“Alhamdulillah saya atheis, dan insyaAllah saya akan tetap atheis”.

Kalimat ini ada  di status facebook seorang pakar kedokteran yang cukup terkemuka. Kalimat ini tidak terlalu istimewa, karena cukup banyak proklamasi atheis yang bisa anda temui di dunia internet.

Yang istimewa dari kalimat di atas adalah, ia keluar dari seorang yang mempunyai kedalaman wawasan ilmu-ilmu sains, agama dan filsafat. Setidaknya itu yang tertangkap dari tulisan-tulisannya yang terserak dalam dua blognya yang terentang dalam periode 4 tahun terakhir. Tulisan-tulisan beliau cukup mendalam, dengan rujukan yang cukup dalam dan beragam dari berbagai ilmu-ilmu di atas.

Apakah atheisme menjadi terminal perhentian berikut bagi orang-orang yang secara sepenuh hati mendalami sains, agama dan filsafat secara simultan? Gejala ini juga banyak terlihat pada kelompok ilmuwan di barat yang tertarik mendalami berbagai wilayah ilmu secara simultan.

Apa yang terjadi dengan mereka? Membahas hal ini sungguh merupakan suatu hal yang menarik. Tapi sayang saya tidak mempunyai cukup bahan untuk berbagi dengan Anda.

Saya hanya akan membicarakan tentang apakah atheisme itu sesuatu yang alami? atau sesuatu yang tidak alami? Yang dalam bahasa agama: sesuai fitrah manusia atau melawan fitrah manusia?

Manusia secara fitrah mengakui adanya Tuhan, itu menurut Islam. Lihat dalam Qur’an di surat Al-A’raaf: 172-173.

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?”
Mereka menjawab:
“Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”.
(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
“Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”,
atau agar kamu tidak mengatakan:
“Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?”

Bagaimana dengan pandangan sains?

Jejak Tuhan di Peradaban Manusia

Sesungguhnya jejak religiusitas manusia hampir sama tuanya dengan keberadaan manusia di bumi ini.

Upacara penguburan sudah ditemukan pada era manusia neanderthal, pendahulu manusia modern. Penemuan itu membuktikan bahwa mereka percaya tentang adanya kehidupan setelah mati dan juga Tuhan yang akan mereka jumpai kelak di alam mati.

Stonehenge,monumen batu raksasa peninggalan era neolitikum, salah satu bukti religiusitas manusia
Stonehenge peninggalan era neolitikum, salah satu bukti religiusitas manusia

Era yang terbentang dalam sejarah manusia berikutnya juga memperkuat bukti bahwa religiustitas memberikan sumbangan yang luar biasa pada peradaban manusia.

Tidak ada satupun kebudayaan di dunia ini yang tidak mengenal Tuhan. Tuhan disebut dengan berbagai nama dan disembah dengan berbagai cara.

Pentingnya Tuhan dalam semua peradaban masa lalu tercermin dari peninggalan berbagai bangunan monumental yang masih dapat kita lihat di masa kini.

Cathedral Milan yang indah dan rumit
Cathedral Milan yang indah dan rumit

Bangunan seperti Candi Borobudur, Piramida atau Sphinx adalah bangunan dengan teknologi tertinggi pada masanya dan memakan biaya serta waktu yang sangat besar. Dedikasi bertahun-tahun dibutuhkan untuk membangun monumen tersebut, jauh diatas dedikasi mereka untuk membangun rumah mereka sendiri, atau bahkan istana raja. Tuhan adalah nomor satu.

Manusia Religius, Manusia Efektif

Mampu berpikir secara abstrak merupakan salah satu keunggulan manusia dibandingkan dengan binatang lainnya.

Sejak kehadirannya di bumi, manusia menghadapi berbagai pertanyaan yang tak terjawabkan.

Mengapa ada alam? mengapa ada petir?,  apa yang ada di langit? apa yang terjadi saat kita mati? dan berbagai macam pertanyaan lainnya.

Kehidupan sehari-hari pemburu prasejarah. Banyak bertanya itu bisa merugikan
Kehidupan sehari-hari pemburu prasejarah. Banyak bertanya itu bisa merugikan

Disaat ilmu belum berkembang, pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat mengganggu, karena belum ada jalan untuk mendapatkan jawabannya  Sementara itu problem nyata yang ada dihadapan manusia juga sangat mendesak untuk segera diatasi. Manusia butuh memusatkan perhatiannya untuk melacak buruannya, melawan pemangsa serta melindungi keluarganya di alam yang keras.

Pada mulanya mungkin Tuhan berfungsi sebagai penghenti pertanyaan-pertanyaan yang rumit tadi.

Mengapa ada alam? karena Dewa menciptakannya.
Mengapa ada petir? itu alat Dewa menghantam setan.
Apa yang ada di langit? istana Dewa.
Apa yang terjadi saat kita mati? kita akan bertemu Dewa.

Dewa adalah penghenti kerisauan manusia, Dewa menutup semua celah yang tidak dapat diterangkan akal manusia.

Manusia yang tak risau adalah manusia yang efektif. Ia tidak lagi disibukkan mencari jawaban pertanyaan-pertanyaan rumit tadi. Ia dapat memusatkan perhatiannya untuk berburu, melawan pemangsa serta melindungi keluarganya dari alam yang keras.

Ia fokus kepada apa yang nyata dihadapannya, bila ada yang tak mampu dipahaminya, maka ia menyimpulkan: itu kehendak Dewa, itu kuasa Dewa, tak perlu dipikirkan lagi, lanjutkan hidupmu.

Manusia efektif akan mampu bertahan dan meneruskan keturunan dibandingkan rekannya yang sok bernalar tapi lengah menghindari pemangsa.

Percaya Tuhan Dalam Fitrah Kita

Pada proses seleksi alam, tidak hanya struktur biologis secara fisik yang diseleksi, melainkan juga segala macam perilaku ikut diseleksi. Perilaku yang terbukti efektif yang akan bertahan, diperkuat dan ikut diwariskan dari generasi ke generasi.

Dalam kajian Carl Gustav Jung. Manusia sejak lahir mewarisi ingatan bawah sadar dari orang tuanya. Selama hidup ia memperkuat atau melemahkan ingatan bawah sadar itu berdasarkan pengalaman hidupnya sendiri. Jika suatu ingatan berguna, ia akan diperkuat, sedangkan bila tidak berguna, akan diperlemah. Kelak ia akan mewariskan ingatan bawah sadar ini kepada anaknya melalui gen yang diturunkannya.

Kesehatan jiwa manusia tergantung sejauh mana kesesuaian perilakunya dengan perilaku unggulan (ideal) yang tercetak dalam ingatan bawah sadar . Orang menyebutnya kesesuaian nurani. Penjahat adalah orang yang mengabaikan nuraninya, sedangkan orang suci adalah orang yang berbuat sesuai dengan tuntunan nuraninya. Penjahat adalah orang yang jiwanya resah, orang suci adalah orang yang mempunyai kedamaian jiwa.

Percaya kepada Tuhan dan beragama merupakan perilaku unggulan, oleh karena itu ia terekam dalam alam bawah sadar kita, itu ada dalam DNA kita, itu ada dalam fitrah kita. Percaya Tuhan dan khusuk beribadah adalah sesuai fitrah kita, dan itu membuat jiwa kita tenang.

Celah Yang Berganti Penutup

Manusia semakin pandai. Ia tidak lagi terancam oleh alam, bahkan dengan kepandaiannya ia memanfaatkan alam dibawah kehendaknya. Sains sebagai pembantu nalar manusia menjadi semakin kuat.

Semesta yang indah dan misterius
Semesta yang indah dan misterius

Bila pada masa awal peradaban, Tuhan digunakan sebagai penambal segala celah ketidak-tahuan manusia, maka satu demi persatu celah tersebut mulai diisi oleh sains.

Beberapa pertanyaan di bagian atas tulisan ini mulai bergeser jawabannya.

Mengapa ada alam? tidak tahu, yang jelas semesta tercipta dalam ledakan big-bang.
Mengapa ada petir? karena kumpulan muatan listrik di awan mengalir ke bumi
Apa yang ada di langit? galaksi dan semesta yang terus berkembang.
Apa yang terjadi saat kita mati? yang jelas tubuh kita hancur terurai bakteri.

Dewa atau Tuhan menjadi tidak relevan untuk dipakai menjawab pertanyaan kita tentang alam.

Dalam bidang sosial, agama kehilangan relevansinya bila digunakan untuk mengatur masyarakat. Negara sekular terbukti jauh lebih efektif memakmurkan warganya dan memberikan kepuasan dibandingkan dengan negara berbasis agama. Tokoh yang memaksakan agama untuk mengatur masyarakat justru menjelma menjadi ancaman bagi masyarakat. Ingat Osama, Imam Samudra, Nurdin M. Top serta mentor mereka Abu Bakar Ba’asyir.

Dalam bidang Fisika, Stephen Hawkins fisikawan terhebat saat ini, mengatakan: Tuhan tidak diperlukan dalam proses terjadinya semesta ini. Alam akhirat tidak dapat dibuktikan adanya.

Dalam bidang biologi, Richard Dawkins mengatakan: semua kehidupan dan segala aspeknya di dunia ini dapat dijelaskan oleh proses evolusi. Kebudayaan manusia adalah buah dari proses evolusi, bahkan Tuhan adalah hasil kreasi manusia. Bukunya  The God Delusion, dengan penuturan yang jernih dan runtut, menjadi semacam buku wajib kelompok atheis.

Atheisme Melawan Fitrah Anda

Apakah Fitrah Bisa Berubah? Tentu.

Fitrah adalah cetakan perilaku manusia agar ia berkembang menjadi manusia yang efektif. Mungkin butuh ratusan atau bahkan ribuan tahun pelemahan suatu fitrah secara terus menerus sebelum fitrah itu digantikan oleh fitrah yang lain.

Dunia sains mungkin mulai mengguncang agama-agama. Masyarakat yang diatur secara sekuler mulai membuktikan efektifitasnya dibanding dengan masyarakat yang diatur oleh agama.

Proses ini baru dimulai mungkin seratus tahun terakhir, waktu yang relatif pendek dalam skala evolusi manusia. Belum mengubah fitrah.

Jadi?

Percayalah, beriman kepada Tuhan adalah masih fitrah anda. Atheisme adalah menentang fitrah manusia.

Dengan menjadi atheis anda menghadapi ketegangan dari dua arah. Dari lingkungan sekeliling anda yang terusik dengan atheisme anda dan yang lebih penting dari alam bawah sadar anda yang bisa mengganggu kesehatan jiwa anda.

Beragama di Era Baru

Ketegangan antara sains dan agama memang memuncak saat ini. Secara nyata wilayah-wilayah yang dulu menjadi wilayah agama dicaplok sains modern.

Apakah era ber-Tuhan dan beragama sudah lewat?

Sains dan teknologi memang tidak bisa membuktikan bahwa Tuhan ada, akan tetapi sains dan teknologi juga tidak bisa membuktikan bahwa Tuhan tidak ada.

Agama tidak perlu masuk wilayah sains untuk mendukung atau menolak suatu teori, berdasarkan dalil-dalil.  Ia tidak relevan, sains punya metodologinya sendiri.

Agama tidak perlu masuk wilayah negara atau kemasyarakatan dengan mendukung atau menolak suatu aturan, berdasarkan dalil-dalil. Dengan demokrasi, masyarakat sudah punya mekanisme sendiri untuk mengatur hukum-hukumnya. Masyarakat bisa salah menetapkan suatu hukum, tetapi hukum yang buruk kelak akan tergusur dengan koreksi dari masyarakatnya sendiri.

Agama harus menjadi pedoman perilaku spiritual secara pribadi. Ia ada dalam wilayah pengalaman anda, bukan pemahaman anda.  Bukankah ciri orang beriman adalah percaya kepada yang ghaib – percaya kepada yang tidak bisa dibuktikan.

Allah nyata bagi anda, bila anda secara teratur menyapanya dengan tulus. Do’a dan shalat alatnya.
Allah menyayangi anda, bila anda berterima kasih pada Allah setiap menerima kebaikan, sekecil apapun.
Allah bersama anda, bila anda secara terus menerus mengusahakan kebaikan bagi setiap mahluk.