Agama, Demonstrasi Kredibilitas Para Nabi

Apakah kira-kira perasaan para teroris pada saat-saat akhir ketika mengarahkan pesawat yang dibajaknya ke menara kembar WTC?

Mungkin mereka sedang membayangkan akan segera sampai di gerbang surga, dimana para bidadari akan menyambut mereka di istana yang dibangunkan buat para syuhada.

Detik akhir ketika pesawat yang dibajak teroris menabrakkan diri ke gedung WTC
Detik akhir ketika pesawat yang dibajak teroris menabrakkan diri ke gedung WTC

Apakah mereka akan masuk surga? atau bahkan apakah surga itu ada?

Mereka tidak pernah melihat surga, tetapi mereka yakin akan menuju surga.

Sungguh luar biasa keyakinan itu.

Keyakinan sama yang mampu membuat banyak orang dengan sadar mengikatkan bom di badannya dan meledakkannya ke tengah musuh mereka. Keyakinan sama yang mampu membuat banyak orang melakukan ritual agama setiap hari dengan khusyuk.

Dari manakah keyakinan itu? dari agama.

Sebenarnya dari manakah keyakinan agama itu?

Ada yang mengatakan bahwa agama datang dari Tuhan. Benarkah?

Para Nabi Sumber Dari Agama

Dari 1,3 milyar manusia penganut Islam di dunia, adakah yang pernah melihat akherat? tidak ada!

Dari 2,1 milyar manusia penganut Kristen di dunia, adakah yang pernah melihat akherat? tidak ada!

Mereka yakin akherat ada karena itu yang dikatakan para Nabi mereka.

Mereka yakin sepenuhnya, dan mereka tidak membutuhkan bukti untuk keyakinan itu. Mereka bahkan rela mati untuk membela keyakinan itu.

Adegan film saat Nabi Musa membelah laut untuk kaumnya
Adegan film saat Nabi Musa membelah laut untuk kaumnya

Sungguh luar biasa Agama.

Sebenarnya seluruh bangunan kosmologi agama, Tuhan, Wahyu, Malaikat, Iblis dan Setan; sumbernya adalah kesaksian para Nabi.

Ketika Nabi menerima wahyu, adakah orang lain yang ikut mendengar? tidak ada. Kita percaya itu wahyu karena Nabi mengatakan bahwa itu wahyu. Kita percaya Nabi.

Ketika Nabi mengatakan akan ada akhirat dan pengadilan akhirat, adakah orang lain yang pernah melihat atau mengalami? tidak ada. Kita percaya ada akhirat dan pengadilan akhirat karena Nabi mengatakannya. Kita percaya Nabi.

Ketika Nabi mengatakan ada malaikat yang mengawasi semua tingkah kita, adakah orang lain yang pernah melihat? tidak ada. Kita percaya ada malaikat karena Nabi mengatakannya. Kita percaya Nabi.

Kita percaya pada Nabi. Itulah pokoknya.

Milyaran manusia di dunia percaya akan adanya akhirat bukan karena ada saksi yang pernah melihatnya, akan tetapi karena itulah yang dikatakan para Nabi.

Kredibilitas Nabi, Kredibilitas Agama

Apa yang membuat kita mempercayai Agama?

Ada yang bilang karena konsistensi ajaran agama, konsistensi kitab suci, Benarkah? tidak.

Ada banyak ajaran agama yang tidak rasional dan bertentangan satu sama lain, akan tetapi para ahli agama mengatasinya dengan jargon “Kita tidak selalu bisa mengerti kehendak Tuhan” atau “Tuhan bekerja dengan cara yang misterius”. Pertanyaan usil yang muncul: kalau tidak dimengerti manusia, untuk apa diturunkan ke manusia?

Ada beberapa pertentangan pada wahyu di Al-Qur’an, akan tetapi para ahli agama mengatasinya dengan memperkenalkan konsep “nasikh-mansukh”, bahwa “ayat yang ini telah digantikan dengan ayat yang itu.”. Kalau saya buat skripsi dengan logika ini, pasti habis dicorat-coret oleh dosen pembimbing saya…

Mendengarkan penuturan kabar dari langit
Mendengarkan penuturan kabar dari langit

Kita percaya Islam, karena sebelum mengajarkan wahyu, seumur hidupnya Nabi Muhammad adalah pribadi teladan. Ia orang baik yang tidak pernah bohong, tidak pernah curang dan selalu membantu orang lain. Jika ia mengatakan bahwa ia didatangi malaikat di gua Hira dan menerima wahyu, para pioner Islam percaya karena Muhammad tidak pernah bohong.

Beberapa Nabi lainnya dipercaya karena mereka bisa mendemonstrasikan sesuatu yang mustahil dilakukan manusia, seperti Yesus yang mebhidupkan orang mati dan mengobati beberapa penyakit. Mereka percaya mukjizat itu hanya bisa dilakukan dengan bantuan Tuhan. Jika kemudian ia mengatakan bahwa menerima wahyu, orang disekelilingnya percaya bahwa itu benar dari Tuhan.

