Ketika Cerita Dalam Qur’an Berbeda

Beruntunglah kita yang hidup di era komputer dan internet, segala informasi hampir semuanya dapat dicari di internet atau diproses di komputer. Dengan komputer menelusuri dokumen yang dahulu mustahil bisa dilakukan dalam hitungan hari, bisa dilakukan. Bahkan lebih cepat.

Untuk Qur’an, ada Qur’an elektronik yang bagus dan saya suka karena kemudahannya yaitu Zekr dan yang penting adalah software ini gratis. Anda dapat mengunduhnya di http://zekr.org .

Banyak hal baru yang akan bisa anda peroleh dengan menggunakan Qur’an elektronik ini.

Temuan Bermasalah

Salah satu temuan yang menarik yang saya bagikan adalah: coba anda lakukan pencarian terhadap frase “melihat api” di terjemahan Qur’an.

Mencari frasa "melihat api" di Qur'an dengan software Zekr
Mencari frasa “melihat api” di Qur’an dengan software Zekr

Ada tiga hasil yang akan keluar. Ketiganya bercerita tentang kisah Musa yang melihat api dan berdialog langsung dengan Allah. Kisah ini juga diceritakan di Injil dengan detil yang berbeda.

Lukisan Musa melihat api di Saint Isaac's Cathedral, Saint Petersburg
Lukisan Musa melihat api di Saint Isaac’s Cathedral, Saint Petersburg

Yang menarik dari cerita itu di Qur’an adalah, satu cerita yang sama diceritakan dalam tiga lokasi dengan detil yang berbeda.

Untuk lebih jelasnya ketiga cerita itu saya jajarkan dibawah, saya hanya tampilkan dialog yang terjadi antara Allah dan Musa. Detil lengkap penceritaan dapat anda lihat sendiri di Qur’an.

An-Naml ayat 7 dst.Al-Qasas ayat 29 dst.Taa-haa ayat 10 dst.
“Bahwa telah diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu, dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Dan Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”.”Hai Musa, sesungguhnya, Akulah Allah, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, dan lemparkanlah tongkatmu”“Ya Musa, sesungguhnya aku adalah Allah, Tuhan semesta alam, dan lemparkanlah tongkatmu”“Hai Musa. Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada dilembah yang suci, Thuwa. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.
Segungguhnya hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu jadi binasa”.“Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa? “”Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya”.”Lemparkanlah ia, hai Musa!”
Gereja St. Catherine’s Monastery, Sinai, yang diyakini berdiri di tempat Musa melihat api

Detil Yang Mengundang Tanya

Apa yang dapat dilihat dari tiga penceritaan Qur’an diatas:

  1. Ketiga cerita mengisahkan peristiwa yang sama.
  2. Dialog yang terjadi berbeda di ketiga cerita tersebut walau mengisahkan peristiwa yang sama.
  3. Pada dialog 1 & 2, Allah memerintahkah Musa melemparkan tongkat setelah Allah memperkenalkan diri.
  4. Pada dialog 3, Allah memerintahkan Musa melepas terompahnya sebelum memperkenalkan diri. Setelahnya Allah bertanya tentang apa yang dipegang Musa, sesudah Musa menjelaskan bahwa itu adalah tongkat, Allah baru memerintahkan untuk melemparkannya.

Kesimpulannya apa?

Detil peristiwa dalam Qur’an tidaklah penting kesesuaiannya dengan peristiwa yang nyata, terbukti dengan tiga versi dialog untuk peristiwa yang sama dalam Qur’an. Bila semua detil Qur’an akurat, tentu hanya ada satu versi dialog ini, karena peristiwanya adalah satu

Kesimpulan ini berlawanan dengan anggapan umum yang dipahami oleh kaum Muslim yaitu Semua peristiwa yang diceritakan dalam Qur’an adalah nyata terjadi sampai ke detil-detilnya.

Atau… anda punya kesimpulan lain?

Judhianto

Pencari jawab amatir, bertanya apa saja...

Mungkin Anda juga menyukai

248 Respon

  1. geloaku berkata:

    Kalo begitu ternyata sebagian ayat-ayat al-quran diambil dari Bible, perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, bukan Muhammad memperoleh langsung dari Tuhan

    • Judhianto berkata:

      @Geloaku: dalam tradisi agama-agama rumpun Ibrahim, suatu wahyu mempunyai kesinambungan dengan wahyu sebelumnya. Kisah yang ada dalam wahyu sebelumnya disajikan ulang dengan racikan dan penekanan-penekanan baru.

      Sebagai contoh alkitab yang dipakai pemeluk kristen terdiri dari Perjanjian Lama yang merupakan peninggalan Yahudi dan Perjanjian Baru yang berasal dari era Yesus. Kisah yang ada di Perjanjian Lama dikutip di perjanjian baru untuk menguatkan pesan-pesan baru di Perjanjian Baru. Karena berupa cuplikan, kisah itu tidak lengkap, kalau mau lengkapnya ya baca di Perjanjian Lama.

      Hal yang sama terjadi juga di al-Qur’an. Kisan di Qur’an hanya berupa potongan-potongan yang jauh dari lengkap untuk menyampaikan pesan-pesan baru. Di Perjanjian Baru dan Qur’an, anda tidak akan melihat kisah Nabi-2 terdahulu secara utuh dari awal sampai akhir seperti di Perjanjian Lama. Untuk mencari kisah lengkap para nabi, umat Islam biasanya merujuk ke kisah-kisah israiliyat yang dituturkan para sahabat, yang notabene sumber-sumbernya ya berasal dari sumber Yahudi dan Kristen yaitu Perjanjian Lama dan Baru.

      Bila memakai cara penyusunan Alkitab umat Kristen, seharusnya mushaf al-Qur’an sangat tebal dan terdiri dari tiga bagian yaitu: Perjanjian Lama (Yahudi), Perjanjian Baru (Kristen) dan Al-Qur’an.

      Terima kasih.

  2. Aziz berkata:

    saya heran kenapa Pak Judianto baru tau akan hal ini. jarang ngaji ya pak? 🙂

    ayat2 beginian banyak sekali di al-Qur’an, kisah yg secara detail diceritakan berbeda, namun esensinya sama.
    perlu dipahami, Qur’an bukan semata2 kumpulan kisah, bukan pula semata2 kumpulan pengetahuan. jangan heran kalo di Qur’an kisah2 terdahulu tidak diceritakan dengan lengkap dan urut, karena memang Qur’an bukan kumpulan dongeng.

    Qur’an adalah kitab suci dimana manusia yg berakal bisa mengambil faedah berupa petunjuk hidup.

    apakah Anda yakin bahwa kisah percakapan Allah dengan Musa AS dilakukan dalam bahasa Arab?

    Anda berniat menghakimi Allah karena gaya cerita yang berbeda2? 🙂

    • Judhianto berkata:

      @Aziz: saya heran kenapa anda masih bertanya tentang hal ini. Gak baca komentar-komentar sebelumnya ya?
      Anda berniat menghakimi sebelum memahami? Silakan baca komentar terdahulu sebelum berkomentar.

      Terima kasih.

  3. ikhwanasli berkata:

    bung Judhi..
    ketiga ayat tersebut berbeda detailnya tapi ingat bahwa ketiganya tidak berlawanan makna.

    ingat dalam Al-Quran tidak ada kisah yang bertentangan satu sama lain.

    penggalan ayat di atas lebih mengarah pada perbedaan detail.

    dan satu lagi yang perlu bbung judhi catat, pertanyaan dalam kepala bung judhi “mengapa Alloh membuat 3 versi detail cerita yang berbeda?”

    saran saya bacalah “Matematika Alam Semesta dan kodetifikasi bilangan prima dalam al-quran” bung Judhi akan lebih memahami alasan nya..ok ?

    jangan dibalas komentar saya jika bung judhi belum pernah membaca “Matematika Alam Semesta dan kodetifikasi bilangan prima dalam al-quran”

    • Judhianto berkata:

      @Ikhwanasli: saran saya: baca dulu komentar sebelumnya sebelum memberi saran.

      Saya tidak pernah mengatakan ada perbedaan esensi di ketiga penceritaan tersebut, yang beda adalah detilnya.

      Ini seperti seorang yang 3 kali melaporkan bahwa si A memakai topi, akan tetapi dilaporan pertama topinya merah, laporan kedua topinya biru dan terakhir hijau.

      Jika berpegang pada esensi, ketiganya sama, yaitu melaporkan si A pakai topi.

      Masalahnya pelapor ini pikun atau buta warna? kok laporan warnanya ngaco. OK!

  4. Slenthem Marem berkata:

    Quran itu adalah “petunjuk”. Ibarat petunjuk rambu lalu lintas, sama-sama bertanda dilarang belok kanan tetapi antara rambu yg satu dengan yg lainnya berbeda detail gambarnya. Yang satu tanda panahnya runcing, yang kedua warna hitamnya melebar dan yg ketiga ukurannya berbeda. Apapun bentuknya sebuah petunjuk, yg perlu kita mengerti adalah “hal yg ditunjuk” dan bukan alat penunjuknya. Akan sangat melenceng dari maksud pencipta petunjuk apabila kita harus berpegang kuat2 dengan pendapat bahwa buku petunjuk tsb adalah benar hingga sedetail-detailnya…

  5. ADI berkata:

    hehehe..
    lucunya,
    apabila sesorang membandingkan antara “percakapan” yang ada di Komik dengan Al Qur’an.. maka mereka akan menuntut sama agar Al Qur’an pun memiliki konteks dan Format yang sama dengan Komik.. bahkan jika boleh, mereka pun ingin agar Al Qur’an punya cerita ber-Gambar, agar otak mereka tidak perlu lagi bekerja keras menerjemahkan makna tersirat dan tersurat dalam Al Qur’an..

    bagi beberapa orang yang kebanyakan membaca Komik, alur kisah yang diceritakan dalam sebuah Komik mutlak harus sama dengan isi kepala mereka, sehingga mereka bukan lagi bertindak sebagai “pembaca” tetapi sudah menjadi “pengarang” Komik.. okelah karena Komik memang Fiksi buatan manusia.
    dan ini lah yang ingin diterapkan dalam Al Qur’an.. sehingga mereka ingin berkata: mengapa nama “Yesus” di dalam Bible berubah menjadi “Isa” dll??
    Apakah Allah benar-benar berfirman menyebut nama nabi “Isa” kepada kaum Yahudi yang berbahasa Hebrew/Ibrani dan Aram? – atau “Isa” dalam Al Qur’an adalah panggilan seorang Nabi Allah dari bangsa Israei yang disebut dalam Firman Allah ber-“Bahasa Arab” ??

    Memang, memotong-motong ayat dan menjadikannya sebagai referensi perbandingan antar ayat adalah hal mudah, tetapi yang sulit adalah menemukan rantai kisah yang ingin disampaikan dalam AL Qur’an.

    dan dari Ayat yang berisikan percakapan yang ada dalam AL Qur’an.. konteksnya bukanlah pada percakapan itu sendiri, tetapi NILAI AQIDAH yang ingin disampaikan dalam percakapan tersebut.

    di Dunia nyata, suatu percakapan yang berlangsung 2 jam secara REALTIME, bisa saja di fokuskan pada sebuah “kalimat implisit” sebagai sebuah Inti Percakan yang benar-benar mengandung sebuah Nilai.. karena tidak perlu sebuah berita ikut menuliskan kalimat “Ha Ha He He” (dari mulut sebuah Narasumber) .-walau kalimat tersebut benar benar nyata.

    – Dan itu dalam konteks Berita dan Fiksi…. bukan dalam konteks tafsir WAHYUH ALLAH.

    koq bisa”WAHYU ALLAH” tidak sama dengan isi kepala saya??

    ya yang salah bukan Wahyunya..tapi kepala yang menerimanya.. 🙂

    • Judhianto berkata:

      @Adi: terima kasih untuk ikut berkomentar.
      Saya tertarik dengan pernyataan terakhir anda:
      koq bisa”WAHYU ALLAH” tidak sama dengan isi kepala saya??
      –> ya yang salah bukan Wahyunya..tapi kepala yang menerimanya..

      Kalau pernyataannya:
      koq bisa ”WAHYU ALLAH” di satu ayat di Qur’an tidak sama dengan ”WAHYU ALLAH” di dua ayat lainnya dalam Qur’an??
      yang disalahkan siapa?

      • ADI berkata:

        WAHYU ALLAH? atau “Kutipan Teks Percakapan dalam Wahyu Allah?

        ya jelas tidak harus sama…
        sama dalam hal apa? ajarannya.. nilainya.. atau hanya kutipan dialognya? yang tadi yang pakai “hahahehe” dan ayat lainnya hanya kalimat lugas yang mewakili segala percakapannya sejak awal hingga akhir?

        Definisi SAMA-TIDAK SAMA-SAMA PERSIS-NYONTEK pada Wahyu Allah, jelas tidak bisa dihakimi dan dianalogikan dengan parameter seperti Kaset Rekaman pada suatu Dialog.

        ..karena Al Qur’an adalah wahyu Tuhan, dan bukan BIOGRAFI subyek manusia di dalamnya,.. maka definisi “Kesamaan” Kisah bukan ditentukan dari TEKS KUTIPAN PERCAKAPANNYA…

        Suatu percakapan di DUNIA NYATA pun yang dikutip, pun tidak harus sama persisss… Perbincangan anda hari ini DIREKAM.. untuk keesokan hari anda diminta mengulangi lagi “perkataan anda sendiri ” belum tentu sama “PERSIS” dengan hasil REKAMAN KEMAREN- walau yang berbicara dari mulut anda sendiri..

        apalagi jika yang ingin disampaikan hanya “INTI” dari percakapannya tanpa “HahaHehe” tadi..

        well.. dari sini, kita menggunakan parameter “kesamaan Teks” yang ada dalam kepala kita untuk menilai Keabsahan suatu Wahyu dari Allah.. yang diulang-ulang.

        Tidak ada Kontradiksi cerita dalam Kisah Musa, hanya ada perbedaan kutipan kalimat wahyu yang ingin disampaikan untuk mewakili semua “Teks Percakapan” secara Utuh- dan bagi saya, cuma yang empunya “Mulut” yang berhak mengatakan itu (BENAR-TIDAKNYA) suatu kalimat memang yang berasal dari Mulutnya sendiri…

        LUCU kan kalau ucapan yang keluar dari mulut kita (dan kita yakin memang menyampaikannya), disanggah dan didikte oleh mereka yang justru tidak pernah mendengar “ucapan Aslinya” ???

        • Judhianto berkata:

          @Adi: saya sarankan anda membaca dengan teliti (dan tentunya dengan kepala dingin) tulisan saya dan komentar yang lainnya.
          Bila anda membaca semua tulisan dan komentar, maka poin yang ada adalah:
          * Tidak ada kontradiksi dalam makna kisah Musa dalam 3 posisi ayat dalam Qur’an, beda di detil
          * 3 ayat tersebut menampilkan detil pembicaraan yang berbeda dalam satu momen peristiwa
          * Dari komentar anda:

          Suatu percakapan di DUNIA NYATA pun yang dikutip, pun tidak harus sama persisss…

          apa bedanya dengan kesimpulan dalam tulisan saya:

          Detil peristiwa dalam Qur’an tidaklah penting kesesuaiannya dengan peristiwa yang nyata, terbukti dengan tiga versi dialog untuk peristiwa yang sama dalam Qur’an. Bila semua detil Qur’an akurat, tentu hanya ada satu versi dialog ini, karena peristiwanya adalah satu.

          • ADI berkata:

            Hihihi..

            ya ya ya saya mengerti.. saya ketawa, karena statemen ini: —“bila semua detil Al Qur’an akurat, tentu hanya ada satu versi dialog ini, karena peristiwanya adalah satu.”

            BETUL !

            tapi darimana anda tahu DETIL APA SAJA yang terdapat dalam “DIALOG” antara Allah dan Musa- SEBENARNYA ?

            bukankah dialog tersebut adalah “KUTIPAN” dari semua Detail dialog antara Allah dan Musa (yang mungkin bila dituliskan semua terdapat HahaHehe tadi?)

            anda tahu arti “KUTIPAN” percakapan???

            seseorang yang diwawancarai selama 30 menit oleh wartawan, lalu hanya diambil “1 baris kalimat” yang dianggap mewakili keseluruhan Inti Dialog, menurut saya Sah-Sah saja… apalagi jika anda tidak tahu “BARIS MANA” dalam dialog yang dijadikan KUTIPAN” dalam ayat tersebut ????

            Sebagai contoh: dalam 1 paragraf percakapan, tidak salah anda mengambil KUTIPAN pada kalimat yang ada di AWAL PARAGRAPH-TENGAH- atau AKHIR PARAGRAPH…. karena memang semuanya BENAR !!

            kecuali antar kalimat tersebut – SALING BERLAWANAN (KONTRADIKSI)

            jadi apa yang disampaikan sebagai Kutipan percapan Allah-Musa tersebut, adalah saling melengkapi sebagai rangkaian Dialog yang UTUH.

            Bagi saya, tidak susah mencernanya… kecuali bila memang kita (tanpa sadar) telah memposisikan diri kita sebagai “PENGARANG” wahyu tersebut.

            jadi, boleh donk saya tertawa sekali lagi 🙂

          • Judhianto berkata:

            @Adi: jadi sepertinya kita sepakat bahwa kita tidak bisa berharap apa yang diceritakan dalam Qur’an adalah seperti rekaman video atau tape recorder yang sama persis dengan kejadian yang terjadi.
            Itu seperti saat kita mendongeng cerita kancil kepada anak kita. Jika diulang lagi esok harinya, tentu kalimat si kancil tidak akan sama persis dengan yang kita ceritakan hari sebelumnya.

  6. gulman saja berkata:

    Sdr. Judhianto.. siapapun anda, anda sdh terlalu jauh/sesat bermain – main dengan logika yang anda anggap benar menurut anda, tanpa anda sadari anda telah dipengaruhi iblis laknatullah. Semoga Allah mengampuni ammiin…

    • Judhianto berkata:

      @Gulman saja: setiap orang boleh berpendapat, dan tak ada paksaan untuk setuju dengan pendapat orang.
      Kalau tidak setuju, kalahkan pendapat itu dengan argumen yang lebih baik.
      Bila tak mampu berargumen ya abaikan saja, gak usah sebut orang lain sesat.
      Terima kasih.

  7. Saya senang dengan pandangan pak judi (bukan berarti sepaham) saya menghormati tulisan2 yang lain. Setidaknya menambah wawasan. Jadi ingat almarhum ayah saya yang 10 kali qatam, bahkan mengartikam dalam bahasa jawa dan indonesia (kebetulan bpk saya juga ada darah arabnya setidaknya faham). Pada akhirnya beliau cuma berpesan. Le quran itu tidak bisa diartikan dalam bhs manapun nanti palah menjadi sebuah kesalahan yg selama ini diyakini umat muslim. Tapi hanya bisa didengar dan dirasakan alunannya kalau dalam bahasa jawa tembang atau sastra jiwa susah untuk diterjemahkan tapi diraskan saja alunannya nanti palah mengena dan tepat sasrannya.

    • Judhianto berkata:

      Qur’an dapat dilihat lewat 2 jalan, yaitu jalan logis dan jalan emosi.

      Jalan logis berarti Qur’an adalah bacaan yang dibaca karena berisi kumpulan aturan, cerita, nasehat. Untuk bisa dimengerti, mau tidak mau Qur’an harus diterjemahkan dalam kerangka pikiran dan bahasa yang bisa dimengerti, yaitu kerangka pikiran manusia masa kini dan bahasa sehari-hari pembacanya.

      Jalan emosi berarti Qur’an adalah bacaan yang sakral, dibaca karena berpahala, dibaca karena berirama seperti puisi. Di jalan ini tidak diperlukan pengertian tentang isinya, tentang bahasanya. Menerjemahkan bahasanya hanya akan merusak rasa khusyuk yang dihasilkannya. Persis seperti lagu romantis yang seringkali kita senang bukan karena tahu artinya, melainkan iramanya yang menghanyutkan.

      Dua jalan ini saling melengkapi, tapi di masa kini atau masa depan, jalan logis Qur’an yang menampilkan cara pandang masyarakat Arab 1500 tahun yang lalu, semakin tidak relevan bagi kehidupan sehari-hari.

      Akhirnya hanya jalan emosi yang akan membuat Qur’an tetap relevan sampai kapanpun.

  8. salomon berkata:

    kesimpulan saya ttg cerita diatas adalah
    walaupun cerita nya berbeda-beda tapi dia tak bertentangan dengan ayat yg lain
    dan itu harus digaris bawahi
    jadi surat at-thahaa 10 itu sendiri adalah penekanan penjelasan ALLAH,
    karena yg seharusnya anda urutkan adalah:
    surat at-thaha
    an-naml
    lalu al-qhasas
    sbgmn yg diurut dlm Al-quran
    kalau cara membaca anda seperti ini sangat berbeda, sebab ALLAH pada awalnya menjelaskan secara rinci bagaimana ALLAH pada saat itu berkata-kata kepada nabi Musa tentang misinya sebagai nabi sampai kpd perintah melempar tongkat
    lalu dilanjutkan dgn an-naml dan qhasas yg menjelaskan ttg inti dari misi tanpa ada penjelasan apapun sampai kpd perintah melempar tongkat
    tidak ada yg dipermasalhkan bukan ……?

    • Judhianto berkata:

      @Salomon: anda tidak membaca komentar sebelumnya.

      Bila anda membaca semua tulisan dan komentar, maka poin yang ada adalah:
      * Tidak ada kontradiksi dalam makna kisah Musa dalam 3 posisi ayat dalam Qur’an, beda di detil
      * 3 ayat tersebut menampilkan detil pembicaraan yang berbeda dalam satu momen peristiwa

      Kesimpulan tulisan saya jelas:

      Detil peristiwa dalam Qur’an tidaklah penting kesesuaiannya dengan peristiwa yang nyata, terbukti dengan tiga versi dialog untuk peristiwa yang sama dalam Qur’an. Bila semua detil Qur’an akurat, tentu hanya ada satu versi dialog ini, karena peristiwanya adalah satu

  9. salomon berkata:

    Segala ayat itu tidak melulu harus mendetail tanpa mengubah isinya,
    dan memang kita temukan detail cerita yg berbeda, dan ini lumrah
    tp saya ingin meralat permislan yg anda buat
    seperti orang yg melihat topi, berbeda warna
    permisalan yg anda buat tidak harus nya seperti itu dalam membandingkan versi ayat tsb
    carilah permisalan yg sepadan agar pembaca mengerti.

    • Judhianto berkata:

      @Salomon: anda bilang detail cerita yg berbeda itu lumrah –> kan sudah cocok dgn kesimpulan saya bahwa detil cerita Qur’an tidak selalu menggambarkan kenyataan, karena kenyataan itu satu.

      Anda punya permisalan lain? Silakan…

  10. Harun_Bey berkata:

    Kenapa ketiga ayat itu dilihat sebagai cerita yang berbeda? Saya melihatnya yang satu lebih detil ketimbang yang lain, dan tidak ada yang aneh dengan itu. Analoginya seperti kita mengutip suatu kutipan, kan bisa begini, “lorem ipsum… sil amet”

    Begitu pula jika kita menceritakan peristiwa yang sama di waktu yang berlainan, mungkin di cerita yang pertama kita cerita detil A, B, C, D; berikutnya kita hanya cerita A, B, dan D, dan mungkin kita tambahkan E.

    Yang saya lihat dair pemaparan ayat di atas adalah Allah memperkenalkan diri-Nya dan menyuruh Musa melemparkan tongkatnya. Perbedaan detil yang Anda maksudkan itu nampaknya hanya sebatas ‘anak kalimat’, yang sebenarnya bahkan tidak mengubah kronologis kejadian.

    • Judhianto berkata:

      @Harun_Bey: cerita memang sama tapi detilnya beda.

      Kalau anda merancang pertunjukan untuk adegan ini dan berusaha seakurat mungkin dengan dialognya, maka menggabungkan ketiga dialog tersebut dalam momen yang sama adalah aneh.

