Apakah Qur’an yang ditangan kita sekarang sama persis dengan Qur’an pada masa Nabi Muhammad?
Kebanyakan umat Islam akan menjawab: “Ya! sama persis”!.
Sayangnya jawaban tersebut salah.
Qur’an yang sampai ditangan kita sekarang adalah hasil beberapa ikhtiar standarisasi yang telah dilakukan umat Islam dalam sejarah. Berikut ini apa yang bisa kita dapatkan dari sejarah Qur’an.
Era Nabi: Beragam Mushaf Yang Terserak
Pada saat Nabi hidup, bentuk Qur’an yang utuh seperti yang kita kenal sekarang belum ada. Segera setiap kali wahyu turun, Nabi menyampaikannya pada para sahabat. Para sahabat menghafalkannya, dan beberapa mencatatnya.
Nabi sendiri menunjuk beberapa sahabat untuk mencatat wahyu-wahyu itu. Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Ubay bin Ka’ab,Zayd bin Tsabit, dan Abdullah bin Mas’ud adalah nama-nama yang biasa disebut sebagai pencatat wahyu. Tetapi disamping empat orang itu, banyak juga para sahabat yang mencatat wahyu-wahyu itu untuk keperluan pribadi mereka sendiri.
Koleksi catatan wahyu ini (mushaf), bervariasi antara para sahabat. Hal ini karena mereka mencatat apa yang mereka dengar dari Nabi, dan tidak semuanya para sahabat itu hadir ketika suatu wahyu diturunkan.
Apa yang disebut mushaf pada saat Nabi masih hidup, bukanlah Qur’an dalam versinya yang utuh. Mushaf saat itu merupakan fragmen-fragmen dari Qur’an.
Era Abu Bakar dan Umar: Pengumpulan Mushaf
Setelah Nabi wafat, usaha pengumpulan mushaf Qur’an dimulai oleh khalifah Abu Bakar atas usulan dari Umar bin Khattab.
Pada mulanya usul Umar ini ditolak oleh Abu Bakar karena alasan hal tersebut tidak pernah dilakukan Nabi. Itu Bid’ah. Tapi setelah diyakinkan Umar atas manfaatnya bagi umat Islam, Abu Bakar setuju.
Pengumpulan mushaf pada saat Abu Bakar dan dilanjutkan oleh Umar saat menjadi khalifah, belum merupakan usaha kodifikasi yang serius. Mereka hanya mengumpulkan fragmen-fragmen Qur’an yang berserakan dari para sahabat, tetapi belum menyusunnya ulang dalam satu bentuk mushaf Qur’an yang utuh.
Era Usman: Penyusunan Mushaf Yang Utuh
Kodifikasi Qur’an secara serius baru dilakukan saat khalifah ketiga, Usman bin Affan. Tim penyusun yang dibentuk Usman mengumpulkan semua fragmen-fragmen Qur’an yang ada serta memanggil semua penghafal Qur’an yang ada untuk menyusun suatu mushaf yang utuh.
Ayat-ayat dalam mushaf disusun tidak berdasarkan urutan kronologi ayat-ayat tersebut diturunkan, akan tetapi berdasarkan petunjuk penempatan dari Nabi yang diingat oleh para sahabat.
Dari proses ini, dihasilkan mushaf Qur’an dalam bentuk yang utuh. Mushaf ini dikenal sebagai “Mushaf Usmani”. Mushaf ini terdiri dari 114 surah yang dimulai dari Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas. Ini yang menjadi cikal bakal semua Qur’an yang beredar didunia.
Mushaf Qur’an Versi Lain
Apakah ada mushaf versi lainnya? Ada.
Sebelum pengumpulan mushaf ini dilakukan oleh negara, secara pribadi beberapa sahabat ada yang sudah melakukan pengumpulan ayat-ayat yang terserak dalam satu mushaf utuh.
Beberapa mushaf yang sempat terekam dalam sejarah adalah mushaf milik Ubay bin Ka’ab, Ibn Mas’ud, Ibn Abbas, Ali bin Abi Thalib, dan Hafsah istri Nabi.
Mushaf-mushaf itu memiliki jumlah dan susunan ayat yang berbeda. Sebagai misal Mushaf Ubay memiliki 115 surah, Mushaf Ibn Mas’ud memiliki 108 surah, Mushaf Ibn Abbas 116 surah.
Perbedaan ini terekam dari komplain Aisyah istri Nabi yang dikutip Jalaluddin Al-Suyuthi dalam kitab al-Itqan sebagai berikut: “pada masa Nabi, surah al-Ahzab berjumlah 200 ayat. Setelah Uthman melakukan kodifikasi, jumlahnya menjadi seperti sekarang [yakni 73 ayat].”
Pada Mushaf Ibn Abbas juga ada dua surah yang yang tidak disertakan dalam Mushaf Usmani yaitu al-Khal dan al-Hafd.
Nasib Mushaf Qur’an Versi Lain
Setelah khalifah Usman meresmikan Mushaf Usmani, dia memerintahkan membakar semua mushaf lain yang ada. Sebagian besar mushaf-mushaf itu berhasil dimusnahkan, akan tetapi ada beberapa mushaf yang selamat. Salah satunya adalah Mushaf Hafsah, Mushaf ini baru dimusnahkan pada era Khalifah Marwan ibn Hakam (65 H)
Secara fisik mushaf-mushaf yang lain tersebut berhasil dimusnahkan, akan tetapi beberapa mushaf itu masih hidup dalam bentuk hafalan para sahabat. Karena sebenarnya pada masa itu Qur’an lebih banyak dihafal daripada dibaca.
Para penulis Islam pada masa belakangan, menyayangkan bila hafalan para sahabat itu musnah. Mereka berusaha mengumpulkan lagi hafalan para sahabat tersebut dalam tulisan mereka.
Sejarah penulisan Alqur’an mencatat nama-nama Ibn Amir (118 H), al-Kisai (189 H), al-Baghdadi (207 H); Ibn Hisyam (229H), Abi Hatim (248 H), al-Asfahani (253 H) dan Ibn Abi Daud (316 H) sebagai pengarang-pengarang yang menghidupkan mushaf-mushaf klasik dalam karya masahif mereka (umumnya diberi judul kitab al-masahif atau ikhtilaf almasahif).
Sebagai misal: Ibn Abi Daud berhasil mengumpulkan 10 mushaf sahabat Nabi dan 11 mushaf para pengikut (tabi’in) sahabat Nabi. Mushaf-mushaf yang lain ini saat ini hanya terdapat dalam beberapa perpustakaan Islam yang tua.
Variasi Mushaf Usmani
Mushaf Usmani dituliskan pada saat aksara arab masih dalam bentuk awal. Huruf arab belum mengenal tanda baca dan tanda titik.
Tanda baca dalam huruf arab baru ditemukan pada pertengahan abad 7. Sistem tanda baca huruf arab diperkenalkan oleh Abu al-Aswad al-Dua’ali, seorang sarjana pada masa Dinasti Umayyah.
Absennya tanda baca ini menyulitkan umat Islam yang bukan penutur bahasa arab asli. Hal ini juga dikarenakan Qur’an juga mulai disebarkan lewat tulisan bukan hanya hafalan.
Akibatnya banyak sekali variasi cara pembacaan Qur’an, walaupun mereka menggunakan mushaf yang sama. Para penyalin Qur’an menambahkan berbagai tanda baca untuk memudahkan mereka untuk membaca Qur’an. Akibatnya muncul berbagai versi bacaan Qur’an.
Pada era Dinasti Abbasiyah, khalifah pada tahun 324H memerintahkan Ibn Mujahid untuk menyeragamkan bacaan Qur’an yang ada. Dari puluhan versi bacaan Qur’an, dipilih tujuh versi bacaan yang direstui.
Ke tujuh versi bacaan Qur’an inilah yang kemudian digandakan dan disebarkan ke seluruh pelosok negara Islam.
Penyeragaman Qur’an Oleh Mesin Cetak
Pada abad ke 20 dari tujuh versi penulisan Qur’an, hanya tinggal tiga yang masih beredar yaitu versi Nafi, versi Abu Amr dan versi Asim.
Pada tahun 1924, Qur’an versi Asim pertama kali dicetak di Mesir, versi ini kemudian populer dengan sebutan “Edisi Mesir”. Kerajaan Arab Saudi kemudian menjadikan “Edisi Mesir” sebagai standar kerajaan dan mencetak secara besar-besaran.
Dalam rangka dakwah Islam, Kerajaan Arab Saudi kemudian mencetak dalam jutaan salinan dan menyebarkan keseluruh umat Islam di seluruh dunia.
Tindakan Kerajaan Arab Saudi, yang menyebarkan secara murah bahkan gratis salinan versi Asim menyebabkan tersisihnya dua varian Qur’an lain yang masih tersisa yaitu versi Nafi dan versi Abu Amr. Dua versi Qur’an ini masih bisa ditemui walau langka di wilayah Maroko dan sekitarnya.
Alhasil, versi Qur’an yang ada ditangan kita dan tersebar ke seluruh dunia adalah hasil standarisasi akhir dari Kerajaan Arab Saudi.