Apakah para Nabi itu benar? tak ada yang bisa membuktikannya, karena tak ada yang pernah benar-benar ke akhirat dan bertemu Tuhan.

Kepercayaan Agama begitu hebat. Lebih dari seribu tahun Khilafah Islam, Kerajaan Kristen dan sistem serupa di India dan China membuktikan kuatnya sistem kepercayaan yang bersumber pada kepercayaan pada para Nabi sebagai penggerak peradaban.

Agama Baru, Mungkinkah?

Jika para Nabi adalah sumber dari semua agama itu sampai kepada kita, mungkinkah suatu saat akan muncul nabi baru membawa agama baru?

Sepertinya tidak, era para nabi telah usai.

Saat ini kita hidup dalam masyarakat yang jauh lebih terdidik dan memiliki pengetahuan jauh diatas masyarakat di era  para nabi.

Seribu tahun yang lalu hanya para jenius yang mengetahui bahwa bumi itu bulat dan mengitari bola api bernama matahari. Bahwa penyakit itu salah satunya disebabkan oleh kuman yang tak terlihat mata.

Sekarang semua siswa sekolah dasar tahu itu. Pengetahuan alam, sosial, matematika dan logika siswa SMA sekarang, jauh diatas pengetahuan para jenius di era para nabi.

Ketika Lia Eden memproklamirkan bahwa ia adalah Nabi, umumnya orang akan meragukan.

Apa benar dari Tuhan? siapa saksinya? trus kenapa dia yang dipilih? apa istimewanya dia? jangan-jangan ia menderita skizophrenia?

Lia Eden yang mengaku sebagai Nabi di Jakarta
Lia Eden yang mengaku sebagai Nabi di Jakarta

Akan jauh lebih banyak keraguan dan pertanyaan kritis diajukan kepada para nabi baru itu. Mungkin bahkan akan ada pengujian ilmiah dari otoritas negara yang akan menghadang mereka. Sesuatu yang tak akan ditemui di era para Nabi.

Saat ini para nabi baru mungkin hanya bisa muncul ditengah masyarakat yang tidak berpendidikan, masyarakat yang percaya bahwa seorang Ponari yang selamat tersambar petir, mempunyai mukjizat menyembuhkan segala macam penyakit lewat celupan batu ajaibnya.

Jadi, MUI jangan terlalu paranoid dengan para nabi baru ini. Biarkan saja, masyarakat sudah pintar kok…

Judhianto

Pencari jawab amatir, bertanya apa saja...

52 Respon

  1. Mohammed Tristan berkata:

    Tulisan yang menonjolkan logika yang se-olah2 lebih tahu. Inilah ciri-2 orang atheis, berada dalam kegelapan, hidupnya selalu dipenuhi pertanyaan, ketidakberdayaan pikiran. Dan tiada guna berdebat dengan orang seperti ini, karena alam pikirannya memang berbeda. Karena mencari yang ghaib adalah dengan yang ghaib (ini saja, sampai kiamat dia tidak akan mampu menjabarkannya, kecuali dia dapat hidayahNya). Berdebat dengan orang atheis tidak akan ada titik temu, karena konsep dan pemahaman memang bagai bumi dengan langit. Itulah gunanya Syurga dan Neraka diciptakan, karena hidup memang pilihan. Neraka itu sesungguhnya ada pada saat ini, pada setiap sikap, niat, perbuatan dan akibat yg dilakukan umat manusia, boleh mengantarkan atau bekal ke neraka, begitu juga dengan syurga. Jangan terlalu pintar, karena ilmu manusia itu sangatlah sedikit. Kalau anda memang pintar, cobalah telanjangi pikiran anda, mati untuk sejenak, bertamasyalah ke alam lain kalau anda memang mampu, dan ceritakan kepada kami apa yang anda bisa dan anda lihat. Kalau anda memang pintar, aturlah alam raya ini menurut anda lebih baik, putarlah waktu ke masa lalu atau melompat ke masa depan. Letakkanlah matahari dan bulan di telapak tangan anda. Jadi jangan mengkerdilkan kemuliaan anda sebagai makhluk yang dimuliakan.

    • Judhianto berkata:

      Mohammed Tristan: anda sangat tipikal sebagai kaum beriman, yaitu beriman kepada yang ghaib – kepada yang tak bisa dibuktikan.
      Saya tidak pernah mengatakan anda salah.
      Saya hanya mengatakan ada alternatif lain pemikiran yang perlu kita hargai.

      Terima kasih telah berkomentar, mungkin tulisan saya berikut ini bisa juga anda kritisi:

      Islam Anti Nalar, Benarkah?

  2. Berno berkata:

    great! wonderful!

  3. WEBBY berkata:

    bagus tingkatkan saja jika anda berbicara tentang agama, menurut saya itu lebih penting karena semua orang punya keyakinan sehingga anda sangat membantu.

    mohon maaf jika komentar tidak mengarah..

  4. WEBBY berkata:

    bagus tingkatkan saja jika anda berbicara tentang kebenaran.

