Sudah masuk Ramadhan.

Bila anda muslim, ini adalah bulan dimana anda akan mendengar banyak sekali ceramah agama. Banyak informasi yang bisa anda dapatkan terutama tentang apa yang bisa kita dapatkan dari Ramadhan ini.

Saya juga mencoba menyampaikan hal sama, tetapi tentunya dari versi saya.

Manusia Versus Robot

Ada satu momen menarik yang saya ingat dari film tahun 2004: I, Robot.

Manusia dan Robot, apa perbedaan pentingnya?

Ketika sebuah robot menyelamatkan detektif Spooner (diperankan Will Smith) dalam sebuah kecelakaan mobil, Spooner justru sangat berang. Pasalnya saat kejadian itu terjadi ada seorang gadis kecil yang juga korban diabaikan begitu saja oleh sang robot. Gadis itu tewas

Robot tersebut memang telah menghitung bahwa peluang Spooner untuk selamat lebih besar dari sang gadis, dan robot itu bergerak dengan perhitungannya yang rasional.

Kematian gadis itu sangat memukulnya, baginya sekecil apapun peluangnya, gadis itu harus diselamatkan. Baginya keputusan rasional sang robot tak bisa dimengertinya sebagai manusia.

Kejadian itu membuatnya tak bisa percaya bahwa robot boleh diberi kepercayaan untuk mengambil keputusan penting mengenai manusia.

Manusia: Kemewahan Irasionalitas

Penggalan cerita di atas tentu menggaris bawahi sebuah kenyataan: manusia dan robot berpikir dengan cara yang berbeda.

Bagaimana robot berpikir?

Hati? apa itu?

Sebuah robot dilengkapi dengan sirkuit rasional yang diperlukan dalam mengambil keputusan. Sebuah keputusan muncul setelah sirkuit itu mengolah semua informasi yang ada melalui algoritma pengambilan keputusan yang jelas.

Hasilnya pasti. Beri  satu situasi pada robot dan lihat keputusannya. Ulangi situasi ini berkali-kali, maka kita akan melihat keputusannya akan sama. Robot itu sama dengan kalkulator, ulangi input yang sama, maka anda bisa harapkan output yang sama.

Bagaimana manusia berpikir?

Manusia juga mempunyai kemampuan mengolah semua informasi itu secara rasional. Pada proses ini pendidikan, pengalaman dan pengetahuan diolah secara rasional untuk menghasilkan sebuah keputusan. Kita biasa menyebutnya sebagai perhitungan nalar atau dikaitkan dengan otak kita.

Jika pada robot, perhitungan rasional menghasilkan keputusan, maka pada manusia, perhitungan rasional hanyalah satu dari dua sumber yang akan diolah menjadi keputusan.

Sumber yang kedua adalah proses di otak kita yang tidak kita pahami sepenuhnya. Jika pada proses nalar kita kita mendapat hasil yang jelas misalkan: melakukan A atau memilih B; maka dari sumber kedua ini kita hanya mendapatkan sinyal senang, jijik, marah, bahagia, takut serta berbagai simbol yang biasanya bisa dihubungkan dengan perasaan. Kita biasa menyebut sumber ini dengan emosi, kata hati, nurani atau diasosiasikan dengan hati (walau tentunya proses ini juga berlangsung di otak juga).

Secara ideal, biasanya kita menggunakan dua sumber ini.

Saat melihat uang yang jatuh di tengah jalan, otak menyarankan “ambil saja”, tapi hati bisa jadi mengirimkan sinyal tidak suka.
Bila kita abaikan hati, kita ambil saja uang tersebut – toh tak ada ruginya?
Bila kita turuti hati, kita minta otak sediakan alternatif tindakan lain yang bisa diterima hati, misalnya titipkan saja ke pos polisi terdekat, mungkin yang empunya nanti menanyakan ke polisi di situ.

Sumber kedua memang tidak memberikan pilihan yang jelas sehingga bisa diolah secara nalar. Sumber kedua ini irasional, tapi inilah kemewahan berpikir kita dibandingkan dengan robot atau sekedar kalkulator.

Manusia Modern dan Dominasi Otak

Manusia modern hidup dalam laju kehidupan dan kelengkapan hidup yang tak dapat dibayangkan oleh masyarakat kuno.

Saat ini hampir setiap orang mendapatkan pendidikan sekolah, mereka memperolah update informasi dari TV, Koran, Radio, Internet, Buku dan sebagainya. Mereka mempunyai cukup masukan dan ketrampilan yang diperlukan untuk mengambil keputusan secara rasional.

Tingginya kepadatan penduduk, persaingan usaha, serta dunia yang semakin tanpa batas; membuat interaksi yang meningkat dan membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat.

Hasilnya adalah semakin sedikit waktu yang bisa kita luangkan untuk mendengarkan hati kita, menggunakan keunggulan kita sebagai manusia. Toh dengan rasionalitas semata kita bisa sukses menjalani hidup.

Apa akibatnya?

Manusia dirancang untuk menggunakan otak dan hati secara bersamaan. Pengabaian salah satunya akan menimbulkan masalah pada kejiwaan manusia.

Ketika hati semakin sering diabaikan ada hal lain yang semakin meningkat di kehidupan manusia modern, yaitu keresahan hidup yang meningkat menggantikan ketenangan dan ketentraman jiwa.

Dengan otak saja, kita bisa menguasai dunia dan sukses didalamnya; akan tetapi tanpa hati, sukses itu tidak mendatangkan kebahagiaan dan ketenangan jiwa.

Manusia modern terkutuk menjadi robot.

Ramadhan, Tolak Dominasi Otak

Ramadhan.

Mungkin para da’i lebih sering mengaitkan manfaatnya bagi meningkatkan solidaritas kita dengan warga miskin, ampunan dosa serta pahala berlimpah. Baiklah, mungkin ada benarnya, akan tetapi ada manfaat lain yang bisa kita ambil

Melawan Kebutuhan Rasional

Ini adalah penekanan utama ibadah Ramadhan. Kita secara sadar mengurangi pasokan energi tubuh kita selama satu bulan tanpa mengurangi kegiatan fisik kita.

Apa yang terjadi? sistem rasional kita tentu meminta tambahan pasokan energi atau pengurangan kegiatan untuk kompensasinya.

Kita abaikan kebutuhan rasional itu, dan bahkan kita tambah dengan ibadah tarawih dan berbagai ibadah tambahan yang dianjurkan.

Kita paksa otak kita mengalah, kita paksa otak kita tidak mendominasi kita. Kita letakkan tekad dan semangat di atas rasionalitas dan keterbatasan fisik.

Apa yang menggagalkan proses ini? jika kita mengubah puasa sebagai cara sadar melemahkan tubuh menjadi acara mengatur ulang jadwal makan dan bahkan menjadi pesta kuliner setiap waktu buka puasa.

Menyeleksi Dorongan Irasional

Apakah dengan menghilangkan dominasi otak kita berniat menggantinya dengan dominasi hati? tidak.

Ada dorongan irasional yang berasal dari sistem biologis kita yaitu syahwat dan kemarahan.

Saat seorang gadis cantik dengan pakaian seksi melintas, tak ada lelaki yang tidak terbangkitkan ketertarikannya. Itu normal. Akan tetapi saat puasa kita diharuskan mengabaikan dorongan itu.

Kita juga diharuskan tidak menuruti kemarahan kita saat menghadapi konflik. Marah itu normal, akan tetapi saat puasa kita abaikan dorongan itu.

Dorongan irasional penting, akan tetapi saat Ramadhan kita dilatih menyeleksinya.

Memprogram Ulang Hati

Para ahli kejiwaan menemukan bahwa dorongan hati atau nurani berasal dari proses di alam bawah sadar yang dimiliki setiap orang.

Alam bawah sadar ini berisi kebijakan yang tertanam dalam gen kita, ingatan-ingatan kita yang kita pendam, peristiwa-peristiwa traumatis, sugesti yang kita terima dan berbagai hal lain.

Pada Ramadhan, kita mengulang-ulang menyebut sifat Allah yang baik dalam shalat atau zikir yang kita tingkatkan jumlahnya. Secara tak sadar pengulangan ini berperan seperti sugesti yang kita masukkan secara sadar ke alam bawah sadar kita.

Dengan memasukkan sifat-sifat baik ke dalam alam bawah sadar kita, kita berharap kendali dari hati kita bisa diwarnai sifat-sifat ideal tersebut.

Melakukan Aktivitas Irasional

Tahukah anda alasan rasional di gerakan sholat yang anda lakukan? mengapa harus berdiri, nungging, atau duduk? mengapa ada yang 2 rakaat, ada yang 3 atau 4? mengapa harus 5 kali dengan waktu tertentu?

Shalat, bersujud di Masjid

Kita melakukan gerakan aneh itu bukan karena di gerakan itu kita tahu manfaatnya, kita melakukannya karena begitulah cara yang diperintahkan. Tidak perlu ada alasan rasional untuk itu.

Kita juga tak perlu alasan rasional mengapa jumlah rakaatnya harus tertentu atau mengapa harus 5 kali di waktu tertentu.

Shalat memaksa kita paham bahwa rasionalitas bukanlah satu-satunya penentu keputusan kita.

Pada Ramadhan aktivitas ini ditingkatkan berlipat-lipat melalui tarawih. Pada Ramadhan, secara sadar melatih kita untuk mengikuti yang tidak rasional dan menyadari bahwa otak bukanlah segalanya.

Harapan Akhir Ramadhan

Kembali ke fitrah merupakan target Ramadhan kita.

Dan apakah fitrah itu? Menjadikan Otak dan Hati kembali menjadi sumber pengambilan keputusan kita.  Dengan ibadah Ramadhan kita menolak jadi robot.

Versi aneh manfaat Ramadhan? he he he… bisa jadi.