Bacaan:
* Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur”an, Yayasan Abad Demokrasi, 2011
Silakan saja anda kutip pernyataan saya mas. Tidak ada satupun saya menyatakan tulisan saya mewakili kelompok manapun namun mas malah bilang saya tidak dewasa dan tidak jantan dengan tidak mau menyatakan pendapat saya sendiri. Maaf Mas, Justru saya melihat mas terlalu kekanakan dengan pernyataan mas dan tidak mau jantan mengakui kesalahan mas dalam “menilai” saya. Saya jelas menyatakan pendapat saya sendiri dan saya hanya mengacu kepada standard peradaban yang baik yaitu peradaban baik yang pastinya tidak akan pernah menerima bahkan menolak kebohongan dan penipuan. Lihatlah saya bicara di sana hanya dengan mengacu kepada standard peradaban yang baik namun tentu saya tidak bicara atas nama mewakili peradaban yang baik itu sendiri. Yang lebih kekanakan dan tidak dewasa lagi adalah kalau mas menyatakan Kalau saya mewakili peradaban yang baik itu tentunya tidak tepat karena kalau yang diwakili itu ditanya siapa Felix Radit? maka pasti mereka tidak kenal felix Radit. Pernyataan bodoh apa ini Mas? Sebagai orang yang mengaku menggunakan otak di atas standar rata-rata maka ini tergolong fatal. Ya tentu saja mereka tidak akan kenal saya karena jelas saya juga tidak mewakili mereka karena saya hanya mengacu kepada standar peradaban yang baik yang sifatnya universal yaitu siapapun yang punya akal dan hati yang baik yang ada di suatu peradaban yang baik pasti akan menolak kebohongan dan penipuan. Pertanyaan yang tepat oleh Mas kepada mereka tentunya yang benar adalah “Apakah benar kalian menerima kebohongan dan penipuan?” dan tentunya jawabannya TIDAK karena mas sendiri sudah menjawabnya di tulisan di atas.
Mas, Anda ini punya kebiasaan buruk yang harus diperbaiki dalam melakukan dialog yang sehat. Apakah itu? Janganlah Mas suka bertanya kepada partner dialog Mas dengan suatu pertanyaan tertentu namun Mas sudah punya kesimpulan duluan dan memberikan vonis atas kesimpulan mas yang sepihak itu. contohnya mas bertanya begini? “Maksud anda kisah agama tidak bisa dijelaskan dengan akal, alias tidak masuk akal? Jika begitu ya jelas saja kalau yang bisa menerima bulat-bulat agama itu hanya orang-orang yang tak menggunakan akalnya”. Lihatlah polanya Mas. Anda bertanya kepada saya namun belum saya jawab Mas sudah menyimpulkan dan kemudian membuat pernyataan sepihak mas sendiri. Saya kira hal ini tidak sehat dan malah membuat dialog menjadi kontra produktif dan tidak menyentuh kepada akar substansi masalah utamanya. Itu Mas.
@Felix Radit: saya cuma verifikasi pernyataan anda yang sendiri yang seolah menyuarakan pendapat kelompok/orang lain, padahal sebenarnya itu cuma pendapat anda sendiri 🙂 .
Contoh di komentar terakhir anda:
Pernyataan bodoh apa ini Mas? Sebagai orang yang mengaku menggunakan otak di atas standar rata-rata maka ini tergolong fatal.
Di mana saya pernah mengaku menggunakan otak di atas standar rata-rata? gak ada kan?
Dapat poinnya?
Sebaiknya verifikasi juga dilakukan dengan cara yang baik dan tepat mas. buktinya Mas sendiri tidak mau dinilai atas sesuatu yang masih samar dan belum jelas atau seolah-olah itu benar-benar dari Mas khan?
@Felix Radit: oke, ini sudah keluar topik.
Saya sudah respon komentar-komentar anda, apa masih ada yang diperdalam?
Iya ada Mas. Saya sependapat dengan Mas dalam pernyataan yang mengatakan tentunya nggak penting banget kalau Yang Kristen ngurusin Dogma Islam dan Yang Islam ngurusin Dogma Kristen karena namanya juga dogma. Namun ada yang menjadi titik perhatian saya yang ingin pencerahannya juga dari Mas. Sepengetahuan saya, tidak ada perintah Yesus untuk menyebarkan kepercayaannya kepada selain kaum Israel. namun Di injil yang sekarang yang bahkan ayat ini sering dipakai oleh para misionaris, kenapa ajaran yesus ini malah disuruh disebarkan ke seluruh dunia?
@Felix Radit: secara umum agama Yahudi bisa dikatakan sebagai alat yang mempersatukan berbagai suku yang berbeda dalam sebuah wilayah negara nasional Yahudi. Agama Yahudi digunakan untuk membedakan siapa penguasa tanah Yahudi (pribumi) dan siapa yang bukan, untuk itu agama ini bersifat tertutup bagi komunitas luar. Yesus sebagai pendakwah agama Yahudi masih mengajarkan agamanya secara eksklusif kepada bangsa Yahudi.
Namun Kristen berkembang ketika Yahudi sebagai bangsa sudah kalah, mereka kehilangan kekuasaannya atas wilayah mereka. Berulang kali mereka di usir keluar dari Israel tiap kali mereka gagal memberontak dari Romawi. Mereka sudah beranak-pinak di luar Israel dan banyak yang berkawin campur dengan orang asing. Injil yang ditulis para muridnya berevolusi menyesuaikan dengan kondisi demografi pemeluknya dan menghilangkan eksklusifitasnya hanya untuk keturunan Yahudi.
Klaim menggunakan otak diatas standar rata-rata memang tdk pernah keluar dari Bung Judhianto, tapi … biarlah melalui tulisan dan penjelasan ini kesimpulan bisa dibuat. Salut dg kesabarannya menjelaskan… terlihat kelasnya..
Menarik sekali mas uraiannya. Sebenarnya saya sendiri mempunyai pendapat lain atas “perubahan” orientasi pengajaran Yesus ini dari yang asalnya hanya untuk kaum Israel menjadi disebarkan ke seluruh dunia. Saya melihat ada korelasi antara kebohongan dan penipuan atas isi Injil yang saya uraikan sebelumnya di atas dengan perubahan orientasi pengajaran itu. Seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya, karena Sumber Injil TIDAK TERBUKTIKAN BERASAL DARI YESUS DAN TIDAK PULA TERBUKTI DITULIS OLEH MURID-MURID YESUS LANGSUNG, maka Tentulah Isi Injil itu menjadi tidak akurat dan bahkan lebih jauh bisa disebut kebohongan dan penipuan yang “dibungkus” agama yang tidak lagi terlihat dan dirasakan sebagai suatu kebohongan dan penipuan lagi oleh para pengikutnya (mas menyebutnya sebagai kebohongan dan penipuan yang Tidak ditolak karena disampaikan oleh agama yang mereka percayai). Namun kita akan simpan saja pendapat saya tersebut dan saya akan mengikuti pendapat mas bahwa perubahan orientasi itu karena adanya penyebaran bangsa Yahudi ke seluruh dunia. Dari sisi ini tidak ada masalah kalau Kristen itu disebarkan ke seluruh dunia hanya untuk bangsa Yahudi dan keturunannya di seluruh dunia, namun MASALAH LAIN YANG NYATA SEKARANG INI ADA adalah bahwa Kristenisasi ini telah merambah ke seluruh manusia yang bukan Yahudi dan keturunannya termasuk yang bercampur baur tadi sehingga terjadilah gesekan-gesekan sosial yang tidak jarang menimbulkan konflik sosial serius ketika para pengikut kristus itu merasa mempunyai panggilan suci untuk menyebarkan ajarannya ke seluruh dunia yang di indonesia kita kenal dengan Kristenisasi, karena Kristenisasi ini dilakukan dengan berbagai cara yang bahkan ketika di Indonesia sendiri ini pun ada aturan yang tidak boleh menawarkan agama kepada penduduk yang sudah beragama, akan tetapi Umat Kristen terutama Misionaris-misionarisnya tetap melanggarnya dalam Kristenisasi tersebut. Tak jarang para Misionaris ini menggunakan berbagai cara dan berbagai media untuk mencapai tujuannya, sehingga cara-cara tidak baik pun mereka lakukan. contoh dekat adalah di dunia Maya, mereka membuat blog yang menyerang dan mendiskreditkan Islam agar para muslim membenci ajaran mereka sendiri dengan memakai kebohongan dan tipuan-tipuan pula. Lihatlah bahwa Kebohongan dan tipuan itu semakin berlanjut terus menerus. Saya sependapat dengan Mas, bahwa ngapain muslim harus repot-repot ngurusin dogma Kristen ataupun sebaliknya, namun dalam hal “perubahan” orientasi ajaran Yesus yang tadinya hanya untuk kaum Israel tadi menjadi untuk seluruh dunia, maka Toleransi ini menjadi terganggu dan tak jarang menimbulkan konflik sosial. Jadi sebenarnya Toleransi itu hanya sebatas Jargon saja yang sesungguhnya maknanya telah dirusak oleh Kristenisasi tersebut yang sesungguhnya hanya kebohongan dan tipuan saja.
@Felix Radit: sebetulnya komentar anda sudah OOT (Out-Off-Topic) sejak dari awal. Tulisan saya adalah tentang sejarah Qur’an dan anda sama sekali tidak membahas tentang itu. Tapi tak apalah, mungkin komentar anda ada manfaatnya juga bagi pembaca yang lain.
Semua kitab suci bisa kita temukan kelemahannya bila kita tahu sudut bidik yang tepat untuknya. Namun dengan sudut bidik yang tepat juga, kita juga bisa melihat keunggulan setiap kitab suci. Jadi tidaklah tepat bila kita semata-mata menilai kitab suci tersebut hanya dari satu sudut sudut bidik saja tanpa mempertimbangkan sudut yang lainnya.
Injil bermasalah? ya. Tapi Qur’an juga punya masalahnya sendiri, begitu juga Vedha dan berbagai kitab suci agama lainnya.
Apakah masalah Injil begitu seriusnya hingga tak patut dipercaya? bagi anda tentu ya. Buktinya anda bersama 5 milyar penduduk dunia tidak masuk Kristen.
Apakah masalah Qur’an begitu seriusnya? bagi 5,6 milyar penduduk dunia tentu ya, buktinya mereka tak masuk Islam.
Semua agama menganggap dirinya paling benar dan mengajak orang lain untuk masuk agama tersebut. Orang Kristen melakukan Kristenisasi sedangkan orang Islam melakukan Islamisasi.
Mana yang paling mengganggu?
Di Indonesia, umat mana yang paling banyak melakukan dakwah di muka publik? jawabnya orang Islam.
Anda dengan mudah mendengarkan TOA masjid menggelegar dengan isi bermacam-macam, mulai dari ajakan beramal hingga menyebut semua lain itu sesat dan kitab sucinya palsu. Itu Islamisasi, karena orang yang bukan Islampun terpaksa mendengar promosi tentang Islam.
Anda juga tentu mendengar tuntutan memasukkan aturan-aturan Islam ke dalam berbagai macam perda, dan bahkan di Aceh aturan Islam semcam jilbab menjadi wajib bagi yang bukan Islam. Itu Islamisasi, karena orang yang bukan Islampun dipaksa untuk ikut aturan yang mereka tidak setuju.
Anda juga tentu sering mendengar ormas-ormas tukang ngamuk seperti FUI, FPI dan MUI memaksakan kehendak mereka tanpa perduli bahwa mereka tidak punya kewenangan hukum apa-apa. Itu Islamisasi.
Di Timur Tengah, ISIS memaksakan negara khilafah tanpa perduli bahwa ada penganut Kristen, Yahudi, Zoroaster, Yazidi dan lain-lain di wilayah tersebut. Itu Islamisasi.
Di Timur Tengah, ISIS bahkan menyembelih orang-orang Kristen, Zoroaster dan Yazidi bila tak masuk Islam. Para tawanan wanita non-muslim juga diperjual belikan sebagai budak seks. Itu Islamisasi.
Ada jutaan orang mengungsi dan ratusanribu orang tewas sejak pertikaian dengan bumbu agama merebak di Timur Tengah. Itu akibat Islamisasi ala ISIS.
Di Arab Saudi, saat ini tak ada satupun ijin pembangunan keluar untuk bangunan gereja, hanya Masjid yang boleh berdiri di sana. Itu Islamisasi.
Orang Kristen membuat propaganda menyudutkan Islam, ya memang ada, tapi bukankah di dunia Islam kita bisa dengan mudah mendengarkan propaganda menyudutkan Kristen dari Ahmed Deedat, Zakir Naik, Irene Handoyo, Habib Rizieq, Tengku Zulkarnain. Bahkan di propaganda ala Habib Rizieq dan Tengku Zulkarnain, kita dengan mudah mendengar kata-kata bunuh, penggal dan potong tangan.
Jadi apakah Kristenisasi lebih berbahaya dari Islamisasi? astaga…
Sebelum menuding orang lain, lebih bijak kalau kita meneliti diri sendiri terlebih dahulu 🙂
Mas, harus dibedakan antara pihak-pihak yang mengatasnamakan Islam dengan ajaran Islam itu sendiri. Karena Islam memang sangat kuat secara Aqidahnya maka tentu Islam sulit diserang secara Frontal, maka cara-cara yang paling licik pun dilakukan yaitu dengan mengadu domba antara sesama Islam, berbuat keji dengan mengatasnamakan Islam padahal bukan, menyerang dan melemahkan aqidah Islam dengan budaya, pola pikir dst. Disamping itu, jutaan umat Islam telah mati terbunuh/dibunuh oleh negara-negara yang beragama Kristen walaupun mereka menyangkalnya atas alasan itu adalah masalah negara dan bukan agama, tetapi bagaimana bisa agama yang menggembar gemborkan kasih dalam ajarannya namun prakteknya menjadi umat pembunuh paling wahid di dunia? Di islam tidak ada Islamisasi namun di Kristen jelas ada Kristenisasi. jika kita bedah isi ajaran Islam yang sesungguhnya maka berdasarkan al qur’an maupun hadits dan ijtihad jumhur ulama sedunia pun jelas Islamisasi itu tidak ada (tentunya orang yang mempelajarinya harus belajar sumber-sumber hukum islam tersebut dengan baik). namun di Kristen justru ajaran sebarkanlah Ajaran Yesus ke seluruh dunia itu ada (silakan mas sendiri lihat atau tanyakan langsung ke sumbernya).
Tentang Konflik internal di masing-masing pihak, Islam mengalaminya dan Kristen pun sama bahkan lebih sadis lagi, Jutaan orang bahkan telah terbunuh ketika terjadi konflik antara Katholik dan Protestan. Mengenai propaganda dari masing-masing pihak, memang sepertinya kita tidak pernah tahu siapa yang memulai dan siapa yang tidak. Kenapa itu bisa terjadi antara Islam dan Kristen? Karena ada satu masalah Prinsipil yang menjadi sumber utamanya. Islam menganggap Isa aka Yesus hanya nabi utusan Allah dan Kristen menganggapnya Tuhan. tentu saja masing-masing pihak akan berusaha menyajikan argumentasi yang paling mendukung anggapan kepercayaannya agar pihaknya lah yang dipercaya publik sementara Yahudi yang merupakan asal dari Isa aka Yesus hanya mendiamkan saja masalah tersebut padahal Yahudi inilah yang tahu persis siapakah Isa aka Yesus itu yang sesungguhnya. Kenapa Yahudi demikian? karena secara politis mereka merasa diuntungkan dengan adanya kepercayaan baru yang menganggap Yesus itu Tuhan karena secara otomatis hal itu tidak akan menganggu kepercayaan yahudinya yang sejak dari awal memang Yesus pun tidak merubahnya namun Yesus tentu diutus Tuhan bukan tanpa alasan kepada bangsa Israel. kala itu bangsa Israel banyak tercampur aqidahnya dengan kepercayaan pagan dan bermisi untuk memurnikannya kembali kepada ajaran tauhid.
Maaf, saya memang Out Of Topic (OOT), dengan Of yang hanya satu huruf “f”-nya, bukan seperti yang Mas tulis karena jelas itu keliru. dan dengan demikian kekeliruan Mas saya luruskan. Saya sengaja menulis ini di luar topik yang Mas tulis karena saya punya pendapat yang kurang lebih sama idenya dengan Mas dalam hal apakah kristenisasi jauh lebih berbahaya dari Islamisasi? Yaitu dalam hal ide tentang Apakah sejarah Al Qur’an (dalam bentuk tertulis) yang distandarisasi lebih buruk dari Injilnya Kristen? semoga Mas dapat memakluminya.
@Felix Radit: saat ini umat Islam sibuk ngeles kesana-kemari untuk kelakuan buruk yang ditunjukkan sebagian umat Islam lainnya. Bilang “bedakan antara ajaran dan orang yang mengatasnamakannya”, “kami sedang diadu-domba”, atau “umat lain juga berkelakuan buruk kok”.
Padahal manfaat beragama yang diklaim agama adalah menjadikan pemeluknya manusia yang baik dan berguna bagi sekelilingnya (rahmatan lil alamin). Itu defnisi dasar lho, kalau untuk definisi dasar saja tak bisa dicapai, tentunya guna agama dipertanyakan.
Bagi saya, definisi orang baik adalah orang yang berbuat baik dan tidak merugikan orang lain. Mengenai dia menyembah Allah, menyembah Zeus, menyembah Yesus, bahkan menyembah Kucing, itu tak penting, itu urusan pribadi mereka.
Mengenai serangan terhadap Islam, sayangnya anda tak bisa menunjukkan bukti nyatanya, dan bahkan dari komentar-komentar anda, saya bisa tahu contoh serangan-serangan terhadap akidah Kristen melalui pernyataan anda tentang Injil yang dipalsukan (walau tak bisa tunjukkan yang asli), atau ajaran Kristen yang salah karena menganggapnya Tuhan. Bukankah itu contoh nyata serangan terhadap akidah Kristen?
Sepertinya anda butuh bercermin 😉
APLAUS buat mas judhi … berkelas dengan bahasa yang sederhana.. di mengerti dan dapat di terima.. maju terus mas judhi…
mau tanya mas Jud, negara kita kuat tidak menahan kelompok “pemarah” ? kelompok yg mengatasnamakan agama tetapi justru mengangkangi tujuan beragama tadi,yaitu menjadi orang baik dan tidak merugikan orang lain
@Anton: semoga kuat.
Saya punya harapan bahwa Indonesia lebih bisa bertahan melawan kelompok militan agama ini dibandingkan dengan bangsa-bangsa Timur Tengah yang terlebih dulu porak poranda olehnya.
Beberapa hal yang menjadi dasar optimisme saya adalah sbb:
Sedangkan bagi kita, Arab masih merupakan budaya asing, sehingga kita masih bisa mengambil jarak dan bersikap kritis manakala ajaran berbaju Arab tersebut mulai merusak. Kita bisa memilih Islam Nusantara yang lebih “sesuai dengan jatidiri bangsa” dibanding Islam padang pasir yang egois dan penuh amarah.
Sementara ledakan usia produktif Indonesia baru akan terjadi sekitar tahun 2025-2030, angka pengangguran masih jauh dari angka yang membahayakan, serta ada demokrasi yang memberi ruang pada ide-ide perubahan.
to mas judhianto..tolong mas tunjukan perbedaan al quran versi yang lain misal yang beredar di maroko dengan versi yang sekarang,..trimakasih…wasalam
@Budi Rahmanto: perbedaan antara berbagai versi bacaan itu pada penempatan tanda baca sehingga bunyinya berbeda. Beberapa contoh perbedaan itu bisa dilihat di http://answering-islam.org/Green/seven.htm
Terimakasih Mas Judhianto…
Apa yang mas sampaikan sebenarnya baru 1% dari islamologi yang seharusnya diketahui oleh sebagian besar umat islam di Indonesia, khususnya para ulama.
Sesat pikir dari banyak ulama/ustadz yang kurang paham sejarah telah lama meracuni pikiran ummat, sehingga ummat islam sejak mereka lahir sudah memiliki label-label tentang Yesus dan Kristen. Mereka memiliki kebenaran mengenai kekristenan menurut islam yang bagi mereka adalah fakta sejarah. Sejak lahir umat islam punya statement bahwa injil adalah palsu, kristen penuh kebohongan, gereja penuh kebobrokan moral…. yang sebenarnya pengetahuan negatif tentang kristianitas tersebut sama sekali tidak penting bagi umat islam, tapi mungkin sangat penting untuk dengan sederhana menjustifikasi bahwa tidak ada agama yang lebih baik daripada islam.