  5. Allah SWT berkata:

    Hidup itu yg penting jangan sampai merugikan makhluk lain! Dah itu thok wae Anda pegang teguh! Agama cuma pelengkap! Ibadah itu untuk menyadarkan dan mengingatkan manusia akan nilai kebaikan. Tuhan sendiri tidak butuh disembah! Apalagi dipuji dan diingat!

    • Judhianto berkata:

      Terima kasih Allah SWT atas wejangannya…

    • muhammadazzuhair berkata:

      Bila hanya jangan sampai merugikan makhluk lain, maka kita boleh2 saja memakai narkoba , boleh2 saja mabuk2an, dsb. tapi yg penting jangan sampai mengganggu orang lain
      Agama bukan pelengkap, Agama adalah fitrah manusia.
      Sekian,

      • Judhianto berkata:

        @MuhammadAzzuhair: setuju.

        Setiap orang bebas memilih tindakannya, batasnya ialah saat orang lain dirugikan.
        Tapi hukum juga mengatur tindakan preventif. Jika narkoba, miras dan bermotor tanpa helm bisa buat celaka, ya hukum berhak melarangnya, tentunya setelah aturan itu disetujui masyarakat.

        Terima kasih

  6. donny berkata:

    blog yang bagus

  7. natalius berkata:

    benar, jangan terlalu paranoid deh, orang sekarang dah pada pintar memilah yang mana baik atau buruknya

  8. Samaran Ji berkata:

    Assalamu’alaykum
    salam kenal, mas bro….

    udah tak komentari nih…
    http://debu-semesta.blogspot.com/2011/06/tradisi-islam-menjamin-kredibilitas.html?showComment=1310870462904#c3255822050830800702

    Salut loh, hare gene JIL (jaringan iblis liberal) masih punya penggemar. Artikel2nya keknya udah pernah tak baca deh, cuman di manaa gitu, mungkin cuman di daur ulang ya. Thank’s kunjungannya ke blog sy.

    • Judhianto berkata:

      SAMARAN JI: Terima kasih untuk berkomentar. Kita mungkin bebeda pendapat, saya menghormati pendapat anda.
      Anda pernah baca artikel saya ditempat lain?, haha… asbun. Tolong tunjukkan dong dimana?

  9. Ncep berkata:

    Thanks udah mengunjungi blog saya, ini kunjungan balasan 🙂

    Tentang tulisan anda yang berjudul : Agama, Demonstrasi Kredibilitas para nabi, ini merupakan pertanyaan-pertanyaan yang dahulunya pernah berkembang di otak saya.

    Mungkinkah, apakah benar. Wah jangan-jangan. Yang akhirnya saya sendiri ragu akan semuanya. Mungkinkah bumi itu bulat? Karena memang saya tidak pernah bisa membuktikan, karena saya sendiri tidak pernah melihat secara langsung, karena selama ini taunya cuman dari buku pelajaran, dari video, dari TV.. dan akhirnya saya tidak mau mempercayai bumi itu bulat. Hanya karena semua orang bilang bumi itu bulat lah yang membuat saya terpaksa percaya.

    Mungkinkah ada kutub utara? atau cuman rekayasa video? Special efek dari film? dsb dsb..
    Wah bisa dibayangkan kalau pertanyaan ini menjurus ke agama.

    Apa yang saya lakukan akhirnya adalah saya tidak perlu membuktikan. Tapi HARUS menerima. Saya harus makan supaya kenyang, padahal saya tidak tahu dulunya makan itu bisa bikin saya kenyang dan bisa beraktifitas. Yang saya tahu ialah jam makan ada tiga kali.. pagi siang dan malam. Akibat dan efek dari makan itu membuat saya yakin ternyata makan itu bikin saya bisa hidup dan beraktifitas.
    Tentu ini juga bisa berbeda ketika ditanyakan kepada pihak lain, mungkin makan bagi orang lain adalah aktifitas sesat yang tidak ada faedahnya. Dia mungkin bisa tetap hidup dan tetap beraktifitas tanpa harus makan. Mungkin dan mungkin.
    Mungkin anda melihat warna, mungkin yang lain bilang dunia hanya putih dan abu-abu.

    Efek yang dirasakan membuat orang percaya kepada sesuatu, kepada agama misalnya. Tidak perlu adanya pembuktian yang dipaksakan terlalu jauh yang malah membuat kita tidak mengerti. Ada porsi masing-masing, ada pembagian tugas masing masing. Pertanyaannya apakah yang menjadi tugas orang Islam? Kristen? Atheis? dan yang lain? Jawabannya tergantung dari efek yang mereka rasakan. 🙂

  10. Samaranji berkata:

    Oiya,,,, ngoss ! (maksudku jongosnya dawkintz, gitu)
    eh boss ding…….

    Kredibilitasnya para Nabi a.s kan sudah dibahas disisni…
    Lha terusss kredibilitasnya para Maharsi dan para Bhudist koq ga dibahas ???
    Terlalu suci ya ???

    • Judhianto berkata:

      Samaranji: jongosnya dawkin? enak aja. Dia bagus mengungkap fakta tentang evolusi, tuhan dan agama, tapi terlalu menyederhanakan dalam banyak hal. Kalau Taliban adalah fundamentalis agama, Dawkin itu fundamentalis atheis, keduanya sama, menyederhanakan realitas –> pakai kacamata hitam-putih.

      Bahas Maharishi dan Budhist? saya takut tak cukup paham, Kalau anda punya tulisan? bagi dong…

  11. Adi El kapitano berkata:

    Orang bilang kita punya otak tapi gw gak pernah lihat otak gw sendiri tapi gw percaya itu ada!!!. ( salah gak gua???)

    Begitu pula Agama GW PERCAYA TUHAN ITU ADA & NABI ITU BENAR ,

    memang semua kembali ke kepercayaan masing-masing, & perlu di ingat

    SEMUA AGAMA, SEMUA PEMIKIRAN , SEMUA PENDAPAT, SEMUA PERBEDAAN ITU CIPTAAN TUHAN YANG GAK BISA DI GANGGU GUGAT DAN GAK BAKAL SERAGAM

    KARENA DASARNYA SEMUA BERBEDA…BENAR TIDAKNYA , ITU PENDAPAT MASING-MASING

    ASALKAN KITA SALING MENGHORMATI PERBEDAAN.

    My recent post Nyanyi

  12. ryono berkata:

    kalau saya bicara sains, saya akan terus-menerus mempertanyakan bukti emprik sebelum saya yakin akan sesuatu. Kalau saya mengkaji sains , saya akan terus ragu-ragu, apakah apa yang saya lihat benar-benar ada, apakah teori x itu benar, apakah sifat senyawa x demikian, dan seterusnya….saya sebagai saintis lebih percaya omongan darwin, hawking , dawkins tentang sains ketimbang imam abu hanifah, imam syafi'i sampai alghazali….

    Tapi disisi lain, meskipun saya seorang saintis toh saya tetap punya agama, dan jika saya sedang ngomong agama, maka saya tak peduli ada atau tidak bukti, sejauh menyangkut iman itu harus saya yakini. bahkan jika saya ragu-ragu, saya akan tetap yakin. sejauh menyangkut iman, pengetahuan saya tidak berarti apa-apa, yang penting adalah keyakinan saya. dan saya lebih percaya imam abu hanifah, imam syafi, al ghazali, yusuf qhordhawi untukbicara tentang imam ketimbang sederet ilmuwan materialitik tadi….

    • Judhianto berkata:

      ryono: Terima kasih untuk berbagi pandangan.

      Saya punya analogi yg mungkin menarik tentang agama.

      Agama itu layaknya sebuah lukisan.

      Pada masa lalu lukisan digunakan untuk mengabadikan jendela visual tentang realitas di alam. Lukisan digunakan untuk mengabadikan sosok raja, sebuah pemandangan indah atau sebuah peristiwa spektakuler.

      Ketika kamera ditemukan, tugas mengabadikan jendela visual diambil alih oleh kamera. Lebih praktis dan akurat.
      Apakah lukisan mati? tidak. Justru setelah dilepaskan dari tugas fungsionalnya, lukisan tumbuh menjadi media yg mampu membangkitkan sesuatu yg tak ada dalam potret. Alih-alih mengabadikan realitas visual, lukisan menampilkan apa yg tak tampak di realitas visual.

      Sebagai contoh, pada lukisan Vincent Van Gogh, realitas obyektif digantikan oleh gambaran emosional dan imajinatif yang ditangkap oleh sang pelukis. Bentuk terdistorsi, warna-warna berdesakan bukan untuk menggambarkan realitas, akan tetapi menggambarkan sisi emosional dan personal yang ditangkap pelukis.

      Di hadapan lukisan Van Gogh, anda tidak perlu menganalisa dan mencocokkan dgn realitas. Anda menyerahkan diri pada kesan yang akan muncul secara emosional saat menikmati lukisan itu.

      Agama juga.

      Pada masa lalu, agama digunakan untuk memahami realitas dan panduan untuk menghadapi realitas tersebut.

      Ketika sains berkembang, ketika pendidikan tersedia secara murah, fungsi agama di atas diambil alih oleh sains, teknologi dan kemampuan nalar manusia yg dipupuk pendidikan. Kesadaran hukum dan sistem yang adil lebih mampu memberantas korupsi dibandingkan dengan sholat dan mengaji. Hujan buatan lebih manjur dari sholat istisqa (minta hujan).

      Apakah agama akan mati? tidak.

      Agama memiliki potensi yang tidak bisa dilakukan oleh nalar dan sains.

      Agama mampu menyalakan semangat menyampaikan kebaikan jauh diatas kepentingan pribadi. Anda bisa melihat para da’i yg rela dikirim ke pelosok terpencil untuk menyampaikan Islam, walau mengorbankan kehidupan normal mereka. Anda bisa melihat para pemilik rumah yatim atau pesantren yang mau menyumbangkan seluruh hartanya dan upayanya untuk membina anak-2 muda. Disisi buruknya kita juga melihat pembom bunuh diri yang meledakkan diri di kerumunan massa.

      Dengan rasionalisme, anda akan banyak melihat kekecewaan di hidup anda. Kenapa aku bukan anak konglomerat? kenapa wajahku buruk? kenapa IQ-ku jongkok? dan lain sebagainya.
      Dengan agama, banyak yg bisa anda nikmati di hidup anda, walau kondisi kita buruk. Alhamdulillah, aku gak tajir dan cakep, kalau Luna Maya naksir aku pasti puyeng mikirin cowok-2 pesaing yg deketin dia…

      Agama adalah seperti lukisan yg bagus. Ia tidak menampilkan realitas apa adanya. Ia membengkokkan realitas, menonjolkan satu hal dan mengabaikan hal yg lain demi membangkitkan potensi emosional dan spiritualitas kita. Nikmati saja sajian agama, biarkan emosi dan spiritual kita tergugah, tetapi bila sampai ke langkah praktis sains akan kita gunakan.
      Agama yg baik tak butuh kecocokan dengan sains dan realitas, sebagaimana sains tak butuh dukungan ayat-ayat suci.

      Jadi,
      Agama itu bukan alat untuk menghadapi hidup. Tugas menghadapi hidup ada pada sains, teknologi, pendidikan dan sistem modern.
      Agama itu alat untuk menikmati hidup. Agama mampu membuat kita menerima hidup apa adanya, di posisi manapun, asalkan kita mampu menjalin hubungan dengan Tuhan dan melihat segala sesuatu sebagai rencana tuhan yg baik bagi kita.

  13. kmr berkata:

    Mas Judhianto…..agama adalah akal….kalau orang lagi mabuk/ngantuk/0n…tidak boleh shalat. Haram!!! Anda orang yang berakal……IQ dan Nalar bagus………Ini namanya penceramah Modern (Kalau Muslim…….seperti alm. Nurcholis Majid…atau anaknya ya….)

    • Judhianto berkata:

      kmr: Akal adalah salah satu bagian dari memahami agama, akan tetapi agama bukan akal.
      Unsur utama agama adalah pengalaman.
      Anda bisa mempelajari semua gerakan sholat, mencari tahu manfaatnya dan asyik berdiskusi tentangnya. Tapi itu hanya konsumsi otak/akal dan tidak berarti apa-2 bagi kedekatan anda dengan Tuhan. Sholat akan berarti bila anda melaksanakannya, walau mungkin anda tak tahu arti bacaannya. Sholat itu pengalaman.

      Hampir seperti ketrampilan bersepeda, akal/teori saja tidak membuat anda trampil bersepeda. Melakukannya akan membuat anda trampil. Sama dengan sholat, beragama dan mendekati Tuhan.

  14. Adif Sahab berkata:

    Agama membengkokkan realitas? Tergantung realitas yang mana dulu. Dalam mistisisme -yang ada di semua agama- realitas empiris yang kita rasakan dengan panca indera bukanlah realitas hakiki melainkan semu belaka. Ada realitas yang berdiri sendiri di luar dunia empiris ini. Orang yang telah memahami realitas hakiki ini -dalam tasawuf disebut 'arif, orang yang sudah m'arifat (kenal)- adalah orang beriman yang sejati. Seorang beriman yang sejati akan menjalankan ajaran Tuhan tanpa merasa ragu sedikit pun.

    Menurut saya di zaman modern ini -yang menempatkan pengalaman empris dan nalar di atas segalanya- yang harus kita lakukan bukanlah merasionalisasi agama atau mengharamkan agama masuk ke ruang publik tetapi yang jauh lebih penting adalah mencari jalan untuk mengenali kembali hakikat makna hidup kita di dunia ini.

    • Judhianto berkata:

      @Adif Sahab: Realitas? apa itu.
      Jika realitas adalah sesuatu yg obyektif, maka ia hadir tanpa terpengaruh oleh kerangka pikiran siapapun yg mengenalnya. Satu-satunya realitas objektif adalah alam nyata ini, alam yg di lihat oleh panca indera kita. Ia hadir apa adanya. Anda Islam, Kristen, Budha atau apapun itu, melihat realitas alam nyata dengan sama, dengan indra.
      Ia objektif, ia bisa diukur.
      Jika realitas adalah sesuatu yg subyektif, maka ia hadir sesuai dgn kerangka pikiran yang mengenalnya.
      Dengan tasawuf, setelah "hijab" terangkat, seorang sufi akan melihat "realitas lain" sesuai dgn kerangka tasawuf.
      Dengan kerangka pandangan Hindu, seorang Yogi akan melihat "realitas lain" yang berbeda dgn yang dilihat Sufi.
      Begitu pula disetiap agama, ada disiplin serupa tasawuf yang bisa mengungkapkan "realitas lain" sesuai dgn kerangka agama tersebut.
      Realitas subyektif sangat terbatas. Ia hadir secara personal dan tidak dapat diverifikasi secara umum. Orang tidak akan bisa membedakan antara realitas yg disampaikan oleh seorang yang memperoleh ma'rifat dan apa yg yang disampaikan oleh orang yg mengalami halusinasi; karena dua-duanya tidak bisa diverifikasi dan dua-duanya merupakan pengalaman personal.

