Tahun 2020.

Setelah Istighosah akbar maraton di 40 kota, untuk mohon petunjuk bagaimana caranya mencegah merebaknya ketidak-percayaan kepada Tuhan, agama, dan kehidupan akhirat; maka secara ghaib, empat puluh pemuka Agama Islam dan Kristen bermimpi bahwa Allah mengundang seorang wartawan untuk mewawancarai seorang penghuni sorga dan seorang penghuni neraka. Maka sontak kegembiraan berkembang, para agamawan berharap wawancara ini bisa memberikan daya tarik baru kepada masyarakat tentang adanya kehidupan akhirat dan keutamaan kembali beragama.

Para pemuka agama sepakat memilih seorang wartawan senior yang biasa mempunyai background pengetahuan agama yang cukup baik. Saya yang terpilih.

Taman surga, dalam lukisan tahun 1828
Taman surga, dalam lukisan tahun 1828

Pada hari yang ditetapkan, dengan hantaran do’a dari tokoh perwakilan 4 agama, saya diantar tidur dalam peraduan yang dibangun di tengah Balai Sidang Senayan Jakarta. Dalam tidur itu, Allah akan mengijinkan wakil penghuni surga dan wakil penghuni neraka menemui saya dalam wawancara terpisah.

Berikut ini laporan yang telah saya buat setelah sesi wawancara tersebut:

Wawancara Dengan Penghuni Surga

W (Wartawan): Apa Kabar? Anda kelihatan bugar sekali….
PS (Penghuni Surga): Alhamdulillah, baik. Kalau bugar, semua yang di surga dalam kondisi fisik terbaiknya… jauh dengan fisik terakhir sewaktu saya hidup. Maklum, saya mati umur 83 tahun, tentunya sudah peot…

W: Bisakah anda memberi gambaran tentang keadaan di Surga?
PS: Dunia yang sempurna! Setiap penghuni diberi lingkungan ideal menurut imajinasi mereka masing-masing. Saya tinggal di sebuah Kastil bergaya Eropa abad pertengahan, itu sesuai dengan keinginan saya. Sebelah utara kastil terdapat hamparan pantai putih berlaut jernih, di selatan terdapat hamparan sawah bergaya pedesaan Jawa yang tropis, sementara itu di tenggara ada gunung bersalju tempat main ski saya. Agak aneh mungkin, alam tropis kok campur dengan lanskap pegunungan Alpen, tetapi tetangga saya punya halaman bergaya permukaan bulan yang minim gravitasi — suka-suka saja… Sebelumnya istana saya bergaya Tiongkok di tengah hutan bambu, tapi karena bosan, saya ubah, dan itu terjadi secara sekejap.

Kastil. Di Surga kita bisa memiliki kastil sendiri
Kastil. Di Surga kita bisa memiliki kastil sendiri

W: Bagaimana perasaan anda saat memasuki Surga?
PS:Takjub! ini luar biasa!

W: Bisa lebih detail?
PS: Di gerbang surga, puluhan bidadari cantik dari berbagai ras menyambut saya dan mengantarkan ke istana saya. Bidadari itu wuih…. cantik dan seksi-nya luar biasa, belum pernah saya lihat di dunia yang seperti itu.

W: Terus..?
PS: Ehm… sebenarnya saya agak jengah menceritakannya. Para bidadari itu tercipta untuk saya, mereka melakukan apa saja untuk saya…. jadi selama dua minggu pertama, waktu saya habis untuk para bidadari itu. Itu pesta syahwat terdahsyat yang pernah ada! Berbagai gaya saya coba, dengan semuanya… mungkin puluhan atau ratusan. Saya seperti para Sultan dengan haremnya, bedanya saya tak lagi butuh makan, tak lagi bisa lelah. Nonstop. Hanya kebosanan yang menghentikan saya.
Berikutnya saya jelajahi istana saya, wilayah saya. Mengagumi dinding emas kamar mandi saya, melemparkan permata ke danau untuk mendapatkan riak yang bagus. Bermain ski yang tak pernah kulakukan semasa hidup, menyelam di karang-karang indah, terbang ala Superman di puncak-puncak gunung… oh ya anda bisa jadi apa saja di surga tanpa sakit, tanpa mati.

W: Sungguh kehidupan yang luar biasa.
PS: Ya… luar biasa. Anda raja, anda dewa, bisa berbuat apa saja, tanpa kewajiban apapun, tanpa kekhawatiran apapun. Tidak lapar, tidak haus, tidak sakit, tidak mati walau anda menjatuhkan diri dari puncak gunung atau menusuk jantung anda dengan pedang.

W: Luar biasa…. sungguh sesuatu yang patut diperjuangkan….

PS: Mmm… sebenarnya tidak…

W: Apa?…. apa maksud anda?
PS: Setelah sebulan perayaan nafsu, petualangan gila-gilaan, pesta kuliner spektakuler, ada kenyataan pahit yang menjadi jelas.
Di kapling saya di surga, saya adalah dewa. Maha kuasa, tak butuh apa-apa, tapi saya sendiri. Ratusan orang mengelilingi saya, patuh pada apapun perintah saya, melayani apapun. Tapi mereka tak bisa marah, tak bisa punya pikiran sendiri, mengiyakan bahkan pada perkataan atau perintahku yang absurd. Mereka robot hidup.
Saya teringat istri saya dulu, betapa ketika ia sering marah pada ketidak-rapian saya, selera makan tidak sehat saya. Saya rindu istri saya yang setia menemani dalam saat-saat susah kehidupan saya, walau sesekali menggerutu. Saya rindu anak-anak saya yang suka membantah dan mendatangkan kerepotan. Saya rindu ibu dan bapak saya yang sumpah … sangat kolot dan selalu melarang ini-itu.

W: Bukankah anda bisa menemui mereka?
PS: Benar…. saya minta ke malaikat penjaga untuk mengantarkan saya menemui mereka. Tapi aturannya kami tetap tidak bisa hidup bersama dalam satu kapling surga. Hanya ada satu saja yang maha kuasa dalam tiap kapling.

W: Boleh saya sela… malaikat.. bisakah anda ceritakan tentang malaikat?
PS: Malaikat… mm… para birokrat bodoh. Saya pertama kali bertemu mereka sesaat setelah dikubur. Di gelap kubur mereka datang dengan kostum menggelikan dan menanyakan banyak hal, mulai dari namamu siapa? tuhanmu siapa? nabimu siapa? kitabmu apa? dan banyak pertanyaan-pertanyaan lain. Saya tanya balik, bukankah anda bisa tahu pikiran saya tanpa harus menanyakannya? Benar.. tapi harus menanyakannya dan menuliskannya di formulir saya karena memang aturannya harus begitu. Geblek… si malaikat ini, seperti petugas-petugas di instansi pemerintah saja. Saya harus melewati banyak malaikat bodoh ini sebelum sampai di surga.

W: Ada tips untuk melewatinya?
PS: Tak ada, lalui saja takdirmu… he.. he..
Oh ya, mungkin untuk yg masih hidup, cobalah goyang-goyang pundakmu kalau mau berbuat dosa. Malaikat pencatat dosa yang duduk di pundakmu pasti kesulitan mencatatnya… he.. he…

W: Balik ke cerita semula… Apakah anda bisa menemui istri, anak atau orang yang ingin anda temui?

PS: Saya diantar ke istana istri saya, sebuah kastil bergaya Cinderela berwarna pink. Sebelum bertemu, saya minta ijin malaikat untuk mengintip dulu dari jauh, dan itu diijinkan. Astaga, saya tak mengenali lagi istri saya. Di sana ia seorang gadis yang sangat cantik. Saya baru sadar, kalau saya menjadi muda lagi, tentu tiap orang akan kembali menjadi sosok terbagus dalam periode hidupnya. Tak ada lagi istri tua saya dengan kerudung sederhananya, yang ada seorang artis dengan busana putri India (dulu saya malu dengan selera norak istri saya). Tak ada lagi tatapan teduh-keibuan, berganti dengan pancaran semangat percaya diri remaja. Di sekelilingnya, puluhan pemuda gagah melayaninya. Pasti itu pasukan gigolonya! saya geram memikirkannya. Sudahlah! pasti dia juga telah menjadi dewa eh dewi di kapling surganya. Saya tidak jadi menemuinya. Mungkin ia juga tidak mengenaliku lagi, aku tidak pincang lagi, mulut tongosku berubah menjadi sempurna.

W: Bagaimana dengan yang lain, yang ingin anda temui?
PS: Saya coba bertemu anak bungsu saya. Kami menjadi seperti sebaya dan saling tidak mengenali satu sama lainnya. Setelah saya jelaskan diri saya, ia sungkem. Tapi saya tak tahu apa yang harus saya bicarakan. Dia sungkem sekali lagi saat saya pamit. Saya berhenti menemui yang lain. Saya juga sungkem kepada pemuda yang dulu bapak saya, seorang gadis cantik yang dulu ibu saya. Saya tidak ingin bertemu lainnya, setidaknya saya senang bapak dan ibu saya ada di surga.

W: Setelah itu keseharian anda bagaimana?
PS: Saya juga tidak butuh makan, minum, tidur, berak atau kencing… saya tidak butuh apa-apa untuk tetap hidup. Saya diberi fasilitas untuk memuaskan nafsu tanpa batas. Saya  kehilangan perasaan tentang siklus harian yang biasanya ditandai oleh tidur malam atau sarapan pagi seperti saat hidup dulu.

W: Apa yang anda rindu dari kehidupan anda terdahulu?
PS: Semuanya….
Semua makanan lezat ada di surga… tapi tak ada yang menandingi nikmatnya nasi dan ikan asin yang saya santap bersama istri pada saat kami selesai bekerja keras menata rumah pertama kami.
Semua bidadari cantik dan seksi, mereka menurut pada apapun keinginanmu… tapi semuanya tak bisa membangkitkan rasa harap-cemas seperti saat pertama kali saya merancang alasan untuk bisa menemui pacar.
Semua harta yang bisa anda bayangkan ada di sini… tapi semua itu tak bisa membangkitkan perasaan bangga yang meluap seperti ketika dengan uang gaji pertama, saya membelikan ibuku baju yang bagus.
hiks..
Tak ada kekurangan di sini, maka tak ada lagi yang perlu diraih.
Tak ada rasa puas lagi karena berhasil mengatasi susah-payah untuk meraih sesuatu, semuanya mudah.
Tak ada rasa bangga lagi karena berhasil mengungguli yang lain, tak ada yang lain di sini.
Tak ada lagi harapan di sini karena tak ada yang perlu diharapkan.

W: Saya baru tahu… saya ikut prihatin…
PS: Pernahkah anda mencuri-curi pandang mengagumi seorang gadis yang sangat menarik, seksi. Memandang langsung tanpa berkedip pasti tak sopan. Rasa penasaran dan hasrat tak sopan itu sungguh menggoda. Anda akan rindu hal itu di sorga, perang antara hasrat dan rasa bersalah. Di sorga bidadari anda akan langsung membuka semua bajunya, begitu anda minta. Tak ada rasa bersalah, karena anda tidak lagi akan diadili. dan itu menjadikannya hambar – tanpa rasa.

W: Apa yang anda lakukan sehari-hari?
PS: Tak ada… saya tak butuh makan. Saya tak butuh tidur. Saya tak butuh uang. Saya tak butuh belajar atau mengetahui sesuatu yang baru karena bila butuh apapun pasti terwujud.

W: Ada hal lain yang bisa disampaikan?
PS: Ini hal kecil saja. Saya rindu hiburan ala dunia. Saya muak dengan acara TV di surga, di sini ada banyak serial yang merupakan remake serial TV dunia.
Pernah saya coba melihat serial Baywatch yang ada dalam katalog…. buseet…. sampah… memangnya ada yang tertarik melihat para gadis penjaga pantai berlarian di pantai dengan menggunakan jilbab lengkap?
Akhirnya saya suruh para bidadari saya menggelar konser musik. Suara mereka bagus-sempurna, tapi ampuuunnn… mereka cuma tahu lagu qosidah dalam hapalan mereka.

Saya rindu Rihanna dengan kostum seksinya, Madonna, Lady Ga-ga, Linkin Park, Metallica, Samsons, Peterpan, Luna Maya…

W: ???
PS: Andai saya bisa hidup lagi di dunia…
Saya bosan di surga… bahkan muak! Terkurung di keabadian tanpa teman, tanpa harapan apa-apa.
Siapa sih, si bodoh yang merancang surga ini?

ziiingggg…… tiba-tiba Penghuni Surga menghilang.
…..sepertinya ada juga sensor di akhirat….

Wawancara dengan Penghuni Neraka akan saya laporkan dalam tulisan yang lain.