimakasih 🙂
-Satu hal yang saya yakini, dunia ini, langit yang kita liat, udara yang kita hirup serta isi-isinya, serta keanekaragaman isinya, bukan hal yang terjadi begitu saja tanpa ada yang menciptakannya-
@Rizky Alvian: terima kasih untuk ikut berkomentar. Untuk pendapat anda:
Untuk mempermudah saya berikan analogi yang mungkin sama.
Untuk pertanyaan: “Siapakah yang seharusnya menjadi Gubernur Jakarta?”, pemerintah melakukan pooling yang dinamakan Pemilihan Gubernur. Dari hasil itu, sebagian besar memilih Jokowi. Apakah semua penduduk Jakarta memilih Jokowi? tentu tidak, ada yang sangat yakin bahwa yang seharusnya adalah Foke dan ada juga yang yakin seharusnya Hidayat Nur Wahid.
Apakah salah kalau kita katakan bahwa dari hasil Pilgub tersebut, rakyat Jakarta memilih Jokowi sebagai gubernur Jakarta? tentu tidak salah, hasil Pilgub tersebut bisa dianggap representasi dari pendapat rakyat Jakarta, terlepas dari sebagian yang masih yakin bahwa Foke atau Hidayat Nur Wahid adalah pilihan yang benar.
Jika para saintis dianggap sebagai representasi sains sebagaimana penduduk Jakarta sebagai representasi Jakarta, maka tidak salah jika dikatakan: berdasarkan pooling, sains tidak mendukung Tuhan; sebagaimana jika dikatakan berdasarkan Pilgub, Jakarta memilih Jokowi sebagai gubernurnya.
Bisa paham yang saya maksud?
Mengenai keyakinan anda tentang pencipta semesta, pertahankan! semua orang boleh punya keyakinannya sendiri.
sama-sama mas Judhi, sip.
Siap paham, hanya saja buat orang yang mungkin baru sekilas baca (awam) bisa langsung menyimpulkan yang berbeda seperti saya sebelumnya kalo dibilang “Sains nggak mendukung Agama”. Agama ga mendukung sains? Atau sains nggak berbanding lurus dengan ajaran Agama/ Eksistensi Tuhan? Bisa jadi awam tersesat karena pernyataan itu.
Dan sepertinya nya terlalu kecil ruang lingkup nya, kalau hanya mereka (yg guru2/mbah nya sains) saja yang mewakili bahwa “Sains” hanya mereka saja. Sains tersebar dimana-dimana bahkan banyak ilmuwan lain (yang tentunya sama2 ahli juga) yang membantah teori dari Stephen Hawking. Saya sebenarnya ingin memaparkan fakta2/teori2 yang dikatakan kontra dari si Stephen Hawking ini, tapi JUJUR saja saya menyatakan “Menyerah” untuk mencari bukti2 tersebut, pasti lebih panjang lagi dan waktu habis terbuang dan bisa jadi juga saya kalah dalam hal membuktikan hal ini, karena saya mengakui saya bukan ahlinya.
Hanya saja… Saya ingin berbagi pengalaman saja untuk saudara2 lainnya..
Kalo berbicara soal keyakinan, saya sebenarnya senang membaca sebuah POLA, entah kenapa itu datang satu per satu. Ketika saya baca buku kitab saya (Al-quran) dan semua seolah-olah merujuk kesitu. Entah itu tentang ciri-ciri fisik (alam), tentang sosial dll. Well kita ga tau, saya merujuk seperti kalimat/quote yang ada di kitab suci saya
“Untuk kalian yang meminta petunjuk, tidakkah telah Kami tunjukkan? Lihatlah di sekitarmu., lihatlah bintang-bintang, lihatlah matahari, lihatlah air. Inilah tanda-tanda untuk orang yang mengetahui.”
Dengan merujuk kekalimat tersebut (asumsi saya sendiri), kata-kata terakhir disitu “ORANG YANG MENGETAHUI” mungkin seperti orang yang ditakdirkan/tertakdirkan oleh sang Kuasa, untuk melihat atau memahami. (Semoga masuk kedalam bagian itu)
Maaf apabila komentar ini sedikit/banyak memihak terhadap keimanan theis, hanya mengungkapkapn pengalaman pribadi. Trims, salam untuk anda semua.
@Rizky Alvian: ya memang hasil pool pada anggota National Academy of Sciences (NAS) AS tidak bisa kita gunakan untuk representasi sains untuk seluruh dunia, masih ada organisasi sains di Indonesia, Arab Saudi, Iran, Turki dan lainnya yang pasti akan memberi hasil berbeda jika di survey. Pool yang saya kutip sama sekali tidak dapat mewakili pendapat seluruh saintis dunia.
Namun ada yang perlu kita pertimbangkan, AS disamping Eropa saat ini merupakan salah satu pusat sains terkemuka dunia. Hampir semua penemuan sains dalam abad terakhir ini terjadi di pusat-pusat sains tersebut, saintis dunia lainnya boleh dikata hanya mengekor pada apa kata mereka (bisa cepat, bisa lambat).
Jadi kita bisa punya keyakinan tinggi bahwa apa yang menjadi pandangan saintis AS sekarang tentang sains, akan menjadi pandangan umum seluruh saintis dunia tentang sains di masa depan – walau kita tak bisa memastikan tepatnya kapan.
Untuk pengalaman yang dibagikan, ada hal menarik yang saya tangkap: “menangkap pola”.
Manusia memang punya kemampuan luar biasa untuk “menangkap pola”, mereka bisa menarik pola dari berbagai hal yang terlihat tanpa hubungan.
Dengan kemampuan menangkap pola ilmuwan bisa menemukan teori-teori baru, kemajuan manusia ditentukan oleh kemampuannya untuk menangkap pola-pola baru.
Akan tetapi tidak semua pola mewakili sesuatu yang berarti atau sesuatu “kebenaran”.
Orang dulu memandang bintang-bintang yang bertebaran dan mencari pola disana, maka ada bermacam rasi bintang ditemukan. Ada Libra, Leo, Gemini dan lain sebagainya. Lebih jauh lagi setelah menemukan pola dilangit, mereka mencoba menghubungkan dengan hidup mereka, maka lahirlah ramalan horoskop.
Apakah rasi bintang itu “kebenaran”, tentu tidak. Itu hanya proyeksi imajinasi manusia yang dicocok-cocokkan dengan sesuatu yang sebenarnya bukan apa-apa.
Menangkap pola juga bisa membahayakan bagi orang lain.
Fenomena pembakaran tukang sihir di eropa, pembunuhan dukun santet atau sekedar bermacam-macam teori konspirasi dan cocokologi, menunjukkan betapa “menangkap pola” bisa berbahaya.
Bagaimana menentukan pola yang berarti dan pola yang sekedar imajinasi kita? pengujian dan pengujian ulang atau verifikasi.
Dengan melakukan verifikasi dengan jujur, melibatkan para ahlinya dan bisa diuji semua orang, maka tidak akan ada tukang sihir atau dukun santet yang dibakar massa, atau pasangan yang tidak jadi menikah karena zodiaknya beda.
“Menangkap pola” yang anda tunjukkan juga bisa ditunjukkan oleh orang yang percaya bahwa Doraemon-lah yang menciptakan alam. Saat melihat keindahan alam, ia akan menunjuknya dan berkata: “betapa hebatnya Doraemon, kami tak melihat sedikitpun cacat penciptaannya disana!, alangkah celakanya manusia yang tidak bisa melihat tanda-tandanya. Semoga suatu saat mereka akan mendapatkan hidayah untuk bisa melihat tanda-tanda kebesaran Doraemon sang pencipta semesta”
Bila kita tak bisa melakukan verifikasi dan membuktikannya kepada orang lain, sebaiknya kita simpan saja pola yang kita tangkap hanya sebagai konsumsi pribadi. Itu menentramkan.
oke setuju, bahasan kaya gitu memang lebih baik untuk konsumsi pribadi.
@Rizky alvian: benar beragama itu seperti berumah-tangga. Itu pilihan pribadi kita.
Walau kita sangat bahagia dengan perkawinan kita, tak pada tempatnya bila kita ceriwis meyakinkan orang lain bahwa pasangan kita jauh lebih cantik/tampan dari pasangan mereka dan bahkan memaksa mereka untuk berhubungan dengan pasangan mereka seperti kita berhubungan dengan pasangan kita. Itu konsumsi pribadi.
Kalau orang tanpa agama mengkritik agama anda? anggap saja itu jomblo iseng, anda punya pengalaman, mereka punya teori 🙂
setuju 🙂
Pripun mas Judhi kok mboten wonten komentar malih.Mana komentarnya yang memancing diskusi lebih lanjut ?
MW
@Mandra Wage: mungkin penjenengan bisa nyumbang pancingannya? monggo… sing gampang wae 🙂
Agus Sunyoto dalam Resensi Suluk Abdul Jalil Perjalanan Ruhani Syaikh Siti Jenar….menulis :
Daya tahan setiap PEMIKIRAN, AJARAN, ALIRAN IDEOLOGI, PERADABAN dan semacamnya ditentukan seberapa besar pemikiran tsb dapat diterima oleh MASYARAKAT, PENGUASA dan KOMITMEN para pengikutnya dalam menjaga kelangsungannya.Jika salah satu dari ketiga komponen tsb tidak seiring maka akan mengalami : KETERSENDATAN, KETERPURUKAN< BAHKAN PUNAH.
Lebih jauh KH.A.Mustofa Bisri dalam " Membaca Sejarah Tanpa Kepentingan" : Orang yg dengan cerdas membaca sejarah kehidupan manusia termasuk dan khususnya mengenai keimanan….akan menjumpai banyak kekacauan bahkan tragedi ketika nafsu dan urusan kekuasaan memimpin pihak pihak yang berkepentingan…..Tengoklah kekuasan (elit ) dalam menggiring kehidupan umat selama ini…Elit penguasa bisanya mengajak TUHAN ( yang kita bicarakan dalam rubrik ini ) utk mendukung kepentinagnnya….dikiranya TUHAN adalah pandai besi yg sewaktu waktu bisa mereka minta buatkan pedang untuk melawan hamba hambanya sendiri.Kekacauan ini membawa kpd sikap tidak pernah melihat manusia secara utuh….apalagi manusia itu pihak yang kalah oleh kekuasaan.
Mas Judhi, konsep "TUHAN" masa lalu yang menurut mas Judhi harus diselamatkan dari SAIN masih hidup ditengah tengah kita….Asmanya diteriakkan orang sambil menenteng pedang….AK 47…..
Waktu yang akan membuktikan konsep mana yang bertahan lama……atau seperti roda ??
@Mandra Wage: menurut saya kriteria suatu pemikiran dapat berguna cuma satu: berguna.
Percaya pada sihir dan perdukunan bisa bertahan karena bisa memberi penjelasan pada ketakutan yang tidak mereka ketahui, walau itu tak logis dan mungkin tak bisa dimanfaatkan oleh penguasa. Kepercayaan itu akan hilang dengan sendirinya saat manusia semakin logis dan menemukan bahwa sihir tak lagi berguna untuk mengatasi problem yang mereka hadapi sehari-hari.
Tuhan mungkin selamanya akan tetap ada karena berguna untuk menjadi label dari “unknown” – yang tak diketahui – walau perannya akan terus mengecil sejalan dengan menyempitnya apa yang disebut “unknown”.
Menurut saya definisi kata tuhan adalah sesutu yang di agungkan,atau sesuatu yang dipuja puja.Jadi sebenarnya tidak ada orang yang ATEIS itu.Karena dia menafikkan dirinya sendiri.Paling tidak dia harus menuhankan logikanya dan ini adalah kesombongan yang luar biasa.Karena belum tentu logika selalu benar.Demikian juga sang pembawa ajaran mengatakan tidak ada agama yang benar kecuali islam.Dia sendiri terjebak oleh ego pribadinya.Kalau dikatan sholat adalah cara menyembah tuhan yang paling benar,jawabnya YA.kalau dikatakan syariat islam yang paling benar jawabnya TIDAK.banyak syariat lain yang mungkin lebih baik.Jadi menurut saya tidak ada kebenaran mutlak.Kebenaran berlaku pada saat itu pada pembanding yang serupa pada saat itu.Pada saat lain kebenaran berlaku dengan pembanding serupa pada saat lain.Jadi logika itu juga belum tentu benar mutlak.Dan ajaran agama juga sain belum tentu benar mutlak.Karena kebenaran mutlak hanya milik TUHAN.Dan TUHAN tidak akan pernah mati semaju apapun sain itu.Tetap TUHAN sebagai pemegang kebenaran mutlak.
