Imperium yang dibentuk Rasulullah Muhammad merupakan pencapaian yang luar biasa.

Bagaimana tidak, Muhammad bukanlah seorang pewaris kerajaan, dia berangkat dari nol, dan dalam 23 tahun membangun sebuah imperium besar di wilayah yang sebelumnya tidak punya tradisi mendirikan kerajaan besar.

Apa penggerak luar biasa yang digunakannya?

Bangsa Yahudi dan Obsesi Ratu Adilnya

Ajaran yang dibawa Muhammad adalah kelanjutan ajaran yang sampai kepada bangsa Yahudi, ajaran yang disampaikan oleh Ibrahim dan Musa. Memahami bangsa Yahudi akan membantu kita untuk bisa memahami ajaran Muhammad.

Bangsa Yahudi dulu pernah menjadi bangsa yang kuat dan mandiri, paling tidak dari ingatan sejarah mereka yang terekam dalam Perjanjian Lama.

Mereka merasa jaya ketika dipimpin oleh Sulaiman, yang pada masa jaya itu, seolah-olah semua kekayaan dunia mereka punya, kekuasaan mereka mendapatkan restu dan pengawalan dari langit. Tuhan sendiri mengatakan bahwa mereka adalah bangsa pilihan. Tapi itu dulu.

Berabad-abad kemudian setelah masa jaya Sulaiman, bangsa Yahudi adalah bangsa lemah yang tak mampu mempertahankan negaranya sendiri. Mereka bergiliran dijajah oleh bangsa-bangsa tetangga mereka yang jauh lebih kuat. Bergilir bangsa Asyiria, Babylonia, Persia dan Romawi menguasai mereka, menginjak-injak mereka.

Mereka melawan, namun ternyata kekuatan mereka bukan apa-apa bila dibandingkan bangsa penjajah itu. Yahudi kalah, bertubi-tubi.

Yahudi bangsa yang tak berdaya, dan seperti umumnya bangsa yang tak berdaya, mereka mengharapkan keajaiban datang.

Bila di Indonesia, masyarakat yang tak berdaya memimpikan Satria Piningit atau Ratu Adil yang akan datang membereskan semua masalah, maka bangsa Yahudi mengharapkan datangnya seorang Mesiah yang akan menghancurkan penindas yang zalim, menegakkan keadilan dan membebaskan mereka dari kesengsaraan.

Dalam perjanjian lama terekam puluhan ayat yang bisa ditafsirkan mengabarkan akan datangnya sang Mesiah yang akan memenuhi harapan bangsa Yahudi tersebut.

Dalam perjalanan waktu beberapa tokoh kuat muncul memimpin perlawanan terhadap penjajah. Mereka seolah datang untuk memenuhi kerinduan bangsa Yahudi akan Mesiah yang akan membebaskan bangsa Yahudi. Di wilayah Israel ada Judas Maccabeus (167–160 SM), Simon of Peraea (4 SM), Athronges (4–2 SM), Yesus (4 SM–30 M) dan setelah itu ada 6 orang lagi; tapi sejauh itu mereka gagal.

Dari para Mesiah itu, Yesus adalah yang paling menggemparkan karena gerakannya juga mengusung reformasi terhadap agama Yahudi. Di kemudian hari reformasi keagamaan Yesus malah menyebabkan terpisahnya pengikut Yesus dari induk agama sebelumnya yaitu Yahudi. Ajaran Yesus menjelma menjadi agama baru: Kristen.

Setelah pemberontakan yang gagal pada tahun 69M oleh John of Gischala (yang juga seorang Mesiah bagi sebagian orang Yahudi), penguasa Romawi sudah habis kesabarannya menghadapi bangsa Yahudi dan mimpi Mesiah mereka di Yerusalem. Romawi menghancurkan jantung keagamaan mereka, Kuil Solomon dan mengusir mereka semua dari Yerusalem, tanah kelahiran mereka.

Bangsa Yahudi tercerai-berai, terlunta-lunta sebagai pengungsi yang mencari keselamatan ke mana saja.

Setelah terusir dari Yerusalem, masih ada beberapa tokoh lagi yang muncul dan disambut sebagai Mesiah pembebas bangsa Yahudi. Yang terkenal adalah Simon bar Kokhba (135M) yang sempat mendirikan Negara Yahudi selama 3 tahun sebelum dilumatkan Romawi dan Lukuas (115M) yang mengobarkan pemberontakan Yahudi di wilayah Cyrenaica (Libya sekarang) dan juga akhirnya berhasil dihancurkan oleh Romawi.