Karenanya kadang saya berpikir bahwa, pengetahuan umat islam tentang kristen dan yesus versi mereka haruslah sepaket dengan syahadat islam.
Sebagai usul, saya berharap mas Judhianto membahas mengenai psikologi agama-agama. Lahirnya agama mempengaruhi psikologi para menganutnya; islam lahir dengan psikologi menang-kalah; kristen lahir dengan psikologi salib sebagai efek ketertindasan gereja perdana, dsb. Tentu ini sangat menarik. Terimakasih.
kalau membahas mengenai agama ,apapun agama itu pendapat saya ; tidak ada ujungnya,terkadang paralel, terkadang bersinggungan bahkan salin memotong,Kesimpulan saya ; be myself.
Bagaimana dengan Alquran Sana’a ??? Ada yang bisa membahasnyakah ???. Isinya katanya beda dengan Alquran yang ada sekarang.
Definisi asli : original, genuine, yang pertama, bukan saduran, bukan jiplakan, bukan copyan, bukan tiruan, bukan katanya yang kata,
Dengan melihat definisi tersebut maka sekarang pertanyaannya, masih adakah kitab suci yang asli ???. Jawablah dengan jujur !!!.
@Jrabang: sebaiknya anda memberi informasi yang lebih jelas dengan yang anda tanyakan, karena tidak semua orang paham dengan dengan pertanyaan yang anda sampaikan.
Untuk membantu pembaca yang lain tentang Al-Qur’an Sana’a, saya beri link ke laman yang membahasnya:
https://en.wikipedia.org/wiki/Sana%27a_manuscript
https://ponderingislam.com/2015/02/05/understanding-the-sanaa-manuscript-find/
Fakta yang ada adalah:

1. Naskah ini ditemukan pada tahun 1972 di Sana’a, Yaman.
2. Naskah ini berisi teks Qur’an standard yang ditulis dalam lembaran kulit.
3. Dari penelitian, diketahui lembaran kulit tersebut berasal dari naskah yang lebih tua, dihapus dan ditulis ulang di atasnya.
4. Naskah yang lebih tua tersebut bisa dibaca ulang berkat jejak kimiawi yang ditinggalkan tinta yang lebih tua.
5. Naskah yang lebih tua tersebut berisi teks Qur’an yang sedikit berbeda dari teks Qur’an modern.
6. Dari penelitian isotop radiokarbon bahan kulit yang digunakan, diketahui bahwa bahan tersebut mungkin berasal dari antara tahun 550M-670M
7. Nabi Muhammad menjadi Nabi pada tahun 622 M.
8. Qur’an dianggap lengkap dibukukan pada era Usman tahun 25H/647M
Isu yang dimunculkan:
1. Bentang usia kulit tersebut panjang (570M-670M).
2. Jangka terjauhnya (570M) adalah era dimana Qur’an belum dibukukan, Muhammad belum jadi Nabi dan bahkan Muhammad baru lahir.
3. Jika naskah itu dituliskan pada perkiraan awal itu, berarti Qur’an bukan dikabarkan pertama kali oleh Muhammad sebagai Rasul, karena sudah ada sebelumnya.
Apakah isu itu masuk akal?
Jika melihat tabel probabilitas usia bahannya, tentu masuk akal walau dengan kemungkinan sekitar 3%.
Di tahun Rasul wafat (632M) –> sekitar 50% kemungkinannya
Di tahun Qur’an selesai dibukukan (647M) –> sekitar 75 % kemungkinannya.
Anda mau yang kontroversial? pilih yang kemungkinannya 3% 🙂
Terimakasih mas Judhianto atas penjelasannya tentang Al Quran Sana’a.
Kesimpulan saya : Al Quran itu tidak berubah setelah berubah.
Seandainya seluruh buku, catatan dan dokumen yang ada di
dunia ini musnah, termasuk seluruh data di computer dan internet menghilang dan
tak bisa dikembalikan, maka hanya akan ada satu buku yang bisa ditulis kembali,
sempurna huruf per huruf hingga tanda bacanya. Tak perlu berminggu-minggu untuk
menuliskannya kembali, cukup hitungan jam. Itulah kitab suci Al-Quran. Mengapa?
Sanad, itulah jawabannya. Adanya pewarisan hafalan al-Quran 30 juz dari
Rasulullah SAW, Shahabat, Tabiin, Tabiut tabien, para Imam Qiraaah (Qiraah
Sab’ah), bersambung hingga generasi sekarang. Dengan adanya sanad maka keaslian
dan keotentikan Al Quran tetap terjamin sejak era hidupnya Nabi Muhammad SAW
hingga hari kiamat kelak.
Tahukah Anda bagaimana cara mendapat sanad qiraah al-Quran?
Kita harus setor hafalan di depan syaikh pemegang sanad qiraah full 30 juz,
lengkap dengan tajwid dan qiraah yang benar, baru kita bisa mendapatkan sanad
serta bisa memberikannya pada orang lain. Begitulah al-Quran dilestarikan,
bukan mengandalkan pada bahasa tulisan. Sebagai contoh, di King Saud University
dulu; Fariz Jihady Hanifa (Mahasiwa S2 Ilmu Hadits) yang berhasil meraih
sertifikat Sanad Syathibiyah dalam Qiraah Hafsh dari ‘Ashim pada tahun 2011. Ia
menjadi rawi (pemegang sanad) pada urutan ke 31. Adapun gurunya yakni Syaikh
Hasan berada pada urutan ke 30, dan seterusnya hingga menyambung ke Rasulullah
SAW. Saat ini, sanad terdekat dengan Rasulullah SAW di pegang oleh Syeikh Bakri
At-Tharabisyi di Syria (urutan sanad ke 28).
Seperti apa sanad qiraah itu? Lebih lengkap saya tampilkan
sanad milik pengasuh PP Al-Munawwariyyah Sudimoro-Bululawang-Malang yang juga
memperoleh sanad qiraahRiwayat Hafsh dari ‘Ashim : 1.Dari Rasulullah
Shallallahu `alaihi wa sallam. 2.Dari Shahabat Ali bin Abi Thalib, Zaid bin
Tsabit Utsman bin Affan, Ubay bin Ka’b. 3.Dari Syekh al-Imam Abdurrahman
as-Sullamy. 4.Dari Syekh al-Imam Ashim. 5.Dari Syekh al-Imam Hafsh. 6.Dari
Syekh al-Imam Ubaidillah as-Sibagh. 7.Dari Syekh al-Imam Abi al-Hasan
al-Ashnany. 8.Dari Syekh al-Imam al-Hafidz Abi Umar al-Dany. 9.Dari Syekh
al-Imam bin Daud bin Sulaiman bin Naijah. 10.Dari Syekh al-Imam Abi al-Hasan
bin Hudzail. 11.Dari Syekh al-Imam Abi al-Qashim as-Syathiby. 12.Dari Syekh
al-Imam Abi al-Hasan bin Syuja’ bin Salim bin Ali bin Musa al-Abbas al-Mashry.
13.Dari Syekh al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Khaliq al-Mashri as-Syafi’I
14.Dari Syekh Muhammad al-Jazry. 15.Dari Syekh Ahmad as-Shuyuthy. 16.Dari Syekh
Zakaria al-Anshory. 17.Dari Syekh Nashiruddin al-Thoblawy. 18.Dari Syekh
Syahadzah al Yamany. 19.Dari Syekh Saifuddin bin Atho’illah al-Fudloily.
20.Dari Syekh Shulthon al-Mazhy. 21.Dari Syekh Ali bin Sulaiman al-Manshury.
22.Dari Syekh Hijazy. 23.Dari Syekh Mushthafa al-Azmiry. 24.Dari Syekh Ahmad
Rasyidi. 25.Dari Syekh Ismail. 26.Dari Syekh Abdul Karim bin Umar al-Bari
al-Dimyathy. 27.Dari Gurunya Kyai Munawwar Sedayu Gresik. 28.Dari Ayahnya H.
Muhammad Sa’id Mu’in Gresik. 29.H. Muhammad Maftuh Sa’id Malang.
Perlu diketahui bahwa saat ini ada jutaan manusia di dunia
yang hafal al-Quran 30 juz, dan lebih banyak lagi yang sedang dalam proses
menghafal. Bahkan anak usia 6 tahun pun bisa hafal seluruh isi Al-Quran seperti
kisah Musa, peserta Hafidz Indonesia 2014. Adakah manusia yang bisa hafal
secara detil huruf perhuruf ratusan lembar isi kitab suci selain Al-Quran? Maka
sungguh benar Firman Allah SWT: إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا
لَهُ لَحَافِظُونَ “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan
sesungguhnya, Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-HIjr [15]:9).
@Felix Radit: yang saya ungkap dalam tulisan saya adalah catatan sejarah yang berasal dari sumber-sumber Islam sendiri.
Kalau anda melengkapinya dengan dongeng-dongeng, ya terima kasih. Itu pelengkap 🙂
Felix Radit, saya sampaikan sedikit tentang penulisan Alkitab.
Isi dari Alkitab itu sendiri merupakan apa yang dikehendaki Allah untuk dilakukan manusia. Penjelasan tentang Allah dan kebenaran-Nya terdapat pada kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Pengelompokan kitab suci dibagi atas dua, yaitu:
PERJANJIAN LAMA berisi 39 kitab PERJANJIAN BARU berisi 27 kitab
SIAPAKAH YANG MENULIS ALKITAB?
Alkitab tidak dituliskan oleh Allah. Namun, Allah yang menafaskan Alkitab hingga bisa ada dan dimengerti seperti sekarang ini. Allah menuntun dan mengilhami manusia untuk menuliskan isi dari Alkitab. Walaupun dituliskan oleh penulis dari latar belakang yang berbeda-beda, namun isi dari Alkitab tersebut tak ada yang bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya. Berikut adalah nama penulis Alkitab dan Kitab yang ditulisnya, antara lain:
Musa (1400 SM) – Menuliskan kitab Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan, dan Ayub
Yosua (1350 SM) – Yosua
Samuel / Natan / Gad (1000-900 SM) – Kitab Hakim-Hakim, Rut, 1 Samuel, dan 2 Samuel
Salomo (900 SM) – Kitab Amsal, Pengkotbah, dan Kidung Agung
Yoel (850 SM) – Kitab Yoel
Amos (750 SM) – Kitab Amos
Hosea (750 SM) – Kitab Hosea
Yesaya (700 SM) – Kitab Yesaya
Yunus (700 SM) – Kitba Yunus
Mikha (700 SM) – Kitab Mikha
Zefanya (650 SM) – Kitab Zefanya
Yeremia (600 SM) – Kitab Yeremia dan Ratapan
Obaja (600 SM) – Kitab Obaja
Habakuk (600 SM) – Kitab Habakuk
Yeremia (600 SM) – Kitab 1 Raja-Raja dan 2 Raja-Raja
Yehezkiel (550 SM) – Kitab Yehezkiel
Daniel (550 SM) – Kitab Daniel
Hagai (520 SM) – Kitab Hagai
Zakharia (500 SM) – Kitab Zakharia
Ezra (450 SM) – Kitab 1 Tawarikh, 2 Tawarikh, Ezra, dan Nehemia
Maleakhi (430 SM) – Kitab Maleakhi
Daud dan beberapa penulis lainnya (1000 SM – 400 SM) – Kitab Mazmur
Mordekhai (400 SM) – Kitab Ester
Yohanes (90 M) – Kitab Yohanes, 1 Yohanes, 2 Yohanes, 3 Yohanes, dan Wahyu
Paulus, Lukas, Barnabas, atau Apolos (65 M) – Kitab Ibrani
Lukas (65 M) – Kitab Kisah Para Rasul
Petrus (60 M) – Kitab 1 Petrus dan 2 Petrus
Yudas (60 M) – Kitab Yudas
Lukas (60 M) – Kitab Lukas
Matius (55 M) – Kitab Matius
Paulus (70 M – 50 M) – Kitab Roma, 1 Korintus, 2 Korintus, Efesus, Galatia, Kolose, 1 Tesalonika, 2 Tesalonika, Filipi, Titus, Filemon, 1 Timotius, dan 2 Timotius
Markus (50 M) – Kitab Markus
Yakobus (45 M) – Kitab Yakobus
(mengenai sumber tentang penulis Alkitab, silahkan cari sendiri di encyclopedia, dll) Kalau sempat akan saya lampirkan kemudian
Allah mengaruniakan dan menjamin segala sesuatu yang telah dikatakan para penulis Alkitab mengenai semua pokok yang mereka bicarakan, dan melalui dorongan batin yang sepenuhnya dibawah pengendalian ILAHI. Ia menentukan caranya mereka harus mengungkapkan kebenaran-Nya. Dengan demikian, Alkitab ditulis tepat seperti yang direncanakan Tuhan, dan karena itu sesungguhnya adalah Firman Tuhan dan juga kesaksian manusia. Kedua ajaran ini berasal dari Alkitab sendiri.
Para penulis Perjanjian Lama berulang-ulang mengingatkan kita bahwa mereka sedang menyampaikan Firman Allah. Para nabi membuka pernyataan mereka dengan mengatakan “beginilah firman Tuhan,” “firman Tuhan yang datang kepadaku,” atau pernyataan lain yang serupa. Rene Pache menemukan 3.808 pernyataan seperti ini di Perjanjian Lama; kesimpulannya ialah, pernyataan-pernyataan itu menekankan bahwa Alkitab “menyampaikan Firman Allah yang tegas.
Berfirmanlah Tuhan kepada Musa, ‘Tuliskanlah segala firman ini, sebab berdasarkan firman ini telah Kuadakan perjanjian dengan engkau dan dengan Israel”‘ (Kel. 34:27). “Semuanya itu terdapat dalam tulisan yang diilhamkan kepadaku (Daud) oleh Tuhan (I Taw. 28:19). Datanglah firman ini dari Tuhan kepada Yeremia, bunyinya, ‘Ambillah kitab gulungan dan tulislah di dalamnya segala perkataan yang telah Kufirmankan kepadamu (Yer. 36:1-2; bdg. ay. 21-32). Setiap penulis menjelaskan bahwa ia sedang mencatat apa yang dinyatakan oleh Allah kepadanya, dan mengungkapkannya dengan kata-kata yang sama yang diterimanya dari Allah.
Para penulis Perjanjian Baru menyelesaikan pekerjaan mereka dalam waktu sekitar enam puluh tahun sesudah penyaliban Yesus.
Allah mendorong para penulis Perjanjian Baru agar dengan setia mencatat Firman-Nya sebagaimana yang dilakukan-Nya dengan para penulis Perjanjian Lama. Sering kali Rasul Paulus dan penulis kitab-kitab Injil menunjukkan bahwa mereka menyadari apa yang sedang dilakukan Roh Kudus melalui mereka. Kita akan mempelajari kembali beberapa dari teks-teks ini dengan singkat sebab dari padanya kita memperoleh pengertian yang berharga tentang cara Allah mengilhami Firman-Nya yang tertulis.
Lukas memulai Injilnya dengan mengatakan bahwa “banyak orang” telah berusaha untuk menulis sebuah kisah tentang kehidupan dan pelayanan Yesus, tetapi ia sendiri memutuskan untuk membukukannya setelah “menyelidiki segala peristiwa itu dengan saksama dari asal mulanya” (Luk. 1:3). Demikian pula, kita diyakinkan bahwa kita dapat mempercayai Injil Yohanes karena ia seorang saksi mata dari kejadian-kejadian yang dicatatnya (Yoh. 21:24). Allah memberikan kesempatan kepada para penulis Injil untuk menyaksikan dari dekat peristiwa-peristiwa dari pelayanan Yesus dan pengertian sempurna tentang peristiwa-peristiwa itu; hal ini secara khusus membuat mereka mampu untuk melakukan tugas penulisan mereka.
Sama halnya, ketika menulis kepada jemaat-jemaat mengenai soal-soal praktis yang berkaitan dengan moral dan etika (I Kor. 4:14; 5:9; II Kor. 9:1), Paulus mengetahui bahwa ia sedang mengungkapkan apa yang harus ditulisnya menurut pimpinan Roh Kudus. Ia berkata tentang pengarahannya yang terperinci mengenai pelaksanaan ibadah dalam gereja Korintus, “Jika seorang menganggap dirinya nabi atau orang yang mendapat karunia rohani, ia harus sadar bahwa apa yang kukatakan kepadamu adalah perintah Tuhan” (I Kor. 14:37). Ia seorang rasul yaitu orang yang diberi kemampuan oleh Tuhan untuk mengumumkan hikmat-Nya yang telah dinyatakan “dengan perkataan yang bukan diajarkan kepada kami oleh hikmat manusia, tetapi oleh Roh” (I Kor. 2:13). Oleh karena itu, apa yang ditetapkan oleh Paulus harus diterima sebagai perintah ILAHI. Seperti yang dikatakan oleh Petrus, Paulus telah menulis “menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya” (II Ptr. 3:15).
Juga, Rasul Yohanes menerangkan bahwa ia tidak menulis kepada jemaat-jemaat untuk menyatakan perintah-perintah baru dari Allah (I Yoh. 2:7-8). Ia pun tidak menulis oleh sebab pembacanya tidak mengetahui kebenaran yang telah dinyatakan oleh Kristus (I Yoh. 2:21). Sebaliknya, ia menulis karena para pembacanya telah mengetahui kebenaran dan surat-suratnya akan mendorong mereka untuk mematuhi kebenaran itu (I Yoh. 1:4; 2:21b). Hal ini menunjukkan bahwa Roh Kudus mengilhami para penulis Perjanjian Baru untuk bekerja dalam keselarasan yang sempurna dengan kebenaran yang telah dinyatakan. Mereka tahu bahwa kebenaran yang sedang mereka ungkapkan dan jalankan itu berasal dari Kristus sendiri.
@Snowman Rich: terima kasih untuk menerangkan sejarah alkitab.
Tentunya yang bisa dicek lebih lanjut adalah tahun-tahun penulisannya, sedangkan mengenai “kehendak” atau “firman” Allah tentulah terbentur pada pengecekan yang lebih mendasar, yaitu: apa buktinya kalau Allah itu ada? 🙂
Pak Judhianto, Menyangkut suatu keyakinan, maka sekurang-kurangnya ada dua aspek. Aspek pertama adalah, aspek yang masih didalam ranah RASIONAL. Aspek kedua adalah aspek dalam ranah SUPRARASIONAL.
ASPEK DALAM RANAH RASIONAL tentunya dapat dibuktikan dengan berbagai metode pembuktian yang rasional. Seperti pembuktian sejarah dengan mengecek dan men-crosscek dari berbagai sumber lain yang mendorong pada suatu penerimaan logis bahwa sumber sejarah yang kita buktikan ini, selaras dengan fakta sejarah lain, tulisan lainnya, dsb. Juga dengan cara men-crosscek dengan cara silang, yakni menggunakan berbagai pendekatan disiplin ilmu yang berbeda-beda, seperti suatu tulisan juga dapat dibuktikan dengan pengujian kimiawi, media naskahnya, selain konten naskahnya, pengujian forensik science lah, dsb. WALAU DEMIKIAN, SECARA RASIO (LOGIKA) JUGA, KITA HARUS TETAP MEYAKINI BAHWA SEGALA PEMBUKTIAN RASIONAL DENGAN METODE APAPUN, TETAP MENGANDUNG NILAI ERROR/ KESALAHAN/ PENYIMPANGAN. Inilah yang menyebabkan metode penelitian/ pembuktian, cara membuktikan, dasar ilmu yang digunakan dalam pembuktian TERUS BERKEMBANG DARI WAKTU-KE WAKTU, dengan adanya penemuan metode, cara dan teori-teori pendekatan yang baru.
ASPEK RANAH SUPRARASIONAL bukannya tidak dapat dibuktikan dengan menggunakan RASIONAL, tetapi pembuktian secara RASIONAL terhadap sesuatu yang SUPRARASIONAL tidak akan menyentuh, atau mencapai, atau mendefenisikan dengan jelas suatu subjek yang SUPRARASIONAL. Disinilah uniknya suatu KEYAKINAN akan ALLAH yang SUPRARASIONAL, bahkan LEBIH DARI SUPRARASIONAL.
Yang bapak tulis yang mana menjadi pokok pembahasan dalam blok ini, adalah sesuatu yang RASIONAL sehingga saya juga tidak membantahnya, kecuali saya juga memiliki bukti-bukti lain yang RASIONAL juga. YANG SAYA KECEWA adalah tanggapan banyak penanggap yang melebar dari aspek RASIONAL dan masuk pada aspek SUPRARASIONAL, apalagi menyinggung apa yang saya imani. Hal ini yang mendorong saya menanggapi juga kepada mereka dari aspek KEYAKINAN/ IMAN saya. Tentunya suatu diskusi tentang aspek SUPRARASIONAL, yang mana menyangkut keyakinan dan iman dan juga pendekatan RASIONAL terhadap YANG SUPRARASIONAL tetap dapat didiskusikan dan dibuktikan dalam tingkatan RASIO tetapi tidak pada media ini.
Seperti apa yang saudara Felix Radit, menulis, tampak sekali tulisanya selalu meloncat tidak karuan, antara aspek RASIONAL dan aspek SUPRARASIONAL (dalam hal ini keyakinan dia). Bahkan apa yang dia tulis dalam aspek RASIONAL pun tanpa ada PETUNJUK (kalau terlalu berat disebut sebagai bukti ilmiah) yang RASIONAL.
Sebagai contoh saya cuplik dan komentari tulisan dia yang terbaru sbb: “Sanad itu bukan dongeng karena menurut sejarawan nasrani asal Libanon, Ahmad Rustum, ketika menulis karya…..ia mengakui hebatnya metodologi penukilan berita sejarah TRADISI ISLAM…dst”. Maka sedikitnya dia harus uraikan metode si Rustum itu apa, MELIHAT PADA TULISAN SELAIN TULISAN SI RUSTUM yang tidak searah dengan tullisan si Rustum, dari berbagi sumber lain yang menyangkut subjek yang sama. TIDAK BISA SATU TULISAN YANG BERISI PENDAPAT SATU ORANG, LANGSUNG DIPAKAI SEBAGAI SUATU PEMBENARAN SECARA KESELURUHAN (menurut saya ini bahkan bukan meloncat dari suatu keyakinan rrasional ke keyakinan suprarasional, tetapi suatu peloncatan dari suatu yang RASIONAL ke suatu kesimpulan yang menggunakan keyakinan yang IRASIONAL). Tidak kah Felix ini sadar apa kata TRADISI pada tulisan dia yang dia tulis sebagai TRADISI ISLAM, yang dikaji Rustum? SUATU TRADISI belum tentu bernilai ESENSI yang BENAR. TRADISI adaklah sesuatu yang dilakukan, diceritakan terus-menerus antar generasi, yang BELUM TENTU SECARA ESENSI ADALAH SUATU KEBENARAN. KEPERCAYAAN YANG BERSIFAT “iman” pada TRADISI, kemungkinan besar hanya akan menjadi suatu proses PEMBODOHAN, dan PENYESATAN.
Suatu lagi contoh: saya cuplik: “iImu sannad adalah sebuah tradisi yang hanya dimiliki oleh umat islam, tidak ada umat dari agama dan ras manapun yang memiliki tradisi ilmiah ini”. Pernyataan ini tidak mengandung pengertian apa-apa yang MEMBESARKAN islam dan MENGICILKAN ras atau agama lain. (saya duga Felix tulis ini dengan tujuan MEMBESARKAN islam dan MENGECILKAN yang lainnya). Kenapa? saya beri ilustrasi: kalau suku A di afrika memiliki alat suatu musik bernama X yang tidak dimiliki suku manapun, TETAPI DISISI LAIN ada suku B di asia yang memiliki alat musik Z yang juga tidak dimiliki suku manapun. Manakah yang lebih wahh…atau apalah… antara suku A dan suku B?
Maka ujilah KEILMIAHAN SANAD itulah yang menjadi POKOK penilaian. Kalau Felix tulis sanad sebagai TRADISI ilmiah, maka saya patut duga bahwa sanad punya kemungkinan besar dan sangat besar adalah sesuatu yang TIDAK ILMIAH, karena menghubungkan dengan anrata ILMIAH dan TRADISI menjadi TRADISI ILMIAH sangat rancu maknanya.
Mas Judhi! Sanad itu bukan dongeng karena menurut Sejarawan Nasrani asal Libanon, Ahmad Rustum, ketika menulis karyanya Mushthalah at-Tarikh, ia mengakui hebatnya metodologi penukilan berita sejarah dalam tradisi Islam. Bgaimana umat Islam memilah, mana pewarta yang terpecaya dan mana yang bukan sungguh luar biasa. Mana yang adil dan mana yang amanah. Sehingga ia pun mengambil sebagian berita sejarah dari ahli sejarah Islam (Mushtalah at-Tarikh oleh Asad Gabriel Rustum).
Ilmu sanad adalah sebuah tradisi ilmiah yang hanya dimiliki oleh umat Islam. Tidak ada umat, dari agama dan ras manapun yang memiliki tradisi ilmiah ini. Ahli hadits menyusun rumusan keilmuan ini dengan kaidah-kaidah detil yang mengagumkan.
Isnad atau sanad adalah silsilah nama-nama perawi (pewarta) yang membawakan suatu berita tentang hadits Nabi ﷺ atau kejadian-kejadian sejarah. Dinamakan sanad, karena para penghafal menjadikannya acuan dalam menilai kualitas suatu berita atau ucapan. Apakah ucapan tersebut shahih (valid) atau dha’if (tidak valid).
Termasuk juga sanad qiraah Qur’an yang saya sampaikan di atas menjadi suatu bukti bahwa AL QUR’AN BUKAN DILESTARIKAN DENGAN MENGANDALKAN BAHASA TULISAN. HAL INI MEMANG SEKALIGUS JUGA UNTUK MELENGKAPI TULISAN ANDA YANG MENULIS SEJARAH AL QUR’AN “YANG HANYA BERUPA TULISAN” itu meski anda menyebut sanad qiraat qur’an yang saya sampaikan sebagai dongeng padahal para orientalis juga mengagumi bagaimana sanad bisa melahirkan keilmuan lain seperti ilmu Ushul Hadits, Jarh wa Ta’dil, dll. Di antara orientalis yang mengagumi ilmu yang hanya dimiliki kaum muslimin ini adalah: Bosworth Smith, George Bernard Shaw, Sprengger, dll. (al-Mustasyriqun wa al-Hadits an-Nabawi oleh Muhammad Bahauddin).
Yach saya hanya bisa menduga bahwa mas Judhi jauh lebih hebat dari mereka. Terima kasih.
@Felix Radit: sanad itu hebat sebagai metode melestarikan teks di peradaban yang mengandalkan transfer knowledge melalui tradisi oral. Di jaman sekarang,
Tapi sehebat apa akurasi metode sanad? silakan baca sejarah Imam Bukhori saat membukukan Hadis. Beliau meneliti satu juta hadis yang beredar di jamannya, melakukan verifikasi ke ribuan perawi yang masih hidup selama 16 tahun. Hasilnya cuma 7,275 hadis yang dinyatakan asli, lainnya gak jelas sumbernya. Itu berarti hanya 0.7% hadis yang bisa dipertanggung-jawabkan keasliannya, sisanya 99,2% hadis gak jelas (entah ngawur, karangan sendiri atau bualan gak jelas). –> 99% hadis di masa sekitar 150 tahun setelah nabi wafat itu ngaco.
Lalu untuk Qur’an, kalau anda mondok, pasti pernah mendengar tentang 7 macam qiroat Qur’an. Itu qiroat yang diakui sebagai standard yang dipilih dari puluhan qiroat yang ada pada tahun 324H. Masing-masing qiroat tersebut mempunyai perbedaan tulisan (tanda baca, panjang pendek kata, pemenggalan kata). Apakah tulisan 7 qiroat tersebut sama dengan mushaf Usman? tentu beda, karena tanda baca itu inovasi baru yang belum digunakan di mushaf usman.
Jadi kalau ada yang bilang bisa mereproduksi qur’an dengan akurat dari ingatan sampai tanda bacanya, bisa ditanyakan: sesuai dengan tulisan versi qiroat yang mana? dan pasti beda dengan mushaf Usman yang pakai tulisan arab gundul. Orang jaman nabipun pasti tak bisa bacanya, karena tanda baca arab itu inovasi baru yang tak dikenal di jaman nabi.
Hanya melihat gambar atau berita sekilas dari anda belum terjamin kebenarannya. Seperti kemarin pengalaman naik angkot. Awal desember 2017, di pinggir Situ Tunggilis, Cileungsi, terlihat banyak orang berkumpul, sehingga mobil-mobil berjalan lambat, Aku tanyakan ke supir angkot, ada apa pak banyak orang, supirnya berkata ada buaya. Aku bilang buaya darat kali, seorang ibu di dalam angkot hanya tertawa. Kemudian setelah turun dari angkot, naik ojek ke rumah, aku tanyakan lagi di situ tunggilis ada apa, banyak orang. Bapak tukang ojek bilang ada orang mancing terpeleset dan masuk ke situ tengelam karena gak bisa berenang. Keesokan harinya istriku naik angkot, supir angkot menceritakan kejadian kemarin di Situ tunggilis, kalo ada orang stress ke cebur ke situ tersebut. Dari satu kejadian beragam penafsiran, karena kita hanya sekilas mendengar berita tersebut. kita tidak mau menyelidiki berita tersebut benar atau salah. Begitupun tulisan bpk Judianto, karena informasinya kurang dan tidak lengkap, maka saya anggap tulisan ini belum benar seratus persen. kecuali ada bukti yang valid.
@Aris Bathik: anda cocoknya merespon dongeng dengan menggunakan perumpamaan yang gak jelas itu.
Yang saya tulis itu catatan sejarah, kok ditanggapi dengan cerita gak jelas anda.
Cerdas dikitlah! respon fakta dengan fakta, bukan dengan mengarang bebas 🙂
saya membaca comment2 ini semuanya.. yg menarik antara mas @Judhianto dengan @Felix Radit .. felix ngotot membahas ttg kebenaran islam.. sdg kan mas judhi ngotot klo itu semua salah.. ini yang saya tangkap sendiri ya… maaf klo salah.. dan klo boleh tau, agama mas judhi apa??
soal injil yg katanya tidak murni dr nabi isa atau yesus kata mereka, tidak d permasalah kan oleh 2,2 milyar umat nya.. trus kenapa mempermasalah kan Al-qur’an?? bagi umat islam, meteka percaya.. jd menurut saya, agama mu agamamu, agamaku, agama ku.. jd lebih baik, urusi aja agama masing2.. dan lebih baik jangan membahas soal suatu agama.. karna agama itu sesuatu yang d yakini oleh msg2 orang.. makasi…
@Putri nh: pada prinsipnya saya merespon komentar yang berkaitan dengan isi tulisan saya.
Beberapa komentator sayangnya menyampaikan klaim-klaim dan tuduhan-tuduhan yang tidak memiliki pijakan fakta dan logika yang kuat, pada mereka ini saya berusaha menunjukkan bahwa apa yang mereka sampaikan tidak berdasarkan fakta atau logika yang kuat.
Apakah saya berniat menyerang Islam, tentu tidak, ada juga beberapa komentator yang seperti itu dari kelompok Kristen, silakan baca komentar-komentar dari tulisan saya yang lain. Hanya karena mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim, maka tentu persentase komentator muslim jauh lebih banyak dari komentator agama lain, sehingga kesannya saya lebih banyak beradu argumen dengan komentator muslim.
Oh ya, komentar anda tentang isi tulisan saya bagaimana? 🙂
Mas Judhi pernah nanya apa buktinya kalau Tuhan itu ada.
Hahaha…. mas kalau mau bukti, coba deh terjun dari Monas.
(becanda mas….. ketawa guling guling).
http://www.academia.edu/19800955/Bukti_Keberadaan_Tuhan_Versi_St.Thomas_Aquinas
Alam semesta bisa tercipta karena pasti berkat sebuah “INTELIGENSI”.
Dan logikanya tentu saja “Inteligensi” ini pasti bukan ciptaan, entah bagaimana pokoknya Dia secara misteri ada dengan sendirinya, mungkin tanpa awal dan tanpa akhir (kekal).
Inteligensi inilah yang manusia sebut sebagai “TUHAN”.
@Jrabang: apa tanda seseorang tidak mempunyai jawaban lugas atas sebuah pertanyaan? biasanya mereka ngeles, mengalihkan topik pertanyaan, ganti balik bertanya, menggunakan perumpamaan atau berfilsafat.
Kenapa para filsafat dan para filsuf populer di masa-masa pra-modern, dan tidak populer lagi di masa kini?
Karena teknologi dan metodologi manusia di masa lalu belum mampu menggali dan mengukur fakta dan realitas dengan akurat. Sebagai gantinya mereka mengandalkan akal sehat dan pengalaman manusia untuk meraba-raba hal yang tak mereka ketahui. Secara umum para filsof mengatakan karena premis A, maka seharusnya lahir premis B, akibatnya muncul premis C, akhirnya disimpulkan karena C maka pasti D.
Sejak ditemukannya metodologi ilmiah dan kemajuan teknologi untuk mengindera alam, manusia menemukan bahwa realitas tidak sesederhana ramalan akal sehat. Ada hukum relativitas, mekanika quantum dan berbagai penemuan teori mutakhir yang tidak teramalkan oleh akal sehat semata.
Para filsuf saat ini bukan lagi ujung tombak atau panutan peradaban modern, mereka digantikan oleh saintis dengan metodologi ilmiahnya.
St.Thomas Aquinas? astaga itu filsuf abad 13 Masehi, yang hidup sekitar 700 tahun yang lalu dan 400 tahun sebelum Galileo. Ia pasti percaya matahari mengelilingi bumi (dan mungkin masih percaya bumi itu datar).
Apa gak ada lagi filsuf kekinian yang berbicara tentang Tuhan?
maaf mas, saya no comment dl soal tulisan mas.. soalnya saya cuma manusia biasa yang harus banyak belajar dan belajar dan belajar lagi.. makanya saya suka membaca tulisan2 dan artikel2.. dan lagi utk masalah spt ini, saya lebih suka berbicara temu muka.. jd lebih menghindari konflik.. dan perasaan org2.. karna menurut saya agama adalah mslh yg sensitif..
dan saya bangga, mengakui saya adalah seorang muslim.. dan saya meyakini agama saya.. wlopn msh hrs byk belajar lagi..
yang saya heran kan, kenapa mas tidak menjawab agama mas apa?? ada yg bertanya, apa mas atheis?? mas bilang bukan.. tp kok mas spt merahasiakan apa agama mas?? tapi tebakan saya, mas bukan beragama islam dech..
maaf kalo saya salah.. saya cuma menebak2..
@Putri nh: ruang komentar ini peruntukannya jelas, yaitu membahas isi tulisan saya. Tentu saya mengabaikan komentar atau pertanyaan yang tidak relevan dengan isi tulisan saya.
Meskipun St. Thomas Aquinas hidup zaman jadul, nyatanya setahu saya filsafatnya tsb belum terbantahkan. Jadi mas Judhi gak usah tanya filsuf zaman now. Bantah itu dulu mas.
Kalau toh maksain filsuf jaman now, ya saya ini mas….hehehehe (malu ah).
Tuh soal INTELIGENSI, tanggapin dong itu pemikiran saya.
Oh iya mestinya kita bikin dulu definisi tentang Tuhan, biar persepsi kita sama.
Gimana mas… setuju khan???
Definisi saya :
Adalah SESUATU yang ada dengan sendirinya tanpa diciptakan, ada tanpa awal dan tanpa akhir (kekal) dan tidak ada persamaannya.
Definisi mas Judhi gimana???.
@Jrabang: bisa tuliskan poin tak terbantahkannya di sini. saya akan responnya, agar pembaca lainnya bisa mengikutinya dengan runtut.
Pointnya setiap gerakan ada penyebabnya sampai batas terakhir adalah penggerak yang tanpa sebab. Begitulah kira-kira point yang saya tangkap. Untuk lebih jelasnya silahkan baca saja filsafatnya St. Thomas Aquinas tersebut. Di Wikipedia kayaknya lebih komplit.
@Jrabang: baik, secara sederhana saya pecah lagi pernyataan St. Thomas Aquinas dalam beberapa poin berikut:
Pendapat saya:
Yang terjauh dalam jangkauan pengetahuan manusia, dan yang bisa diketahui sebagai penyebab awal semesta adalah hukum alam (fisika, matematika, biologi dan ilmu-ilmu turunannya). Melalui hukum alam ini, kita bisa mengetahui proses terciptanya materi, ruang, energi dan waktu dari ketiadaan dan berproses menjadi alam yang kita huni saat ini.
Mengatakan bahwa ada yang menyebabkan hukum alam, saat ini di luar jangkauan pembuktian kita. Jadi mengatakan lebih jauh lagi, seperti bahwa apakah ada pangkal rantai kejadian ini ataukah rantai kejadian ini tanpa ujung pangkal – lebih tidak berpijak pada fakta dan bukti.
Ini wilayah kepercayaan tanpa bukti. Orang boleh yakin apa saja, toh tak bisa dibuktikan.
Saya copas statement mas Judhi : “kita tidak bisa pergi ke awal waktu untuk menyaksikannya sendiri apa sebenarnya penyebab ini semua.
Mas, dengan logika gak perlu kita harus pergi ke awal waktu. Hukum alam (fisika, matematika,biologi dan ilmu-ilmu turunannya) jelas bisa terjadi karena ada INTELIGENSI.
Nah, Inteligensi inilah yang disebut sebagai Tuhan.
Jadi, Tuhan itu NON MATERI, tidak bertubuh, tidak ada persamaannya.
Kalaupun punya sifat-sifat, itu karena penilaian manusia.
Mas Judhi percaya inteligensi khan ???.
@Jrabang: anda mengatakan:
Atas dasar apa anda bisa memastikan hukum alam terjadi karena ada intelegensi? anda tak punya bukti apa-apa yang bisa diverifikasi.
Semua kemungkinan itu di luar kemampuan kita untuk mendeteksinya, jadi kita tidak bisa mengatakan “JELAS BEGINI” atau “JELAS BEGITU”.
Yang anda katakan itu keyakinan anda, bukan kenyataan yang bisa diverifikasi.
Saya sendiri memilih percaya ada Tuhan di balik itu, namun terus terang, saya tidak mempunyai alasan logis untuk itu.
Itu seperti saat saya lebih suka memakai kaos oblong dibanding dengan kemeja. Saya tidak punya alasan logis untuk itu. Mungkin hanya karena saya merasa cocok atau lebih nyaman dengan kaos oblong. Itu saja.
Saya memilih percaya Tuhan.
Mungkin karena saya lahir di lingkungan dengan tradisi agama yang kuat dan nyaman dengannya, akan tetapi secara logis saya tidak punya argumen untuk mengatakan Tuhan itu ada atau Tuhan itu tidak ada.
Atas dasar LOGIKA, inteligensi adalah yang paling basic,
Hukum alam itu terjadi karena PASTI ada inteligensi, tidak ada kemungkinan lain.
Kemungkinan-kemungkinan lain yang mas Judhi sebutkan, ujungnya PASTI karena ada inteligensi.
Secara LOGIS mas Judhi gak punya argumen, saya punya.
Pengertian “logis” adalah “benar menurut penalaran”.
Jadi dengan mengatakan Tuhan itu ada atau Tuhan itu tidak ada, justru tidak logis.
Dan argumen logis saya, ujungnya adalah PASTI ada inteligensi. Tidak nalar jika ada “hukum” yang ada dengan sendirinya. Bukti adanya inteligensi : alam semesta beserta isinya ini terbuat dari hanya SATU JENIS bahan (materi) yang jumlahnya tak terhingga namun dapat tersusun secara TERARAH. Tidak ada misalnya kelapa berbuah manggis. Semua serba harmoni. Ini verifikasi yang paling tidak tersanggah. Bahkan menurut saya, semua terjadi dari hukum matematik.
Jika tidak ada faktor inteligensi, gak mungkin bisa terarah/harmoni.
@Jrabang: yang anda sampaikan adalah keyakinan yang disusun berdasarkan akal sehat, logika filsafat. Bukan kesimpulan yang ditarik dari fakta yang bisa diverifikasi.
Keyakinan itu mirip dengan pernyataan bahwa beragama pasti membuat orang bermoral tinggi.
Saya berbeda pandangan dengan anda.
Bagi saya, berpikir ala filsafat memang bisa membantu memahami realitas, tapi itu bukan realitas itu sendiri. Realitas lebih kompleks dari apa yang bisa direka manusia.
Dalam mekanika kuantum, teori string – materi dan energi bisa tercipta secara random dari ketiadaan begitu saja. Ruang dan waktu juga tak lagi linear. Semuanya tak lagi cocok dengan akal sehat atau cara berpikir filosofis bawaan abad-abad yang silam.
Saya memahami dunia secara realistis, kalau tidak bisa diverifikasi, ya itu bukan realitas, itu keyakinan atau kepercayaan.
Tapi, tentunya tiap orang bisa punya keyakinannya sendiri. Dan saya berbeda keyakinan dengan anda.
Teori String : “Materi dan energi bisa tercipta secara random dari ketiadaan”.
Saya heran dengan pernyataan Anda, bisa percaya pada teori, tetapi juga percaya pada realitas (copas statement Anda : “Saya memahami dunia secara realistis”).
Padahal dunia (dan alam semesta) terbangun secara realistis harmoni. Ini tidak mungkin tanpa campur tangan INTELIGENSI dibaliknya.
Tanpa SANG INTELIGENSI, DNA akan kacau balau, bisa-bisa entar ada cacing berkepala singa, atau ‘barang” kita terletak di hidung.
Jika ini Anda anggap hanya keyakinan, bagi saya ini adalah kepastian.
Kepastian verifikasi tsb saya akui memang bukan pada SANG INTELIGENSI secara langsung, namun pada HASIL produksinya. Sebab, SANG INTELIGENSI karena NON MATERI, tidak bisa diverifikasi. Yang bisa manusia lakukan hanyalah memverifikasi sebatas TENTANG Sang Inteligensi.
Contoh : yang tahu Jokowi hanyalah Jokowi tu sendiri, bukan orang lain, bukan anaknya atau istrinya. Orang lain hanya tahu sebatas TENTANG Jokowi, tentu saja berdasarkan data-data, fakta-fakta dan kesehariannya. Demikian pula manusia hanya tahu sebatas TENTANG Sang Inteligensi berdasarkan data-data, fakta-fakta dsb. Dengan mempercayai data-data, fakta-fakta dan sebagainya tersebut, logikanya tentu juga harus percaya pada keberadaan SANG INTELIGENSI itu sendiri.
Melihat statement Anda :
1. Tuhan bisa ada dan bisa tidak ada.
2. Percaya teori dan percaya realitas.
Dapat saya simpulkan bahwa Anda sedang dalam keyakinan yang ambigu.
(hehehe….. ambigu kuwi panganan opo to).
@Jrabang: dalam dunia sains, untuk bisa sampai pada status teori, suatu pernyataan harus sudah melalui verifikasi atau paling tidak peer-review dikalangan saintis yang relevan. Kalau cuma pernyataan yang belum diuji, itu namanya hipotesa.
Contoh sederhana sebuah hipotesa adalah: keberadaan Tuhan, Surga, Neraka, Jin, Dedemit, Kuda Sembrani, Naga Terbang atau pernyataan anda bahwa dibalik semuanya ada Intelegensi (saya tak tahu persisnya definisi ini). Serasional apapun pernyataan/keyakinan ini, itu tahapnya baru hipotesa, karena faktanya sampai saat ini, tak ada metode pembuktian yang bisa dilakukan oleh siapa saja dengan hasil yang sama.
Mengenai terciptanya materi secara spontan, itu adalah bagian dari mekanika kuantum. Verifikasi paling dini tentang teori ini sudah dilakukan pada tahun 1948 oleh ilmuwan Belanda, Hendrik Casimir. Berbagai verifikasi bagian lain teori kuantum ini juga sudah dilakukan oleh berbagai macam percobaan oleh berbagai ilmuwan dunia. Hukum Quantum sebagaimana Hukum Relativitas Einstein bukan lagi hipotesa, melainkan sudah menjadi teori.
Satu hal lagi perbedaan hipotesa dan teori adalah penggunaannya.
Perhitungan relativitas waktu digunakan dalam penerbangan luar angkasa, dan penentuan posisi GPS yang kita gunakan sehari-hari dalam smartphone kita. Tanpa memperhitungkan efek gravitasi terhadap waktu, posisi yang ditunjukkan oleh GPS kita bisa meleset ratusan meter. Teori Quantum juga sedang digunakan oleh Google, IBM, Microsoft dan berbagai perusahaan teknologi terkemuka untuk membangun komputer Quantum yang bakal jauh lebih dahsyat kemampuannya. USA dan China saat ini juga berlomba melakukan berbagai macam percobaan teleportasi, quantum encription atau radar quantum. Teori Kuantum itu telah diverifikasi dalam berbagai macam percobaan, bukan sekedar hipotesa kosong.
Jadi karena saya percaya realitas, maka saya percaya teori ilmiah. Karena untuk memegang status teori, sebuah pernyataan ilmiah harus sudah melalui verifikasi dengan realitas.
Kalau saya cuma hidup dalam dunia imajinasi, mungkin sudah cukup jika meyakini sekedar hipotesa yang menarik, penjelasan surga-neraka para dai, statemen filosof yang anggun atau nasihat super Mario Teguh. 🙂
Saya simpulkan mas Judhi bicara proses, sedangkan saya bicara ujung proses.
Ujung proses memang tidak bisa diverifikasi secara sains, yang bisa diverifikasi hanyalah hasil proses yang jelas terbentuk karena adanya hukum. Mulai dari materi terkecil hingga planet terbesar, terbentuk karena adanya hukum. Dan hukum ini sangat harmonis yang tentu berdasarkan hukum matematik. Mekanika quantum tidak lepas dari hukum matematik.
Manusia tidak bisa menciptakan hukum. Yang bisa dilakukan oleh manusia hanyalah MENEMUKAN hukum tersebut, sebab sebenarnya hukum tersebut sudah ada dari mulanya.
Jadi sungguh tidak masuk akal jika hukum tersebut bisa terjadi dengan sempurna tanpa INTELIGENSI.
Boleh saja mas Judhi mengatakan terjadinya materi secara spontan, tapi tetap saja harus berdasarkan hukum. Dan dibalik hukum pasti ada INTELIGENSI.
@Jrabang: ya sudah, saya berbicara tentang fakta dan pernyataan yang bisa diverifikasi, sedangkan anda berbicara tentang keyakinan anda. Tak akan ketemu.
Kalau untuk sesuatu yang bisa diverifikasi, tentunya kita bisa beradu fakta dan pembuktian.
Akan tetapi kalau untuk keyakinan, saya tidak akan mendebat anda. Tiap orang boleh punya keyakinannya masing-masing.
Saya lebih tertarik untuk”tahu” dibandingkan “yakin”.
🙂
Bukan sekedar keyakinan, tapi lebih menjurus kepada logika.
Hanya saja memang saya akui belum bisa diverifikasi.
Listrik, belum ditemukan pada zaman batu, bukan berati gak ada lsitrik.
Teori Galileo Galilei ditantang verifikasinya oleh Gereja Katolik (Vatikan) tapi belum bisa, makanya karena meresahkan masyarakat, dia dihukum tahanan rumah (bukan dibunuh seperti tuduhan lawan). Demikian pula INTELIGENSI, saat ini belum bisa diverifikasi tetapi siapa tahu di masa depan bisa dibuktikan meskipun saya pesimis karena dalam Alkitab sudah dijelaskan bahwa “Pohon Kehidupan” dijaga oleh para Malaikat.
Sekian mas Judhi, terimakasih atas sharingnya.
Menarik membaca diskusi yang ada di sini… Ada yang membaca satu buku utama tentang intelegensi yang disamakan dengan logika, dan ada yang mencoba dari segala sisi dan berbagai upaya agar lawan diskusinya memahami. Tapi yasudahlah…
Saya sendiri merasa bahwa sudah saatnya umat yg beragama tahu persis tentang agamanya. Bahwa kitab sucinya itu memang tidak jatuh dari langit dan melalui berbagai kanonisasi ya jelaskan saja; bukannya menjelek2an agama lain dan menjadi kuat imannya karena merasa agama lain itu sudah tipu2 dan ubah2. Fides quarens intellectum. Salam