Satu harta paling berharga yang dimiliki manusia adalah Pilihan Bebas.
Setiap saat manusia memutuskan apa yang dipikirkan atau dilakukan, secara sadar atau tidak sadar. Hidup kita saat ini adalah hasil pilihan-pilihan yang telah kita lakukan sampai saat ini sejak dari masa kelahiran kita.
Apakah segala sesuatu bisa menjadi obyek pilihan manusia?
Ya.
Apakah cara memandang Tuhan dan kehidupan termasuk dalam pilihan?
Ya juga…
Ciyus… miapah?
Ya ampun …
Apa yang bisa dipilih manusia dalam memandang Tuhan dan kehidupannya?
Manusia: Tikus Dalam Labirin
Ini adalah gambaran yang bisa kita tangkap tentang Tuhan dan kehidupan yang dipilih oleh para fundamentalis.
Siapa Tuhan dalam gambaran ini?
Tuhan adalah sosok maha kuasa, maha kaya, dan maha sempurna. Karena sudah sempurna, pasti Tuhan tak butuh apa-apa, tak punya keinginan apa-apa, karena Tuhan pasti sudah punya segala sesuatu.
Tuhan yang tak butuh apa-apa ini ternyata, pada satu titik waktu butuh menciptakan alam, hukum dan segala macam aturan. Setelah segala macam setting itu siap, manusia diciptakan dan dicemplungkan ke alam.
Manusia ini diberi kehendak bebas, yang boleh dikata hanyalah ilusi. Kenapa? karena jika ia memilih yang tidak disukai Tuhan, maka ia akan dihukum atas pilihannya itu. Ini seperti ungkapan: Kamu bebas pilih warna apa saja, asalkan putih (terus buat apa bebas?).
Apa peran manusia disini?
Manusia hanyalah penggenap pada segala macam aturan dan setting yang sudah disiapkan oleh Tuhan.
Manusia tidak ditanya atau dilibatkan Tuhan dalam menyusun aturan, akan tetapi manusia harus ikut aturan itu dalam hidupnya.
Yang pintar hanya Tuhan. Tuhan yang menciptakan segalanya, jadi hanya Tuhan yang tahu tentang kebenaran. Manusia adalah mahluk bodoh. Apapun yang diketahui manusia, baik itu dari nalarnya ataupun dari perasaannya; hanyalah ilusi dibandingkan dengan kebenaran sejati yang hanya diketahui Tuhan sang pencipta.
Tikus dalam labirin adalah analogi yang tepat untuk nasib kita.
Ya kita adalah tikus dan semesta ini adalah labirin rumit yang diciptakan oleh ilmuwan iseng yang menguji kita. Kenapa ilmuwan iseng? karena dia sudah tahu segalanya, jadi pasti tak butuh menguji apapun.
Ya kita adalah tikus malang yang diciptakan untuk celaka.
Bagaimana tidak malang, labirin yang kita lalui mempunyai banyak ujung, tetapi hanya satu yang berakhir di kotak keju (atau yang dinamakan surga), sedangkan ujung-ujung yang lain adalah kandang berisi kucing lapar (neraka).
Bagaimana tidak malang, Tuhan lewat pesuruhnya juga mengatakan kebanyakan tikus (manusia) akan tersesat (dan berakhir di kandang kucing lapar), hanya sedikit tikus (manusia) yang akan selamat karena berpegang teguh kepada petunjuk sang ilmuwan (agama yang lurus, tali Allah atau apapun namanya).
Bagaimana tidak malang, atas nasib sebagian besar tikus (manusia) yang dirancang malang, kita harus menyatakan bahwa sang ilmuwan adalah maha pengasih dan penyayang? Bukankah sang ilmuwan sudah merancang segalanya, juga nasib malang yang akan menimpa sebagian besar tikus?, apakah kita memang diperintahkan untuk berbohong juga?
Bagaimana kehidupan manusia tikus?
Satu hal pokok dalam pandangan para tikus manusia ini: manusia tidak penting, ia hanyalah penggenap keisengan Tuhan; manusia bodoh dan tak patut dipercaya pikirannya, karena hanya Tuhan yang tahu segalanya dan pandai.
Bodoh dan tidak pentingnya manusia menjadikan manusia harus dikalahkan manakala berhadapan dengan Tuhan, agama atau apapun yang bisa dilabeli “dari Tuhan”.
Kita tentu masih ingat konflik Israel – Palestina yang berlarut-larut. Disisi ujung kedua belah pihak berdiri ekstrimis Islam dan ekstrimis Yahudi, bagi mereka solusi akhir adalah kemenangan kebenaran (yang berarti pihak mereka) dan kehancuran iblis (yang berarti pihak lawan). Bagi mereka manusia dan kemanusiaan tidak penting dan bisa dikorbankan untuk meraih kedaulatan Tuhan (ironisnya Tuhan mereka adalah sama). Bagi mereka, diplomasi adalah basa-basi untuk memberi waktu mempersiapkan diri menyerang musuh. Jika kedua ekstrimmis ini masih dianggap penting di kedua belah pihak, maka perdamaian tidak bisa diharapkan terjadi.
Kita juga ingat Taliban yang menembak gadis 14 tahun karena bersekolah dan memberi semangat para gadis untuk bersekolah. Menurut Taliban, hukum syariah yang berasal dari Allah melarang wanita untuk sekolah.
Kita juga ingat sebuah sekte Kristen di Amerika yang beberapa tahun lalu dibubarkan aparat keamanan karena memaksa para gadis untuk hidup dalam perkawinan poligami. Menurut mereka itu adalah cara berkeluarga yang dikehendaki Tuhan.
Apa alasan mereka? hak Tuhan diatas hak manusia. Jika Tuhan berkehendak, manusia harus dikalahkan.
Dengan pandangan ini, para tikus sangat meresahkan dan mengancam manusia yang lainnya.
Ancaman ini nyata, ribuan nyawa telah melayang, ribuan orang terusir dari rumahnya; semuanya karena adanya upaya “meluruskan” manusia dari ilusi bahwa manusia penting dan mampu mengatur dirinya sendiri.
Apa perlunya agama yang menjadikan manusia sebagai tikus dalam labirin?
Manusia: Dewa Semesta
Ini adalah pandangan optimis yang terasa berlebihan, tapi kemajuan yang telah dicapai manusia dan yang diramalkan di masa depan menggoda kita untuk berpikir bahwa ini adalah gambaran yang sesuai.
Siapa Tuhan dalam gambaran ini?
Tuhan adalah pencipta semesta, dan menugaskan manusia mewakili-Nya sebagai penguasa semesta. Manusia adalah Khalifah semesta ini.
Tuhan tak butuh apa-apa dari manusia, tidak butuh mau tahu dan turut campur pada kehidupan di semesta ini.
Tuhan mungkin membimbing peradaban manusia pada masa awal perkembangannya lewat para Nabi dengan dongeng agamanya, akan tetapi ketika pranata peradaban manusia sudah mampu menemukan jalan mengatur dirinya, Tuhan tidak lagi menurunkan Nabi atau dongeng agamanya.
Peradaban manusia yang dewasa sudah tak perlu baby siter (para Nabi).
Dewa Semesta adalah analogi yang cocok bagi manusia.
Kita adalah dewa, kita diperlengkapi dengan pusaka maha dahsyat, yaitu nalar dan metode ilmiah.
Kita adalah dewa, yang memiliki kemampuan untuk mengatur diri dan semesta ini dengan pusaka yang kita miliki
Kita adalah dewa, selain aturan yang kita sepakati diantara manusia, tak ada lagi aturan yang berasal dari kesadaran luar manusia yang harus kita patuhi.
Aturan dari luar manusia boleh tetap ada, tetapi manakala aturan itu sudah tidak sesuai dengan manusia, aturan itu harus ditinggalkan.
Bagaimana kehidupan manusia dewa?
Pusat pandangan manusia dewa adalah: manusia dan kemanusiaan adalah sangat penting.
Sebagai penerima mandat Tuhan, semua yang ada di semesta ini ditundukkan kedalam kerangka nilai-nilai manusia.
Salah satu manifestasi pentingnya manusia adalah semakin diterimanya nilai kemanusiaan universal di semua pemerintahan dunia, seperti: kebebasan berpendapat, persamaan hak dan kewajiban manusia didepan hukum, pembatasan dan pengendalian kekuasaan.
Nilai-nilai kemanusiaan ini bahkan secara umum sudah ditempatkan diatas agama yang dipercaya adalah kumpulan nilai-nilai yang diturunkan dari Tuhan.
Di Indonesia, anda dijamin haknya untuk melaksanakan ajaran-ajaran agama. Akan tetapi manakala ajaran-ajaran agama yang anda percayai mengancam kehidupan yang lain, maka anda dilarang untuk melaksanakan ajaran agama anda, sekuat apapun dalil agama yang anda miliki.
Sebagai contoh: hukum rajam, potong tangan, berjihad melawan kafir, perbudakan; mempunyai landasan hukum yang kuat dalam Qur’an dan Hadis, akan tetapi hukum itu tidak sesuai dengan masyarakat Indonesia yang majemuk dan modern. Jadi hukum Indonesia melarang anda untuk melaksanakan aturan-aturan agama seperti di yang saya sebut tersebut. Di Indonesia, hukum manusia ditempatkan di atas hukum Islam yang dipercaya berasal dari Tuhan.
Jadi bagaimana dengan hak Tuhan?
Bagi Prof. Dr. Khaled Abou El Fadl, profesor hukum Islam di Fakultas Hukum di UCLA, Amerika Serikat: Hak azazi manusia di atas hak azazi Tuhan. Pelanggaran hak asasi manusia tidak akan diampuni kecuali oleh orang yang bersangkutan, sementara hak asasi Tuhan diurus oleh diri-Nya sendiri. Manusia manapun tidak pernah diperkenankan membuat klaim-klaim yang dianggap mewakili hak Tuhan. Dalam konsep tauhid, Allah lebih dari mampu untuk melindungi hak-hak pribadi-Nya.
Bagi Gus Dur: Belalah kaum lemah yang tertindas (manusia) karena merekalah yang membutuhkan pertolongan, tidak usah repot-repot membela Tuhan, karena Tuhan lebih dari mampu untuk membela diriNya sendiri.
Dengan pandangan ini, manusia dibebaskan menentukan apa yang terbaik bagi kehidupan mereka sendiri.
Manusia tak usah terbelenggu dengan sesuatu yang diluar dirinya sendiri, manusia bisa menggunakan agama atau sesuatu yang lebih baik untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan mereka. Manusia adalah khalifah Allah di semesta ini. Jika Allah mengambil jabatan Tuhan, sudah cukup kalau kita menganggap diri kita Dewa semesta kita sendiri.
Tikus Dalam Labirin Atau Dewa Semesta?
Kedua pandangan ini akan selalu tetap ada. Anda pilih yang mana?
Saya sih pilih jadi Dewa…
Ciyus… miapah…
Sedaap, pemaparan yg renyah, saya benar2 menikmati tulisan ini. Lama saya memendam rasa ini, seringkali berfikir, rasanya tugas2 para tokoh agama tampaknya sudah diambil alih oleh para motifator, karena mereka sekarang lebih menawan ketimbang juru dakwah yg hanya berfmanfaat bagi satu golongan saja.
@Dizal: benar, kalau kita lihat di setiap khutbah Jum’at, peserta yang datang untuk tidur saat khutbah sangat banyak. Mereka datang hanya karena itu wajib.
Bandingkan dengan ceramah para motivator yang bahkan untuk hadir sebagai pendengar saja mereka harus bayar.
Assalamualaikum.
Mas Yudhi telah menyampaikan pemikiran yang diantaranya sesuai dengan hukum apa yang selalu diucapkan disetiap chotbah bahwa Tuhan adalah sosok maha kuasa, maha kaya, dan maha sempurna. Karena sudah sempurna, pasti Tuhan tak butuh apa-apa apalagi butuh sembahan kita, tak punya keinginan apa-apa karena Tuhan pasti sudah punya segala sesuatu, sebaliknya bahwa kitalah yang selalu harus diingatkan untuk menyembah Tuhan agar kehidupan kita ditolong Tuhan dan tentunya diridoi Allah SWT (ingat bilangan gaib i ).
Dan juga, Tuhan adalah pencipta semesta, dan menugaskan manusia mewakili-Nya sebagai penguasa semesta. Manusia adalah khalifah semesta ini, dengan demikian kami yang merupakan manusia itu, otomatis menjadi khalifah untuk dirinya sendiri. Dengan adanya kebudayaan yang berkembang di suatu daerah yang merupakan kesepakatan bersama maka kita harus mengikuti peraturan yang telah ditetapkan bersama agar kehidupan antara manusia menjadi lebih harmonis dan sejuk, paling tidak terjadi di daerah tersebut. Mengapa demikian, seperti apa yang terjadi di kebudayaan arab, kalau kita telusuri dengan bijak maka apa yang dikatakan oleh sarjana Arab Suliman Bashear berpendapat bahwa Islam dikembangkan sebagai sebuah agama secara bertahap, bukannya muncul dan terbentuk secara tiba-tiba dari mulut sang nabi, akan tetapi agama islam mengalami perkembangan menyesuaikan dengan jaman, apalagi dengan adanya hadis yang terbit 100 – 200 tahun setelah nabi meninggal, agama berkembang lebih nyata, dan tentunya sudah terpapar oleh keinginan politik.
Dalam bukunya yang berjudul Al-Hizb Al-Hashmi Wa Tasis Al-Dawla Al-Islamya (Kelompok Hasmit dan Dasar Negara Islam), Sayydi Mahamoud al-Qimmi menelusuri asal-usul agama Islam dari tokoh bernama Abd Al-Mutalab, kakek Nabi Muhammad. Beliau teringat kebesaran nabi Sulaeman, dan mengatakan “Jika Tuhan ingin mendirikan sebuah negara, maka Dia akan menciptakan orang seperti itu,” kata Abd Al-Mutalab sambil menunjuk putra²nya, dan diantaranya saat nabi masih bayi, dimana kakeknya berdoa dalam kabah agar anak yang dipangkuannya menjadi wali Tuhan di muka bumi arab seperti bangsa lain
Perkembangan budaya arab saat itu sudah ada sentuhan dari budaya sebelumnya seperti dalam menyembah Tuhan yang merupakan bagian dari agama Kristen yang kita kenal sebagai Al-Hanafiya adalah agama monotheis di jaman pra-Islam. Islam dianggap oleh masyarakat saat itu sebagai sempalan dari agama Kristen.
Kalau kita mau menelusuri sejarah dengan hati-hati dan bijak, yang artinya kita tidak berprasangka jelek dan hanya didasarkan pada pendapat suatu ilmu saja, maka apa yang disampaikan harus ditanggapi dengan bijak, juga seperti dikatakan bahwa Muhammad dianggap saat itu bukan sebagai pendiri suatu agama baru tetapi sebagai seorang pengkhotbah dalam tradisi Perjanjian Lama yang mengharapkan kedatangan seorang Mesias. Kata muhammad berarti orang yang dimulyakan, yang didambakan, yang berarti bahwa sang kakek memakai nama itu bagi cucunya, yang biasanya nama bagi seseorang baru lahir biasanya memakai nama Achmad.
Pendapat apa yang ditemukan (arkeologi) bahwa sudah terbukti uang logam terawal dengan motto MHMT muncul di Mesopotamia Timur di sekitar tahun 660 M, dan kemudian menyebar ke barat, dan uang-uang logam dua bahasa itu dicap dengan huruf MHMT di tengah dan kata Muhammad dalam tulisan Arab di bagian pinggir. Uang-uang logam ini mengandung simbol-simbol Kristen, misalnya selalu ada lambang salib, sehingga nama Muhammad sudah jelas harus dimengerti sebagai predikat Yesus, sama seperti Sanctus of the mass (pujian bagi Dia yang datang). Di sini, Muhammad berarti “dimuliakan” dan” terpuji” atau “Dia yang dimuliakan” dan “Dia yang terpuji”. Tulisan ini juga sama dengan tulisan yang terdapat di mesjid Dome of the Rock di Yerusalem, di mana gelar Muhammad diartikan sebagai Messiah, Yesus, putra Maryam, dan pelayan Tuhan.
Pendapat itu kita harus sikapi secara bijak, seharusnya agama itu dapat membimbing kita mendekat kepada Tuhan, dengan kata lainnya harus bersikap bijak, bukan menimbulkan permusuhan dan perpecahan. Banyak aturan agama bukan untuk kita terjebak seperti apa yang dikatakan mas Yudhi; bagaimana tidak malang, labirin yang kita lalui mempunyai banyak ujung, tetapi hanya satu yang berakhir di kotak keju (atau yang dinamakan surga), sedangkan ujung-ujung yang lain adalah kandang berisi kucing lapar (neraka).
Berbicara tentang surgapun tidak banyak diketahui, hanya dapat keterangan dari agama lain seperti Hindu, Budha, maupun Kristen lebih jelas sehingga tentunya terjadi kesalah pahaman seperti kalau kita masuk surga karena mati syahid, dimana disiapkan 72 bidadari perawan nan cantik untuk melayani kita. Menurut al-Qumni, perang yang begitu sering tak hanya didorong cita-cita luhur mati syahid, tapi juga impuls duniawi dan material seperti keinginan untuk mendapat harta rampasan (ghanîmah), perempuan, dan perbudakan. Berbicara mati syahid, maka sebagai balasannya dari Tuhan adalah suatu kenikmatan, misalnya houri, bidadari perawan yang kelak menunggu para syuhada yang saleh sebagai hadiah mereka di surga, disisi lain pada kenyataanya kata houri itu harusnya dapat juga diartikan atau diterjemahkan sebagai “kismis putih” , didasarkan pada kata ‘hur’, yang merupakan kata sifat dalam bentuk jamak feminin yang berarti “putih”. Dalam tradisi Islam menegaskan bahwa ‘hur’ istilah ini berarti “bidadari”, yang berarti perawan, tapi Luxenberg bersikeras bahwa ini adalah salah baca teks yang dipaksakan. Baik dalam bahasa Aram Kuno dan maupun setidaknya di salah satu kamus terpercaya Pada bahasa Arab awal, hur berarti “kismis putih”. Sepertipun pada jaman sekarang di daerah parahiangan suka memakai istilah untuk salah satu alat yang menarik disekitar itu dengan istilah kacang beureum, yang artinya clitoris. Jadi kismis putih nan lejat itu sepertipun kacang beureum di daerah parahiangan, yang hanya dipunyai oleh perempuan perawan alias bidadari, yang bupati garut merasa kesemsemnya ……… hheehhheeeeee
Timbulnya salah pengertian dan pertentangan, yang memang dikembangkan dengan sengaja oleh para pemuka agamanya sejak awal sampai kiwari, tentunya akan menimbulkan benturan-benturan dikemudian hari, sehingga mas Yudhi dengan cerdas membuat perumpamaan seperti itu, dengan demikian kita seharusnya menyadari bahwa pada peradaban manusia yang berkembang dewasa ini sudah tentu tak perlu baby siter (para Nabi), yang diperlukan adalah orang bijak yang bisa menafsirkan kitab suci dengan bijak seperti mas Yudhi ini, wkwkwkwk.
Wassalam.
@H. Bebey: terima kasih untuk memberikan referensi dari karya al-Qimmi.
Saya sendiri belum membacanya, namun dari beberapa ulasan, sepertinya sangat menarik. Sayang al-Qimmi keburu diberikan fatwa hukuman mati, dan sukar mendapatkan salinan bukunya.
jadi dewa emang pilihan..
@Kasamago: terima kasih, mungkin suatu saat kita perlu membentuk klub para dewa (sambil mendengarkan lagunya Dewa19) 🙂
Mas… Tulisannya terlalu menyederhanakan masalah. Masa Tuhan diibaratkan seorang ilmuwan iseng? Katanya mempersamakan Tuhan dengan makhluk adalah musyrik (walaupun saya tidak menuduh mas Judhi musyrik). Bukankah pada tulisan yang lain mas Judhi mengatakan bahwa Tuhan tidak terdefinisikan. Bahkan antara ada dan tiadanya tidak dapat dijelaskan. Demikian juga kehendak-kehendakNya tidak bisa dipahami dengan logika sederhana seperti tulisan diatas.
Walaupun demikian, tulisan di atas memberi jawaban sederhana atas banyak pertanyaan orang-orang. Terima kasih telah membaca respon saya.
@Cahyadi: benar, memang ini adalah gambaran terlalu sederhana memandang kehidupan manusia. Akan tetapi ini disusun dari mosaik2 yang disediakan agama.
Bukankah Tuhan tak terdefinisikan hingga tak bisa disamakan dengan mahluk apapun (dalam hal ini ilmuwan iseng)? Benar juga.
Tuhan tak bisa dibuktikan adanya lewat sains-empirik, hingga gak salah kalau ada yg bilang tidak ada.
Untuk yg tidak bisa diuji, deskripsi apapun tentangnya tak bisa diuji juga.
Jika manusia butuh Tuhan dalam hidupnya, maka deskripsi apapun tentang Tuhan bisa dipakai – toh semuanya gak bisa diuji/dibuktikan.
Tulisan ini menunjukkan sisi ekstrim pandangan tentang Tuhan dan kehidupan.
Gak ada yang salah atau benar tentangnya – toh gak bisa diuji. Yang ada hanyalah mana yang bermanfaat bagi manusia (=hidup anda). Silakan pilih, atau buat sendiri gambaran yang sesuai menurut anda.
Terima kasih.
Maha benar Allah dengan segala firmannya.. maha salah manusia dengan segala tafsirnya 🙂
@Mr: komentar anda pasti salah total! … kan manusia maha salah ..
Terima kasih. 🙂
entah kenapa saya lebih tertarik menjadi tikus dalam labirin. lebih menjadi seperti yang seharusnya aja. saya ingin jadi tikus yang nurut apa kata ‘ilmuwannya’ menghindari apa yang udah ‘ilmuwan’ tetapkan. toh endingnya juga bagus kan, kita akan menemukan ladang keju.
@Nurul: kalau anda yakin bahwa pilihan anda bisa membawa kebahagiaan bagi anda, ya pegang erat pilihan itu.
Hidup anda adalah pilihan anda. Yang bahagia atau sedih adalah anda sendiri. Jadikan kelak anda bisa bangga dengan pilihan anda dan tidak menyesalinya.
Jadi, sebagus apapun – serasional apapun pandangan orang lain, tak berguna kalau tak bisa membuat anda bahagia menjalani hidup ini.
Terima kasih.
Jodoh dan rejeki, kita yang memutuskan, bukan tuhan. Susah dan senang juga kita yang merencanakan bukan tuhan. Kita tidak bisa meminta kepada tuhan, naif kalau semua dibebankan tuhan. Coba aja minta sesuatu yang kita inginkan pada tuhan ada yang pernah diberi! Kalau kita percaya adanya tuhan, sukuri dengan apa yang diberikan, pikiran tuk berpikir, kaki dan tangan tuk melaksanakan. Sip artikelnya mas.
Nasib kita didunia ini adalah hasil campuran dari usaha kita mengontrol apa yang bisa kita kontrol dan dari segala sesuatu diluar kontrol kita.
Pada masa lalu, kesehatan, rejeki, keamanan adalah sesuatu yang diluar kontrol kita dan tak teramalkan.
Saat ini dengan teknologi dan pendidikan, semakin banyak wilayah yang bisa kita kontrol.
Akan tetapi sesuatu yang diluar kontrol akan tetap ada sampai kapanpun, walaupun menjadi semakin sedikit. Disanalah Tuhan masih tinggal.
Dua puluh tahun yang lalu, saya pernah berpikir hal yang senada dengan pikiran bapak.
saya berpikir Tuhan sedang bermain catur VS Iblis/Setan. sedangkan manusia adalah bidak diatas papan catur. Tuhan menang kita jadi anak Tuhan (Baik/alim/sholeh dll dsb dst), kalo iblis menang maka kita jadi anak iblis (jahat/nakal/brengsek dll dsb dst).
manusia sesungguhnya tidak mampu menentukan pilihannya sendiri (tulisan diatas mengatakan, pilihan bebas adalah ilusi) Saat itu saya setuju dengan pernyataan ini.
Ehm.. namun sekarang sudah berbeda.. pikiran tersebut sudah hilang..pilihan bebas bukan lagi ilusi.
lho koq bisa ..???
jawabannya sederhana saja…
karena saya sudah keluar dan lompat dari papan catur nya.. hahaha..
@Joseph: keluar dari papan catur? haha.. pilihan bijak.., walau saya lebih memilih menjadi dewa di papan catur itu – toh sudah terlanjur masuk papan catur. 😉
@Judhianto : Jika masih didalam papan catur, maka peraturan papan catur lah yang berlaku.
tidak ada posisi dewa disana, pak .. 🙁
jadi mohon maaf, bapak tidak bisa jadi dewa disana..atau bapak akan di cap sebagai murtad, musyrik .. haha..
saya keluar dari papan catur, jadi saya bisa duduk setara dengan sang ilmuwan dan lawannya.. dengan demikian saya bebas memilih untuk tetap menonton papan catur atau meninggalkan mereka berdua yang tetap berkutet dengan dunianya..
lalu saya buka website https://www.nontondunia.net sajalah… yang sepertinya lebih asyikk untuk ditonton..
kalo saya capek.. yah duduk diam saja.. tetap menyaksikan betapa indahnya alam semesta ini sambil senyum senyum sendiri.. dengan begini akan membuat saya lebih berbahagia.. hahaha..
itulah pilihan bebas sejati !
@Joseph: eits… jangan salah… dewa tidak sama dengan bidak catur! rombak total aja aturannya
Sang ilmuwan? itu partner saya (bila ia ada) 🙂
Mas Judhi, tadi aku ketemu sang Ilmuwan, katanya kirim salam buat mas judhi. trus Buku Abdhidhamma jangan lupa di explore yah.
katanya setelah explore Abdhidhamma, tulisan mas judhi akan menjadi semakin Hot dan semakin berbobot.. Cia You!
(note : 加油 !Cia You = Tambah minyak ! artinya “tambah bahan bakar” biar bisa ngebuuut !!)
Salam Sukkses..!
hanya sebuah persepsi….
Di alam semesta ini semua serba berpasangan.Ada siang ada malam.Ada pria ada wanita.Ada budak ada tuan.Ada hamba ada Tuhan.Karena fitrah manusia selalu mencari Tuhanya dan tak mungkin ketemu.Karena Tuhan tak terjangkau akal panca indra.Karena sang ilmuwan mencari Tuhan dan tak pernah ketemu maka Dia berkata,janganlah engkau mencari Tuhan.Jadikan aku tuanmu dan juga Tuhanmu.Karena aku adalah Tuhanmu maka turutilah semua perintahku,tak perduli walaupun kamu akan menjadi bodoh karenanya.Dan memang itu tujuanku agar kamu menjadi bodoh.Agar aku tetap menjadi tuanmu selamanya.Karena akulah SANG TUHAN ITU. SUNGGU EGOISME YANG SANGAT TINGGI.