      Terima kasih untuk komentarnya…

  15. muhammadazzuhair berkata:

    Jikalau anda mengeahui fakta tentang tragedi WTC 11 September 2001, mungkin anda tak akan menuliskannya
    Kalau anda berbicara tentang MUI untuk tidak mengomentari masalah Nabi Baru, berarti MUI tidak boleh mengikuti apa yang diajarkan oleh Nabinya (juga nabi saya) yaitu Muhammad SAW. yg berpesan bahwa tidak ada Nabi setelah beliau.
    Apa yang anda tuliskan mencitrakan agenda pluralisme (Semua agama itu sama).
    Jadi jangan anggap semua agama itu sama. Setiap agama itu berbeda satu sama lain mulai dari ajarannya, tata cara ibadahnya, ketuhanannya, hubungan sesama manusia, dll.

    Sekian,

    • Judhianto berkata:

      @MuhammadAzzuhair: terima kasih untuk ikut berkomentar.

      Saya ingin memahami anda lebih lanjut, jadi saya komentari komentar anda:

      Jikalau anda mengeahui fakta tentang tragedi WTC 11 September 2001, mungkin anda tak akan menuliskannya

      Ada fakta lain? Jelaskan dong.. faktanya bagaimana? yg tahu siapa saja? Trus kenapa saya jadi gak nulis?

      Kalau anda berbicara tentang MUI untuk tidak mengomentari masalah Nabi Baru, berarti MUI tidak boleh mengikuti apa yang diajarkan oleh Nabinya (juga nabi saya) yaitu Muhammad SAW. yg berpesan bahwa tidak ada Nabi setelah beliau.

      Kalau ada nabi baru, berarti bukan Islam lagi, karena tidak ada nabi baru dlm Islam. MUI kan ngurusi Islam, kok ribut? Apa MUI mau urusin agama lain juga seperti Kristen, Budha dll? Nyinyir amat?

      Apa yang anda tuliskan mencitrakan agenda pluralisme (Semua agama itu sama). Jadi jangan anggap semua agama itu sama. Setiap agama itu berbeda satu sama lain mulai dari ajarannya, tata cara ibadahnya, ketuhanannya, hubungan sesama manusia, dll.

      Memangnya ada agama yg sama? Aneh dong? Lha Tuhannya beda ritualnya beda kok dibilang sama?
      Dibagian mana anda simpulkan saya bilang begitu?

  16. ampuniakuibnu berkata:

    gimana mas, kalau lia eden jadi nabi kemudian dibiarkan saja, maka perlu juga nih.. tetangga jadi perampok, jadi koruptor, jadi teroris, apa perlu dibiarkan saja ? gimana nih ? kan masyarakat dah pintar ? dan tidak paranoid ! kalau anak anda jadi pemalak di kelas. biarkan aja..! kalau justru anda larang anda jadi paranoid anda bukan ayah yang pintar..! Terima kasih atas “pencerahannya”.

    • Judhianto berkata:

      @AmpuniAkuIbnu: anda harus membedakan antara kebebasan berpikir, berpendapat dan berbuat kriminal.

      Dalam demokrasi, anda boleh berpendapat apa saja, misalkan anda mau mendirikan agama yang menyembah kucing, silakan saja, toh nanti kalau memang tak masuk akal, tidak akan ada pengikutnya. Kalau ternyata agama kucing itu populer, ya pemeluk agama lama harus introspeksi diri, kenapa agamanya ditinggalkan dan melakukan dakwah yang lebih bisa diterima masyarakat.

      Yang dilarang adalah pelanggaran hukum. Saat anda merampok bank anda langsung ditangkap dan dihukum walau anda bilang itu adalah fai dan dananya untuk kepentingan jihad. Saat anda menghancurkan warung yg buka saat Ramadhan, anda bisa ditangkap dan dihukum karena merugikan orang lain, apapun alasannya. Demikian juga di sekolah, saat ada tindakan bulliying, guru harus menghukum pelakunya, karena itu sudah tindakan jahat, apapun alasannya.

      Negara bertugas mengamankan warga dari tindakan kriminal, bukan mengurusi pikiran/keyakinan warganya.

      Terima kasih.

  17. faizal berkata:

    saya sangat menyukai tulisan2 anda terutama tentang nabi nuh…keep on writing

  18. chxndrx berkata:

    Betul, pak bro Judhi, saya setuju, percaya agama berarti percaya nabinya.
    Kecuali suatu saat, Tuhan memutuskan untuk mengirim pesan-pesannya secara massal melalui, misalnya, email, BBM, atau SMS, maka peran nabi tidak dibutuhkan lagi.

    • Judhianto berkata:

      @Chxndrx: Tuhan main BBM?
      Wah tiap habis berdo’a sepertinya perlu juga nyebutin pin BBM kita, mungkin Tuhan nanti berkenan nambah kita di contact-Nya 🙂

  19. H. Bebey berkata:

    Agama, Demonstrasi Kredibilitas Para Nabi.
    4 Juli 2011 –

    Hampir dua tahun yll, tulisan ini (agama, demonstrasi kredibilitas para nabi) direilis, baru sekarang aku mencoba mengomentari, dan juga setelah kuamati beberapa komentar dari dua kubu berbeda yang bersebrangan.
    Sejak aku mengerti dan menyadari kehidupan di luar diriku, bahwa setiap mahluk sebaiknya harus beragama, agar merasakan apa artinya ‘bilangan gaib i’, orang tuaku menanamkan budhi-pekerti sejak aku menyadari kehidupan yang mulai berkembang dalam diriku, maka aku secara alamiah mengikuti apa yang dianut orang tuaku. Demikian pula saat ustad memberi pelajaran agama di ‘sekolah rakyat’, ditekankan bahwa nabi kita adalah orang berbudi sejak awal, seperti yang diungkap di bawah ini.

    Kita percaya Islam, karena sebelum mengajarkan wahyu, seumur hidupnya Nabi Muhammad adalah pribadi teladan. Ia orang baik yang tidak pernah bohong, tidak pernah curang, dan selalu membantu orang lain. Jika ia mengatakan bahwa ia didatangi malaikat di gua Hiro dan menerima wahyu, para pioner Islam percaya karena Muhammad tidak pernah bohong.

    Aku percaya begitu saja dan merasakan bahwa beliau adalah orang suci layaknya dewa, kuikuti pelajaran etika dari kedua orang tua, tapi setelah bertambah umur dan banyak membaca buku mengenai beragam agama, terlebih saat sekarang, dengan hanya memakai ‘key words’ yang diperlukan apa saja yang menjadi unek-enek kalbu, maka di kepustakaan google akan terpampang dengan jelas, di sana kita diberikan dua alternatif pilihan, silahkan mana yang akan dipercayai. Dengan demikian, mengingat saat ini kemajuan IPTEK demikian hebat maka dalam pikiran kita akan timbul problem penafsiran baru seperti yang dipersoalan apa yang ada di ‘nonton dunia’ dimana kita bisa mengambil manfaatnya beragama. Ataukah kita menimang-nimang lagi, karena apa yang diperlihatkan oleh kelakuan penganutnya tidak memberi contoh baik, seperti teroris, bom bunuh diri, yang terakhir seblokan secangkir teh ke muka sang profesor sosiologi di TVOne, ataukah mereka yang melalukan jualan ayat suci di setiap TV kita.
    Selanjutnya apakah statement di atas benar, silahkan memakai nalar dan perasaan dalam menimang-nimang, seperti yahhh katanya lagi bahwa Ahmad kecil suka kesurupan dan bercerita bahwa ada dua malaikat yang membersihkan/mencuci belahan dadanya, dan berlanjut sampai beliau bercerita menerima wahyu dimana para pioner Islam percaya apa yang dikatakan itu benar. Banyak ulasan mengenai ini, malahan diceritakan oleh ibu susunya bahwa anak yang diasuh ini bermasalah, sering kesurupan. Dan kesurupan inipun berlangsung sampai dia berumur lanjut saat-saat menerima wahyu.

    Beberapa Nabi lainnya dipercaya karena mereka bisa mendemostrasikan suatu yang mustahil dilakukan manusia, seperti Yesus yang dapat menghidupkan orang mati dan mengobati beberapa penyakit. Mereka percaya mukjizat itu hanya bisa dilakukan bantuan Tuhan. Jika kemudian is mengatakan bahwa menerima wahyu, orang disekelilingnya percaya bahwa itu benar dari Tuhan.

    Telah disampaikan bahwa nabipun manusia apa adanya, karena di kumpulan literatur google diterangkan bahwa nabi itu dibuat menjadi hebat luar biasa, dapat menghidupkan orang mati (suri), dengan demikian rekayasa para pengikutnya berharap agar mendapat penganutnya lebih membludak, dan menurut sumber yang ada di google, beliaupun katanya memperistri mbak Magdalena dan mempunyai keturunan yang dirahasiakan. Sedangkan nabi kita memang mahir dalam menghadapi wanita terutama wanita cantik yang berjumlah tigapuluhan.

    Pertempuran bermacam pemikiran terjadi diarea ini, seperti mas Tristan dimana mungkin logikanya hanya sebantas dengkul, dan menyamaratakan bahwa yang memakai logika itu seorang atheis, sampai kapanpun dia akan tetap dibodohi, coba seandainya dia sudah membaca daftar buku² “Ibu dari Segala Sumber Literatur Islam“ ada 43 judul, silahkan cari sendiri, mudah-mudahkan logikanya naik ke kepala. Apalagi mas Samaranji terlalu sinis mengomentari memakai istilah jongos nya,…. siapa yah darwin mungkin.

    Memang aku sebagai salah satu yang terkesan akan tasawuf, dan telah melihat realitas lain, suatu yang mencengangkan, yang katanya, sebaiknya tidak diungkap, tapi dirasakan saja sebagai milik diri pribadi, yang terang intinya selaras dengan semua agama apapun, malahan dengan agama jawipun is OK wkwkwk
    Di sisi lain, perkembangan nalar manusia dalam mencari kebenaran ilmu yang bersifat obyektif mengumumkan bahwa hasil research science tentang ‘Voyager 1 reaches gatewy to the galaxy’ yaitu alat instrumen yang melalangbuwana buatan manusia cerdas itu dilangit yang tinggi, sudah berada ditepi sistem solar atau heliospere, yang tidak ada di dalam alkitab, ini semua hasil penelitian yang berbiaya tinggi demi kemanusiaan, apakah itu yang menguntungkan ataupun yang merugikan. Tentunya tidak adalah di dalam segala macam alkitab termasuk al Qur’an. Kita selalu cape berdebat akan kehebatan apa yang tertera di alkitab ini, padahal setelah tau artinya kata demi kata dan hubungan dengan waktu saat itu maka sebenarnya al Qur’an mengharapkan kita bergaul satu sama lain dengan damai, emphati, dan yang sesuai dengan kalimat bismilahirochmanirohim dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Marilah kita bersama menggunakan energy kehidupan demi kemajuan bangsa Indonesia dengan berdasarkan kearifan budaya lokal, bukan budaya arab hheehhheee dalam menghadapi tahun 2050 katanya jumlah penduduk menjadi 450 juta, luar biasa mengerikan.

    Wassalam

    H. Bebey

    • Judhianto berkata:

      @H. Bebey: terima kasih untuk tambahan informasinya.

      Untuk topik “Ibu dari Segala Sumber Literatur Islam“, bila kita cari dengan Google, maka akan kita temukan 2 nama yang penting di sana Sayyid Mahmud al-Qimni dan A.A. Ahmed.

      Sayyid Mahmud al-Qimni adalah akademisi dengan gelar Ph. D dan pengajar sosiologi agama di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Dengan latar belakang keilmuannya yang mendalam dibidang literatur klasik Islam dan kitab samawi lainnya, kedalaman karyanya tidak diragukan. Dia termasuk produktif menulis banyak buku Islam bermutu, salah satunya diterjemahkan oleh LKis Yogya di tahun 2004, yaitu: Nabi Ibrahim; Titik Temu-Titik Tengkar Agama-agama.

      Salah satu bukunya yang menjadi kontroversi adalah Al-Hizb Al-Hashmi Wa Tasis Al-Dawla Al-Islamya (Kelompok Hasmit dan Dasar Negara Islam). Dalam buku ini Qimni mengambil sudut pandang yang lain tentang proses lahirnya Islam. Berdasarkan studi yang mendalam dari berbagai literatur Islam klasik dan sumber-sumber arab lainnya, Qimni mengupas terlibatnya proses yang sangat duniawi dalam lahirnya Islam, yaitu persaingan antar klan, oknum-oknum oportunis, intrik-intrik politik yang kotor yang ikut hadir dalam pembentukan Islam. Akibat bukunya ini, dia diancam hukuman mati oleh banyak kelompok fundamentalis di Mesir. Pada akhirnya Qimni berkompromi dengan menarik tulisannya.

      Nama kedua adalah A.A Ahmed yang berasal dari Sudan dan menempuh studi di India dan Canada untuk bidang filosofi. Negara Sudan yang terkenal porak-poranda akibat ambisi kelompok fundamentalis Islam untuk mendirikan khilafah membuatnya secara emosional mempunyai gambaran yang buruk tentang Islam. Pengalaman melihat penindasan dan pembunuhan yang dilakukan dengan enteng oleh kaum Islamis terhadap mereka yang dianggap kafir di Sudan Selatan serta penindasan yang ia lihat pada saudara perempuannya yang dimadu, membuatnya membenci dan murtad meninggalkan Islam.

      Dalam buku A.A. Ahmed: Al-Maskut Anho (Kitab Sejarah Islam Terlarang), Ahmed banyak mengambil karya al-Qimni sebagai rujukan dan menambahkan komentar-komentarnya. Buku ini banyak ditampilkan di Internet untuk mengungkap sisi kelam Islam.

      Ada satu hal yang bisa kita rasakan di buku A.A. Ahmed ini, yaitu penulis tidak berusaha mengambil jarak emosional dengan materi yang diungkapkan di buku ini, sehingga antara fakta yang bisa dirunut dari literatur-2 rujukannya dan opini pribadi sang penulis bercampur aduk. Keterlibatan emosional sang penulis membuatnya menggunakan standar pribadinya yang berasal dari masa kini untuk menilai langsung peristiwa masa lalu yang berlangsung dalam standard masa lalu.

      Jika kita sering sebal dengan banyak penulis Islam yang membabi-buta membela apa saja yang berbau Islam tanpa membedakan fakta dan opini, kita akan menyaksikan hal yang sama – hanya pada sisi yang berbeda.

  20. H. Bebey berkata:

    Wehhhweehhh
    Makasihhh, mudah2an semua sadar, bahwa di kepustakaan google ada yang perlu disimak, dengan demikian kita bisa menjadi orang yang bijak dan arif.
    Amien

Perkaya tulisan ini dengan pendapat Anda

error: Hargai hak cipta penulis !!
%d blogger menyukai ini: