
Pernah ikut pelatihan motivasi? penggemar Mario Teguh? rajin menyimak Ustad Maulana? atau Mamah Dedeh?
Berbagai program pelatihan motivasi atau ceramah agama sepertinya menunjukkan kehausan banyak orang untuk mendapatkan arahan atau dorongan yang “benar” . Mereka butuh dorongan dari luar untuk memotivasi dirinya, entah untuk hidup sukses atau masuk surga.
Sebenarnya, apakah tanpa motivasi dari luar, manusia tidak punya cukup motivasi untuk menjalani hidupnya dengan “benar”?
Saya akan sampaikan bagaimana secara biologis, kita mempunyai mekanisme pendorong internal hidup kita.
Sirkuit Motivasi Otak: Pahala atau Moral?
Secara umum otak kita tanpa kita sadari selalu menganalisa apa yang sedang kita lakukan serta apa yang sedang kita hadapi. Saat mendapatkan suatu pola situasi tertentu, otak turun tangan menggelontorkan senyawa dopamin yang memberikan perasaan senang, nyaman dan tenang untuk membujuk kita mengambil tindakan tertentu.
Sirkuit apa yang campur tangan dan berdasarkan penilaian apa?
Dari studi neurosains terakhir, paling tidak ada dua sirkuit otak kita yang bekerja dengan pola berbeda.

Motivasi Dasar: Sirkuit Pahala
Pahala? apakah ada hubungannya dengan agama?
Sama sekali tidak. Ini hanyalah meminjam agama untuk memudahkan pengertian kita.
Ini tentang sirkuit di otak yang mempunyai nama teknis Nucleus Accumbens (NAcc). Sirkuit ini bekerja dengan metode yang sederhana, yaitu memberi hadiah untuk hal baik yang kita lakukan.
Dan apa yang dimaksud perbuatan baik itu? Perbuatan baik adalah perbuatan yang tercatat dalam NAcc sebagai perbuatan yang bermanfaat atau menguntungkan bagi kita.
Contoh nyatanya bagaimana?
Yang paling mudah adalah yang terjadi pada hewan sirkus. Seekor gajah secara alami tidak akan duduk sebagaimana manusia duduk, akan tetapi pelatih gajah bisa membuat gajah mau duduk seperti manusia.
Caranya? seekor gajah disuruh (dipaksa) untuk duduk seperti itu. Tiap kali berhasil disuruh duduk, gajah diberi hadiah makanan. Hal ini dilakukan berulang kali, hingga hubungan “disuruh – lalu duduk –> adalah menerima makanan” tersimpan di sirkuit NAcc sang gajah. Saat hubungan ini tersimpan di Sirkuit Pahala, ketika sang pelatih menyuruh duduk, maka sirkuit Sirkuit Pahala gajah mendorong gajah untuk duduk sambil mengguyurkan dopamin ke otak gajah. Tidak ada lagi keterpaksaan, pelatih senang – gajahpun nyaman.
Karena pola yang sederhana, kita (atau gajah) sama sekali tidak perlu mengetahui alasan yang rumit dibalik tindakannya. Kita (atau gajah) hanya perlu tahu tindakan apa yang diperlukan untuk dapat ganjaran (pahala). Gajah sama sekali tidak memikirkan kekaguman penonton walau ada presiden di antara penonton. Gajah tidak perlu tahu untuk apa ia duduk dalam posisi yang aneh bagi gajah. Yang ia tahu saat ia duduk setelah disuruh duduk, maka ia akan dapat ganjaran.

Apa saja yang ada dalam catatan Sirkuit Pahala?
Beberapa petunjuk pahala dalam Sirkuit Pahala sudah tercetak turun temurun, sebagian lagi berasal dari proses pengalaman seperti yang dialami oleh gajah sirkus.
Pada manusia ada lagi sumber catatan yang istimewa dan tak dapat kita dapati pada hewan, yaitu informasi yang didapat dari luar. Informasi ini bisa dari cerita pengalaman orang lain, melihat peristiwa yang dialami orang lain, atau apapun hubungan sebab-akibat yang dianggap nyata. Pada manusia pula, ganjaran tidak hanya berupa hal yang nyata seperti makanan, melainkan bisa merupakan sesuatu yang abstrak atau yang belum pernah dialami sendiri seperti pahala dan surga.
Motivasi Lanjut: Sirkuit Moral
Sirkuit Pahala berfokus kepada ganjaran yang diterima sebagai pribadi. Pada hewan yang bersifat lebih sosial, kadang menuruti kepentingan pribadi saja bisa membahayakan kelompok mereka. Di kelompok mamalia dan burung, berkembang sirkuit motivasi kedua di otak yang dalam bahasa teknis disebut Orbitofrontal Cortex. Jika NAcc diasosiasikan sebagai sirkuit pahala, maka Orbitofrontal Cortex diasosiasikan sebagai Sirkuit Moral.
Sirkuit ini memusatkan diri pada sesuatu yang diluar kepentingan pribadi. Keselamatan anggota kelompok, menjaga ikatan kelompok, simpati dan belarasa pada masalah yang lain, membela dan menolong yang lain adalah beberapa hal yang merupakan perhatian sirkuit ini.
Tingkat perkembangan sirkuit ini berbeda-beda pada tiap spesies binatang. Dalam kerajaan hewan, spesies yang mempunyai Sirkuit Moral yang maju adalah Lumba-lumba, Simpanse, Bonobo dan Manusia.
Pada Lumba-lumba, kuatnya pengaruh Sirkuit Moral dapat dilihat saat salah satu Lumba-lumba mengalami sakit keras. Jika tidak ditolong, Lumba-lumba yang sakit akan tenggelam dan mati kehabisan nafas karena tidak mampu berenang ke permukaan untuk mengambil nafas. Pada kondisi seperti ini, pengamat menyaksikan betapa kawanan Lumba-lumba merapatkan diri membentuk semacam rakit untuk berenang menggotong rekannya yang sakit agar tetap bisa dipermukaan air untuk bernafas. Pada beberapa peristiwa, belarasa ini juga ditunjukkan Lumba-lumba liar dengan membantu manusia yang terjatuh ke laut pada kecelakaan kapal agar tidak tenggelam.
Pada Bonobo, mereka akan berusaha sekuat tenaga membantu rekannya yang jatuh di sungai, walaupun tindakan ini beresiko membahayakan diri mereka sendiri.
Pada banyak kasus, dorongan Sirkuit Moral tidak hanya tertuju pada kepentingan kelompoknya, sirkuit ini juga memperluas kepentingan diluar spesiesnya sendiri.
Pada beberapa kecelakaan kapal, Lumba-lumba terlihat berusaha membantu para penumpang yang terjatuh dilaut. Sirkuit yang sama pula yang gerakkan penyelamatan hewan liar atau lingkungan alam. Para pelaku yang didorong Sirkuit Moral tidak lagi memikirkan kepentingan pribadinya atau pahala yang bakal diterimanya kelak.
Motivasi Dari Luar Atau Dari Dalam?
Jika dari otak sendiri, kita sudah mempunyai sirkuit pendorong motivasi, apakah ada gunanya rajin mendengarkan kuliah motivasi atau khotbah moral?
Tentu berguna. Jika pada binatang motivasi dibentuk dari faktor genetik dan pengalaman individu, maka manusia mempunyai kemampuan luar biasa untuk mengadopsi pengalaman orang lain serta konsep-konsep moral yang lebih abstrak kedalam dirinya.
Jika khotbah motivasi atau khotbah moral ini didengarkan dengan sungguh-sungguh, dipahami dan diresapi sepenuh hati, maka sumber motivasi luar ini akan diadopsi oleh sirkuit motivasi yang bersesuaian. Nilai-nilai agama yang banyak memakai konsep surga-neraka akan diadopsi oleh Sirkuit Pahala, sedangkan nilai kemanusiaan, kejujuran, berbuat baik tanpa pamrih akan memperkuat Sirkuit Moral yang sudah ada.
Jadi perkaya saja diri kita dengan berbagai sumber motivasi yang kita anggap ideal dan sesuai dengan diri kita sendiri…
Bacaan Luar:
- Diskusi Klub Sains: Otak dan Moralitas
- Sebelum Terdampar, Ditolong Lumba-lumba
- Pak Sariban, Pahlawan (Lingkungan) dari Bandung
Surga neraka! Omong gombal, surga dan neraka tidak ada di akhir hari seperti yang di dengungkan para pengkotbah, surga dan neraka ya yang sedang kita alami sekarang gak usah muluk2 mencari surga dan neraka di akhir hari, gak ada yang bakal bisa membuktikan. Sederhana sekali kalau kita sekarang susah berarti menjalani neraka, analisa atau evaluasi aja apa yang telah kita perbuat sampai hari ini, hanya duduk dan berdo’a berharap tuhan menjatuhkan uang, mobil atau yang lannya dari surga yang ada di langit sana? (tidak ya). Orang2 yang menikmati surga adalah orang2 yang bersusah payah dan bekerja keras serta mengevaluasi kegiatannya sehari2 dengan memanfaatkan otak manusia kita. Kalau kita cuma hari hari berkegiatan pengajian dan menidurkan otak kita, hanya beharap dan pasrah seperti yang disampaikan oleh mama dede bakalan yang surga mama dede pendengarnya tetap menikmati neraka. Bahkan selalu saya dengar dunia itu fana kehidupan semu( itu anggapan orang orang yang sudah putus asa ) orang2 yang sudah di hipnotis sama pencramah2 agama, akhirnya selalu muncul rejeki di tangan tuhan jadi kalau kita susah itu dah takdir wkwkwk. Coba kalau kita baca : Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” QS 13:11 tuha selama inintidak ikut camour tangan dalam kehidupan kita.
@Bima: secara obyektif-empiris memang surga neraka tidak bisa dibuktikan.
Tapi manusia tidak melulu hidup di dunia obyektif.
Serunya teriak-teriak mendukung timnas sepakbola tidak akan pernah ada kalau kita hidup hanya di alam obyektif, karena Indonesia hanyalah wilayah subyektif hasil kesepakatan manusia, secara obyektif tidak ada bedanya tanah Indonesia dengan tanah Malaysia.
Begitu pula rindu surga dan takut neraka, hanya ada dalam wilayah keyakinan, akan terasa nyata manakala kita tidak hanya membatasi hidup di wilayah obyektif.
Absurd? ya memang. Tapi itulah asyiknya hidup manusia 🙂
anda cuma komentar n menyatakan atas hal yg sama sekali anda tidak ketahui apalg anda alami..hehehehhe kasian
@Jantuk: anda mengalami sendiri tentang surga-neraka? kalau tidak, kasihan juga dong ngomentari yang komentari surga-neraka?
🙂
Berburu pahala! Gak mimpi mas. Mending focus berusaha sebaik mungkin. Pahala dosa gak pernah aku reken seperti yang diiming2 pak ustad, yang latah banget mengucap pahala.dikit2 pahala. Lawong dia sendiri kalau ditanya “tolong hitungkan pahalaku” gak iso jawab. Bisa menjanjikan tidak bisa membuktikan ha..ha.. Omong doang. Semua hanya pola pikir atau cara berpikir untukmen otak atik ngayem2mi orang yang mudah dihipnotis ustad. Allah tidak menghitung pahala, allah tidak pernah menghukum semua hanyalah hasil imajinasi. Yang menhitung pahala dan menghukum manusia sendiri ha..ha..
@Bima: kebanyakan ustad gak siap untuk ditanyai yang agak rumit, mungkin karena kebanyakan orang yang dihadapi ustad hanya tipe orang yang suka dinasehati saja, bukan tipe yang mau mikir 🙂
Dah tulis panjang lebar gak bisa terkirim
@Bima: maaf atas ketidak-sempurnaannya. Semoga gak kapok 🙂
hehehehe..emang menarik mmbicarakan surga neraka,pahala serta dosa n jg embel2 lainnya yg menyangkut hidup n kehidupan manusia itu sendiri..emng dh jelas mncari exsisitensi jati diri manusia itu sulit( aplg klo cm omdo taw sebatas wacana atau cuma katanya n katanya..bid ah bihasanah atw bid ah dolalah..agama manapun gk ad yg salah selam msh dalm sirkuit awal penurunan..tp sudah jelas manusianya yg terlalu banyak wacana kemauan serta kebutuhan,,tp hendaknya kita jgn smbong dgn hal2 yg menyangkut goib atw yg blm kita alami sendiri,,knp??? jika kita sudah tau n mengalmi sndiri biasanya kita akn lbh banyk diam tuk meresapi..lain hal dgn kehidupan itu adalah pilihan yg mengiringi pmbawaan dari masing2 oknum yg menggawangi napsu masing2,,kita mau apa?? menganggap tuhan,surgaserta neraka atu siksa kubur tidak ada?? omdo?? silahkan..monggo..tp hndaknya kita jgn sombong..kita tau kopi itu pahit n gula itu manis..walau cuma tau dari katanya dan orang2 mengatakan demikian,,tapi nyatanya memang ada rasa kopi itu pahit n gula itu manis..siapa?? yg mutlak benar?? adalah orang2 yg jelas2 merasakan pahitnya kopi n manisnya gula?? smntara kita??? mngkin kita cuma sok tau,katanya,menurut dll..sederhana bagiman kalo surga n neraka itu ada???? katanya??? atw nyatanya??? kata siapa??? pernyataan siapa??? lalu bagaimana dgn peryataan mutlak dari diri kita sendiri yg didasari dari ke existensian diri kita sendiri??? jadi sudah jelas setiap pndapat akan berdasarkan ap yg kita punya,alami n ketahui,,diluar itu maka omdo namanya..sok tau rasa kopi n gula padahl gk prnah ngupi….jadi kita tidak bisa meyakahkan taw mmbenarkan,,selama kita sendiri tidak tau hakiki mana yg maha benr n salah..cz sejatinya benar n salah tidak ad bedanya,,.kalo anda berani coba anda tutp ketujuh indra atw lubang yg ada di wajah anda smpai anda berada dalam posisi antara hidup n mati..jika mash ada rasa takut akan mati(maka surga n neraka masih berlaku ntk anda) tapi jika anda legowo n iklas yakin lilahi taala..maka anda g akan mati walaw gk napas sekian lama(maka demikian gk berlaku lg surga n neraka buat anda….mudah kan…orang yg hanya memikirkan nikmat dunia maka hukum akhirat(surga neraka berlaku buatnya) orang yg senantiasa menuruti nafsunya(maka berlaku surag n neraka baginya) yg mengambil apapun didunia ini tidak dgn nafsuwalau dgn mutmainah sekalipun)maka tidak berlakulah surga n neraka baginya…knp??? ingat kopi pahit n ada perwujudan dari kopi tersebut..gula manis n ada perwujudan dari gula tersebut…amitaba..maeen..wasalam..basmallah
@Jantuk: sangat sulit membaca maksud komentar anda. Tapi saya coba simpulkan untuk membantu pembaca lainnya untuk memahami.
Inti komentar anda yang saya tangkap:
“Jangan mengatakan sesuatu diluar yang kita pahami, yang kita ketahui. Kalau anda melakukannya itu namanya omdo!”
Saya sangat setuju! bagus sekali!
Cuma anda salah kalau menudingkan telunjuk ke arah saya yang tidak menganggap surga dan neraka itu nyata. Kalau saya memang belum pernah melihat surga dan neraka, saya justru salah besar kalau bilang kalau surga dan neraka itu nyata. Itu omdo!
Lebih tepatnya anda bisa tudingkan telunjuk anda kepada para agamawan mana saja yang bilang ada surga dan neraka. Saya yakin seyakin-yakinnya mereka belum pernah melihat sendiri, kalaupun sudah, perlu dicross-check dengan dokter jangan-jangan cuma halusinasi.
Lebih heroik lagi jika anda berani menunjuk mereka saat berkhotbah tentang surga dan neraka, kalau perlu bukan hanya dengan satu telunjuk, tapi empat telunjuk (2 tangan + 2 kaki) sambil teriak keras: “OMDO!”
🙂
Saya kasih jempol buat Judhianto
hahaha..hasilnya saling tuding yg percaya surga dan neraka dan yg tidak akan terus berlanjut, karena yg satu bermain di ranah akal dan yg lainnya di ranah hati..
Karena surga neraka bukan tujuan
Menurut saya, pahala / dosa yg akhirnya menjadi surga dan neraka itu bukanlah pilihan tapi sebagai akibat dari pilihan kita.
Contoh kongkrit nya, saya taruh 2 gelas. Satu isi air gula dan satu lagi isi air garam. Gelas tsb saya kasih stiker air gula dan satunya air garam.
Nah kita mau minum air gula atau air garam itu adalah pilihan, tapi rasa manis kalau pilih air gula dan sebaliknya rasa asin kalau milih air garam itu adalah akibat dari pilihan kita.
Gak ada ceritanya ingin rasa manis kok milih air garam.
Itulah sebabnya saya (pribadi) nggak pernah berpikir masalah surga dan neraka ini. Saya hanya berbuat sesuatu yg menurut saya baik … masalah berikutnya ya terserah mau dikasih reward atau punishment.