      • Harun_Bey berkata:

        Saya tidak paham kenapa Anda menggunakan pengandaian ‘merancang pertunjukan’.

        Juga, kenapa Anda gunakan ‘anggapan umum’ dan mempelakukannya seolah-olah dia adalah kaidah tafsir yang tak boleh dilanggar? Saya sendiri tak paham kaidah tafsir Al-Quran, tapi akan lebih fair kalau anda berikan referensi atas ‘anggapan umum’ itu.

        • Judhianto berkata:

          @Harun_Bey: yang saya maksud adalah pertunjukan drama, misalkan dalam acara sekolah. Kalau kurang sreg ya bisa pakai rekonstruksi di kantor polisi.

          Ketiga potongan percakapan dalam 3 posisi Qur’an itu kutipan langsung pembicaraan, jadi bukan memakai penuturan pihak ketiga. Jika menurut anda itu saling melengkapi, tentunya ketiganya bisa langsung dijajarkan begitu saja, tanpa melalui tafsiran. Dan itulah problemnya, ketiganya tidak sama.

          • Wisnu wardana berkata:

            Baru tau ada yang kayak ginian udah lama lagi tahun 2013, bikin kesimpulan dari quran dari sumber dari aplikasi udah g jelas ngeyel lagi diberitau. Niat saudara apa sebenarnya? Menyalahkan terjemahan quran kah? Ya kl salah tinggal protes aj ke sumber yang terjemahin tapi masalahnya sumbernya g jelas, lain kali kl mau ngutip terjemahan ayat quran dari sumber jelas misal nih dari departemen agama jadi kl mau nyalahin terjemahannya kan enak bro. Salam lucu 2020

          • Judhianto berkata:

            @Wisnu Wardana: ruang komentar ini adalah sarana berdiskusi dua arah, bukan sarana memberitahu apalagi ceramah searah. Tidak ada yang dianggap lebih pandai dibanding yang lain, silakan sampaikan pendapat masing-masing dan pertahankan pendapat anda dengan argumen yang jelas.

            Saya bertukar pandangan dengan komentator-komentator yang ada, silakan ikut berkomentar. Tapi kalau memang anda tidak mampu berkomentar, silakan tunjukkan komentar mana yang paling anda setujui, bukan langsung mengatakan “ngeyel lagi diberitau” — kan sudah ada 246 komentar (mana yang anda maksud pemberitahuan itu?).

            Ayo! kalau sekedar memilih komentar yang sesuai, sepertinya anda sudah cukup cerdas kok …

            Oh ya mengenai terjemahan, kalau anda cuma percaya terjemahan dari Departemen Agama, saya berikan linknya — kurang lebih sama kok isinya
            An-Naml –> https://quran.kemenag.go.id/index.php/sura/27
            Al-Qasas –> https://quran.kemenag.go.id/index.php/sura/28
            Taahaa –> https://quran.kemenag.go.id/index.php/sura/20

  11. bisman berkata:

    pak judhi.. setelah saya membaca semua artikel anda,maaf kalau saya jadi su’udzhan (buruk sangka) dengan anda, sebab anda dalam berpandangan lebih mengedepankan su’udzan. saya tidak tahu apa agama anda,atau anda belum menentukan agama apa yang pas untuk anda atau anda tidak memilih salah satu agama yang ada di dunia, sehingga anda ingin “bersenang-senang” dengan mereka yang telah beragama atau jangan-jangan anda sudah punya agama namun agama anda adalah agama yang sudah sulit ditemukan pemeluknya zaman sekarang sekarang.

    anda terlalu mengandalkan akal seperti mu’tazilah atau bahkan anda lebih parah lagi, anda menganggap semua agama sama, sampai-sampai anda menyepelekan sang pembawa risalah agama (seorang rasul) itu sendiri, terlebih lg nampak seperti jelas anda meragukan isi kitab suci yang seharusnya dipegang teguh oleh pemeluk agama.

    terlihat sekali pada artikel-artikel anda, kedangkalan pemahaman bahkan sampai kedangkalan ilmu tentang pembahasan-pembahasan yang ada, anda berargumen mengikuti nafsu akal hingga anda kurang tahu asbabun nuzulnya.

    sebelum anda mengomentari tanggapan anda mengenai agama-agama baiknya anda lampirkan juga sumber-sumber yang menjadi rujukan dari ulama sebelumnya, jangan anda tafsirkan ayat-ayat kitab suci dengan nalar anda yang dangkal. karena bahasa sang pencipta sangat jauh dalamnya dibandingkan dengan pemahaman anda yang hanya melihat permukaannya saja.

    • Judhianto berkata:

      @Bisman: tulisan saya memakai alur sederhana:

      • Memaparkan fakta-fakta
      • Mengambil kesimpulan berdasarkan fakta-fakta tersebut

      Kalau ada yang tidak setuju dengan kesimpulan saya, cukup lakukan hal sederhana ini:

      • Tunjukkan bahwa fakta-fakta yang saya sampaikan salah
      • Atau tunjukkan fakta-fakta lain yang membuat fakta-fakta saya tidak relevan
      • Tunjukkan logika saya salah atau tunjukkan kesimpulan alternatif atas fakta-fakta yang saya sampaikan

      Saya rasa anda cukup cerdas untuk bisa menunjukkan kesalahan saya dengan cara di atas, bukan argumen ad hominem seperti yang anda tunjukkan.

      Ayo! cemungudd kakk… 🙂

      • Satria Dharma berkata:

        Setuju dengan Mas Judhianto. Jika ada hal yang menurut Anda salah dan perlu diluruskan, lakukanlah dengan ilmu yang Anda miliki. Tak usah menyerang penulisnya. Fokuslah pada apa yang ditulis.

    • Prasdianto berkata:

      @Bisman, Jujur saya akan sangat senang bila dituduh “Seperti kaum Mu’tazilah yg mengandalkan akal” . Saya sendiri membaca sejarah Mu’tazilah dari banyak sumber, bukan dari satu atau sumber-sumber yg telah mengalami distorsi. Argumen seperti “kedangkalan berpikir”, ” Tidak tahu ilmu agama” atau ” Bahasa Quran tinggi perlu pemahaman yg tinggi”, menurut saya terlalu absurd. Menurut saya ,dan pengaruh immanuel Kant yg kuat di saya, kedewasaan bukan diukur dari usia. Tapi begaimana memutuskan sesuatu dan memecahkan masalah dengan mandiri. Dengan menggunakan karunia akal dan fakta-fakta ilmiah yg teruji secara empiris.

      Akal, yg selalu dinistakan para ulama zuhud anti Mu’tazilah, adalah alat yg berguna untuk kedewasaan umat manusia. Dengan akal kita jadi spesies beradab dan berbudaya. Kita tidak lagi tergantung “kata Ulama”. Saya sendiri sering muak dengan dialog2 yg ada di TV ketika sahur. Jutaan kali pertanyaan yg sama diajukan umat pada ulama:

      “Apa kentut membatalkan puasa?”
      “Apakah berenang bisa mengurangi pahala puasa?”
      “Bagamana kalau lupa bayar puasa sebelum Ramadhan?”
      “Kalau bepergian, tidak jauh, tapi sudah sakit, bolehka berbuka?”

      Salahkah umat? tidak! semua karena para ulama mendidik umatnya untuk bertanya dan selalu bertanya untuk ha-hal sepele (kalau engga nanti ga laku di panggil di Tivi). Umat tidak dididik untuk menggunakan akal mereka dan membaca sendiri buku-buku Fiqih. Sering kali klo ada org yg mau belajar Fiqih dan mencoba membuat tafsir. Yang ada adalah kecaman seperti yg anda utarakan “Kamu belum punya ilmunya”.

      Hal yg berbeda di sains, klo ada yg buat kesimpulan tapi belum tepat. Saya akan mengatakan “coba habiskan textbook ini dulu”, “Unduh jurnal ini dan buat rangkuman, baru kita diskusi”. Karena itu di sains tidak ada pengkultusan seperti halnya kultus pada “ulama-ulama besar”

      Salam
      Prasdianto

      • Judhianto berkata:

        @Prasdianto: terima kasih komentarnya.