Impian tentang Ratu Adil. Lukisan imajinasi yang menggambarkan kedatangan Yesus untuk memberikan keadilan di dunia.

Muhammad, Sang Ratu Adil

Di tengah harapan menunggu Mesiah yang tak kunjung tiba itu, Muhammad muncul di tanah Arab. Ia mengaku menerima wahyu dari Allah dan membenarkan apa yang pernah dikatakan nabi-nabi mereka, Ibrahim, Musa dan Isa serta seluruh rangkaian Nabi yang disebutkan dalam kitab-kitab mereka. Bagi bangsa yang merasa tersingkirkan dan kalah ini, ini adalah harapan baru.

Selama ini yang membuat mereka bertahan dengan Allah adalah keyakinan bahwa kesengsaraan mereka di dunia ini hanya sementara, karena kehidupan yang lebih hakiki adanya di akhirat. Dan Muhammad datang mengabarkan sesuatu penguat yang sangat gamblang tentang keyakinan mereka ini.

Akhirat, negeri harapan mereka yang hanya dikabarkan dalam kitab mereka, oleh Muhammad divisualisasikan dengan jauh lebih rinci. Dan yang lebih penting adalah konfirmasi bahwa benar dunia ini tak ada apa-apanya dibanding akhirat kelak. Muhammad mengabarkan bahwa sehari di akhirat setara dengan seribu tahun hidup di bumi.

Muhammad membawakan rincian yang sangat jelas tentang Surga dan Neraka.

Tentang Surga, Muhammad mengabarkan kebun-kebun sejuk penuh buah di antara sungai-sungai susu dan khamr yang bisa diminum sepuasnya, istana-istana untuk mereka, lengkap dengan bidadari-bidadari perawan yang disediakan untuk mereka, tentang kenikmatan tanpa batas.

Tentang Neraka, Muhammad menggambarkan lautan api, belenggu membara, kalung api, minuman nanah dan logam cair, tentang siksaan teramat pedih yang tak pernah henti.

Melengkapi wahyu dari Allah, Muhammad juga menceritakan peristiwa Isra’ Mi’raj yang menggambarkan kedudukannya di hadapan Allah dan para Nabi Yahudi lainnya.

Di kisah itu, Muhammad dibawa ke Yerusalem, di Kuil Sulaiman ia memimpin para Nabi anutan bangsa Yahudi menjalankan shalat. Para Nabi besar itu, yaitu Ibrahim, Musa, Yesus dan nabi lainnya menempatkan diri sebagai makmum, dan Muhammad sebagai imamnya. Setelah itu Muhammad langsung menembus langit untuk bertemu sendiri dengan Allah, sesuatu kehormatan yang tidak diperoleh nabi-nabi lainnya. Di kisah itu juga, Muhammad menceritakan pengalamannya dibawa tur oleh malaikat untuk mengunjungi Surga dan Neraka, melihat langsung dengan mata kepalanya sendiri betapa dahsyatnya kenikmatan dan hukuman yang ada di sana.

Yang tersirat dari kisah tersebut jelas. Di hadapan Allah, Muhammad memiliki kedudukan tertinggi di antara para Nabi-nabi lainnya, bahkan di atas kedudukan Nabi Ibrahim, Musa dan Yesus. Mematuhinya tentu memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan mematuhi Nabi-nabi lainnya yang tentu derajatnya berada di bawah Muhammad.

Setelah menjelaskan tentang Akhirat, Surga, Neraka dan kedudukannya di hadapan Allah dan para nabi, Muhammad menambahkan satu hal yang tak kalah pentingnya dalam dakwahnya, unsur “segera” dan “mendesak”. Yaitu kiamat yang sudah dekat.

Muhammad mengabarkan bahwa dunia kita tempati ini akan segera berakhir dalam peristiwa kiamat yang teramat dahsyat, lengkap dengan visualisasinya.

Diceritakannya huru-hara saat peristiwa kiamat, tentang suara yang memekakkan telinga, langit yang terbelah, bintang-bintang yang berjatuhan, gunung-gunung yang berhamburan. Diceritakan pula kepanikan manusia saat kiamat, unta bunting yang ditinggalkan pemiliknya, bahkan ibu-ibu yang mengabaikan bayi yang sedang disusuinya karena panik yang mencekam.

Kiamat yang tidak main-main dahsyatnya itu sangat dekat saatnya. Begitu tiba-tiba, dan bahkan Muhammad sendiri tidak diberitahu kapan tepatnya.

Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakr bin Abu Syaibah] dan [Abu Kuraib] keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami [Abu Usamah] dari [Hisyam] dari [ayahnya] dari [Aisyah] berkata: Orang-orang badui apabila mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam, mereka bertanya mengenai hari kiamat: Kapan akan terjadi? Beliau melihat kepada orang paling muda di antara mereka dan bersabda: “Apabila orang ini masih hidup dan ia belum tua, berarti kiamat kalian telah terjadi.”

Hadits Imam Muslim Nomor 5249

Tak perlu menunggu Nabi atau Rasul yang lain lagi, karena memang tak akan ada lagi, tak ada waktu lagi, kiamat sudah dekat. Muhammad-lah yang terakhir dan tertinggi kedudukannya di antara para Nabi, ikutilah dia.

Merintis Pijakan

Di kalangan penganut paganisme, cerita Muhammad tidak mendapatkan tanggapan yang luar biasa. “Itu hanya sekedar dongeng yang lain”, namun di kalangan penganut agama Samawi (Yahudi dan Kristen), Muhammad segera mendapat simpati.

Namun karena Mekkah merupakan pusat agama Pagan, tidak banyak yang bisa ia pengaruhi. Penganut paganisme mengabaikannya, tapi ini segera berubah saat ia mulai mencela berhala-berhala yang disembah kaum pagan. Segera ia dan pengikutnya mendapatkan teror dan intimidasi dari masyarakat Mekkah.

Di saat tekanan pada pengikutnya sudah tak tertahankan, Muhammad mencoba peruntungannya untuk mencari perlindungan kepada penguasa yang beragama samawi dari negara tetangga.

Pada tahun 615 M, Muhammad mengirimkan 2 kelompok pengikutnya yang keseluruhannya berjumlah 126 orang mengungsi ke Habasyah (Ethiopia) untuk mencari perlindungan kepada Raja Kristen yang di sana agar selamat dari teror dan ancaman dari para penyembah berhala yang ada di Makkah.

Ketika Raja Habasyah mendengarkan apa yang dikabarkan oleh Muhammad dari pengikutnya, ia menyimpulkan bahwa Muhammad menerima wahyu dari sumber yang sama dengan Yesus. Raja Habasyah bersedia memberi perlindungan pada pengungsi itu dan menolak permintaan penguasa Mekkah untuk menyerahkan mereka.

2 kali hijrah pengikut Muhammad. Ke Ethiopia dan ke Madinah

Di bawah tekanan dan teror penguasa Mekkah, Muhammad tidak melihat adanya kesempatan untuk mengembangkan ajarannya selama ia masih di kota itu. Ia mulai berusaha mencari pengikut dari luar Mekkah.

Pada tahun 519M, Muhammad mencoba untuk berdakwah ke kota Thaif yang terletak sekitar 80 km di Selatan Mekkah. Namun malangnya, penduduk Thaif yang sebagian besar menganut paganism, menyambutnya dengan lemparan kotoran dan batu. Muhammad terpaksa harus lari menyelamatkan diri. Dakwahnya ke Thaif gagal total.

Menggunakan cara lain, Muhammad mulai berusaha memanfaatkan musim haji, di mana para peziarah dari seluruh wilayah Arab berdatangan untuk melaksanakan ritual haji tahunan di Ka’bah.

Pada musim haji tahun 620M, ia berhasil memikat 6 orang dari kota yang didominasi penganut Yahudi, kota Yathrib (Madinah). Setelah mendengar wahyu disampaikan Muhammad, mereka berjanji bertemu lagi di musim haji berikutnya.

Tahun berikutnya (621M) mereka kembali, kali ini berjumlah 12 orang dan mereka mengikat sumpah untuk menjadi pengikut Muhammad. Peristiwa ini dikenang sebagai Bai’at Aqabah I. Untuk memperkuat ikatan ini, Muhammad mengutus salah seorang pengikutnya untuk mendampingi mereka berdakwah di kota Yathrib.

Dakwah ini sukses, karena di tahun berikutnya lagi (622M) mereka kembali dalam jumlah 75 orang untuk mengikat sumpah sebagai pengikut Muhammad. Ini adalah Bai’at Aqabah II. Dalam perjanjian kedua ini mereka menyatakan akan memberikan perlindungan keamanan penuh dan dukungan kepada Muhammad bila ia berada di Yathrib.

2 bulan setelah Bai’at Aqabah II, Muhammad memerintahkan pengikutnya untuk berhijrah dari Mekkah ke Yathrib dalam gelombang-gelombang kecil, ada 150 orang. Setelah pengikutnya selamat meninggalkan Mekkah, Muhammad didampingi Abu Bakar pergi sebagai gelombang terakhir yang menyusul hijrah ke Yathrib.

Di Yathrib, babak baru perjuangan Muhammad dimulai.

Ia segera menjadi penguasa de-facto kota Yathrib. Ia mengikat perjanjian bersama antara seluruh pengikutnya dan 8 suku Yahudi di kota Yathrib dalam satu kesatuan politik yang disebut Umat Mukmin yang dipimpinnya. Kita mengenalnya sebagai Piagam Madinah.

Nama Madinah (kota Nabi) dipakai untuk menggantikan Yathrib sebagai nama kota mereka. Di Yathrib, atau yang sekarang disebut Madinah, Muhammad mendapatkan pijakan baru yang kokoh.

Hijrah Menuju Kemenangan

Setelah peristiwa hijrah, keadaan berbalik 1800. Muhammad yang dahulunya lemah, terintimidasi dan seolah tanpa masa depan, berubah menjadi penguasa baru sebuah kota, pemimpin kesatuan politik yang terdiri berbagai suku.

Hijrah adalah satu tonggak penting, dan Muhammad memanfaatkan momen ini lebih jauh untuk sumber daya gerakannya. Melalui wahyu Qur’an yang disampaikannya, Hijrah perlahan berubah menjadi semacam syarat pengakuan keimanan seseorang.

Seseorang belum dikatakan bergabung total dalam umat Mukmin sebelum dia memutuskan berhijrah. Tanpa berhijrah, derajat mereka adalah rendah di sisi Allah, dan umat Mukmin tak dikenai kewajiban untuk melindungi mereka. Hijrah adalah inisiasi seseorang agar diterima dan memperoleh hak perlindungan penuh dari komunitas umat Mukmin.

Jika mereka bukan bagian dari penduduk Mekkah, kemana mereka harus berhijrah?

Hijrah kemudian mendapatkan makna sebagai meninggalkan kondisi dan ikatan lama mereka untuk total larut dalam perjuangan yang dipimpin Muhammad. Hijrah berarti menjadikan ikatan mereka pada harta benda dan keluarga harus ditempatkan di bawah kepentingan mendukung perjuangan Muhammad.

Sedikit banyak konsep hijrah yang seperti ini bisa kita lihat saat ini pada aktivis-aktivis beberapa pergerakan Islam. Ketika mereka berhijrah, mereka akan secara total menempatkan ikatan pekerjaan, keluarga, dan bahkan orang tua, di bawah prioritas mereka untuk berdakwah. Secara simbolis biasanya mereka kemudian mengganti nama asli mereka ke nama yang lebih Islami, seperti ketua FUI yang dulunya bernama Gatot berubah menjadi Muhammad Al Khaththath.

Bersama dengan bayangan kiamat dan surga yang seakan sudah di depan mata, maka mereka adalah orang-orang yang sadar betul bahwa mati dalam gerakan Umat Mukmin bukanlah suatu celaka, melainkan sebuah kunci emas menuju surga yang penuh dengan kenikmatan.

Hidup dan mati wajar justru mungkin sebuah petaka, karena mati bukan karena berjihad tidaklah bisa menjamin surga seseorang. Bagaimana dengan keluarga, anak atau istri? mereka tidak merasa perlu kuatir, sebentar lagi kiamat, masa depan tidaklah perlu dicemaskan.

Dengan segera, setiap lelaki yang sehat dalam Umat Mukmin berhijrah menjadi prajurit tanpa keraguan, menyongsong maut melawan musuh dan siap digerakkan ke mana saja dan untuk apa saja dalam komando Muhammad.

Dalam waktu singkat Umat Mukmin menunjukkan superioritas militernya di hadapan kekuatan militer lama yang sudah terlebih dulu mapan di jazirah Arab. Dalam masa 8 tahun serta 71 pertempuran (yang berarti satu pertempuran baru tiap 1,3 bulan), Umat Mukmin berhasil menguasai kota Mekkah dan kemudian tanpa terbendung menguasai hampir seluruh wilayah Arab.

Semangat berhijrah ini juga yang membuat negara Umat Mukmin yang baru seumuran jagung ini tak ragu menghadapi 2 front sekaligus melawan 2 imperium raksasa di jamannya yang sudah berumur lebih dari seribu tahun, Persia dan Romawi (Byzantin). Walaupun disela oleh wafatnya Muhammad dan perang saudara memperebutkan kekuasaan tertinggi, dalam waktu 30 tahun Imperium Persia habis total ditelan Kaum Mukmin, sedangkan Imperium Romawi 2/3 wilayahnya ditelan Kaum Mukmin.

Melalui dokumentasi lama dari Syria, Mesir, Yunani dan Armenia yang merekam peristiwa tersebut, mereka menyebut para penakluk dari Arab ini sebagai Mhaggraye – adaptasi dari kata Muhajirin – orang-orang yang berhijrah.

Nubuat Terakhir: Kerajaan Allah Menjelang Kiamat

Hal utama yang membuat Muhammad mendapatkan dukungan dari para penganut agama Samawi Arab adalah sosoknya yang memenuhi harapan mereka tentang seorang Mesiah atau Ratu Adil yang bakal menegakkan Kerajaan Allah di bumi, mewujudkan keadilan dan keamanan bagi manusia, serta mengembalikan Yerusalem ke tangan bangsa Yahudi, pemiliknya.

Harapan ini tidak sepenuhnya terwujud, karena Muhammad meninggal terlebih dahulu. Namun harapan ini tidak padam, pimpinan baru yang menggantikan Muhammad masih berusaha mewujudkan nubuat ini.

Di tahun 637 M, Umat Mukmin berhasil menguasai Yerusalem, namun negara yang aman-damai-tenteram belum terwujud karena mereka masih disibukkan dalam berbagai pertempuran melawan Imperium Persia dan Romawi.

Beberapa tahun berikutnya, Persia dan Romawi tidak lagi menjadi ancaman keamanan yang serius, namun yang terjadi kemudian adalah serangkaian perang saudara memperebutkan puncak kekuasaan Umat Mukmin.

Nubuat terakhir tentang negara yang aman-damai-tenteram di muka bumi yang diperintah berdasarkan aturan Allah dan mencakup kota Yerusalem, baru dirasa bisa tercapai di era pemerintahan Abdul Malik bin Marwan. Pada masanya, perang saudara yang mengoyak Umat Mukmin berhasil dipadamkan, tak ada lagi pimpinan pemberontak yang tersisa.

Nubuat terakhir sepertinya terwujud sudah, dan persiapan untuk tahap berikutnya diadakan.

Kubah Shakhrah, bangunan bersegi delapan dan berkubah emas yang dibangun di titik dimana Nabi Muhammad berangkat ke langit

Abdul Malik bin Marwan secara resmi menggunakan gelar Khalifah, menggantikan sebutan Amirul Mukminun yang selama ini dipakai sejak dari jaman Abu Bakar hingga penguasa sebelum dirinya. Ia memerintahkan pembangunan salah satu bangunan monumental Islam, Kubah Shakhrah (Dome of the Rock). Sebuah bangunan persegi delapan dengan kubah emas yang dibangun di Yerusalem.

Pemilihan tempat ini dapat dirunut pada kisah Isra’ Mi’raj yang pernah diceritakan Muhammad. Kubah Shakhrah didirikan di atas sebuah batu yang dahulu merupakan batu pijakan terakhir Muhammad sebelum melesat menembus 7 lapis langit untuk menghadap Allah. Ini adalah titik gerbang di bumi untuk perjalanan menuju langit.

Di dalamnya untuk pertama kalinya 2 kalimat syahadat diukirkan dalam sebuah bangunan.  Kubah Shakhrah bukanlah sebuah bangunan masjid, ia mirip sebuah aula, tempat menerima tamu. Dalam budaya Jawa, mungkin adalah sebuah bangunan Pendapa.

Abdul Malik bin Marwan mempersiapkan diri menghadapi momen puncak terakhir umat manusia. Ia sudah memakai gelar Khalifullah (wakil Allah) dan menyiapkan aula indah berkubah emas untuk sebuah acara: serah terima Kerajaan Allah di bumi pada utusan Allah yang akan datang dari langit dan setelah itu menyongsong kiamat.

Selanjutnya?

Bagaimana Islam sebagaimana yang kita kenal sekarang terbentuk, akan saya sampaikan dalam tulisan berikutnya.


Bacaan:

orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. (At-Taubah: 20)

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada yang hijrah), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Anfaal: 72)

Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong, (An-Nisaa’: 89)