@Andik: bagi saya Ateis atau Teis itu berbeda dalam menentukan sumber makna hidup.
Bagi Teis, makna hidup di dunia sudah ditentukan oleh sesuatu di luar manusia yang dinamakan Tuhan; sedangkan bagi ateis makna hidup ditentukan sepenuhnya oleh manusia itu sendiri.
Bagi Teis, kehidupan ini hadiah dari Tuhan, dan Tuhan yang berhak mengatur hidupnya. Jika hidupnya memuaskan Tuhan, ia akan mendapat hadiah (surga) bila ia tidak memuaskan Tuhan, ia akan dapat hukuman (neraka). Makna hidup di dunia ini hanyalah tentang mendapatkan surga dan menghindari neraka.
Bagi Teis, kehidupannya adalah hasil proses alami semata, sehingga ia tidak percaya ada sesuatu diliar manusia yang berhak mengatur hidupnya. Hidup hanya sekali, tak akan ada neraka yang ditakuti atau surga yang didamba. Makna hidup harus ia cari sendiri.
Karena tak ada standard yang harus diikuti atau dipatuhi ateis, mereka bisa mempunyai rentang yang sangat jauh tentang makna hidup.
Di sisi dasar ada ateis yang menganggap hidup ini hanyalah tanpa arti, dan jatuh ke nihilisme yang mengabaikan semua aturan dan norma.
Akan tetapi tidak sedikit ateis yang menganggap karena hidup ini hanya sekali, sayang sekali jika dijalani begitu saja tanpa arti atau kebanggaan diri. Mereka menerapkan standar yang tinggi atas diri mereka sendiri, bukan karena mengharapkan hadiah atasnya, melainkan mereka ingin menjalani hidup dengan kebanggaan atas diri mereka sendiri. Kita dapat melihat ini pada banyak aktivis kemanusiaan, perdamaian, atau penyelamat lingkungan yang berasal dari kelompok ateis.
Apakah ateis berarti menuhankan logika? karena tak ada standar ukur yang harus dipatuhi ateis, maka jawabannya bisa benar atau salah.
Tapi yang jelas ateis menentukan sendiri makna hidupnya. Logika, sains atau perasaan hanyalah alat yang mereka gunakan, jika mereka menggunakan secara intensif alat itu – buka berarti mereka menyembah alat itu.
jawaban anda gak nyambung dengan komentar saya bos.Saya ulangi,menurut saya definisi kata Tuhan adalah sesuatu yang diagungkan atau dipuja puja.Saya nggak mengatakan yang disembah.Contoh FIRAUN mengatakan anarabbukumul ala,apakah dia menyembah dirinya?tidak.Sang pembawa ajaran,inna dinna indallohil islam,apakah dia menyembah dirinya,tidak.Tapi mengagungkan.Saya mungkin juga seperti anda,penyembah TUHAN bukan pemyembah ajaran,bukan penyembah sain.Karena bagi saya sain akan gugur bila ada temuan lain yang menyangkalnya.Bagi saya TUHAN adalah causa prima,setelah itu berlaku hukum alam atau hukum sebab akibat.Tuhan nggak pernah menurunkan kitab suci.Saya sholat sebagai sarana mendekatkan diri kepeda TUHAN,soal manfaat dan pahala mbel….. saya gak ingin itu.,surga dan neraka mbel…Soal makna hidup ya saya sendiri yang menentukan.Soal kegagalan dan keberhasilan itu ya akibat jerih payah saya.Kata pak ustad kemiskinan didunia akan dibalas di surga mbel…Kata mario teguh kegagalan adalah sukses yangtertunda,ini kata penghibur.kalo gagal terus yo goblok jenenge mas.
@Andik: okelah… mungkin dianggap gak nyambung. Beda kepala memang susah kalau harus sama isi.
Sip-lah 😉
tuhan, jika ada… mungkin akan berbeda dengan apa yang digambarkan dalam agama
Maaf ijinkan saya nimbrung topik lama ini untuk menggali pemahaman yg mudah mudahan berguna.
Dengan orientasi yg tajam perbedaannya antara Atheis dg Theis, Apakah tdk ada ruang bagi theis untuk memaknai hidupnya sendiri..??. Lagipula bagaimana memaknai hasil yang tidak selalu linier dengan input dan prosesnya. Apakah Jokowi menjadi presiden atas kehendak dan upayanya sendiri. Bagaimana menjelaskan rentetan hasil yang sering tidak sesuai dengan usaha dan rencana semula..?? sehingga muncul istilah Hoki…nasib…. beruntung…apes…sial dlsb, SIAPA / APA DIBALIK SEMUA ITU.?? mohon pencerahannya. Tks
@Sastro: hasil yang tidak selalu linier dengan input dan prosesnya merupakan fakta yang melekat disemua peristiwa.
Setiap peristiwa merupakan hasil dari banyak parameter dalam prosesnya. Usaha manusia hanyalah satu diantara parameter yang bisa dikontrolnya, sisanya? tak bisa dikendalikannya.
Untuk bagian yang tak dapat dikendalikannya, orang religius mengatakan: itu ditentukan kehendak Tuhan. Bila hasilnya bagus, berarti Tuhan berkenan dengan usaha kita. Bila hasilnya buruk, mungkin itu cobaan atau hukuman buat kita.
Apakah kelak manusia akan bisa mengontrol semua parameter sebuah proses sehingga bisa memastikan hasilnya? tentu tidak. Sains menunjukkan bahwa ketidakpastian itu karakteristik yang melekat pada alam ini. Di skala mikroskopik, posisi, kecepatan dan momentum sebuah partikel seperti elektron, foton dan partikel lainnya hanya bisa ditebak tak bisa dipastikan. Jika materi dasar semesta saja, perilakunya hanya bisa ditebak, apalagi materi yang lebih kompleks seperti manusia dan proses yang melingkupinya.
Untuk ketidakpastian itu, saintis cuma mengatakan: ya memang itu diluar kontrol manusia, mau apa lagi. Kalau hasilnya baik, ya akan menyenangkan. Kalau hasilnya buruk, ya memang menyebalkan. Diterima saja, tak usah berterima kasih atau menyalahkan oknum lain seperti Tuhan atau Setan.
Kalau sudah berusaha keras mengendalikan apa yang bisa kita kendalikan, ya tinggal pasrah saja. Biarlah Tuhan (religius) atau probabilitas (non religius) yang menentukan hasil akhirnya, gitu aja kok repot (Gus Dur).
Makasih ulasan untuk memaknai hasil suatu proses dan inputnya. Bgmn pertanyaan pertama tentang adanya ruang bagi theis utk bisa memaknai hidupnya sendiri apakah tdk dimungkinkan..? Kebetulan saya theis tapi berusaha untuk memaknai hidup saya sendiri… apakah ini anomali dalam beragama..?? Tks.
@Sastro: sumber makna hidup manusia tidak pernah tunggal. Ada yang bersumber dari luar seperti agama, negara, masyarakat, keluarga atau yang bersumber dari perenungan diri pribadi kita sendiri.
Ruang untuk mencari makna pribadi selalu terbuka, yang berbeda hanyalah dimana manusia menempatkan prioritas makna tersebut.
Orang dengan religiusitas ekstrim akan menganggap hanya ada sumber makna tunggal, yaitu dari Tuhan (agama) dan mengabaikan sumber yang lain. Tapi kebanyakan orang meraciknya agar sesuai dengan dirinya, ada yang diambil dari agama dan ada yang dibuang – itu wajar saja kok.
@judhianto :kata mas Judhi …. Oramg dgn religiusitas ekstrim akan menganggap hanya ada sumber makna tunggal…yaitu Tuhan (agama) dan mengabaikan sumber lain…….
Orang spt ini selalu merasa sumber rujukan hidupnya yg paling benar …..repotnya kalau pemahaman ini dibawa ke wilayah publik yg masyarakatnya majemuk .Pada saat pembahasan ttg demo anarkis bentrok antara FPI dan Polisi saat demo menolak Ahok di acara JLC.Saat giliran Nusron dari GP ANSOR berkomentar : bahwa dalam hidup bermasyarakat ada tiga hukum yg harus dihormati , Konstitusi, Hukum Allah/Tuhan, dan Hukum Adat.Diwilayah publik dalam berbangsa dan bernegara yang majemuk Konstitusi lah yg tertinggi kita pegang dalam berinteraksi dgn sesama….yg lainnya kita bawa kewilayah privat…dan ke wilayah publik apabila tidak bertentangan dgn Konstitusi yg kita sepakati bersama krn Indonesia bukan NEGARA AGAMA tertentu.Kita adalah orang Islam yang hidup di Indonesia.
Jubir FPI tidak sepakat…mereka mengatakan …Hukum Allah lah yang paling tinggi dan harus kita pegang kapanpun dan dimanapun.
Mas Judhi …pandangan 2 spt ini akan selalu ada sepanjang jaman…tinggal siapa yg punya power lebih utk mengatur hidup orang/masyarakat.
Fenomena ISIS sangat menarik…didaerah yg mereka kuasai mereka hancurkan yg mereka ianggap berhala …yg dianggap kemusyrikan…makam para nabi dan situs situs sejarah lainnya diluluh lantakkan…konon mereka terapkan hukum yg keras…merajam seorang gadis yg dituduh terbukti berzinah didepan ayahanda yg membesarkan mereka dan ayahandanya sendiri ikut aktif menyiapkan proses eksekusi putrinya ini tanpa tersentuh emosinya.
Diabad pertengahan di Eropa juga terjadi hal yg sama , eks komunikasi…pengucilan,pembakaran thd mereka yg dianggap tidak sepaham.semuanya karena TRUTH CLAIM tadi …..Extra Ecclesia Nula Salus…Ina dina …dst ???
Aapakah sejarah akan terulang terus seperti ini, apakah juga akan terjadi di Indonesia ?????
Gusti Allah mboten sare kata seseorang, Gusti Allah Maha Pengasih dan Penyayang…kata yang lain….bagaimana ini mas Judhi….bagaimana bisa Gusti Allah Yang Rahman dan Rahim bisa membuat sebgaian umatnya mengatasnamakan Asma NYA melakukan kekejaman thd sesama yg dianggap menyimpang tanpa memberi kesempatan memperbaiki diri ?
Mohon pencerahan hamba yg masih terus mencari makna hidup !!
@Mandra Wage: agama itu soal keyakinan, dan keyakinan itu bersifat pribadi – gak bisa dipaksakan ke orang lain.
Selama masih diwilayah keyakinan maka agama bisa menjadi pendorong pribadi menuju kebaikan kepada sesama.
Namun manakala keyakinan agama yang bersifat pribadi ini mulai dipaksakan kepada orang lain, baik melalui propaganda maupun kekuasaan, bencana mulai timbul karena tiap orang bisa punya keyakinan sendiri yang berbeda – bahkan dalam agama yang sama. Sejarah Eropa di abad pertengahan bisa menunjukkan peperangan atas nama agama yang tak henti tidak membawa manfaat apa-apa.
Satu-satunya jalan, ya menjaga agama agar tetap diwilayah yang seharusnya, yaitu wilayah pribadi. Untuk urusan publik, semua aturan yg dipakai harus berdasarkan kesepakatan bersama, bukan aturan dari langit yang tiap kelompok bisa beda.
Kalau Indonesia tetap terpukau pada jargon sebagai negara religius, maka kekerasan yang disulut agama suatu saat akan meledak. Sebagai negara yang masyarakatnya bhinneka, maka menjadi negara sekuler adalah pilihan satu-satunya.
Untuk yang Islam, mungkin tepat jargon Cak Nur ini: Islam Yes, partai Islam No.
Semantara hiruk pikuk diluaran tentang boleh tidaknya seseorang mengucapakan Selamat Natal.Maka pada kesempatan ini saya ucapkan SELAMAT HARI RAYA NATAL 2014 bagi yang merayakan dan SELAMAT TAHUN BARU 2015 bagi kita semua.Semoga di tahun yang baru ini bangsa kita diberkahi dengan hal yang lebih baik demi kemakmuran , kedamaian dan kebahagiaan oleh Tuhan YME , Tuhan nya semua mahluk. Amin
Ada yang lebih penting dari itu untuk dijjawab. Lantas apa atau siapa yang memberi nafas kehidupan untuk materi atau energi yang kemudiaan diidentfikasi sebagai mahluk hidup seandainya memang Tuhan tidak ada ?
@Ahmad: anda aneh. Yang percaya bahwa ada yang nafas atau energi itu hasil pemberian, itu kan cuma orang yang percaya Tuhan? Sebelum bertanya seperti itu, sepertinya ada tugas yang lebih relevan, yaitu meyakinkan orang yang anda tanyai bahwa Tuhan itu ada 🙂
Terbalik bos….okelah mulai dulu dengan kesepakatan bahwa Tuhan tidak ada. Klo anda ikuti teori terbentuknya alam semesta dari Big Bang sampai dengan teori terbaru dalam fisika kuantum seperti Super String, Teori M, kuanta…..maka yang dibahas adalah partikel bernama atom. Sekarang pertanyaannya yang terpenting adalah bagaimana kumpulan atom2 ini bisa hidup (bisa bernyawa). Andalah adalah kumpulan atom lho pak………Belum ada satu penjelasan pun yang bisa menjelaskan itu. Oleh karenanya pastilah ada daya atau energi yang bisa menghidupkan kumpulan atom2 tadi. Paham bos ?. Jadi uraian atau penjelasan yang mempertanyakan Tuhan itu ada atau tidak adalah bersifat jump to conclusion….
@Ahmad: dari kacamata sains, dari hukum alam menuju terbentuknya materi dan energi lalu melangkah lebih jauh ke kehidupan dan akhirnya menuju kesadaran dan peradaban itu melalui berbagai macam hukum alam.
Ada yang sudah bisa dijelaskan dengan gamblang, ada yang masih diselidiki. Jalan masih panjang, tapi setiap langkah jalan sains berangkat dari bukti-bukti dan pengujian-pengujian. Dan dalam langkah itu tidak ditemukan (diperlukan) sosok supernatural untuk proses-proses tersebut. Sains mengatakan tidak ada sosok supernatural semacam Tuhan karena memang dalam penelitian sains selama ini, bukti untuk itu tidak ada.
Yang namanya jump conclusion itu yang yakin bahwa ada sosok supernatural yang menciptakan segalanya, mengatur segalanya, memata-matai segalanya, dan bakal memberi hadiah/hukuman kepada manusia — tanpa satupun bukti yang bisa diverifikasi.
Dalam hal ini tugas anda mengidentifikasi dari mana dan siapa pemberi kehidupan itu. Saya tidak ingin berpolemik dengan istilah penyebutan “Tuhan”.
@Ahmad: yang mendefinisikan bahwa kehidupan adalah hadiah itu kan anda? kok saya yang disuruh membuktikannya?
Saya percaya kehidupan itu hasil proses alami, bukan hadiah. Kalau anda percaya itu hadiah, ya itu urusan anda untuk membuktikannya 🙂
Itu artinya pula anda tidak bisa mempertanyakan Tuhan itu ada atau tidak ? Karena yang paling fatal dalam hal ini saya ingin tahu yang menghidupkan kumpulan atom (termasuk anda dan saya) itu siapa ??. Pertamyaan ini harus terjawab untuk sampai pada pertanyaan Tuhan ada atau tidak. Persoalan utama disini adalah semua teori-teori itu menjelaskan benda mati yang bernama atom.
@Ahmad: yang percaya ada yang menghidupkan kumpulan atom itu anda kok. Saya tidak percaya, kok saya ditanya siapanya?.
Saya percaya kehidupan itu hasil proses alami
Tolong jelaskan proses alami terjadinya kehidupan pada kumpulan atom2 ?
@Ahmad: ini ada situs yang bagus membahas sejarah semesta kita dari awal terjadinya hingga masa sekarang berdasarkan berbagai fakta dan teori yang dimiliki para saintis https://school.bighistoryproject.com/bhplive
Ada juga seri 12 episode Cosmos dari National Geographic Channel yang bagus http://channel.nationalgeographic.com/cosmos-a-spacetime-odyssey/ .
Terima kasih atas tautan linknya. Namun tetap tidak bisa menjawab Siapa, Darimana dan Bagaimana proses terbentuknya kehidupan (nyawa) pada “sekumpulan atom” yang bernama mahluk hidup. Ini adalah zona (area) besar yang mesti terjawab dulu untuk sampai pada pertentangan Tuhan (Roh Yang MAHA) ada atau tidak ada….:-)
@Ahmad: kalau anda mengharapkan penjelasan dimana ada unsur biologis bersatu dengan unsur non materi yang anda sebut roh/nyawa untuk membentuk makhluk hidup — anda tidak akan menemukannya.
Roh/nyawa sebagai unsur kehidupan adalah zat khayal yang diperkenalkan oleh kepercayaan dan agama. Itu tidak ada buktinya.
Kehidupan adalah proses biologis (materi) murni.
Bios = Hidup, proses biologis berarti proses “menghidupkan” yang “mati”. Iya kan ? Bagaimana yang hidup menyatu dengan yang tidak hidup ? Itu persoalannya. Kalau tak ada penjelasannya oke berarti untuk point ini kita tidak punya titik temu. Biarlah saya mempercayai Tuhan itu sebagai manifestasi Supranatural “Roh Hidup” dan “Menghidupkan” yang mati. Kalau anda tidak sependapat, berarti poin ini tidak ada titik temu dan tidak bisa dilanjutkan.
@Ahmad: saya tidak percaya roh, tapi saya menghormati kepercayaan anda
Oke saya juga menghormati pilihan anda 🙂 Kita lanjutkan di topik yang lain. Saya tunggu komen anda 🙂
“Tuhan. Tak akan pernah bisa dijangkau sains”
..
Kayanya nggak juga.
Sains itu kan berkembang. Tidak pernah berhenti. Yang sekarang tidak ada/ tidak bisa, tahun depan mungkin bisa. Sains itu luar biasa.
Mungkin saintis sekarang terlalu sibuk dengan dunia sains, jadi tidak sempat mempelajari agama / ajaran tuhan. sehingga saat ditanya tentang ketuhanan jawababnya dengan satu sudut pandang.
..
Seperti Ken-Do dan metallurgi. Meskipun tidak selalu berhubungan tapi saling membutuhkan.
..
Bisa saja tahun depan, ada saintis yang juga sibuk dengan agama, sehingga ditemukan tuhan dalam arti ilmiah. Meskipun tentu saja bukan wujudnya.
@Gendruwo kucing: ini seperti ketika Jomblo akut diberitahu, “Raisa tak akan pernah kau jangkau”
Jawabnya, “Kayanya nggak juga. Cinta itu kan berkembang. Tidak pernah berhenti. Yang sekarang tidak terjangkau, tahun depan mungkin bisa. Cinta itu luar biasa.”
Ya gak ada salahnya pernyataan si Jomblo. Berharap (atau ngayal) kan sah-sah saja 🙂
Itu kan pemikiran Anda bung Judhianto. Kenapa sih harus ribet mendikte Tuhan. Kaum saintis saja enjoy, ga mikir sampai kesana.
@M. Nur Hisyam: di bagian mana tulisan saya yang menunjukkan saya mendikte Tuhan?
Lalu yang anda sebut kaum saintis itu siapa? dari parameter apa anda tahu pikiran mereka?
Semacam asal klaim ini-itu?