        Banyak orang yang asbun ketika mengatakan Mu’tazilah berbahaya, Syiah sesat, Pluralisme itu racun atau Marxisme itu musuh.
        Kenapa asbun? karena mereka hanya mem-beo ucapan para ustad atau siapapun yang mengatakannya tanpa pernah tahu sendiri apa yang mereka takutkan itu.
        Saya sendiri tak terlalu perduli dengan label-label itu.
        Kebenaran bisa datang dari mana saja – bahkan dari orang yang anti Tuhan, sebagaimana dengan kejahatan bisa datang dari mana saja – bahkan dari orang yang meneriakkan nama Tuhan.

        Bagi saya, pilihan pikiran dan tindakan adalah wilayah privat setiap orang. Setiap orang berhak memilih pikiran dan tindakan mereka sendiri, tentunya dengan segala konsekwensinya.
        Sungguh menyedihkan kalau hanya untuk berpikir dan bertindak, seseorang menyerahkan dirinya untuk dipilihkan yang cocok oleh orang lain.

        Jika akhirat adalah pengadilan untuk setiap pikiran dan tindakan kita didunia, maka apa yang diharapkan para pembeo ini?

        Jika surga adalah hadiah untuk yang memilih pikiran dan tindakan benar, apa hak para pembeo ini untuk mengklaimnya? toh mereka tidak memilih, mereka dipilihkan.
        Mereka para pembeo ini adalah anjing yang patuh pada majikan yang memerintahkan ini-itu.
        Jika ada prestasi, hadiah pasti diberikan pada majikannya, si anjing mungkin dapat bagian remah-remah saja.

        Bisa jadi justru Allah akan menghukum para pembeo ini.
        Bukankah ketika mereka diberi perlengkapan akal agar berpikir, mereka menyia-nyiakannya?
        Ketika bisa menjadi manusia yang berpikir, kenapa mereka memilih jadi beo atau anjing suruhan.
        Ketika diutus jadi khalifah di atas bumi, kok milih jadi budak di atas bumi?

  12. jin ifrit berkata:

    coba jangan stengah 2 mas judhi, bisa gak liat surat an naml dari ayat 1 sampai habis, begitu pula dua surah (al-qasas dan taa-haa)berikutnya,..sehingga saya tau inti cerita di surah tersebut apa?

    • Judhianto berkata:

      @Jin Ifrit: silakan anda menuliskan di sini dimana tulisan saya yang anda anggap salah.
      Kalau isi lengkap surat yang anda sarankan, silakan baca sendiri.
      Bukankah saya sudah menuliskan dengan jelas pendapat saya? Mana pendapat anda?

  13. cahaya berkata:

    Menelisik setiap artikel-artikel Anda,,,,saya mendapatkan kesimpulan tentang diri Anda,,,Siapa Anda,,,wawasan Anda,,,misi yang Anda sampaikan…dan kalau tidak terlalu naif untuk mendakwa,,, maka ada skenario terselubung di balik artikel Anda…(Maaf, )

    sungguh kasihan bagi mereka yang hanya terima mentah-mentah setiap artikel yang Anda sampaikan…permainan kalimat-kalimat sangat halus hampir tak terlihat bahwa Anda sebenarnya mengecoh..

    Wahai Muslimin wal Muslimat,,,berhati-hatilah terhadap web ini.

    • Judhianto berkata:

      @Cahaya: saya setuju untuk kasihan untuk yang menerima mentah-mentah setiap artikel saya, lha wong saya tidak bebas salah.

      Tentunya saya juga lebih kasihan untuk yang menerima mentah-mentah dongeng atau pernyataan ngawur para ustad yang dengan mudah dapat kita cek ulang lewat informasi dari internet.

      Yang lebih kasihan dan menggelikan adalah yang mau saja ditakut-takuti oleh orang yang sama sekali tidak bisa menjelaskan kenapa kita harus takut. 😀

  14. cahaya berkata:

    =========
    An-Naml 7
    =========

    Thaa Siin (Surat) ini adalah ayat-ayat Al Quran, dan (ayat-ayat) Kitab yang menjelaskan,[1]
    untuk menjadi petunjuk dan berita gembira untuk orang-orang yang beriman, [2]
    (yaitu) orang-orang yang mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat. [3]
    Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat, Kami jadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka, maka mereka bergelimang (dalam kesesatan). [4]
    Mereka itulah orang-orang yang mendapat (di dunia) azab yang buruk dan mereka di akhirat adalah orang-orang yang paling merugi.[5]
    Dan sesungguhnya kamu benar-benar diberi Al Quran dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. [6]

    ===============================================================

    (Ingatlah) ketika Musa berkata kepada keluarganya: “Sesungguhnya aku melihat api. Aku kelak akan membawa kepadamu khabar daripadanya, atau aku membawa kepadamu suluh api supaya kamu dapat berdiang”.[7]

    ===============================================================

    Maka tatkala dia tiba di (tempat) api itu, diserulah dia: “Bahwa telah diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu, dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Dan Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”.[8]
    (Allah berfirman): “Hai Musa, sesungguhnya, Akulah Allah, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [9]
    dan lemparkanlah tongkatmu”. Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seperti dia seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. “Hai Musa, janganlah kamu takut. Sesungguhnya orang yang dijadikan rasul, tidak takut di hadapan-Ku. [10]
    tetapi orang yang berlaku zalim, kemudian ditukarnya kezalimannya dengan kebaikan (Allah akan mengampuninya); maka seaungguhnya Aku Maha Pangampun lagi Maha Penyayang. [11]
    Dan masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia akan ke luar putih (bersinar) bukan karena penyakit. (Kedua mukjizat ini) termasuk sembilan buah mukjizat (yang akan dikemukakan) kepada Fir´aun dan kaumnya. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik”.[12]
    Maka tatkala mukjizat-mukjizat Kami yang jelas itu sampai kepada mereka, berkatalah mereka: “Ini adalah sihir yang nyata”.[13]
    Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.[14]
    http://quran-terjemah.org/


    ============
    Al-Qasas 29
    ============

    Dan tatkala ia menghadap kejurusan negeri Mad-yan ia berdoa (lagi): “Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar”.[22]
    Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat at begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya”.[23]
    Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku”.[24]
    Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: “Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami”. Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu´aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu´aib berkata: “Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu”.[25]
    Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.[26]
    Berkatalah dia (Syu´aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik”.[27]
    Dia (Musa) berkata: “Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan”.[28]

    ===============================================================
    Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung ia berkata kepada keluarganya: “Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan”.[29]
    ===============================================================

    Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang sebelah kanan(nya) pada tempat yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu: “Ya Musa, sesungguhnya aku adalah Allah, Tuhan semesta alam. [30]
    dan lemparkanlah tongkatmu. Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seolah-olah dia seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Kemudian Musa diseru): “Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman.[ 31]
    Masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia keluar putih tidak bercacat bukan karena penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila ketakutan, maka yang demikian itu adalah dua mukjizat dari Tuhanmu (yang akan kamu hadapkan kepada Fir´aun dan pembesar-pembesarnya). Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang fasik”.[32]
    Musa berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku, telah membunuh seorang manusia dari golongan mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku.[33]
    Ketika ia melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya: “Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit daripadanya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu”.
    Dan saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakanku”.[34]
    Allah berfirman: “Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat mencapaimu; (berangkatlah kamu berdua) dengan membawa mukjizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang akan menang.[35]
    http://quran-terjemah.org


    ==============
    Thahaa – 10
    ==============

    Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah; [2]
    tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), [3]
    yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. [4]
    (Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ´Arsy. [5]
    Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah. [6]
    Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi. [7]
    Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang baik), [8]
    Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa? [9]

    ===============================================================

    Ketika ia melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya: “Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit daripadanya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu”. [10]

    ===============================================================

    Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: “Hai Musa. [11]
    Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada dilembah yang suci, Thuwa. [12]
    Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). [13]
    Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. [14]
    Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan. [15]
    Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu jadi binasa”. [16]
    Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa? [17]
    Berkata Musa: “Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya”. [18]
    Allah berfirman: “Lemparkanlah ia, hai Musa!” [19]
    Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. [20]
    http://quran.ittelkom.ac.id

    =======================

    Setelah saya membaca, menganalisis bagian yang Bung Judhi ambil ‘hanya’ ayatnya saja tanpa merunut dari awal peristiwa itu terjadi. Tidak ada hal yang saling bertentangan, bahkan ianya bersifat penambahan objek dari latar belakang peristiwa itu. Perlu diingat bahwa Nabi Musa bukan sebagai pembicara langsung melainkan dia sebagai orang yang dibicarakan dalam suasana yang berbeda. Sependapat dengan komentator : Kurniawan, Muslim Biasa, dan Adi Alkapita no

    Dalam sanggahan ini, saya tidak mengklarifikasi isi Al-quran yang Bung Judhi tuliskan (Silakan Bung Judhi baca kisah Nabi Musa di atas) karena tidak ada yang mesti diklarifikasikan. Itu sudah sesuai menurut kisah, kejadiannya dan objek latar belakang cerita. Semua hanya bersifat penambahan objek yang dilain peristiwa tidak disebutkan sehingga dari segi maknanya pun tidak akan merubah arti yang dikandung dalam surah-surah Al-quran yang menjadi topik pembahasan ini.

