Ada satu hadis Rasulullah yang menarik untuk saya kutip:

Mintalah fatwa pada hatimu.
Kebaikan adalah sesuatu yang membuat hatimu tenang dan keburukan adalah sesuatu yang membuat hatimu gelisah.
[H.R. Ahmad dan al-Dârimî]

Hadis di atas menunjukkan betapa tingginya sebenarnya kedudukan hati (saya lebih senang menyebutnya nurani) dalam pandangan Nabi.

Nurani bisa kita gunakan sebagai sebuah sumber kebenaran, sumber kita bertanya.

Darimana nurani berasal?

Kata beberapa ustad: Itu adalah ruh yang ditiupkan Allah saat menghidupkan Adam dari tanah liat yang dibentuk. Jadi ia berasal dari Allah.

Saya tidak akan membahas lebih lanjut pendapat ustad tersebut, saya lebih tertarik membahas dari hipotesa ilmu pengetahuan.

Nurani Sumber Pilihan Moral

Dalam tulisan saya sebelumnya Keputusan Moral Yang Tidak Rasional, kita dapat mengetahui dari uji ilmiah bahwa pada setiap pengambilan keputusan moral, alam bawah sadar kita sebenarnya telah menyodorkan suatu keputusan sebelum pikiran sadar kita menyadarinya.

Ketika kita menemukan sebuah dompet yang penuh dengan uang, saat terpikir untuk menyelamatkan uang tersebut ke dompet kita, nurani biasanya akan segera berkata “jangan!”.

Bila kita patuh pada nurani, kita segera mencari KTP di dompet tersebut untuk menghubungi pemiliknya. Jika kita abai pada nurani, pikiran kita segera berkata “Salah sendiri ceroboh menjatuhkan dompet, mungkin ini jawaban Tuhan atas bokeknya saya hari ini…”

Patuh pada nurani membuat kita tentram, sebaliknya mengabaikannya membuat kita gelisah. Ketentraman dan kegelisahan ini tidak mutlak, terus-menerus abai pada nurani akan mendorong kita untuk kehilangan perasaan itu. Kata orang “tidak punya nurani”.

Darimana Pengetahuan Nurani?

Nurani tidak perlu belajar. Tanpa diberitahu siapapun kita akan tahu kalau menyakiti orang lain itu tidak benar, kalau membantu anak kecil yang jatuh itu baik. Nurani itu seperti insting kita lari dari harimau ganas, ia ada begitu saja.

Darimana ia?

Menurut ilmu psychoanalysis, pada setiap manusia terdapat pikiran bawah sadar kolektif (Jungian archetypes/collective unconscious). Ini adalah ingatan yang diwariskan dalam genom kita.

Dalam proses evolusi, ingatan yang penting diwariskan dan yang tak berguna dibuang dari catatan genom yang diwariskan dari generasi ke generasi. Pikiran bawah sadar kolektif adalah ingatan kolektif ratusan ribu tahun perjalanan spesies manusia.

Ini adalah kebijaksanaan yang teruji dalam ratusan ribu tahun sejarah spesies manusia.

Pikiran bawah sadar kolektif bagaikan kitab suci biologis yang kita warisi dari nenek moyang kita.

Nurani Dan Kebahagiaan

Secara biologis kita diprogram untuk memanfaatkan kitab suci itu. Pertandanya sederhana, makin dekat anda dengan nurani makin banyak ketenangan dan kebahagiaan yang muncul dari dalam jiwa anda. Sebaliknya jika anda jauh dari nurani, maka makin anda kehilangan ketenangan dan kebahadiaan yang berasal dari dalam anda.

Memenuhi panggilan nurani adalah tugas biologis kita, penuntunnya? kebahagiaan
Memenuhi panggilan nurani adalah tugas biologis kita, penuntunnya? kebahagiaan

Mendengarkan nurani seringkali menjadi masalah yang sulit.

Dorongan nurani seringkali tidak memberikan keuntungan nyata pada diri kita, bahkan pada beberapa kasus justru merugikan kita. Nurani lebih memihak pada kepentingan jangka panjang daripada kepentingan jangka pendek, kepentingan komunitas daripada kepentingan individu.

Karena sifatnya yang tidak selalu menguntungkan, seringkali ego kita yang mewakili kepentingan individu jangka pendek kita mendorong kita untuk mengabaikannya. Ini adalah masalah serius, kebijaksanaan ribuan tahun dikalahkan kepentingan ego jangka pendek.

Memenangkan ego memang akan memberikan keuntungan dan kesenangan jangka pendek bagi kita, akan tetapi ada masalah yang akan timbul dari hal ini.

Nurani mewakili bagian terbesar dari kompleks kejiwaan kita, yaitu alam bawah sadar, wilayah yang diluar kontrol kita. Membiarkan ego kita mengabaikan nurani adalah sama saja membiarkan pikiran sadar kita terpisah dari alam bawah sadar kita. Ego yang abai nurani sama dengan jiwa yang terbelah.

Jika pengabaiann nurani akan mengusik ketentraman batin kita, pengabaian jangka panjang akan menghilangkan kebahagiaan yang berasal dari dalam diri kita. Kita mungkin bisa mencari kesenangan dengan hiburan duniawi, akan tetapi ketika kembali ke kesendirian, kita akan mendapati hidup yang hampa akibat terbelahnya pikiran sadar dengan alam bawah sadar kita.

Kembali Ke Dalam, Kembali Ke Nurani

Jika mengabaikan nurani bisa menghilangkan kebahagiaan sejati kita, maka untuk memperolehnya kembali adalah menyelaraskan diri kita dengan nurani kita.

Untuk bisa menyelaraskan diri dengan nurani berarti harus bisa mendengarkannya.

Heningkan diri, mendengarkan nurani
Heningkan diri, mendengarkan nurani

Bagaimana mendengarkan nurani?

Menekan ego adalah salah satu cara untuk membuat suara nurani lebih terdengar pada seseorang. Berbagai budaya mengembangkan beragam cara untuk menekan ego dan menguatkan hubungan dengan nurani.

Bertapa, kontemplasi, ritual mistik dan meditasi adalah cara-cara yang dikembangkan oleh hampir semua kebudayaan kuno yang muncul di dunia.

Intinya hampir sama, yaitu menundukkan ego, menjauh dari kegiatan duniawi dan mulai membuka hati dan pikiran untuk mendengarkan suara-suara kebenaran.

Dalam keheningan ego, problem-problem kehidupan akan dapat terlihat dengan lebih jernih, semua solusi yang selama ini hanya dapat kita nilai berdasarkan rasio (dan ego) mulai dapat kita nilai dengan rasa. Nurani akan membimbing kita kepada solusi yang terasa paling nyaman bagi kita, yang tak lain adalah pilihan nurani kita.

Jika Ke Dalam Tidak Bisa, Bawa Nurani Ke Luar

Tidak semua orang mampu masuk kedalam diri untuk mendengarkan nurani.

Karena tidak semua orang bisa mendiamkan egonya,
karena tidak semua orang punya kemampuan berkontemplasi,
karena tidak semua orang bisa mengambil jarak dari masalah yang dihadapinya,
karena tidak semua orang punya waktu untuk menyisih dari riuhnya kehidupan.

Jika plan A gagal, perlu plan B untuk memastikan tujuan tercapai.

Itulah yang terjadi dalam evolusi peradaban manusia. Jika tidak semua orang bisa mendengarkan kedalam nurani, maka harus ada mekanisme yang bisa membawa nurani itu keluar dan menjadi pedoman setiap orang.

Tak mampu dengar nurani? dengar nasehat agama
Tak mampu dengar nurani? dengar nasehat agama

Dalam setiap budaya pra-modern, ada mekanisme dimana alam ghaib memberikan petunjuk kepada manusia melalui utusan-utusan pilihan. Petunjuk itu terbentang dari petunjuk sederhana mengenai kapan saat yang sesuai untuk berburu sampai hukuman apa yang sesuai untuk seorang pelaku kejahatan.

Utusan pilihan itu disebut dengan dukun, orang pintar, shaman, atau nabi. Mereka bisa saja menerina petunjuk secara langsung dalam bentuk bisikan ghaib, ilham, wangsit,  atau wahyu. Atau bisa saja mereka menerimanya melalui perjumpaan dengan mahluk ghaib seperti jin, roh nenek moyang, dewa, malaikan atau bahkan Tuhan.

Petunjuk inilah yang nantinya disebarkan dalam masyarakat dan akan menjadi panduan bagi orang-orang yang tidak mampu mencarinya langsung kedalam nurani.

Lha… apa hubungannya bisikan ghaib, ilham, wangsit atau wahyu dengan nurani? Asalnya kan beda?
Nurani dari dalam diri sedangkan yang lain berasal dari roh nenek-moyang, jin, dewa atau malaikat?

Realitas Asli Dan Realitas Buatan

Dalam proses penerimaan petunjuk ini ada satu kesamaan yang bisa dilihat. Tak satupun proses penerimaan petunjuk itu dapat disaksikan banyak orang yang melihat sendiri sosok dewa, jin, atau malaikat memberikan petunjuk itu kepada sang utusan. Semuanya berdasarkan laporan pengalaman pribadi dari sang utusan.

Para ahli psikoanalis pada masa modern menyatakan bahwa proses bisikan ghaib, perjumpaan dengan mahluk halus dan sejenisnya tidak lain-tidak bukan merupakan saat ketika pikiran bawah sadar mengintervensi kesadaran manusia. Pikiran bawah sadar menciptakan realitas buatan untuk menyampaikan pesannya kepada pikiran sadar manusia.

Realitas buatan itu begitu nyata bagi pribadi yang mengalaminya.

Anda bisa melihat seperti yang ditunjukkan dalam pertunjukan hipnotis yang membuat seseorang memakan bawang bombay dan merasakannya sebagai apel hanya karena ia disugesti sedang memakan apel.

Sang suyet  (sasaran hipnotis) benar-benar dapat menggambarkan secara detil rasa apel yang dimakannya. Realitas buatan yaitu apel benar-benar menggantikan realitas asli yaitu bawang bombay dalam pikiran sang suyet.

Pada saat perjumpaan dengan wujud ghaib, sebenarnya realitas buatan diciptakan oleh pikiran bawah sadar sang utusan. Dalam realitas buatan inilah diproyeksikan figur-figur ghaib menyampaikan pesan-pesan yang sebenarnya berasal dari pikiran bawah sadar, berasal dari nurani sang utusan itu sendiri, berasal dari kitab suci biologis kita.

Bagaimana Dengan Agama?

Secara umum agama-agama mencakup dua pendekatan diatas.

Ibadah rutin adalah sarana berhubungan dengan Tuhan secara teratur. Dalam ritual ini orang harus berhenti sejenak dari dunia, melakukan prosedur yang tidak mempunyai kegunaan praktis dalam keseharian, merendahkan egonya dihadapan Tuhan.

Dengan beribadah rutin diharapkan orang terlatih tidak tenggelam dalam masalah yang dihadapinya, mampu mengambil jarak dari masalahnya. Dengan kondisi tersebut mendengarkan nurani menjadi lebih mudah.

Shalat, merendahkan diri di hadapan Tuhan
Shalat, merendahkan diri di hadapan Tuhan

Jika mendengarkan nurani sulit, agama menyediakan Tuhan, surga dan neraka. Dengannya manusia dipaksa untuk menuruti kitab suci yang tak lain adalah kitab suci biologis kita yang diproyeksikan keluar oleh para nabi.