Ada satu hadis Rasulullah yang menarik untuk saya kutip:
Mintalah fatwa pada hatimu.
Kebaikan adalah sesuatu yang membuat hatimu tenang dan keburukan adalah sesuatu yang membuat hatimu gelisah.
[H.R. Ahmad dan al-Dârimî]
Hadis di atas menunjukkan betapa tingginya sebenarnya kedudukan hati (saya lebih senang menyebutnya nurani) dalam pandangan Nabi.
Nurani bisa kita gunakan sebagai sebuah sumber kebenaran, sumber kita bertanya.
Darimana nurani berasal?
Kata beberapa ustad: Itu adalah ruh yang ditiupkan Allah saat menghidupkan Adam dari tanah liat yang dibentuk. Jadi ia berasal dari Allah.
Saya tidak akan membahas lebih lanjut pendapat ustad tersebut, saya lebih tertarik membahas dari hipotesa ilmu pengetahuan.
Nurani Sumber Pilihan Moral
Dalam tulisan saya sebelumnya Keputusan Moral Yang Tidak Rasional, kita dapat mengetahui dari uji ilmiah bahwa pada setiap pengambilan keputusan moral, alam bawah sadar kita sebenarnya telah menyodorkan suatu keputusan sebelum pikiran sadar kita menyadarinya.
Ketika kita menemukan sebuah dompet yang penuh dengan uang, saat terpikir untuk menyelamatkan uang tersebut ke dompet kita, nurani biasanya akan segera berkata “jangan!”.
Bila kita patuh pada nurani, kita segera mencari KTP di dompet tersebut untuk menghubungi pemiliknya. Jika kita abai pada nurani, pikiran kita segera berkata “Salah sendiri ceroboh menjatuhkan dompet, mungkin ini jawaban Tuhan atas bokeknya saya hari ini…”
Patuh pada nurani membuat kita tentram, sebaliknya mengabaikannya membuat kita gelisah. Ketentraman dan kegelisahan ini tidak mutlak, terus-menerus abai pada nurani akan mendorong kita untuk kehilangan perasaan itu. Kata orang “tidak punya nurani”.
Darimana Pengetahuan Nurani?
Nurani tidak perlu belajar. Tanpa diberitahu siapapun kita akan tahu kalau menyakiti orang lain itu tidak benar, kalau membantu anak kecil yang jatuh itu baik. Nurani itu seperti insting kita lari dari harimau ganas, ia ada begitu saja.
Darimana ia?
Menurut ilmu psychoanalysis, pada setiap manusia terdapat pikiran bawah sadar kolektif (Jungian archetypes/collective unconscious). Ini adalah ingatan yang diwariskan dalam genom kita.
Dalam proses evolusi, ingatan yang penting diwariskan dan yang tak berguna dibuang dari catatan genom yang diwariskan dari generasi ke generasi. Pikiran bawah sadar kolektif adalah ingatan kolektif ratusan ribu tahun perjalanan spesies manusia.
Ini adalah kebijaksanaan yang teruji dalam ratusan ribu tahun sejarah spesies manusia.
Pikiran bawah sadar kolektif bagaikan kitab suci biologis yang kita warisi dari nenek moyang kita.
Nurani Dan Kebahagiaan
Secara biologis kita diprogram untuk memanfaatkan kitab suci itu. Pertandanya sederhana, makin dekat anda dengan nurani makin banyak ketenangan dan kebahagiaan yang muncul dari dalam jiwa anda. Sebaliknya jika anda jauh dari nurani, maka makin anda kehilangan ketenangan dan kebahadiaan yang berasal dari dalam anda.
Mendengarkan nurani seringkali menjadi masalah yang sulit.
Dorongan nurani seringkali tidak memberikan keuntungan nyata pada diri kita, bahkan pada beberapa kasus justru merugikan kita. Nurani lebih memihak pada kepentingan jangka panjang daripada kepentingan jangka pendek, kepentingan komunitas daripada kepentingan individu.
Karena sifatnya yang tidak selalu menguntungkan, seringkali ego kita yang mewakili kepentingan individu jangka pendek kita mendorong kita untuk mengabaikannya. Ini adalah masalah serius, kebijaksanaan ribuan tahun dikalahkan kepentingan ego jangka pendek.
Memenangkan ego memang akan memberikan keuntungan dan kesenangan jangka pendek bagi kita, akan tetapi ada masalah yang akan timbul dari hal ini.
Nurani mewakili bagian terbesar dari kompleks kejiwaan kita, yaitu alam bawah sadar, wilayah yang diluar kontrol kita. Membiarkan ego kita mengabaikan nurani adalah sama saja membiarkan pikiran sadar kita terpisah dari alam bawah sadar kita. Ego yang abai nurani sama dengan jiwa yang terbelah.
Jika pengabaiann nurani akan mengusik ketentraman batin kita, pengabaian jangka panjang akan menghilangkan kebahagiaan yang berasal dari dalam diri kita. Kita mungkin bisa mencari kesenangan dengan hiburan duniawi, akan tetapi ketika kembali ke kesendirian, kita akan mendapati hidup yang hampa akibat terbelahnya pikiran sadar dengan alam bawah sadar kita.
Kembali Ke Dalam, Kembali Ke Nurani
Jika mengabaikan nurani bisa menghilangkan kebahagiaan sejati kita, maka untuk memperolehnya kembali adalah menyelaraskan diri kita dengan nurani kita.
Untuk bisa menyelaraskan diri dengan nurani berarti harus bisa mendengarkannya.
Bagaimana mendengarkan nurani?
Menekan ego adalah salah satu cara untuk membuat suara nurani lebih terdengar pada seseorang. Berbagai budaya mengembangkan beragam cara untuk menekan ego dan menguatkan hubungan dengan nurani.
Bertapa, kontemplasi, ritual mistik dan meditasi adalah cara-cara yang dikembangkan oleh hampir semua kebudayaan kuno yang muncul di dunia.
Intinya hampir sama, yaitu menundukkan ego, menjauh dari kegiatan duniawi dan mulai membuka hati dan pikiran untuk mendengarkan suara-suara kebenaran.
Dalam keheningan ego, problem-problem kehidupan akan dapat terlihat dengan lebih jernih, semua solusi yang selama ini hanya dapat kita nilai berdasarkan rasio (dan ego) mulai dapat kita nilai dengan rasa. Nurani akan membimbing kita kepada solusi yang terasa paling nyaman bagi kita, yang tak lain adalah pilihan nurani kita.
Jika Ke Dalam Tidak Bisa, Bawa Nurani Ke Luar
Tidak semua orang mampu masuk kedalam diri untuk mendengarkan nurani.
Karena tidak semua orang bisa mendiamkan egonya,
karena tidak semua orang punya kemampuan berkontemplasi,
karena tidak semua orang bisa mengambil jarak dari masalah yang dihadapinya,
karena tidak semua orang punya waktu untuk menyisih dari riuhnya kehidupan.
Jika plan A gagal, perlu plan B untuk memastikan tujuan tercapai.
Itulah yang terjadi dalam evolusi peradaban manusia. Jika tidak semua orang bisa mendengarkan kedalam nurani, maka harus ada mekanisme yang bisa membawa nurani itu keluar dan menjadi pedoman setiap orang.
Dalam setiap budaya pra-modern, ada mekanisme dimana alam ghaib memberikan petunjuk kepada manusia melalui utusan-utusan pilihan. Petunjuk itu terbentang dari petunjuk sederhana mengenai kapan saat yang sesuai untuk berburu sampai hukuman apa yang sesuai untuk seorang pelaku kejahatan.
Utusan pilihan itu disebut dengan dukun, orang pintar, shaman, atau nabi. Mereka bisa saja menerina petunjuk secara langsung dalam bentuk bisikan ghaib, ilham, wangsit, atau wahyu. Atau bisa saja mereka menerimanya melalui perjumpaan dengan mahluk ghaib seperti jin, roh nenek moyang, dewa, malaikan atau bahkan Tuhan.
Petunjuk inilah yang nantinya disebarkan dalam masyarakat dan akan menjadi panduan bagi orang-orang yang tidak mampu mencarinya langsung kedalam nurani.
Lha… apa hubungannya bisikan ghaib, ilham, wangsit atau wahyu dengan nurani? Asalnya kan beda?
Nurani dari dalam diri sedangkan yang lain berasal dari roh nenek-moyang, jin, dewa atau malaikat?
Realitas Asli Dan Realitas Buatan
Dalam proses penerimaan petunjuk ini ada satu kesamaan yang bisa dilihat. Tak satupun proses penerimaan petunjuk itu dapat disaksikan banyak orang yang melihat sendiri sosok dewa, jin, atau malaikat memberikan petunjuk itu kepada sang utusan. Semuanya berdasarkan laporan pengalaman pribadi dari sang utusan.
Para ahli psikoanalis pada masa modern menyatakan bahwa proses bisikan ghaib, perjumpaan dengan mahluk halus dan sejenisnya tidak lain-tidak bukan merupakan saat ketika pikiran bawah sadar mengintervensi kesadaran manusia. Pikiran bawah sadar menciptakan realitas buatan untuk menyampaikan pesannya kepada pikiran sadar manusia.
Realitas buatan itu begitu nyata bagi pribadi yang mengalaminya.
Anda bisa melihat seperti yang ditunjukkan dalam pertunjukan hipnotis yang membuat seseorang memakan bawang bombay dan merasakannya sebagai apel hanya karena ia disugesti sedang memakan apel.
Sang suyet (sasaran hipnotis) benar-benar dapat menggambarkan secara detil rasa apel yang dimakannya. Realitas buatan yaitu apel benar-benar menggantikan realitas asli yaitu bawang bombay dalam pikiran sang suyet.
Pada saat perjumpaan dengan wujud ghaib, sebenarnya realitas buatan diciptakan oleh pikiran bawah sadar sang utusan. Dalam realitas buatan inilah diproyeksikan figur-figur ghaib menyampaikan pesan-pesan yang sebenarnya berasal dari pikiran bawah sadar, berasal dari nurani sang utusan itu sendiri, berasal dari kitab suci biologis kita.
Bagaimana Dengan Agama?
Secara umum agama-agama mencakup dua pendekatan diatas.
Ibadah rutin adalah sarana berhubungan dengan Tuhan secara teratur. Dalam ritual ini orang harus berhenti sejenak dari dunia, melakukan prosedur yang tidak mempunyai kegunaan praktis dalam keseharian, merendahkan egonya dihadapan Tuhan.
Dengan beribadah rutin diharapkan orang terlatih tidak tenggelam dalam masalah yang dihadapinya, mampu mengambil jarak dari masalahnya. Dengan kondisi tersebut mendengarkan nurani menjadi lebih mudah.
Jika mendengarkan nurani sulit, agama menyediakan Tuhan, surga dan neraka. Dengannya manusia dipaksa untuk menuruti kitab suci yang tak lain adalah kitab suci biologis kita yang diproyeksikan keluar oleh para nabi.
Bukannya psiko-analisis itu udah out of date pak?
@Adif: out of date di area mana? kalau ada koreksi disana-sini, itu adalah hal yg wajar dari ilmu yg terus berkembang. Kalau berhenti berkembang ia bukan ilmu tapi dogma. Terima kasih komentarnya.
Betulkah Tuhan,Agama dan Hal2 Gaib adalah produk budaya manusia yg lahir dari proses ribuan tahun?
@Edy: Saya rasa begitu.
Pertanyaan berikutnya mungkin: kalau begitu apakah ada Tuhan?
Saya percaya ada, tapi seperti yang dikatakan Qur'an: Ia berbeda dengan mahluk – yang berarti diluar dari segala yg kita bayangkan atau yang digambarkan dalam agama.
Agama adalah cara yang terprogram dalam otak kita untuk mencapai potensi tertinggi kita.
Saya tertarik mengutip jawaban Buddha ketika ia dicecar pertanyaan tentang Tuhan:
Penanya seperti seseorang yang ditembak panah beracun dan menolak pengobatan sampai tahu nama penyerangnya dan darimana dia. Dia akan mati sebelum mendapatkan informasi yang sangat tidak berguna itu. Ada atau tidak ada Tuhan, rasa sakit, kebencian, kesedihan dan duka cita akan tetap ada.
"Muridku, itu tidak akan membantumu, tidak akan berguna dalam pencarian kesucian, tidak akan mengantar kepada kedamaian dan pengetahuan tentang Nirwana" (saya kutip dari buku: Masa Depan Tuhan (The Case of God) – Karen Armstrong)
Assalamualaikum.
Sejak awal aku berpikir dengan rasiolahh, bahwa nurani yang berasal dari otak bawah sadar, yang merupakan wakil Allah SWT dalam diri manusia, (dan ini berkembang dalam pelajarannya di tarekat dsbnya lah).
Nah karena nabi sejak awal dikatakan orang bijak, jujur maka apa yang dikatakan beliau berasal dari Allah SWT yang merupakan nuraninya (dengan kata lain nurani identik dengan kata Allah SWT). Perlu diingat bahwa sebelumnya secara sadar beliau dapat pelajaran dari masyarakat sekelilingnya yaitu agama yang ada seperti pagan, yahudi, kristen yang saat itu saling bertarung agar banyak penganutnya di masyarakat, terendapkan di bawah sadar ataupun di rasionya. Nahh ketika digua hira saat sepi menyendiri keluarlah nurani yang diyakini sesuatu jawaban yang terbaik di jamannya, sehingga kemudian dikenal sebagai wahyu Tuhan, dan menjelma menjadi agama Islam dipercaya oleh pengikutnya. Dimana sebelumnya belum tersusun dengan baik, dan di’sempurnakan’ dalam tulisannya oleh pengagum/sehabatnya.
Jadi hehehheee itu adalah ‘bilangan i’ teaaa.
Wassalam
H. Bebey
@H. Bebey: Terima kasih komentarnya.
Hal-Hal Gaib memang harus di yakini adanya
Nice Info
@PelajarPro: terima kasih komennya.
Bagi saya, kita harus tetap kritis pada semua hal, termasuk kepada hal yang ghaib.
setubuh ehh salah setuju sekali… angkat topi buat bung judhianto
Kenapa Nurani dan ego dipertentangkan sebagai sifat baik dan sifat buruk? bukankah nurani dan ego itu bagian dari diri kita, apakah selamanya ego dan individualisme itu jelek ? menurut saya nurani adalah catatan catatan “baik” yang ter filter dari rasio dan pengalaman kita bukan warisan dari nenek moyang melalui genom karena nurani setiap orang bisa berbeda, itulah maksud dari kata dalam hati siapa yang tahu? dan hati itu sedalam samudera, sedangkan ego adalah bentuk unik dari masing masing manusia dan akan mencari cara untuk exist dan mempertahankan hidup. Agama atau kitab suci adalah bentuk tuntunan moral dan cara untuk menjelaskan tentang kehidupan dan kematian yang berasal dari luar dan diwariskan secara turun temurun dengan tujuan dari yang mewariskan supaya bisa mempengaruhi ego dan membentuk nurani seperti yang digariskan dalam agama dan kitab suci masing masing.
@Putrayantha: ego bukan lawan nurani. Ego adalah kesadaran diri kita, ia mengambil keputusan berdasarkan perhitungan terhadap kepentingan kita dan nilai-nilai yang kita miliki.
Nurani adalah komplek bawah sadar kita yang memang mempunyai komponen yang berasal dari hal-hal penting dari pengalaman hidup kita akan tetapi sebagian dari komponen tersebut merupakan bagian yang terprogram sejak sebelum lahir. Nurani tiap orang unik karena merupakan perpaduan yang tercetak dan yang dipelajari dari pengalaman hidup.
Tertarik lawan jenis, dorongan menolong manusia lain, atau tidak suka kekerasan itu tidak perlu dipelajari, ia diwariskan dari darah kita. Sedangkan mendekati lawan jenis dengan sopan, cara menolong, cara bersikap terhadap kekerasan, merupakan hal yang dipelajari sesuai budaya dimana manusia itu dibesarkan.
Agama tidak diturunkan secara biologis, melainkan diajarkan dari generasi ke generasi.
@judhianto:Saya kutip pernyataan anda.Ego bukan lawan nurani.Bagi saya EGO JELAS ADALAH LAWAN DARI NURANI.Ego adalah pikiran yang memperhitungkan kepentingan diri sendiri berdasarkan untung dan rugi,sebuah keputusan berpikir yang memihak pribadi berdasarkan keuntungan dan kerugian.Sedangkan nurani adalah sebuah keputusan berpikir yang mengutamakan kebenaran yang terbebas dari kepentingan pribadi atau golongan tertentu.Nurani biasanya serig muncul tiba tiba dalam pikiran kita,tetepi ego sering menghalanginya disinilah peran akal sehat digunakan.Sebagai contoh;Pada saat dikantor seseorang mengambil barang milik kita dari tas kita,teman kita mengetahui dan lapor pada kita,maka dalam pikiran kita akan timbul pikiran,awas kau akan kulaporkan kau pada polisi agar kau dipenjara dasar kurang ajar(EGO),lalu timbul lagi pikiran,biarkan saja toh kamu masih bisa beli lagi,kasihankan dia orang miskin(NURANI).Lalu sebentar lagi kita berpikir,sebaiknya kutegur saja agar tidak diulangi perbuatannya,walau pada akhirnya barang itu kita berikan padanya(AKAL SEHAT).Pada akhirnya nurani dan ego kadang sulit dibedakan,akal sehatlah yang menentukan seperti bisikan setan dan malaikat dalam psikologi agama.Seperti amrozi yang ngebom dengan alasan jihat.Padahal bisikan setan yang membimbingnya haha……
amrozi ngebom dengan alasan jihad padahal “BISIKAN SETAN”… hmmmmmm .. dari mana kita bisa tau bahwa itu “BISIKAN SETAN”???? bisakah?? seseorang membedakan antara setan dan malaikat…
@Ironis: setiap manusia itu unik, tentunya gak ada cara yang benar-benar manjur untuk semua orang.
Tapi secara umum kita bisa memilah dua macam bisikan/dorongan
@JUDHIANTO… makasih atas info baiknya… cuma yang saya tegaskan tentang BISIKAN SETAN.. dari dalu sampai sekarang saya belum pernah dan mungkin ga akan pernah mengalami hal demikian bisikan dari setan… tapi kenapa menurut ANDIK bahwa Amrozi mendapat bisikan dari setan..kalo adapun bisikan dari setan dengan bahasa apakah dia berbisik… ??? dan kenapa setan harus berbisik?? kenapa setan ga nongol terang terang aja??
@IRONIS:Setan itu kata sifat dari segala macam keburukan,bukan kata benda,seperti iblis itu juga kata sifat bukan kata benda,itu bahasa psikologi agama.Jika bahasa intelektualnya ya EGO,EMOSI,atau mungkin GILA karena tekanan dokma dokma agama.Otaknya konslet,itulah hebatnya agama,bisa membuat orang jadi manusia SUPER jika bisa mengabaikan jebakan jebakan dalam kitab suci,jika dia terjebak oleh perangkap dalam kitab suci maka dia akan terus berputar putar dalam perangkap tersebut,dan akhirnya jadi setres dan bisa jadi monster ganas mesin pembunuh.CONTOH:Tidak ada agama yang diterima disisi ALLAH kecuali islam ini palang pintu paling ampuh dalam kitab suci.Saya dengar saya taat,ini doktrin paling mujarab.KItab ini tidak ada keragu raguan didalamnya dan menjadi petunjuk bagi orang orang yang bertakwa ini jebakan paling memikat.Jika anda tidak dapat melaui tiga jebakan itu maka anda akan jadi anak manis,lupa segalanya dan yang paling parah jadi MONSRTER.Abaikan tiga kalimat tersebut dan anda akan jadi orang hebat.Caranya:Rubah kalimat tersebut menjadi Semua agama sama kedudukannya disisi ALLAH cuma caranya yang berbeda.Saya taat jika tidak merugikan diri saya maupun orang lain.Saya tidak ragu jika itu sesuai dengan nilai kemanusiaan dan tidak membatasi pikiran saya,maka anda akan jadi orang hebat percayalah.
@Andik… terima kasih atas penjelasan anda.. berarti amrozi menjalankan apa yang di perintahkan oleh kitab yang katanya di ketik oleh para staf tuhan di surga lalu simsalabim jatuh di arab.. dan parahnya amrozi yakin betul inilah perintah tuhan dan umat islam diam aja tidak berani tampil dan tidak berani komentar… dan hanya berani ngomong di lingkungan kecil bahwa itu amrozi salah tafsir.. sementara amrozi yakin betul umat islam diam aja itu yang salah tafsir.. kenapa allah yang katanya maha segala maha menyampaikan firman yang begitu suci kepada ciptaanya sangat sulit untuk jabarkan sehingga mayat berceceran dimana mana…? kalo allah menciptakan alam semesta ini dengan begitu sempurna .. kenapa hanya secuil firman firmannya bisa salah tafsir
He..he.,,he,.. Makanya hidup saya tidak saya serahkan ke agama. Makanya agama saya nomor. 5 kan pada sila Pancasila.
bagus pak…
sangat rinci, logis, dan menyentuh…
Hong Hurip Basuki Langgeng…
😉
Ini ajaran Acarya chanakya d serial ashoka…
Nurani ???
Suku bangsa yang mempraktikkan kanibalisme dan menganggap itu sebagai suatu kewajiban bisa disebut memiliki nurani ?
Suku Sentinen yang ada di Kepulauan Andaman yang berusaha membunuh siapapun yang masuk ke wilayah mereka bisa disebut nurani…
Bablas
@Rheyn Harris: anda menolaknya? berarti anda punya nurani yang berbeda dengan mereka.
Tiap orang punya standard nurani berbeda tergantung dari keturunan, budaya dan pengalamannya. Tapi tidak ada yang beku di dunia ini, melalui berinteraksi dengan yang lain, nilai-nilai yang menyempal dari kelompok besar akan punah atau dipaksa menyesuaikan dengan lainnya.
Kanibalisme suku terpencil menjadi nilai yang umum? perbudakan dan pedofil yang disahkan agama Allah menjadi nilai yang umum? kan tidak.
Percayalah pada nurani anda sendiri, bukan pada nurani orang lain atau nilai agama yang tidak sesuai dengan nurani anda. Anda akan tenang.
Oww begitu yaa jadi standar nurani dikembalikan ke masing-masing orang ?. Apa dunia ini tidak akan kacau balau pak kembali ke jaman purba. Kan masing masing penya nurani toh nanti yang kanibal bebas bunuh orang, yang mau merampok bebas merampok…
@Reynold: benar, nurani itu pilihan tiap pribadi, dan bisa berbeda untuk tiap orang.
Bukankah akan konflik? benar, dan itu yang terjadi di alam demokrasi. Manusia dipaksa mencari kesepakatan antara kepentingan-kepentingan yang berbeda dengan memberikan batas-batas mereka sendiri dalam bentuk hukum atau norma bersama. Hukum dan norma akan dinamis, karena mengikuti perubahan manusia. Praktek-2 yang membahayakan kemanusiaan, tidak akan bertahan lama, karena dengan interaksi dan pertukaran antar budaya, manusia secara alami mengeliminir praktek2 tersebut.
Anda ingin standar baku? pakai agama, dan anda bisa melihat contohnya di abad pertengahan, dimana ada inkuisisi yang mengadili tiap orang berdasarkan standar agama. Hukum dan norma menjadi statis, tidak mengikuti perubahan manusia karena mengikuti standar dari luar manusia.
Maaf melenceng dari point yang anda sampaikan sendiri dan point yang saya tanggapi. Anda kan mengatakan dikembalikan ke nurani tiap orang, ini bahaya luar biasa. Bagaimana upaya pendekatan ke suku suku primitif untuk menghilangkan budaya kanibal itu salah satu contohnya.
Uraian selanjutnya saya tidak tanggapi, dinamis yaa itulah “kesepkatan” ternatung perkembangan zaman walau tidak bisa memuaskan semua orang. Demokrasi ? Demokrasi adalah sistem yang dianggap paling sempurna karena mengakomodasi semua kepentingan tapi juga sekaligus Tak ada demokrasi yang sempurna sampai kapanpun…
@Reynold: budaya kanibal apakah masih ada? nggak kan? itulah hasil interaksi antara manusia dengan segala macam nuraninya. Yang buruk atau merugikan akan terseleksi dengan berjalannya waktu.
Demokrasi itu tidak selalu menghasilkan hal yang bagus. Akan tetapi demokrasi menyediakan mekanisme feedback dan gelanggang pertarungan ide tanpa menggunakan kekerasan. Dalam demokrasi, ide yang buruk bisa menang, tapi tidak akan dapat dipertahankan selamanya selama kebebasan berpendapat dijaga.
Saya cuma menanggapi soal suku kanibali…ga usah jauh jauh di pedalaman Papua sana masih ada :
https://intisari.grid.id/read/031961286/foto-ini-dia-potret-suku-korowai-suku-kanibal-terakhir-di-dunia-masih-menjaga-alam-papua-dengan-baik?page=all
Di belahan dunia lain masih ada begitu banyak suku-suku yang jelas-jelas mempraktekkan pemenggalan kepala manusia (dan mungkin) sekaligus kanibal. Di Indonesia juga banyak.
Point anda sola demokrasi saya setuju
@Reynold: ok jadi yang kanibal masih ada.
Jika yang kanibal itu tetangga anda, apakah anda akan membiarkan? tentu tidak bukan, karena nurani anda tidak membenarkan kanibalisme.
Anda dan tetangga anda pasti mengalami konflik karena perbedaan pandangan mengenai kanibalisme. Yang mana yang menang? tergantung kekuatan dan dukungan yang anda miliki. Kalau anda tinggal di kampung para kanibal, tentu anda kalah – bahkan mungkin anda bakal disantap mereka, tapi sebaliknya jika orang sekampung anti kanibal, tentu si kanibal kalah, bisa jadi dia dihukum mati. Itu fakta sederhana tentang seleksi nilai mana yang akan menang.
Namun saya percaya, secara kolektif, manusia mampu memilih yang mana perlu dilestarikan, dan mana yang harus ditinggalkan. Di jaman pra modern, mungkin kanibalisme lebih banyak ada, namun dengan perjalanan waktu, mereka semakin tersisihkan dan hanya ada pada suku-suku terpencil saja.
Jadi, turuti nuranimu, bukan nurani orang lain. Kalau berbenturan dengan yang lain, itu saatnya menilai ulang. apakah perlu perubahan atau tidak.