    Sampai di artikel ini saya Cuma bertanya dalam hati :

    1. Apakah memang benar yang menulis artikel ini seorang Muslim/Islam…?

    2. Jika Bung Judhi seorang Islam, mungkinkah Bung ingin merongrong kebenaran Al-quran yang jelas-jelas oleh Allah, Dia yang menjaga-Nya (Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Al-Hijr. 9)

    3. Bung Judhi terlalu pintar dan berotak cerdas sehingga kecerdasan Bung Judhi HANYA untuk mencari-cari KELEMAHAN Al-quran. (“Kami turunkan Al-Quran kepadamu dengan membawa kebenaran, untuk membenarkan dan mengoreksi kitab yang sebelumnya. “ (QS 5:48) dan penjelasan isi Al-quran “Kami menurunkan Al-Quran kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu.” (QS 16:89)

    Dan apakah pemikiran Bung Judhi masih ingin “mendewakan” Teknologi yg justru diciptakan oleh manusia dengan segala keterbatasannya…?? dan mampukah teknologi yang Bung Judhi dewakan keberadaannya untuk menganulir firman Allah dalam ayat ini :

    (15:22. Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.)

    Surah Al-Anbiya [21] ayat 33: ”Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.”

    Surah Ar-Ra’d: 2 ” Allahlah yang memperjalankan Matahari dan Bulan. Semuanya berlari (dalam orbit) yang telah ditentukan.”

    Surah Ar-Rahman (55):19-20) “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tak dapat dilampaui oleh masing-masing.”

    Surah Ya Sin [36] ayat 38: ”Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.”

    Adakah ILMU DAN TEKNOLOGI serta LOGIKA kebanggaan Bung Judhi untuk “mendongengkan” kejadian dalam firman Allah SWT tersebut ke masa kini…??

    4. Bung Judhi meng-claim isi/ kandungan Al-quran yang tidak sesuai antara peristiwa satu dengan peristiwa yang lain dalam uraian artikel ini…dan ternyata Bung Judhi berpihak atas penemuan Bung Judhi tersebut, begitu juga tentang Nabi Nuh, Sulaiman……. Lalu MASIHKAH BUNG JUDHI MEMPERCAYAI KITAB SUCI AL-QURAN…??? (Tolong Jawaban logis)

    5. Biasanya yang sering mencari-cari suatu kelemahan dengan dasar yang lemah adalah para debater KRISTIAN

    6. Dengan membaca seluruh isi artikel NONTONDUNIA ini, saya jadi paham dan mengerti arah dan tujuan Bung Judhi…HALUS tapi TAJAM, LEMBUT tapi MENUSUK. Konsep dan tujuan utama BUNG JUDHI dalam penulisan artikel ini adalah “GHAWZUL FIKR” ( Perang pemikiran merupakan sebuah bentuk perang modern yang dijiadikan sebagai metode terbaru untuk melemahkan Islam dari dalam)

    Siapakah dibalik “GHAWZUL FIKR” ini…? Mengapa…?

    Bung Judhi sendirilah yang tahu jawabannya…! dan dari sekian banyak orang Indonesia ISLAM ,,, ternyata banyak pula orang-orang yang setipe, seprofesi dengan bung Judhi.

    7. Maaf jika tersinggung….dan tidak perlu untuk tersinggung…!!

    • Judhianto berkata:

      @Cahaya: terima kasih, akhirnya anda punya “komentar” tentang tulisan saya dan bukan sekedar berprasangka dan menuduh saya (walau masih sih.. – tak apa – saya harus bersyukur atas kemajuan ini).

      Mohon maaf saya tidak menampilkan satu komentar anda sebelum ini karena anda masih sibuk dengan segala macam hal yang tidak berkaitan dengan artikel saya. Ruang komentar ini terbatas – jadi saya menghargai komentar yang to-the-point.

      Saya akan jelaskan lagi artikel saya dengan bahasa yang saya permudah:

      1. Saya memang sengaja hanya mengambil bagian dialog dari 3 lokasi yang berbeda dalam Qur’an tersebut karena saya memang hanya mengambil bagian yang relevan dengan pembahasan saya yaitu bagian dialognya. Sebagaimana saya sudah juga sampaikan, untuk bunyi lengkap surat tersebut, pembaca dapat merujuk langsung di Qur’an
      2. Ketiga lokasi yang saya rujuk menceritakan momen yang sama saat Musa mendatangi api yang ia lihat
      3. Jika ada yang bertanya apa firman Allah pada Musa pada saat itu?, maka kita bisa bertanya balik: firman menurut surat apa? karena ada 3 jawaban:
        • Dalam An-Naml, Allah berfirman:
          “Bahwa telah diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu, dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Dan Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam” | “Hai Musa, sesungguhnya, Akulah Allah, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana dan lemparkanlah tongkatmu” | dan seterusnya …
        • Dalam Al-Qasas, Allah berfirman:
          “Ya Musa, sesungguhnya aku adalah Allah, Tuhan semesta alam dan lemparkanlah tongkatmu.” | Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seolah-olah dia seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. | (Kemudian Musa diseru): “Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman. Masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia keluar putih tidak bercacat bukan karena penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila ketakutan, maka yang demikian itu adalah dua mukjizat dari Tuhanmu (yang akan kamu hadapkan kepada Fir´aun dan pembesar-pembesarnya). Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang fasik”. | dan seterusnya …
        • Dalam Thahaa, Allah berfirman:
          “Hai Musa.Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada dilembah yang suci, Thuwa. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). [13]
          Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu jadi binasa”. | dan seterusnya …
      4. Problemnya adalah, kok bisa muncul 3 firman yang berbeda dari peristiwa yang satu dan Allah yang satu?

      Oh ya, saya tidak menanggapi poin 1 sampai 7 pernyataan anda. Itu tidak relevan dengan tulisan saya.

      Keep focus bung! tetap semangat!
      Terima kasih…

      • amin berkata:

        Jk dlm sirah yg bermakna mu’tasabiyat spt 3 sirah diatas tidak ada pertentangannya,, lalu yg admin masalahkan dimananya ??

        • Judhianto berkata:

          @Amin: yang mengatakan ada pertentangannya ya siapa? silakan baca dulu dengan seksama.
          Ini seperti Cecep menceritakan dalam tiga kesempatan berbeda, bahwa Budi pada saat lebaran kemarin berkata:
          1. “A nakal, bodoh dan bebal”
          2. “A bebal, nakal dan bodoh”
          3. “A bebal, bodoh, nakal lagi”
          Ketiganya sama dan tak bertentangan, tapi soalnya adalah yang benar-benar dikatakan oleh Budi saat lebaran itu yang mana?
          Cecepnya pikun atau ngarang-ngarang?

          Ini seperti yang dituliskan Qur’an, peristiwanya satu kok detilnya ditulis berbeda di 3 lokasi di Qur’an. Ada yang pikun? ada yang salah tulis? atau apa?

  15. sak karepmu berkata:

    Saya sebelum membaca artikel mas yudi saya sudah punya pandangan yang hampir mirip dengan mas yudi tetang agama dan atribut2nya. Saya sering dengar ustad2 menjual obat batin dengan penafsirannya sendiri2 dan cara2 masing2 untuk menarik pembeli. Kenapa saya tidak tertarik mempelajari agama, karena staknan alias tidak berkembang. Dibuai dengan cerita gombal yang tidak ada buktinya sama sekali. Kalau kita belajar sejarah masuknya islam, islam bisa berkembang di indonesia pada saat wali2 sebekumnya tidak laku karena dengan cara kekerasan zaman majapahit maupun sebelumnya. Menilik laki dari keilmuwan, sangat tidak rasional dengan janji2nya tentang surga dan neraka (lemah rohannya). Lebih banyak belajar mengkambing hitamkan allah dari pada berpikir rasional dan sehat. Coba saja setiap ada masalah kita diajarkan dengan penyelesaian yanh bodoh tuhan sedang memberi cobaan pada kita tanpa pernah belajar dengan detail “kenapa begini”. Hadist ini memberi pelajaran buat saya. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” QS 13:11. Saya tidak usah panjang lebar, jelasnya susah senang yang menentukan diri kita. Tuhan tidak pernah ngurusintakdir kita. Mau percaya atau tidak itu urusan masing2 yang penting kita saling mengormati dan menghargai pendapat setiap orang tanpa harus mengakimi. Kalau kita tidak pernah berpikir, hanya menjadi corong maka niscaya kita akan selalu menjadi orang bodoh dan selalu di bodohi pemuka2 agama yang hanya pinter berceita tanpa pernah bisa membuktikannya.

  16. sak karepmu berkata:

    Tambahan bahwa pemuka agama dan kitab2 agama adalah hasil dari imajinasi manusia atau hasil karya manusia adalah kalau kita mau belajar dari runtutan sejarah jangan hanya membaca dari kitab suci saja bisa jadi kita katak dalam tempurung. Dinosaurus tercipta duluan sebelum manusia ada. Lalu alam berevolusi dan muncul manusia kera primitif yg terus berevolusi seiring berjalannya waktu memperbaiki tampilan dlm sgala hal hingga bisa berpikir dan menciptakan agama dan teknologi sampai dengan sekarang. Bahkan kita sekarang juga sedang mengalami proses evolusi tanpa kita sadari. Makanya kalau surat dalam quran itu berbeda wajar lawong hasil karya manusia.

  17. titanicghost berkata:

    pengamatan yg bagus pak. sepertinya kita sejalan. semoga umat manusia tetap damai

  18. Fahri berkata:

    Gus Miek (almarhum) dalam Suluk Jalan Terabang disebutkan berkata (kurang lebih)…huruf hijaiyah itu ada banyak, ada ba’, ada jim ada dhot, begitu juga dengan seseorang, ada orang yang ilmunya sampai ba’, ada ilmunya sampai jim, ada juga yang sampai dhot. Seseorang yang ilmu seperti itu tidak nyambung kalau diomongin ilmunya ta’, ilmunya hamzah dan ilmunya ya’.

  19. utthank abe berkata:

    Ada yg ngutip artikel ini di forum debat agama di fb. Berikut tanggapan zalah zeorang member:

    Al-Qur’an sering mengulang satu kisah yang sama dan terpisah dalam berbagai surat dengan memuat informasi dengan penekanan yang berbeda, tergantung thema dari surat tersebut. Kadang satu informasi dimuat sedangkan yang lainnya tidak disebutkan, demikian sebaliknya. Kalau melihat keutuhan kisah tersebut bisa diambil semuanya dan digabungkan :

    1. Musa mendekati tempat yang dia lihat ada api disana.
    2. Allah memperkenalkan diri-Nya.
    3. Musa disuruh memuka terompah karena berada ditempat suci.
    4. Allah menginformasikan bahwa Dia telah memilih Musa.
    5. Allah bertanya apa yang ada ditangan Musa, lalu Musa menjawab itu adalah tongkatnya.
    6. Allah menyuruh Musa melemparkan tongkat tersebut.
    7. Tongkat menjadi ular.
    8. Musa ketakutan dan lari menjauh.
    9. Allah memanggil Musa dan menyatakan supaya dia jangan takut.
    10. Allah menyuruh Musa untuk memegang tongkat yang sudah menjadi ular tersebut.
    11. Allah mengembalikan ular menjadi bentuk semula, yaitu tongkat.
    12. Allah memberikan keputusannya kepada Musa bahwa dia telah memilih Musa menjadi Nabi.

    • Judhianto berkata:

      @Utthank Abe: untuk, tiga lokasi Qur’an yang menceritakan momen tersebut, saya coba ringkas lebih lanjut dialog yang terjadi:

      [A] An-Naml [B] Al-Qasas [C] Thaahaa
      1. Allah memperkenalkan diri 1. Allah memperkenalkan diri 1. Allah memperkenalkan diri
      2. Perintahkan lempar tongkat 2. Perintahkan lempar tongkat 2. Perintahkan lepas terompah
      3. Beritahu bahwa itu tempat yang suci
      4. Beritahu bahwa Allah memilih Musa
      5. Tegaskan keesaan Allah
      6. Perintahkan menyembah dan shalat
      7. Beritakan kiamat serta balasan atas yang diusahakan
      8. Perintahkan jangan mengikuti nafsu
      9. Menanyakan yang dipegang Musa – Musa menjelaskan tongkatnya
      10. Perintahkan lempar tongkat

      Kalau hanya melihat inti apa yang terjadi, memang bisa disusun seperti urutan 1 sampai 12, akan tetapi mengingat [A], [B] dan [C] adalah laporan detil dialog, maka tak satupun dialog yang boleh diubah (karena asumsi bahwa Qur’an sudah akurat). Untuk lebih akuratnya, silakan gunakan kalimat aslinya dalam bahasa Arab. Paling tidak ada dua momen sama yang diceritakan di 3 surat tersebut, momen tersebut adalah:

      • Allah memperkenalkan diri –> ada di [A.1], [B.1], [C.1]. Semuanya memiliki redaksi kalimat yang beda, Mana yang benar-benar diucapkan Allah?
      • Allah perintahkan lempar tongkat –> ada di [A.2], [B.2], [C.10]. Kalimat [C.10] beda dengan yg lain, Mana yang benar-benar diucapkan Allah?

      Cara yang beda juga bisa digunakan. Tulis saja semua detil dialog dari ketiga surat tersebut dalam potongan kertas untuk tiap kalimatnya, jangan ada yang dibuang atau diubah. Kemudian silakan susun ulang dalam satu urutan peristiwa, apakah bisa tersusun dialog yang wajar?

      • Secondface berkata:

        mas Judh,

        mari gunakan logika ………..
        1. logikanya cukup sederhana kq itu mas , 3 “nukilan” ayat tersebut tidak berada pada lokasi yg sama atau peristiwa / waktu yang sama dan ada yang melatar belakangi ,cuman perintahnya yang sama melmepar tongkat, 3 lokasi :
        a. Berada dekat api dan sekitarnya
        b. Perintah lempar tongkat di istana fir aun
        c. Di bukit Thuwa

        coba di cek lagi……

        2. kedua masalah redaksi dan dialog, bahasa qur’an sifatnya universal,dan logikanya apakah dialog pencipta dengan makhluk sama dengan dialog makhluk dan makhluk….dialog manusia dengan jin..atau dialog manusia dengan dirinya sendiri….

        Tinggal dari masing2 pribadi/kacamata pribadi mau memaknai alqur’an dari mana? mau di jadiin apa?

        dan prinsip2 pengambilan hikmah/penafsiran dan pemaknaan qur’an lebih detail ada di bagian pelajaran khusus seperti nahwu,shorof,mantiq dan lain sebagainya.

        3. ketiga buat referensi aja , bahasa qur’an ada yang tersurat, tersirat dan tersuruf

        • Judhianto berkata:

          @Secondface: saya komentari komentar anda:

          1. Silakan baca lengkap di Qur’an untuk keseluruhan 3 lokasi ayat tersebut. Yang saya cuplik hanyalah bagian dialog, dibagian narasinya jelas peristiwa tersebut terjadi di tempat yang sama, ketika Musa melihat api di bukit dan mendekatinya.
          2. Bagaimana anda bisa berkomentar “masalah redaksidan dialog, bahasa qur’an sifatnya universal”, lha wong untuk komentar nomor satu saja anda tidak baca sendiri di Qur’an?
          3. “bahasa qur’an ada yang tersurat, tersirat dan tersuruf” — mengingat pendapat anda di poin 1 dan 2 tanpa baca sendiri Qur’an-nya, benarkah ini berdasarkan pemahaman anda? atau hanya kata indah yang anda ingat?
      • Syamsul Arifin berkata:

        Mas Judhianto
        Sepertinya anda lebih tahu bagaimana seharusnya kisah Musa itu disampaikan daripada Alqur’an.. Ini benar-benar luar biasa sekali..

        Anda perlu tahu, bahwa Alqur’an disampaikan untuk semua manusia dari semua golongan..
        Tuhan maha tahu bahwa cara berpikir manusia satu sama lain tidak sama..
        Anda cara berfikirnya sempit, sedang dan luas…
        Karena cara berfikir manusia ini tidak sama, maka Tuhan menyampaikan pesan-Nya juga tidak sama…

        Jika anda kebetulan orang yang berpikiran sempit, maka bacalah kisah Musa secara singkat saja..
        Jika anda kebetulan cara berfikirnya agak luas, maka renungkan kisah Musa diayat yanglain..
        Dan jika anda benar-benar berfikiran sangat luas, mengenal tempat suci dan agama, maka renungkan kisah Musa di ayat lainnya lagi…
        Beginilah cara Alqur’an mendidik manusia….

        • Judhianto berkata:

          @Syamsul Arifin: pendapat anda tentang saya tidak penting, artikel ini tentang tidak akuratnya detil dalam kisah di Al-Qur’an.

          Silakan tunjukkan bahwa anda memahami tulisan orang lain, dan berkomentar pada topik masalahnya – bukan mengomentari penulisnya.
          🙂

      • Adkhan Sholeh berkata:

        Quote:”….. Mana yang benar-benar diucapkan Allah?”

        Tanggapan saya:
        Apa yang menghalangi Allah SWT utk membuat 3 redaksi itu semua benar-benar diucapkan-Nya? Apa yang menghalangi Allah SWT utk membuat 3 redaksi yang berbeda? Kalau mau dibuat 30, 300, 3000, atau berapapun Allah Mahakuasa. Tak ada halangan bagi-Nya.

        Kalau Allah SWT menghendaki kejadian itu berulang 30, 300, 3000, atau berapapun, apa yang menghalangi Allah SWT dari hal demikian? Dengan tiap kejadian dialognya berbeda-beda sekalipun. Dengan logika sederhana saja, seorang sutradara bisa mengulang-ulang suatu adegan film hingga berkali-kali. Sangat mungkin para pemain mengucapkan dialog yang berbeda dari satu waktu ke waktu lainnya.

        Lebih dari itu, dan ini yang terpenting, mencoba memahami bagaimana sifat/wujud/perkataan Allah SWT untuk selalu sejalan dengan logika manusia, maka alangkah kecilnya Allah SWT. Subhaanallah, Allah Maha Sempurna. Allahu Akbar, Allah Maha Besar. Bagaimana mungkin sifat/wujud/perkataan Allah SWT harus sesuai (baca: tunduk) pada logika manusia?? Padahal manusia di hadapan Nya tidak ada apa-apanya?? Di mana kebesaran, keagungan dan kesempurnaan-Nya??? Alangkah aneh kalau tuhan yang tak bisa lebih besar dari jelajah akal manusia.

        • Judhianto berkata:

          @Adkhan Sholeh: oke deh, jadi menurut anda, 3 dialog berbeda itu semua semacam script adegan imajiner? jadi bisa tak terbatas versinya, karena cuma memang imajiner? bukan fakta? oke sip … 😀

          • Adkhan Sholeh berkata:

            Script? Itu kan level manusia. Apakah Allah masih perlu script? Bicara yang lain saja. Wujud manusia butuh tempat, butuh ruang. Masak zat Allah juga butuh ruang? Allah kan tidak memerlukan sesuatu. Kalau Allah butuh sesuatu, sama dong dengan makhluk. Padahal Allah SWT itu Alkhaliq, Sang Pencipta.
            Singkatnya, bagi Allah – wa huwa ‘alaa kulli syain qodiir – tidak ada yang tidak mungkin baginya. Mau pakai skenario yang sesuai akal manusia maupun tidak. Manusia terlalu lemah utk menjangkaunya.

          • Judhianto berkata:

            @Adkhan Sholeh: lho saya gak bicarakan keperluan Allah kok, saya hanya tunjukkan fakta bahwa untuk satu peristiwa, Qur’an mencatatkan detilnya dalam 3 versi yang berbeda.

            Jika ditambahkan masukan anda maka ada beberapa penjelasan berikut:

            1. Detil Qur’an salah
              • a. Allah lupa detilnya hingga berfirman 3 kali dengan detil yang beda
              • b. Nabi yang lupa dan Allah yang tak mengecek lagi Qur’an hasilnya
              • c. Allah dan Nabi sudah benar, tapi Qur’an itu salah salin selama ini.
            2. Qur’an benar, tapi memang ada 3 peristiwa yang beda dialami Nabi Musa.
              Kisah Nabi Musa harus diedit lagi dengan informasi baru bahwa Nabi Musa pernah 3 kali melihat api dan berdialog dengan Allah – bukan cuma sekali
            3. Masukan anda –> Tidak ada yang tak mungkin bagi Allah – wa huwa ‘alaa kulli syain qodiir.
              Allah mau buat redaksi 3, 100 atau bahkan sejuta tak ada halangan bagi Allah, mengenai manusia yang gagal paham kenapa peristiwa yang satu kisahnya ada berbagai versi, itu bukan urusan Allah. Kita saja yang goblok, kok menyangka Allah itu sosok yang masuk akal dan bisa dimengerti manusia kisah-kisahnya. Kalau Allah sudah ngomong, ya di-iyain saja, perkara gak masuk akal atau konyol, mau pakai skenario yang sesuai akal manusia maupun tidak. Manusia terlalu lemah utk menjangkaunya.
  20. Hamba Allah berkata:

    Jk membaca dan memahami alquran hanya krn dengki mk Allah tutup mata, hati dan telinganya shg tdk ada yg bemanfaat apa yg dibacanya dlm Alqur’an ttpi jk membaca dan memahami Alqur’an krn ingin mencari hidayah mk Akan Allah bk mata, hati dan telinganya dan orang yg memeluk islam krn hidayah adalah orang yg berilmu dan smakin memahami Alquran smakn ia mencintainya.krn Islam adalah satu-satunya agama yg paling sempurna dlm pandangan Allah smoga makar anda menjadikan hidayah anda dari Allah krn jk anda membacanya tanpa rasa dengki Insha Allah…Allah akan memberi hidayah untuk anda dan bertaubatlah kpd Allah slama anda masih dpt menikmati hidup anda dan jangan sampai anda menyesal dikemudian hari krn Allah sangat Maha pemaaf kpd hambanya yg mau bertaubat

    • Judhianto berkata:

      @Hamba Allah: tulisan saya berbicara tentang teks yang ada di Qur’an, anda bisa buka Qur’an anda sendiri untuk mengeceknya.

      Kok anda membicarakan kedengkian?

    • bima berkata:

      Aduh isinya kok cuma ancaman, sepicik itukah allah yang anda sembah dan kenal (kenalnya kapan dan dimana), bila allah maha segalanya, kita mau berbut apa saja allah pasti memaklumi dong, atau hanya manusia sendiri yang hobynya mereka2 tentang allah dan quran. Serta membuat ancaman2annya sendiri untuk dirinya sendiri. Kalau masalah quran beda wajar aja mas, yang buat manusia juga. Apalagi di saat itu pelum ada komputer. Jadi ketelitian serta akurasi menyusunnya masih kurang.

Perkaya tulisan ini dengan pendapat Anda

error: Hargai hak cipta penulis !!
%d blogger menyukai ini: