Remake Nabi Ibrahim? ingat film Batman yang diremake berkali kali dengan aktor dan setting cerita yang berbeda agar lebih menarik dan sesuai dengan jamannya.

Apakah ini yang terjadi dengan kisah Nabi Ibrahim? Ya.

Nabi Ibrahim dikisahkan lengkap di kitab Perjanjian Lama dan dikisahkan lagi di Qur’an. Kedua kisah ini menyangkut tokoh yang sama, akan tetapi ada perbedaan di rincian kehidupan Ibrahim yang menggambarkan fokus dan kepentingan pembawa cerita ini.

Apa perbedaan kedua kisah ini?

Yahudi dan Kristen: Ibrahim, Bapak Bangsa

Migrasi Keluarga Terah

Dalam Perjanjian Lama, kisah Ibrahim menggambarkan sukses keluarga migran dalam membentuk keluarganya sebagai bangsa dengan identitas baru.

Kisah ini dimulai dengan Terah yang meninggalkan kota Ur di Babilonia dan beniat untuk menetap di tanah Kanaan. Tidak diceritakan alasannya, mungkin hanya untuk mencari peghidupan yang lebih baik. Dalam rombongan ini, ikut Ibrahim anaknya dan Lot anak dari saudara Ibrahim, besertanya ikut istri-istri mereka.

Tanah Kanaan merupakan tujuan yang jauh dari asal mereka. Sampai di kota Haran, keluarga ini berhenti untuk menetap sementara. Akan tetapi kota ini menjadi tempat tinggal terakhir bagi Terah. Di kota ini Terah meninggal pada usia 205 tahun.

Sepeninggal Terah, Allah memerintahkan Ibrahim untuk melanjutkan tujuan migrasi mereka semula, yaitu tanah Kanaan

Jalur migrasi keluarga Terah, yang dilanjutkan Ibrahim, menurut kisah di Perjanjian Lama

Ibrahim meninggalkan Haran di usia 75 tahun untuk melanjutkan migrasinya bersama Lot, keponakannya dan Sarah, Istrinya.

Sesampai di Kanaan, Ibrahim dan Lot berpisah. Lot memilih menempati lembah Yordan sedangkan Ibrahim di tanah Kanaan di kota Mamre. Di tanah Kanaan ini Ibrahim mengalami banyak peristiwa penting yang diceritakan dalam kitab Perjanjian Lama.

Ibrahim menetap di Kanaan hingga ia meninggal di usia 175 tahun. Ia dikuburkan di dekat kota Mamre di Kanaan.

Problem Rumah Tangga

Sejak meninggalkan Ur, ada hal penting yang menjadi problem bagi rumah tangga Ibrahim dalam kacamata jamannya. Sarah mandul.

Selama perkawinannya dengan Ibrahim, Sarah belum pernah hamil, dan itu merisaukan keduanya yang mengharapkan mempunyai keturunan. Keinginan mempunyai anak ini membuat Sarah memutuskan untuk mengusulkan kepada Ibrahim agar menggauli salah satu budak wanitanya untuk memperoleh anak darinya. Itu setelah mereka menetap 10 tahun di Kanaan, dan Ibrahim sudah berusia 86 tahun. Ibrahim setuju.

Putus asa untuk melahirkan anak sendiri, Sarah menyodorkan budaknya Hagar untuk dibuahi Ibrahim

Budak wanita itu Hagar, seorang wanita sehat dari Mesir. Segera setelah digauli Ibrahim, ia hamil.

Hamil dari tuannya merupakan karunia bagi Hagar yang membuatnya menjadi lebih berharga dihadapan keluarga Ibrahim. Ia mengandung anak yang akan menjadi penerus Ibrahim yang dikaguminya.

Dimata Sarah, kehamilan Hagar menjadi masalah baginya. Ia merasa Hagar menjadi besar kepala dan meremehkan dirinya yang tak bisa punya anak.

Sarah mengadukan kesombongan Hagar ini pada Ibrahim. Ibrahim menyerahkan kepada Sarah untuk mengambil tindakan.

Sarah memperlakukan Hagar dengan kejam sampai diluar batas yang bisa ditahannya. Hagar melarikan diri dari rumah, berjalan melewati gurun.

Allah mengutus malaikat untuk membujuk Hagar untuk kembali. Di sebuah mata air dekat padang gurun Sur, malaikat menemuinya.

“Kembalilah, Allah telah mendengar tangismu”, malaikat kemudian menjelaskan bahwa tak lama lagi ia akan melahirkan anak laki-laki yang akan diberi nama Ismail. Ismael akan hidup bagai keledai liar, yang melawan setiap orang dan setiap orang akan melawannya. Ismail akan hidup terpisan dengan semua sanak saudaranya. Hagar luruh dan mau kembali ke Ibrahim dan Sarah.

Disaat Ibrahim berusia 99 tahun, dan Ismail berusia 13 tahun, Allah datang kepada Ibrahim untuk mengabarkan bahwa ia akan mendapatkan anak dari Sarah istrinya. Kabar itu tentu menggembirakan, walau terasa mustahil, karena Sarah sudah tua dan mati haid.

Sarah melahirkan Ishak saat Ibrahim berumur 100 tahun.

Masalah baru muncul.

Suatu hari Sarah melihat Ishak bermain-main dengan Hagar budaknya dan Ismail. Ia tidak senang, ia datang ke Ibrahim dan berkata: “Usirlah Hagar dan Ismael. Mereka tidak berhak atas kekayaanmu. Hanya Ishak yang harus mewarisi semua kekayaanmu”

Ibrahim tidak senang, tapi Allah menyuruhnya menuruti kehendak istrinya. Dengan berat Ibrahim memberi Hagar bekal makanan dan sekantong air minum, ia mengusir budak dan anaknya yang berumur kira-kira 14 tahun. Hagar dan Ismail berangkat ke arah padang gurun Bersyeba.

Saat bekal air habis, Hagar meletakkan Ismail yang lemas dibawah semak, “Aku tak tahan melihat anakku mati”, lalu menangislah ia. Setelah berlalu seratus meter, malaikat berbicara dari langit “Apa yang engkau susahkan, Hagar? Janganlah takut. Allah telah mendengar suara anakmu.”

Allah membuat Hagar bisa melihat dengan jelas dan menemukan sebuah sumur. Hagar mengisi kantongnya dengan air, lalu memberikannya pada Ismail.

Hagar dan Ismail menetap di padang gurun Paran terpisah dari Ibrahim. Ismail menjadi seorang pemburu yang mahir.

Sarah meninggal di usia 127 tahun, Ibrahim menikah lagi dengan Ketura dan memperoleh beberapa anak lagi.

Ibrahim meninggal di usia 175 tahun. Ismail dan Ishak menguburkannya di Gua Makhpela yang terletak di ladang sebelah timur Mamre.

Penyembelihan Ishak

Allah butuh menguji kesetiaan Ibrahim.

Pada suatu hari Allah berfirman: “Pergilah ke tanah Moria dengan Ishak, anakmu yang tunggal, yang sangat kaukasihi. Di situ, di sebuah gunung yang akan Kutunjukkan kepadamu, persembahkanlah anakmu sebagai kurban bakaran kepada-Ku.”

Ibrahim patuh. Tanpa memberitahu Ishak tentang tujuannya, ia mengajaknya menuju gunung Moria yang sejauh 3 hari perjalanan. Digunung Moria, Ibrahim dibanti Ishak membangun altar api untuk persembahan korban kepada Allah.

Anaknya berkata: “Mana korbannya?”. “Nanti Allah akan menyiapkannya” kata Ibrahim.

Setelah altar selesai, Ibrahim mengikat Ishak di altar dan bersiap menyembelihnya. “Jangan!”, terdengar suara dari langit.
“Sekarang Aku tahu bahwa engkau hormat dan taat kepada-Ku, karena engkau tidak menolak untuk menyerahkan anakmu yang tunggal itu kepada-Ku.”

Ibrahim melepaskan Ishak, dan menggantinya dengan seekor domba jantan yang tanduknya tersangkut disemak-semak.

Perjanjian Dengan Allah

Salah satu momen terpenting dalam kisah Ibrahim bagi bangsa Yahudi adalah ketika Ibrahim berusia 99 tahun, Allah mengucapkan jani pada Ibrahim sebagai berikut:

“Akulah Allah Yang Mahakuasa. Taatilah Aku dan lakukanlah kehendak-Ku selalu.  Aku akan mengikat perjanjian denganmu dan memberikan kepadamu keturunan yang banyak.”
“Inilah perjanjian yang Kubuat dengan engkau: Aku berjanji bahwa engkau akan menjadi bapak leluhur banyak bangsa. Oleh karena itu namamu bukan lagi Abram, melainkan Abraham.  Aku akan memberikan kepadamu banyak anak cucu, dan di antara mereka akan ada yang menjadi raja-raja. Keturunanmu akan begitu banyak, sehingga mereka akan menjadi bangsa-bangsa.  Aku akan memenuhi janji-Ku kepadamu dan kepada keturunanmu, turun-temurun, dan perjanjian itu kekal. Aku akan menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu. Aku akan memberikan kepadamu dan kepada keturunanmu, tanah ini, yang sekarang engkau diami sebagai orang asing. Seluruh tanah Kanaan akan menjadi milik anak cucumu untuk selama-lamanya dan Aku akan menjadi Allah mereka.”
“Engkau pun harus setia kepada perjanjian ini, baik engkau maupun keturunanmu turun-temurun. Engkau dan semua keturunanmu yang laki-laki harus disunat. Mulai dari sekarang engkau harus menyunatkan setiap bayi laki-laki yang berumur delapan hari, termasuk para hamba yang lahir di rumahmu atau yang kaubeli. Sunat itu akan menjadi tanda dari perjanjian antara Aku dan kamu. Setiap orang harus disunat, dan itu akan menjadi tanda lahiriah yang menunjukkan bahwa perjanjian-Ku denganmu itu kekal. Setiap laki-laki yang tidak disunat tidak lagi dianggap anggota umat-Ku karena ia tidak berpegang pada perjanjian itu.”
“Engkau jangan lagi memanggil istrimu Sarai; mulai sekarang namanya Sara. Aku akan memberkatinya dan ia akan melahirkan seorang anak laki-laki yang akan Kuberikan kepadamu. Ya, Aku akan memberkati Sara, dan ia akan menjadi ibu leluhur bangsa-bangsa. Di antara keturunannya akan ada raja-raja.”

Gen 17:1 –16

Ini adalah perjanjian yang kelak akan selalu digunakan bangsa Yahudi untuk menegaskan klaim hak milik mereka pada tanah Kanaan dan bangsa Yahudi sebagai bangsa pilihan.

Islam: Ibrahim, Teladan Iman

Qur’an mempunyai ciri penceritaan yang berbeda dengan kitab-kitab lainnya. Anda tidak akan menemukan kisah yang tersusun secara runtut dan mudah diikuti, kisah dalam Qur’an merupakan cuplikan-cuplikan dari kisah yang dianggap penting – tidak pernah lengkap. Namun dari kisah yang sepotong-potong ini, kita dapat menyusun poin penting kisah Ibrahim sebagai berikut:

Pencarian Tuhan

Dalam tradisi Islam, Terah ayah Ibrahim dikisahkan sebagai seorang pembuat berhala untuk sembahan di kuil. Mereka hidup di masyarakat penyembah berhala. Ibrahim adalah pemuda kritis yang selalu menanyakan kegunaan menyembah berhala-berhala tersebut.

Nabi Ibrahim dibakar penyembah berhala yang marah, pada sebuah lukisan lama

“Apa berhala itu hidup? apa berhala itu mengabulkan do’a? apa berhala itu yang menciptakan semesta?”, begitu tanya Ibrahim.

Disisi lain, Terah dan masyarakat pada umumnya berkata: “Ini tradisi, ini budaya, ini nilai luhur para leluhur kita. Berpikir itu ada batasnya! Kamu melampaui batas! Kamu sesat!”, mereka menolak sikap kritis Ibrahim.

Dalam kekesalannya pada pikiran beku bapaknya dan masyarakat, Ibrahim berbuat nekat. Ibrahim memasuki kuil, menghancurkan semua berhala dan menyisakan satu yang terbesar.

Dengan reputasinya sebagai pembangkang pada berhala, Ibrahim tentu segera menjadi tertuduh nomor satu. Ia digelandang dan diinterogasi.

“Tanyakan saja pada berhala besar itu… Bila ia hidup, bila ia berkuasa, bila ia mengetahui dan mendengar do’a kalian, pasti ia tahu dan bisa menjawab”, jawab Ibrahim pada para interogator.

Jawaban itu tentu membuat mereka naik pitam, “Bakar Ibrahim!”

Tapi Allah tidak diam, atas perintah-Nya gunung api yang menelan Ibrahim menjadi dingin dan Ibrahim bisa melarikan diri dari para penyembah berhala serta bapaknya.

Ibrahim meninggalkan negeri itu, diajaknya Luth bersamanya.

Perintah Mengorbankan Anak

Dalam suatu mimpi, Ibrahim melihat ia menyembelih anaknya dan ia percaya bahwa itu adalah sebuah perintah.

Ibrahim menyampaikan mimpi itu ke anaknya. “Apa pendapatmu?”, tanya Ibrahim.

“Kerjakanlah; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”, anaknya menjawab.

Keduanya teguh hendak melaksanakan pengurbanan itu, akan tetapi di saat terakhir Allah menurunkan malaikatnya untuk mengganti anak Ibrahim dengan domba yang besar.

Qur’an tidak menyebut nama anak Ibrahim, akan tetapi dari Nabi, umat Islam yakin bahwa itu adalah Ismail.

Kisah ini kelak dirayakan setiap tahun oleh umat Islam melalui ibadah kurban yang diselenggarakan pada hari raya Idul Adha.

Meninggalkan Hajar dan Ismail di Padang Gurun

Kisah ini tidak ada di Qur’an, akan tetapi kisah ini penting bagi umat Islam sebagai landasan salah satu ritual haji, yaitu Sa’i.

Dikisahkan bahwa suatu hari Ibrahim mendapatkan perintah untuk meninggalkan Hajar dan Ismail yang masih bayi di tengah padang pasir. Ibrahim patuh melaksanakan perintah ini.

Ibu dan anak yang masih bayi ini ditinggalkan Ibrahim ditengah gurun hanya dengan bekal sekantung air.

Ditengah bara gurun, bekal air segera habis. Ismail menangis kehausan.

Hajar yang panik, berlarian mengejar air fatamorgana hingga allah membantuNya. Malaikat menciptakan mata air Zam-zam yang muncul di bekas kaki Ismail yang menendang-nendang saat kehausan.

Hajar dan Ismail terselamatkan. Mata air tersebut menjadikan tempat itu ramai sebagai persinggahan para musafir padang pasir.

Tempat itu kemudian tumbuh menjadi kota Mekah yang ramai, Ismail menetap dan beranak-pinak di kota ini dan kelak salah satu keturunannya adalah Nabi Muhammad.

Di kota ini pula Ibrahim dibantu Ismail, kelak akan membangun Ka’bah sebagai rumah Allah di muka bumi.

Kisah Hajar yang panik, kelak akan diabadikan sebagai salah satu rukun ibadah haji, yaitu lari-lari kecil antara bukit Safa dan Marwah, menirukan Hajar yang berlari panik mencari air.

Apa Yang Beda?

Kisah Ibrahim dalam Perjanjian Lama diperkirakan terjadi di sekitar 1900 tahun sebelum Masehi, dan dikisahkan lagi dalam Qur’an yang diwahyukan di sekitar tahun 600 Masehi. Ada beberapa perbedaan penting antara kedua penceritaan kitab suci tersebut, perbedaan tersebut antara lain:

Detil Kisah Yang Berbeda

Perjanjian Lama dan Qur’an bercerita dengan cara yang berbeda untuk kisah Ibrahim, namun dari kedua kitab suci tersebut ada beberapa beda yang bisa kita perhatikan. Perbedaan tersebut antara lain:

  • Konflik Ibrahim dengan ayahnya.
    Dalam Perjanjian Lama, Ibrahim mendampingi Terah (ayahnya) bermigrasi menuju tanah Kanaan. Di kota Haran mereka berhenti dan menetap, setelah Terah meninggal diusia tua (205 tahun), baru Ibrahim melanjutkan perjalanannya bersama Lot. Ia meninggalkan kota Haran saat berusia 75 tahun.
    Dalam Qur’an, Ibrahim berkonfrontasi dengan ayahnya sendiri perihal berhala sembahan ayahnya dan masyarakat umumnya. Ibrahim berpisah dengan ayahnya setelah Ibrahim lolos dari hukuman mati akibat menghancurkan para berhala di kuil. Ibrahim bersama Luth meninggalkan kota dan berpisah dengan ayahnya.
    Kisah berhala dan konflik dengan ayahnya merupakan kisah yang ada hanya di Qur’an.
  • Konflik rumah tangga dan pengusiran Hajar (Hagar).
    Dalam Perjanjian Lama, rumah tangga Ibrahim dan Sarah tidak terlalu harmonis setelah kehadiran Hagar. Puncaknya saat Hajar dan Ismail diusir Sarah karena ia tidak suka melihat mereka bermain bersama Ishak. Selisih usia Ismail dan Ishak, bila dilihat dari kronologi Perjanjian Lama adalah 14 tahun, sehingga paling tidak Ismail berusia 15 tahun saat diusir Sarah ke gurun.
    Dalam tradisi Islam, tidak ada cerita tentang ketidak harmonisan hubungan Ibrahim dengan istrinya. Allah memerintahkan Ibrahim meninggalkan Hajar dan Ismail ke gurun sebagai ujian keimanan. Kisah ini dalam Islam lebih dramatis karena Ismail masih bayi saat ditinggalkan digurun bersama ibunya.
  • Pengorbanan anak oleh Ibrahim.
    Dalam Perjanjian Lama, Allah memerintahkan pengorbanan Ishak untuk menguji kepatuhan Ibrahim. Ibrahim melaksanakan perintah ini tanpa memberitahu hal yang sebenarnya pada Ishak.
    Dalam Qur’an, Ibrahim melihat pengorbanan ini dalam mimpinya. Mimpi itu ia mintakan pendapat pada anaknya Ismail. Ismail setelah mendengar mimpi ayahnya, secara sukarela mau dikorbankan untuk menunjukkan ketaatan mereka pada Allah.
  • Perbedaan lokasi penceritaan.
    Dalam Perjanjian Lama, Hagar dan Ismail ketika diusir dari rumah oleh Sarah, berjalan kaki mengembara ke gurun Bersyeba, suatu wilayah di negara Israel sekarang. Kisah mereka berhenti dan akhirnya menemukan mata air, juga terjadi di gurun Bersyeba itu.
    Dalam tradisi Islam, Hajar dan Ismail mengembara di gurun dan berhenti di tempat yang sekarang menjadi sumur Zam-zam. Wilayah ini ada di kota Makkah yang berjarak sekitar 1200 kilometer dari Bersyeba. Di wilayah itu pula Ibrahim dan Ismail membangun Ka’bah yang digunakan sebagai arah sholat umat Islam.
Perbedaan lokasi kisah Hajar & Ismail antara Perjanjian Lama dan Qur’an

 

Mengapa Bisa Beda?

Kisah dalam kitab suci adalah sarana yang dipakai untuk menyampaikan hal yang lebih penting. Demi tujuan ini, seringkali kisah yang sama ditampilkan dengan cara yang berbeda. Perbedaan kepentingan inilah yang membuat perbedaan kisah Ibrahim dalam Perjanjian Lama dan Qur’an. Perbedaan ini adalah:

Yahudi & Kristen: Sumber Legitimasi Geografis dan Ajaran

Dalam Perjanjian Lama, perjanjian Allah dengan Ibrahim adalah momen terpenting kisah ini. Dengan perjanjian ini, mereka menegaskan klaim religius mereka atas tanah Kanaan sebagai tanah yang telah diputuskan Allah sebagai tanah hak milik mereka untuk selamanya. Yahudi juga mengklaim bahwa berdasarkan perjanjian Ibrahim inilah mereka bisa mengatakan bahwa mereka adalah bangsa pilihan di atas semua bangsa di dunia ini.

Dalam agama Kristen, ada perjanjian baru antara Allah dengan Yesus yang membuat agama mereka tidak lagi diperuntukkan hanya untuk bangsa Yahudi, melainkan untuk semua manusia. Akan tetapi perjanjian dengan Ibrahim digunakan untuk menegaskan bahwa Yesus merupakan penggenap ajaran yang dibawa rangkaian para Nabi keturunan Ibrahim.

Islam: Pondasi Tauhid Dan Nabi Muhammad Sebagai Kelanjutan Para Nabi Terdahulu

Dalam Qur’an, Ibrahim digambarkan sebagai tokoh yang bersungguh-sungguh mencari Tuhan dan berhasil menemukannya pada Allah, Tuhan yang Esa.  Ibrahim juga digambarkan sebagai tokoh yang teguh mempertahankan imannya dan mau melakukan apa saja perintah Allah.

Penekanan Ibrahim sebagai seorang pembela iman sejati dapat kita lihat pada fragmen cerita berikut:

  • Demi imannya, Ibrahim berani melawan ayahnya dan masyarakatnya sendiri dengan menghancurkan para berhala. Kisah ini berakhir dengan diselamatkannya Ibrahim atas hukuman bakar melalui suatu mukjizat.
  • Demi imannya, Ibrahim patuh melaksanakan perintah Allah untuk membuang anaknya ke gurun bersama Hajar dan menyembelihnya saat beranjak besar. Dalam kedua peristiwa ini, lagi-lagi Allah turun tangan dengan mukjizatnya untuk menyelamatkan anak  dan istrinya.

Nabi Muhammad dan ajaran Islam lahir di wilayah yang tidak memiliki tradisi kenabian sebelumnya. Masyarakat Arab selama ini hanya mengenal tetangga mereka, bangsa Yahudi yang membanggakan bangsa mereka dan para Nabi yang turun diantara mereka. Jika Muhammad adalah Nabi, dia pasti anomali, karena para nabi hanya turun di bangsa Yahudi, bukan Arab.

Melalui kisah Ibrahim dan Ismail, umat Islam bisa menunjukkan bahwa kenabian Muhammad bukanlah anomali, melainkan kelanjutan dari para nabi bangsa Yahudi yang sudah termasyhur itu.

Dalam Islam, Nabi Muhammad dipercaya sebagai keturunan Ismail, anak Ibrahim yang memang hidup terpisah dari Ishak yang melahirkan bangsa Yahudi dan para nabi samawi. Muhammad bukan orang asing diantara para nabi, melainkan ia juga bagian dari para nabi, karena dalam darah Muhammad mengalir darah Ibrahim, bapak semua nabi yang terkenal itu.

Selain hubungan darah dengan Ibrahim dan Ismail, kepercayaan Islam juga menegaskan kaitan kota Mekah dengan Ibrahim dan Ismail.

Di wilayah Mekahlah, Ibrahim membuang Ismail dan Hajar ibunya.
Di Mekahlah, terletak mata air Zam-Zam yang tercipta dari bekas kaki Ismail yang menendang-nendang kehausan.
Di Mekahlah, terletak Ka’bah, rumah Allah yang dibangun oleh Ibrahim dan Ismail.

Mana Yang Benar?

Asalkan menarik, gak penting lagi mendebat mana yang lebih benar antara Batman Michael Keaton, Val Kilmer atau Christian Bale. Toh semuanya fiktif.

Begitu juga dengan kisah Nabi Ibrahim.

Bila versi Perjanjian Lama bisa meningkatkan keimanan umat Yahudi dan Kristen, maka itu yang cocok dengan mereka.

Bila versi Qur’an bisa meningkatkan keimanan umat Islam, maka itu yang cocok untuk mereka.