Bagaimana gambaran hubungan sains dan Tuhan? macam-macam.

Ada yang bilang semakin banyak sains mengungkapkan fakta baru yang sebenarnya sudah lama ditulis dalam kitab suci. Itu bukti kebenaran kitab suci, itu bukti keberadaan Tuhan yang menurunkan kitab suci tersebut.

Ada yang bilang: ah itu cocokologi! kalau kita baca konteks tulisan yang dianggap cocok tersebut, akan terlihat bahwa kitab suci tidak bermaksud sama sekali sedang membicarakan fakta sains yang mereka maksud. Itu hanya upaya memalukan untuk mencocok-cocokan dengan sains, tak lebih. Lagi pula kenapa para ahli kitab suci itu tidak menemukan lebih dulu “fakta sains” tersebut sebelum ditemukan saintis? bukankah kitab suci mereka sudah mengatakannya ribuan tahun yang lalu?

Kedua pendapat di atas saling bertolak 1800, saya tidak akan mengurai lebih jauh dua pendapat tersebut, saya hanya akan menggajak pembaca untuk menelusuri sejarah yang menggambarkan hubungan Sains dan Tuhan.

Tuhan Adalah Sains

Di awal peradabannya, manusia adalah mahluk yang serba ingin tahu yang terdampar di dunia yang tak dimengertinya.

Manusia sama sekali tak punya penjelasan teknis tentang apa dan bagaimana matahari bisa memberi cahaya, kehangatan dan muncul dengan teratur. Manusia sama sekali tidak punya penjelasan tentang pepohonan, hewan-hewan, angin, hujan, dan bintang-bintang.

Manusia sama sekali tidak bisa memperkirakan nasibnya hari ini, apakah mendapat buruan atau bahkan tewas diburu binatang buas. Alam begitu tak tertebak, apa yang akan dialaminya hari ini seolah-olah semuanya diluar kontrolnya.

Di ketidaktahuan tentang alam disekelilingnya, di ketidakmampuan untuk memastikan nasibnya, manusia menemukan Tuhan sebagai jawaban.

Mengapa matahari bersinar?, mengapa hujan jatuh?, mengapa ada binatang dan pepohonan?
Semuanya sudah terjawab oleh jawaban yang memuaskan: Semua itu atas ijin dan kehendak Tuhan yang serba maha (maha pencipta, maha pemelihara, maha tahu, maha kuasa dan segala maha).

Jika manusia tak bisa mengendalikan nasibnya, lalu siapa?
Semuanya sudah terjawab oleh jawaban yang memuaskan: Tuhan menentukan nasib semua mahluk, dari lebah yang mencari madu hingga manusia yang berangkat mencari penghidupannya. Mintalah pada Tuhan untuk nasib baikmu hari ini.

Jika sains adalah upaya manusia memahami segala sesuatu, maka di era ini Tuhan adalah sains itu sendiri.

Sains Untuk Memahami Tuhan

Ketika manusia mulai bisa menemukan bahwa ada keteraturan di alam, bahwa alam bergerak menurut sebab dan pola tertentu, maka manusia mulai merumuskan bagaimana cara membaca alam. Beberapa orang mulai mengkhususkan diri untuk meneliti dan merumuskan pola dan cara kerja alam, inilah berawalnya sains dan saintis.

Dengan pemahaman sainsnya manusia mulai tidak lagi menjadi mahluk yang sama sekali tidak berdaya dihadapan alam. Dengan mengerti cara kerja alam, manusia bisa menyesuaikan diri menghadapi alam dan bahkan memanfaatkan alam untuk keuntungannya.

Alam masih menjadi misteri bagi manusia, lebih banyak yang tidak diketahui manusia dibanding yang ia tahu. Kehendak dan ijin Tuhan masihlah menjadi jawaban yang paling memuaskan manusia. Sains? itu hanyalah alat untuk bisa memahami sebagian kehendak Tuhan, hanyalah alat untuk mengagumi Tuhan yang berada dibalik semua keteraturan alam ini.

Gregory Mendel – perintis genetika dan Ibnu Rusyd – filosof dan ahli kedokteran. Mereka adalah tipologi Ulama-Ilmuwan yang bekerja dengan sokongan penuh institusi agama

Pada era ini kehendak untuk memahami Tuhan menjadikan agama menjadi pendorong utama semua usaha perolehan sains. Hampir semua penemuan besar sains di awal berkembangnya sains berasal dari lingkaran elit para agamawan, mereka ulama-ilmuwan atau pendeta-ilmuwan. Sistem pendidikan, sekolah dan universitas diseluruh dunia, pada mulanya berdiri dan berkembang untuk kepentingan agama. Mereka belajar untuk memahami Tuhan, untuk menemukan betapa sempurnanya Tuhan mengatur semesta.

Di era ini sains digunakan untuk memperkuat dogma-dogma agama. Ketika kitab suci mengatakan Tuhan menciptakan alam, maka sains bekerja untuk membuktikan betapa sempurnanya hukum yang mengatur alam. Sempurnanya hukum alam menjadi bukti yang kuat tentang betapa hebatnya Tuhan yang menciptakan hukum alam tersebut.

Di era ini sains adalah alat untuk memahami kebesaran Tuhan. Agama merupakan pendorong utama sains.

Tuhan Yang Butuh Sains

Ketika sains menjadi semakin maju, manusia mulai menyadari bahwa sains tidak hanya bisa menjelaskan sebagian dari fenomena alam, melainkan sains seharusnya bisa digunakan untuk menjelaskan semua fenomena alam. Bila masih ada fenomena yang belum terjelaskan, manusia yakin, itu hanyalah masalah waktu saja. Suatu saat manusia pasti bisa menjelaskan dengan sains.

Kepercayaan terhadap sains bahkan mencapai titik dimana kita percaya bahwa dengan sedemikian sempurnanya hukum alam, maka tidak akan ada satupun peristiwa yang bisa terjadi dengan melanggar hukum-hukum alam.

Penjelasan mistis atau mukjizat semakin tidak mendapatkan tempat, itu hanya untuk yang percaya tahayul, kurang pendidikan dan bahkan bodoh.

Bagaimana dengan campur tangan Tuhan? mungkin Tuhan bisa melakukan campur tangan terhadap suatu peristiwa, tetapi campur tangan-Nya tidaklah dilakukan dengan melanggar hukum alam.

Misalkan jika orang yang jatuh dari lantai 4 sebuah gedung, pasti orang tersebut mati. Tetapi atas campur tangan Tuhan, orang tersebut bisa selamat. Akan tetapi campur tangan Tuhan tersebut harus bisa dimengerti nalar dan tidak melanggar hukum alam.

Orang tidak akan percaya jika tiba-tiba orang yang jatuh tersebut tiba-tiba melayang dan mendarat dengan lembut di tanah karena ada malaikat tak terlihat yang membantu mendaratkannya.

Orang akan percaya jika tiba-tiba ada truk dengan bak berisi penuh dengan busa yang berhenti tepat di mana orang yang jatuh tersebut mendarat, orang tersebut selamat karena mendarat di tumpukan busa. Tuhan membantu dengan mengatur truk tersebut melintas disaat yang tepat.

Pada titik ini sains sedemikian kuatnya, hingga agama merasa butuh mendapatkan dukungan sains agar bisa diterima masyarakat. Maka banyak agamawan yang berusaha menunjukkan bahwa agama mereka benar karena apa yang dikatakan agama yang mereka anut bisa dicocokkan dengan sains.

Ada banyak sekali ulama dan situs web yang “hobi” mengutip segala macam kata ilmuwan penemu “fakta sains” yang sesuai dengan ayat ini dan itu atau dogma ini dan itu. Sebagai contoh, kita bisa mengunjungi http://id.harunyahya.com/ untuk Islam atau http://www.gotquestions.org/Indonesia/index.html untuk Kristen.

Harun Yahya yang giat berkampanye untuk menunjukkan bahwa Qur’an benar-benar sesuai dengan sains

Dengan menmpatkan Tuhan dan Agama dalam kerangka sains, secara tak sadar para agamawan mulai melucuti sifat Maha Kuasa dari Tuhan. Tuhan tidak bisa lagi semena-mena melakukan tindakan yang melanggar hukum alam dan diluar nalar. Kalaupun terpaksa untuk campur tangan, Tuhan hanya bisa campur tangan sebatas diijinkan oleh hukum alam, oleh nalar.

Di era ini, sains menjelma menjadi lebih kuat dan lebih penting daripada Tuhan.

Sains Yang Membuang Tuhan

Ini adalah era kita.

Ilmu Kosmologi mengatakan awal semesta bisa dirunut ulang awalnya pada sebuah bigbang. Bergunung bukti dari pergerakan bintang, galaksi dan sebaran radiasi semesta yang mendukung peristiwa bigbang tersebut.

Ilmu Fisika Nuklir mengatakan kompleksitas beragam atom di semesta ini pada awalnya berawal dari atom Hidrogen yang sederhana. Gravitasi dan beragam gaya semesta mengolah Hidrogen tersebut dalam rangkaian evolusi yang melibatkan reaksi nuklir dalam bintang untuk berkembang menjadi beragam atom yang ada di alam. Materi yang sederhana ini juga berevolusi dalam periode milyaran tahun membentuk galaksi, bintang, planet dan segala isi semesta ini.

Ilmu Biologi mengatakan semua kompleksitas mahluk hidup di bumi ini tercipta melalui proses evolusi yang panjang. Evolusi biologi ini mendapat dukungan dari berbagai fakta arkeologi, analisa DNA dan bahkan simulasi seleksi alam yang dapat dilakukan manusia untuk meniru evolusi alami.

Ilmu Anthropologi, Sosial dan Budaya menunjukkan bahwa proses budaya dapat menjelaskan proses pembentukan agama dalam berbagai peradaban dunia. Tak ada aktor supranatural atau alam supranatural yang bisa dibuktikan dan terlibat dalam pembentukan agama-agama tersebut.

Ilmu Psikologi dan Neurosains menunjukkan bahwa fenomena mistis dan bahkan Tuhan dapat dijelaskan sebagai hasil proses dalam otak.

Ilmu Mekanika Quantum menunjukkan bahwa materi, ruang, waktu, dan hukum alam seperti yang kita alami ini bisa muncul spontan tanpa campur tangan siapapun dari kekosongan mutlak. Bigbang yang menciptakan semesta ini dan hukum alamnya muncul begitu saja dari ketiadaan. Alam semesta dengan hukum alamnya yang seperti kita diami ini hanya satu dari jutaan kemungkinan alam semesta lain dan hukum alam yang lain yang bisa tercipta. Bisa jadi ada semesta lain yang komposisi materi dan hukum alam di dalamnya tidak memungkinkan terciptanya planet dan mahluk hidup.

Gabungan semua sains terbaru itu menunjukkan bahwa semua proses di alam ini bisa dijelaskan oleh sains saja. Lebih jauh lagi Stephen Hawking salah satu ilmuwan utama dunia mengatakan “Tuhan tidak diperlukan dalam penciptaan semesta”.

Perjamuan terakhir kaum saintis. Siapa yang akan disalib esok? Tuhan?

Akibat perkembangan terbaru ini, secara praktis gambaran Tuhan agama-agama kuno yang secara aktif menciptakan dunia, dengan tangannya sendiri menciptakan manusia, melibatkan diri melalui mukjizat dalam berbagai peristiwa di dunia dan menjanjikan surga neraka; menjadi tidak relevan dan tergusur oleh sains.

Tergusurnya Tuhan oleh sains dapat dilihat dari hasil survey mengenai Tuhan terhadap anggota National Academy of Sciences, organisasi ilmuwan Amerika Serikat. Hasil survey tersebut mengejutkan karena 93% dari ilmuwan tersebut tidak percaya lagi pada Tuhan.

Beberapa saintis melangkah lebih jauh dengan menyatakan Tuhan dan agama hanyalah delusi masyarakat kuno, mempertahankannya hanyalah menjadikan penyakit bagi peradaban manusia. Ilmuwan seperti Richard Dawkins, Sam Harris dan banyak lagi bahkan dengan gigih mengkampanyekan penghapusan agama.

Di era ini, sains membuang Tuhan.

Tamatkah Tuhan Dan Agama?

Jika sains sudah membuang Tuhan sebagai aktor yang mengatur dunia, apakah Tuhan akan dilupakan? Apakah agama akan tamat?

Ah, anda meremehkan keuletan Tuhan.

Tuhan personal ala agama-agama kuno mungkin tersingkir, tapi Tuhan dan agama akan kembali dengan format yang mungkin tidak diduga oleh banyak orang.

Bagaimana Tuhan akan kembali? Saya akan coba tuliskan dalam artikel terpisah.


Bacaan: