Anda kenal Sistem Khilafah?
Ini adalah magnet luar biasa bagi banyak kelompok Islam untuk mendapatkan dukungan dari para muslimin di Indonesia. Mulai dari mereka yang benar-benar melakukan gerakan nyata mewujudkannya seperti DI/TII, JI, NII, Hizbut Tahrir atau yang secara tidak langsung mendukungnya seperti FPI, FUI, MUI dan PKS.
Bagi mereka, hukum Islam yang datang dari Allah dan ditegakkan dalam negara Khilafah adalah superior diatas semua hukum manusia. Jadi bila Indonesia menerapkan sistem khilafah, pasti semua permasalahan di negeri ini akan teratasi. Detilnya bagaimana? tidak jelas..
Sudahlah, saya tidak membahas lebih lanjut tentang detil negara khilafah dan bagaimana bisa diterapkan di Indonesia. Saya akan menuliskan bagaimana Negara Khilafah dalam catatan sejarah dunia.
Khilafah di Masa Rasulullah
Negara Islam secara efektif berdiri setelah Nabi berhijrah dan membentuk pemerintahan di kota Madinah.
Bagaimana struktur pemerintahannya?
Nabi tinggal di samping masjid, salah satu kegiatan rutin beliau adalah memberi pengajian di masjid dengan audience-nya adalah jamaah muslim yang ada. Bila ada masalah kenegaraan, Nabi dan para sahabat membahasnya ditempat itu juga dengan audience yang sama. Nabi menerima laporan dan memberikan perintah negara di masjid beliau.
Menjadi kepala negara sepertinya adalah pekerjaan sambilan Nabi. Nabi tidak memusatkan perhatiannya untuk membangun institusi kenegaraan yang mengurus negara. Tidak ada pos-pos kementrian, tidak ada organisasi militer, tidak ada tentara dan aparat yang digaji negara.
Pengurusan negara dilakukan seperti sebuah kepanitiaan. Jika ada suatu proyek negara, misalnya perang, pengumpulan zakat dan lain-lain, nabi menunjuk seorang sahabat untuk memimpinnya, sedangkan sahabat yang lain akan membantunya dalam struktur yang lepas. Semuanya dilakukan secara sukarela, tidak ada gaji, tetapi bila ada keuntungan (misalnya pampasan perang) mereka akan mendapat bagiannya.
Pusat pemerintahan adalah Nabi, beliau memegang kekuasaan eksekutif, yudikatif dan legislatif. Jika Nabi telah memutuskan, maka “sami’na wa ato’na” – dengarkan dan laksanakan. Tidak ada lembaga kontrol. Jika Nabi salah, Allah sendiri yang akan menegur melalui wahyunya atau malaikat. Kontrol dari Allah.
Sebelum mengambil keputusan, beliau kadang meminta pendapat para sahabat. Akan tetapi keputusan terakhir mutlak ditangan Nabi, beliau tidak terikat dengan masukan dari sahabat. Bisa jadi keputusan Nabi berbeda dengan masukan sahabat, tetapi setelah nabi menetapkan, wajib bagi umat Islam untuk taat kepada keputusan Nabi.
Pemerintahan yang berpusat pada Nabi ini kacau saat Nabi wafat. Terjadi kebingungan, kepanikan diantara para sahabat. Nabi tidak pernah menentukan siapa penggantinya, dengan cara bagaimana penggantinya dipilih dan apa saja wewenang penggantinya.
Akibat kebingungan ini, jenazah nabi baru dikuburkan tiga hari setelah Nabi wafat.
Suatu ironi, mengingat semasa hidupnya Nabi selalu memerintahkan penguburan sesegera mungkin umatnya yang meninggal.
Khilafah di Masa Khulafaur Rasyidin (631M – 661M)
Khalifah pertama setelah Nabi adalah Abu Bakar, beliau dipilih dari hasil musyawarah para sahabat.
Suksesi pertama ini adalah terobosan besar umat Islam dalam berpolitik yang belum ada contohnya di berbagai kebudayaan lainnya. Ketika dunia masih memilih seorang Raja/Kaisar karena ia adalah anak dari Raja/Kaisar sebelumnya, umat Islam memilih pemimpin karena kualitas dan kapasitas pribadi pemimpin tersebut.
Prinsip suksesi ini terulang dalam periode Khulafaur Rasyidin ini, walau dengan metode yang berbeda-beda. Berikut ini daftar Khalifah dalam periode ini beserta metode pemilihannya:
- Abu Bakar, dipilih dalam musyawarah para sahabat.
- Umar Bin Khatab, ditunjuk Abu Bakar sebelum beliau meninggal.
- Usman Bin Affan, dipilih oleh tim formatur yang dibentuk Umar.
- Ali bin Abi Thalib, dipilih dalam musyawarah para sahabat.
Dalam organisasi pemerintahan, para sahabat mulai membangun struktur pemerintah secara profesional. Mulai dibentuk tentara profesional dan aparat negara yang digaji negara, dibentuk semacam kementrian untuk lebih fokus mengurusi kepentingan negara.
Dalam pengambilan keputusan, mereka meniru apa yang dijalankan Nabi yaitu pemusatan semua kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif ditangan pemimpin tertinggi, yaitu Khalifah.
Tidak ada lembaga kontrol. Jika Khalifah dianggap salah, para sahabat senior akan menegur Khalifah, akan tetapi hal itu tidak mengikat Khalifah. Kekuasaan Khalifah adalah mutlak.
Perbedaan pendapat akan selalu ada di sistem manapun. Dan dimana tidak ada mekanisme kontrol untuk kepala negara, perbedaan pendapat bisa menjadi suatu hal yang berbahaya.
Dari 4 orang Khalifah, 3 orang meninggal dibunuh oleh lawan politiknya. Hanya Abu Bakar yang meninggal wajar. Suatu sistem yang berbahaya atau bisa dikatakan kacau, dimana 75% kepala negaranya dibunuh karena konflik kepentingan.
Pada akhir masa Khulafaur Rasyidin, Negara Islam telah menjelma menjadi imperium raksasa, menelan imperium Romawi dan Persia yang ada sebelumnya.
Kekuatan militer menjadi unsur penentu untuk penguasaan wilayah yang luas tersebut.
Muawiyah yang secara de-facto menguasai sebagian besar militer negara dan berseberangan secara politik dengan Ali, mengambil kesempatan saat Ali tewas dibunuh.
Ia mengangkat diri menjadi Khalifah. Ia mengakhiri tradisi suksesi pada periode Khulafaur Rasyidin, yaitu pemimpin dipilih berdasarkan kapasitas pribadinya.
Ia memulai periode dimana jabatan Khalifah direbut oleh kekuatan militer dan diwariskan secara turun-menurun.
Khilafah di Masa Dinasti Keluarga (661 M – 1924 M)
Pada periode ini negara Islam berkembang pesat dalam penguasaan wilayah dan penguasaan ilmu dan teknologi. Dari banyak wilayah barunya, Islam banyak menyerap banyak pengetahuan yang ada di sana. Tradisi intelektual Yunani, teknologi dan birokrasi Persia dan Romawi diserap dan dikembangkan lebih lanjut dalam bendera Islam.
Dalam masa ini berbagai macam ilmu berkembang pesat. Kemakmuran meningkat. Islam tumbuh menjadi superpower dunia, pusat peradaban dunia. Banyak kitab-kitab hukum, ilmu pengetahuan, kedokteran dan filsafat disusun dan menjadi rujukan utama sepanjang masa bagi umat Islam.
Dalam sistem pemerintahan, Islam mengadopsi sistem yang terbukti stabil, yaitu sistem kerajaan.
Khalifah adalah Raja/Kaisar versi Islam, ia menjadi Khalifah karena mewarisi jabatan ini dari ayahnya yang Khalifah. Para bangsawan ditempatkan dalam posisi-posisi strategis untuk melanggengkan kepentingan keluarga.
Dalam pemerintahan, Khalifah adalah memegang kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Ia mungkin mengangkat beberapa ulama terkemuka sebagai penasehatnya, akan tetapi kekuasaan mutlak ada di tangan Khalifah, is tidak bisa dikontrol oleh apapun.
Dalam sejarah tercatat beberapa Dinasti berkuasa. Ceritanya sama, para pendiri dinasti adalah tokoh kuat yang merebut kekuasaan dari penguasa sebelumnya dan kemudian mewariskan kekuasaan itu ke keturunannya.
Berakhirnya Era Para Raja, Berakhirnya Khilafah Islam
Api pengetahuan filsafat dan pengetahuan yang dinyalakan Islam, pada saatnya sampai pula di dataran Eropa. Renaissance timbul di Eropa, Eropa yang Kristen mengejar ketertinggalan mereka dari dunia Islam. Berbagai ilmu berkembang pesat.
Salah satu hal penting yang bangkit di Eropa adalah kesadaran bahwa tidak ada hak istimewa kaum bangsawan dalam menguasai negara, bahwa dengan pendidikan, semua orang bisa mempunyai kapasitas yang diperlukan untuk memimpin. Bahwa negara berdiri berdiri untuk mewakili kepentingan warganya dan bukan hanya kepentingan raja dan kelompok bangsawan.
Negara bangsa muncul, revolusi Perancis memulai disingkirkannya hak-hak istimewa Raja dan bangsawan. Berbagai negara bangsa muncul menggantikan kerajaan.
Kerajaan yang tertinggal mulai membatasi hak-hak Raja dengan beralih menjadi Monarki-Konstitusional.
Kekhalifahan Ottoman adalah satu dari segelintir imperium yang bertahan dengan Monarki–Absolut, dimana kekuasaan Raja/Khalifah adalah absolut. Khilafah Islam adalah salah satu benteng terakhir era negara para Raja.
Perang Dunia I mengoyak Eropa, menghancurkan dan menuliskan ulang batas-batas negara.
Perang ini begitu hebat, belum ada skalanya dalam sejarah. 40 juta orang mati, 4 imperium yang mempunyai akar hingga perang salib terhapus: Kekhalifahan Ottoman (Islam), Kekaisaran Jerman (Kristen), Tsar Rusia (Kristen), dan Imperium Austro-Hongarian (Kristen). Belasan negara bangsa baru muncul di bekas imperium tersebut. Tak ada lagi Monarki-Absolut di Eropa yang ada yang tersisa adalah Monarki-Konstitusional.
Benang Merah Sistem Khilafah
Dari tiga era Khilafah Islam ada benang merah yang bisa ditarik sebagai berikut:
- Khalifah adalah Muslim dan memerintah berdasarkan hukum yang ditafsirkan dari Qur’an & Hadits. Penafsiran dilakukan oleh ulama yang dianggap menguasai ilmu agama. Kondisi dan aspirasi rakyat dianggap dapat diwakilkan dengan pertimbangan ulama.
- Warga non muslim diakomodasi dalam negara, akan tetapi tidak mempunyai hak untuk dipilih sebagai pimpinan lembaga yang strategis.
- Khalifah memegang kekuasaan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif.
- Khalifah berkuasa seumur hidup dan tidak ada lembaga yang bisa menurunkan Khalifah ditengah masa jabatannya.
- Tidak ada manusia atau lembaga yang bisa mengontrol Khalifah. Khalifah mungkin membentuk lembaga penasehat atau meminta masukan ulama, akan tetapi keputusan terakhir ada ditangan Khalifah. Diantara para Khalifah, hanya Nabi yang mempunyai kontrol, yaitu Allah yang bisa menegur dan memerintahakan Nabi untuk memperbaiki kesalahannya.
- Pendapat atau kepentingan rakyat dan siapapun tidak penting, karena sifatnya adalah masukan dan tidak mengikat Khalifah. Rakyat hanya boleh berharap kemurahan hati sang Khalifah.
Jadi
Apakah layak mengganti sistem demokrasi di Indonesia dengan sistem otoriter yang bernama Khilafah? Anda pilih sendiri jawabannya…
Bacaan:
http://www.khilafah.tk/2010/11/mengenal-sistem-khilafah-islamiyyah.html
Saya sudah kunjungi site anda, tapi sayang site anda hanya menyediakan informasi satu arah dan tidak menerima feedback.
Dari site anda sepertinya anda aktivis Hizbut Tahrir, atau paling tidak simpatisannya.
Saya mencatat point-point penting yang anda utarakan tentang sistem khilafah anda:
a. Khalifah dipilih oleh rakyat
b. Rakyat berhak bahkan wajib mengkoreksi Khalifah
c. Khilafah adalah negara hukum
d. Khalifah adalah pengurus rakyat
Satu hal simpel yang saya tanyakan: Bisa anda tunjukkan contoh implementasinya dalam sejarah? Khalifah yang mana?
Jika anda menganggap sistem khilafah adalah tuntutan Islam, tentunya contoh terbaik adalah Rasul sendiri atau paling tidak Khulafaur Rasyidin.
Btw. Terima kasih mau meninggalkan komentar, serta menitipkan link anda tentang sistem khilafah.
Contohnya:
Pada saat diserang oleh org2 tartar(mongol), Khalifah Ummat Islam terbunuh lalu terjadilah Vacum Kekuasaan selama sekitar 2 tahun. Dan kejayaan kembali muncul setelah tentara Saifuddin Qutuz memukul mundur tentara Mongol (Tetapi sisa2 kekuasaan Mongol masih berkuasa). Dan kemudian berdirilah Dinasti Abbasiyyah 2 di Mesir dengan Khalifah pertama Al-Mustanshir.
Bila bukan karena tuntutan Islam, buat apa umat Islam merelakan harta, keluarga, dan nyawanya melayang untuk menegakkan Khilafah?
@MuhammadAzzuhair: membela kemerdekaan itu universal. Tidak ada hubungannya dgn khilafah.
Anda bisa tanya pendahulu kita untuk apa melawan Belanda yang kuat? Anda juga bisa tanya rakyat negara non muslim kenapa mereka mau berkorban rebut kemerdekaan?
Kebetulan saja khilafah menjadi pilihan saat itu di Mesir.
Saat ini terulang hal yg sama di Mesir, Tunisia, Libya dan Suriah ; mereka bukan berjuang untuk khilafah tapi kebebasan dan pemerintah yg adil.
Hikz… Hikz… Hikz… 🙁 .
Saya hanya ingin meluruskan kesimpulan Anda mengenai bahwa khilafah bersifat otoriter… ini saya kira yang perlu dipahami, khalifah tidak bersifat otoriter karena dia harus memimpin berdasarkan hukum syariat… dan dalam syariat tidak ada aturan yang otoriter… lagi pula kalau dalam perjalanannya khalifah itu kan juga manusia, bisa salah dan bisa menyalahi syariat, jadi masih tetap bisa dikontrol oleh rakyat dan kelompok partai/kelompok dakwah yang memang sudah terkondisikan mengerti syariat Islam
@Jahar Hart: terima kasih.
Agar tak hanya teori normatif, bisakah anda beri contoh nyata? Khalifah siapa? Tahun berapa? Yg melakukan kontrol siapa? Untuk alasan apa?
Banyak2lah membaca agar anda mengerti dan tidak asal nulis serta dapat mempertanggungjawabkan tulisan anda
misalnya tentang peristiwa setelah meninggalnya Nabi SAW
kenapa para sahabat lebih mendahulukan memilih pemimpin Kaum muslimin dari pada mendahulukan memakamkan jenazah Nabi Muhammad SAW, memang Nabi SAW memerintahkan menyegerakan untuk mengubur jenazah tapi juga Nabi memerintahkan untuk memilih seorang pemimpin, bahkan kalo ada orang muslim bertiga maka harus memilih salah satunya sebagai pemimpin, lalu bagaimana Kaum muslimin yang kehilangan pemimpin saat itu?
Dan perbuatan sahabat yang lebih mendahulukan mengangkat pemimpin/khalifah dari pada mengubur jenazah nabi tidak ada seorang sahabatpun yang mengingkari artinya merupakan Ijma' sahabat Yang merupakan salah satu sumber dalil dalam Islam
Dan kayaknya perlu banyak sebenarnya tulisan anda yang "bermasalah" 🙂
Pesan saya lagi, banyak2lah membaca, kalo dirasa masih kurang belajarlah/ngajilah sama orang yang ahli agama
Terimakasih
Nur: Saat Nabi wafat, ada tanda-2 perpecahan kaum muslim.
* Golongan Anshar melakukan pertemuan sendiri
* Golongan Muhajirin melakukan pertemuan sendiri,
* Beberapa yg lain menyendiri di rumah Fatimah
untuk mencegah perpecahan lebih lanjut, Abu Bakar & Umar berkeliling ke kelompok-2 tersebut untuk menenangkan mereka.
Hasil diplomasi Abu Bakar & Umar yg mencegah perselisihan lebih lanjut mengenai siapa yg harus menjadi pemimpin.
Oh ya, yang bermasalah yg mana ya? kok anda tidak mengutarakan dgn jelas…
bisa kita bahas bersama…
saya tidak sependapat.
@Masdin_Chaniago: tidak sependapatnya dimana ya?
seperti seorang putus asa. tetapi entahlah.
@nbasis: saya di sudut, menebak-nebak maksud komentar anda…
anda telah mamaparkan sebagian kecacatan sebuah negaran islam dalam rentetan sejarah. tapi sedikitpun anda tidak memaparkan kebaikan didalamnya. anda tentu pernah mendengar bahwa ahli kitab ketika itu lebih memilih berada dibawah pendudukan orang islam dari pada dibawah romawi yang zalim dan menindas, secara tekstual islam tidak menyuruh untuk mendirikan negara islam, tapi dalam islam ada ajaran yang universal, disana ada ajaran dan rambu-rambu telah Allah siapkan untuk kebaikan ummat manusia. dinataranya adalah nilai keadilan, kesetaraan, persaudaraan, kesatuan, dll. kita menginginkan nilai nilai ini tegak di atas bumi, termasuk di Indonesia.iklim demokrasi lebih mempunyai peluang untuk tujuan itu, dengan cara mengantarkan sekurang kurangnya 3/4suara umat islam (yang punya cita-cita ini) ke parlemen, saya sebagai orang islam sangat yakin jika tuntunan dalam al-qur’an diaplikasikan dalam kehidupan maka akan banyak kebaikan dan kemaslahatan bagi sekalian alam. hanya orang yang malas dan tidak punya keyakinan kepada Allah saja yang mangatakan “Negara Islam hanya mimpi” atau “Islam tidak relevan dengan zaman”..
@Ramadan: Anda tepat sekali menggambarkan harapan banyak muslim yg yakin Islam meliputi juga sistem negara yg sempurna.
Tetapi beda harapan dgn realitas. Realitas sistem negara Islam adalah sbb:
Tidak ada aturan organisasi negara Islam
# Nabi memimpin negara tidak menggunaka organisasi negara yg terstruktur dan dgn aturan yg jelas. Semua ada dikepala Nabi.
# Organisasi kenegaraan dan aturannya dirumuskan setelah nabi wafat.
Adopsi sistem luar tidak masalah
# Sistem kerajaan bukan inovasi Islam, tetapi diadopsi dab digunakan sdelama 1200 tahun khilafah Islam.
Kenapa anti demokrasi, jika Islam juga pakai kerajaan lebih dari seribu tahun?
# Sebagian muslim anti demokrasi karena itu temuan barat yg kristen, tapi mereka lupa bahwa lebih dari seribu tahun mereka menerima kerajaan yg juga temuan peradaban non-muslim
# Jika memang punya solusi lebih baik, rumuskan dgn jelas bgaimana struktur dan aturannya bukan hanya jargon2 tanpa detil, itupun bila ada tidak dapat disebut sistem islam, yg tepat adalah sistem yg disumuskan org Islam krn bisa jadi ada sistem ala Nu ala Muhammadiyah, ala Hti dan lain2 – krn yg ala nabi tidak ada.
untuk kondisi sekarang, mungkin kita bisa menerima konsep daulah islam ala NU, al Muhammadiyah, ala HTI, ala salafi, ala tabligh, ala IM, ala demokrasi, atau ala PKS, ala PPP, ala PBB, atau ala malaysia, ala turki, ala mesir bahkan ala saudi.
ini hasil ijtihad ulama mereka masing-masing dengan mempertimbangkan kondisi setempat.
tapi kita tidak berpandukan itu selama-lamanya, karena itu hanya ijtihad, bisa tepat dan juga tidak tepat.
ketika kesadaan umat islam dimana-mana telah bangkit dan menginginkan sebuah sistem yang dapat menyatukan mereka, maka tuntutannya adalah bagai mana ulama, pemimpin dan pemikir ketika itu dapat membuat sistem yang tepat dan memayungi semuanya. yaitu kepemimpinan diatas manhaj nubuwwah. khilafah diatas manhaj nubuwah ini telah di janjikan oleh nabi akan terjadi.
saya rasa bukan tugas kita untuk memikirkan seperti apa konsepnya dan realitas sistemnya. bukan sekaliber kita. sekali lagi tugas ini kita serahkan kepada pakarnya.
kalau orang barat aja bisa membuat sistem demokrasi, kapitalis, sosialis, maka saya lebih yakin ulama kita lebih pinter dari mereka.
kongkritnya yang menjadi tugas kita sekarang adalah menjadi agen kecil-kecilan untuk menghimpun hati dan ruh kaum muslimin rapuh dan hinggapi oleh fanatisme, obsesi dunia, dll.
thanks telah menerima komen saya
@Ramadan: Saya setuju klo memang kelompok2 Islam mulai merumuskan dgn jelas sistem yg mereka anggap Islami.
Bila memang konsep yg matang siap, silakan lemparkan ke masyarakat biar dinilai, mendapat feedback dan bersaing dgn sistem sekuler.
Tapi satu hal yg perlu diingat, pendidikan masy sekarang sudah tinggi, mrk tidak mau sesuatu yg top-down yaitu dirumuskan kelompok elit dan diterapkan atas nama Islam.
Satu hal yg penting, ulama bukan bukanlah sosok serba-tahu, sangat naif kalau dengan pongah kita mengatakan “ulama kita lebih pinter dari mereka”. Dibidang apa penilaian ini? kalau menyangkut hapalan ayat dan hadis memang benar, tapi di bidang politik, sosiologi dan ketata-negaraan, lebih banyak ulama kita yg pengetahuannya terperangkap pandangan kuno seribu tahun lalu.
Saya sendiri sih ogah mengkampanyekan fanatisme Islam dengan obsesi paling benar, paling unggul. Lha wong yg dijual cuma jargon omong kosong gak ada isi kongkretnya.
dalam komen saya sebelum ini, saya tidak hanya mengandalkan kepintaran ulama saja, tapi saya katakan selain ulama, pemimpin dan pemikir. sehingga bisa sinergikan antara tugas mereka masing masing.
kenapa kita libatkan ulama, sebab kita menginginkan sebuah sitem yang holistik, bertujuan untuk meninggikan agama Allah dengan berbagai kelebihan-kelebihan yang telah saya sebutkan sebelumnya. kemudian kenapa kita libatkan kaum pemikir, agar nilai-nilai dalam al-Qur’an dan sunnah dapar sesuai dengan realitas yang ada dan tidak keluar konsep yang tidak nyambung dengan zamannya. kenapa kita libatkan pemimpin, agar konsep itu memiliki legalitas dan kekuatan yang resmi menjadi pedoman kehidupan, oprasionalnya dikawal oleh penguasa.
pendekatan yang sesui menurut saya adalah dengan cara menyadarkan setiap peribadi muslim agar kembali ke islam secara sempurna, targetnya adalah seorang muslim meyakini bahwa islam adalah way of life, dan solusi. seorang muslim bangga dengan ajaran agamanya. sehingga dia akan menerapkan islam dalam hidupnya sehari-hari.
ini kongkritnya bung!!!!
satu hal yang perlu kita ketahui, ulama dahulu seperti al mawardi, ibnu taymiyyah, al ghazali, sampai ulama kontemporer seperti afghani, muhammad abduh, rasyid ridha, hasan al banna, al qardhawi, telah merumuskan konsep yang anda inginkan dan anda bilang omong kosong.
disebabkan zaman penjajahan yang memecah umat islam menjadi negara-negara kecil, kemudian di hembuskan lagi nasionalisme buta, fanatik terhadap golongan masing-masing, sehingga konsep sekuler bebas memainkan peranannya diatas kerapuhan perpecahan dan kelemahan umat islam.
sekarang, kenapa hamas yang ingin menerapkan islam di palestina di anggap teroris?, padahal itu hak mereka dan warganya
hemat saya SELAMA UMAT ISLAM SELURU DUNIA BELUM MEMILIKI KEINGINAN UNTUK BERSATU BERHIMPUN UNTUK MEMBENTUK EMPAYER ISLAM, MAKA SIA-SIA SAJA KONSEP KHILAFAH DIGULIRKAN.
@Ramadan: terima kasih atas semangat anda untuk terus berkomentar.
Beberapa prinsip yg perlu diperhatikan adalah:
1. Islam milik semua.
Umat Islam beragam, ada ulama ada orang awam agama. Islam berasal dari 1500 tahun yg lalu, ketika hidup masih sederhana, ketika masyarakat hidup dalam budaya kesukuan & kerajaan. Islam tidak berlaku sekarang ini kecuali dengan penafsiran ulang. Dalam Islam tidak ada rahbaniyah (kerahiban) yaitu ada kelompok yg punya otoritas menafsirkan Islam. Di kening bapak2 tukang fatwa MUI tidak ada stempel dari Allah yg mengatakan mereka wajib diikuti. Semua orang akan dimintai tanggung jawabnya diakhirat secara pribadi. MUI, HTI, NU, Muhammadiyah dan lain-2 tidak laku di akhirat nanti.
Jadi tidak ada organisasi apapun yg berhak mengatakan "berdasarkan Islam" karena mereka bukan nabi yang dijamin Allah, mereka hanya boleh mengatakan "berdasarkan MUI atau Muhammadiyah atau NU atau lain2".
Jadi suara umat Islam Indonesia tidak berdasarkan suara organisasi-2 itu, akan tetapi suara 200 juta orang Islam di Indonesia.
2. Siapa wakil umat Islam?
Jika tidak ada yg berhak memonopoli Islam dan tidak ada yang berhak mendapatkan hak diistimewakan, maka sistem demokrasi adalah satu-satunya wadah mewakili semua aspirasi warga negara (yg didalamnya ada umat Islam). Partai apapun yang unggul dalam pemilu berarti itu adalah wakil umat Islam, karena mayoritas warga Indonesia adalah Islam.
Tidak ada kelompok yg berhak mewakili Islam karena tidak ada mandat baru dari Allah setelah tidak ada nabi baru. Mereka hanya berhak mengatakan mewakili umat Islam. Itu juga bisa dipertanyakan bilamana mereka ternyata kalah dalam Pemilu, karena yg memilih adalah umat Islam, bila tak terpilih berarti mereka tidak dipilih umat Islam, jadi ternyata mereka hanya mewakili kelompoknya sendiri.
3. Kesetaraan kewajiban dan hak warganegara:
Semua warganegara mempunyai kewajiban yg sama. Saat perang semua wajib turut bela negara. Untuk operasional negara semua wajib bayar pajak. Untuk bangun negara semua wajib berpartisipasi. Untuk jaga lingkungan semua wajib berpartisipasi.
Jika semua mempunyai kesetaraan kewajiban terhadap negara, maka tidak ada alasan mereka dibeda-bedakan haknya.
Dalam mengatur negara setiap warga berhak diperhatikan suaranya dengan setara. Tidak ada bedanya antara ilmuwan atau karyawan, tidak ada bedanya antara ulama dan bukan ulama, tidak ada bedanya antara muslim dan non muslim; karena jika diminta mempertaruhkan jiwa untuk membela negara mereka mereka tidak dibeda-bedakan.
Untuk kongkritnya, saya tidak akan utarakan jargon indah seperti anda, akan tetapi saya bandingkan khilafah dalam sejarah dgn sistem-2 yg selama ini ada:
Hak kepemimpinan:
Apartheid – Hanya kaum putih yg bisa menjadi pemimpin negara/wilayah
Khilafah – Hanya orang Islam laki-laki yg bisa menjadi pemimpin negara
Kerajaan – Hanya anak raja yg bisa jadi raja — praktek ini dipakai juga dalam sejarah khilafah
Demokrasi – Semua orang berhak menjadi pemimpin
Kesatuan hukum:
Apartheid – Hukum berbeda antara kaum putih dan kaum hitam
Khilafah – Islam hukum negara, untuk non muslim bisa memakai hukum sendiri
Kerajaan – Raja penentu hukum, terserah dia saja mau apa sistemnya
Demokrasi – Satu hukum, semua warga mempunyai persamaan kedudukan didepan hukum
Kedudukan dimata hukum:
Apartheid – kaum putih diatas kaum hitam
Khilafah – ada hirarki sbb: Islam laki-2, Islam perempuan, Non-muslim, Budak
Demokrasi – tidak ada hirarki, semua warga mempunyai persamaan kedudukan didepan hukum
Pemegang kekuasaan tertinggi:
Komunis – Politbiro
Khilafah – Khalifah
Kerajaan – Raja
Demokrasi – Rakyat melalui parlemen dan mekanisme pemilu
Pembatasan kekuasaan eksekutif:
Komunis – Politbiro mempunyai kekuasaan tak terbatas > memegang kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif
Khilafah – Khalifah mempunyai kekuasaan tak terbatas > mempunyai kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif seumur hidup
Kerajaan – Raja mempunyai kekuasaan tak terbatas > mempunyai kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif seumur hidup
Demokrasi – Presiden/Perdana Menteri hanya memegang kekuasaan eksekutif, dalam periode terbatas (Indonesia: 5 tahun, 2 kali jabatan). Yudikatif dan Legislatif dipegang lembaga lain untuk saling kontrol.
Jika eksekutif menyeleweng:
Komunis – teoritis politbiro bisa mengganti, tetapi umumnya politbiro anggotanya adalah kroni penguasa, jadi apeslah warga. Solusi: revolusi yg bisa berdarah-darah dan makan jutaan nyawa rakyat
Khilafah – teoritis mahkamah madzalim bisa koreksi, tetapi anggota lembaga ini dipilih khalifah dan kedudukannya dibawah khalifah – jadi kalau khalifah bilang “prekk…” ya gak bisa apa-2. Solusi: revolusi yg bisa berdarah-darah dan makan jutaan nyawa rakyat
Kerajaan – rakyat gak bisa apa-2. Solusi: revolusi yg bisa berdarah-darah dan makan jutaan nyawa rakyat
Demokrasi – parlemen bisa melakukan mosi tidak percaya dan menurunkan presiden/perdana mentri, rakyat pilih lagi pemimpin yg lain, atau kalau mosi tidak cukup kuat rakyat tidak usah pilih lagi pada masa jabatan berikutnya. Gak ada darah tertumpah untuk ganti pemimpin.
Kebebasan berorganisasi/berekspresi:
Komunis – berangus semua paham berbeda, seragamkan warga. Expresi seni terbatas
Khilafah – berangus semua paham berbeda, seragamkan warga (misal: jilbab untuk wanita, seragam berbeda untuk non-muslim -> ketentuan Umar bin Khatab). Expresi seni terbatas
Demokrasi – semua paham boleh hidup, baru ditindak bila melanggar pidana, tidak ada seragam warga. Expresi seni berkembang -> penyumbang pendapatan negara
Partisipasi warga dalam perundangan:
Komunis – semua perundangan dibuat oleh politbiro, suara rakyat tak digubris
Khilafah – semua perundangan dibuat oleh majelis hukum dibawah khalifah, masukan dari ulama, suara rakyat gak penting.
Demokrasi – perundangan dibawah kontrol rakyat melalui mekanisme perwakilan.
Assalamualaikum…
baca lagi mas baca lagi… mari kita mencari informasi faktual sebanyak banyaknya lalu menilai sistem kenegaraan islam itu matang ataupun tidak.. jangan takut bertanya kepada para ulama pengusung khilafah.. jangan kita hanya terikat pada bacaan umum di toko buku, sebab buku mengenai fakta utuh sistem pemerintahan islam sangat dilarang di toko-toko buku umum. Termasuk juga di media pembelajaran resmi seperti sekolah dan universitas baik di indonesia maupun negara” di timur tengah, hampir semua menutupi sistem kenegaraan islam yang utuh. itu adalah agenda penghapusan fakta sejarah dan penghapusan pemahaman ideologi islam dari para pengusung sekularis dan bangsa barat musuh islam. Ada bisa dowload bacaan mengenai sistem Khilafah di http://www.hizbut-tahrir.or.id
My recent post Mengangkat Seorang Khalifah Fardhu atas Seluruh Kaum Muslim
@ghazi: yg saya ungkap adalah fakta sejarah yg bisa anda peroleh dari sumber islam atau non islam.
Kalau anda punya versi sejarah lain, tolong tunjukkan di poin yg mana kita berbeda. Saya senang membahasnya dengan anda.
Terima kasih untuk komentarnya.
paparannya bagus semua, refrensinya pun lengkap, tapi yg membedakan masing-masing kita adalah cara memahami dan meyakininya kemudian mengimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Saya mau berbagi menurut pemahaman saya sampai saat ini, jika konsepnya memahami khilafah=negara Islam dengan sistem politik sebagai acuannya maka konsep khilafah yang sebenarnya akan disamakan dengan sistem negara dan ideologi manusia lainnya.
Mumtaz: terima kasih komentarnya. Kalau mau berbagi, silakan. Saya senang jika ada pandangan baru yang bisa memperkaya kita.
Sekedar mampir,
Saya setuju dengan Ramadan. Kalau anda memang berpegang pada realitas, maka seharusnya anda juga memaparkan realitas dari sisi positif KeKhilafahan. Atau lebih baik paparkan pula Realitas Demokrasi dalam Sejarah. Baru tanyakan pada audiens, layak atau tidak bila demokrasi diganti oleh Khilafah. Bukankah begitu?
Sebab dari perbandingan anda mengenai khilafah dan demokrasi (serta sistem pemerintahan lain), apakah benar dalam demokrasi realitasnya semua sama kedudukannya dalam hukum? ataukah yang memiliki kedudukan atau uang yang memiliki hukum?
Atau kebebasan berpendapat berekspresi dalam realitas demokrasi, apakah betul kebebasan eksperesi benar-benar dijamin? Karena saya baru dapat fakta, realitas mengatakan baru-baru ini bahwa konferensi Khilafah di Belgia di batalkan secara sepihak oleh pemerintah setempat. Atau apakah kebebasan berekspresi akan dijamin, asalkan tidak mengekspresikan pendapat Islam?
Atau tentang eksekutif, jika eksekutif ‘menyeleweng’, bagaimana realitasnya dalam sejarah dan dampak demokrasi pada dunia? betulkah tidak ada aksi berdarah-darah??
Rasulullah saw.bersabda:
“Masa kenabian itu ada ditengah-tengah kalian, atas izin Allah ia tetap ada, lalu Allah akan mengangkatnya jika Dia berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian (Khilafah ‘alaa Minhajin Nubuwwah). Ia ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (kerajaan) yang dlalim (Mulkan ‘Adhan) ; ia juga ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (kerajaan) diktator yang menyengsarakan (Mulkan Jabariyah) ; ia juga ada dan atas izin Alah akan tetap ada. Kemudian akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian (Khilafah ‘alaa Minhajin Nubuwwah), Beliau kemudian diam” (Hr. Ahmad)
Setuju atau tidak, jika Rasulullah Muhammad saw-al Amin-, telah mengatakan demikian, maka yang dikatakan beliau sudah Pasti akan Terjadi.
Namun seperti yang anda katakan, ini tetaplah pilihan diri. Toh apapun pilihannya, khilafah nanti tetap akan tegak. Hadits Rasulullah ini suatu saat tetap akan terbukti kebenarannya. Kita hanya tidak tahu, kapan dan dimana pertolongan Allah ini akan diturunkan. Apakah di Indonesia, atau dimanapun.
Oh satu lagi. Dari tulisan anda ini serta sekilas melihat judul tulisan anda yang lain “wawancara imajiner dengan khalifah indonesia pertama”, tampaknya anda salah anggapan, dan mengira bahwa Khilafah sama dengan bentuk-bentuk negara yang ada sekarang. Bentuk negara Khilafah berbeda dengan bentuk-bentuk negara yang ada saat ini. Khilafah adalah kepemimpinan umum kaum Muslim seluruh dunia. Khilafah bukanlah negara bangsa (nation state) seperti ‘negara’ yang ada saat ini, bukan pula federasi, melainkan negara dunia (global state); kaum Muslim di seluruh dunia hanya memiliki satu negara. Jadi tidak tepat jika anda mengatakan kata “Khalifah Indonesia”.
Ini silakan dibaca http://hizbut-tahrir.or.id/2011/03/02/khilafah-negara-kesatuan/
@Rizka: terima kasih untuk mampir dan menyumbang komentar.
Tulisan saya mencatat apa yang terjadi dalam konteks tatanegara.
Ada banyak pencapaian positif dan banyak juga kasus negatif dalam masa khilafah berlangsung, tetapi itu tidak relevan dalam pembahasan tatanegara sebagai fokus tulisan saya.
Saya tidak menuliskan gemilangnya pencapaian teknologi, budaya dan lain-lain sebagaimana saya juga tidak menuliskan mengenai perebutan tahta berdarah-darah yg pernah terjadi dimasa itu.
Mengenai kelemahan demokrasi, tentu ada, karena tidak akan ada sistem yang sempurna.
Hal buruk yang terjadi pada demokrasi adalah:
# Karena keputusan berdasarkan pada suara terbanyak, seseorang bisa menggunakan kekayaannya untuk membeli suara. Anda bisa membeli suara dalam suatu periode tertentu, akan tetapi tidak untuk selamanya. Kebijakan buruk akhirnya akan terasakan akibatnya rakyat, dan bila itu terjadi harta sebanyak apapun tak akan mampu lagi membeli suara seluruh rakyat. Inilah nilai plus demokrasi – akan ada koreksi walaupun mungkin lama.
Mengenai apakah benar dalam realitanya semua berkedudukan sama didepan hukum?
Tentu anda sadar bahwa tak ada realitas yang sempurna. Penyelewengan akan selalu ada di sistem manapun. Akan tetapi jika yang diatur dengan adil saja bisa diselewengkan menjadi tidak adil, apalagi memakai hukum yang secara tertulis sudah tidak adil. Tentu semakin parah ketidak adilan yang dihasilkan bila itu diselewengkan.
Mengenai global state, satu negara khilafah untuk seluruh dunia
Saya tidak menganggap penting apakah khilafah berlaku lokal atau global. Kalau sistemnya buruk, di tingkat kota saja tidak akan laku apalagi tingkat dunia.
Mengenai tulisan hizbut-tahrir, saya tidak tertarik
Bagi saya HT adalah gerakan politik karena berjuang untuk memegang kekuasaan mengatur negara.
Ada gelanggang yang sudah tersedia yaitu pemilu. Menang atau kalah bisa diuji disana, silakan HT masuk gelanggang.
Saat ini HT seperti pemain yang ingin menang tapi takut bertanding. HT hanya berteriak-teriak dipinggir minta menang sambil memaparkan keburukan peserta yang bertanding, serta mengecam aturan pertandingan.
Menurut saya…orang beriman yang beralih ke visi sains dan teknologi seperti Mas Judhianto..dapat diibaratkan seperti gen yang bermutasi sembari say good bye kepada kepada jenis pemikiran agama yang konvensional. Seperti evolusi, pemikiran konvensional akan mati dan menjadi fosil…yang tetap hidup dan berkembangbiak hanya yang mampu bermutasi …
Salam !
@Sulaeman Suparman: saya setuju.
Manusia membutuhkan sains dan teknologi untuk menaklukkan dunia, akan tetapi dunia tersebut akan menjadi omong kosong tanpa seni, cinta, agama dan Tuhan.
Saya yakin Tuhan dan Agama tidak akan pernah tergusur sama sekali oleh sains dan teknologi. Tetapi agama perlu berevolusi agar tetap dapat memenuhi kebutuhan manusia.
Dalam tradisi sufi, Agama hanyalah wasilah (jalan) dan bukan ghayah (tujuan) sebagaimana Tuhan itu sendiri.
saya sangat menikmati diskusi di atas…saya cuma ingin berkata bahwa;tertumbuknya mata kita realita jangan sampai membuat kita antipati dgn konsep ideal, sebaliknya kerinduan kt pada hal2 yg ideal jangan smp kita lupa di dunia mana kt berpijak…itu saja,selamat berpolemik
@Penyuka Sejarah: jika yang dinamakan sistem ideal adalah sistem yang bisa berlaku untuk semua jaman dan budaya, maka kita tak akan pernah bisa menemukannya. Setiap jaman dan budaya memiliki tantangan dan bekal masing-masing yang unik dan itu berarti tidak akan bisa dipenuhi oleh satu sistem yang sama.
sistem ideal tdk selamanya yg pernah berlaku disetiap zman,tapi dilandasi nilai2 ideal yg pernah diamalkan dan dipraktekkan oleh generasi terbaik. bagi saya, maqashid as Syariah dlm penegakn kehidupan bernegara menjadi prioritas,tapi itu tidak berarti nilai2 dasar paten yg baku diabaikn samasekali; seperti kwajiban mengngkt seorng muslim sbg pmimpin
@Penyuka Sejarah: Prinsipnya adalah negara ada itu untuk siapa?
Jika negara ada untuk keperluan agama, ya silakan para ulama yang merumuskannya dan membentuknya. Tapi ya jangan ajak-ajak rakyat untuk ikut mereka, mereka punya kepentingan sendiri.
Jika negara ada untuk keperluan rakyat, ya silakan dirumuskan sistem yang bisa menjamin kesejahteraan dan keamanan rakyat, menjamin hak berbeda, berserikat dan berkumpul, memberi peluang rakyat untuk ikut serta mengelola negara.
Pemimpin harus Muslim atau tidak? tidak penting, yang penting tidak korupsi, menjamin hak rakyat dan bisa memajukan negara.
dalam islam,negara ada likhidmati jami’ (untuk melayani seluruh lapisan masyarakat) tanpa memandang agama,suku,warna kulit dll. masalahnya memang kemudian,dibumi mana negara itu mau dibangun.
Nah, di tengah2 masyarakat muslim seperti indonesia ini,idealnya memang mereka siap diatur oleh nilai2 islam. tapi realita mengatakn bahwa mayoritas ummat belum tau banyak tentang syariat islam serta konsep ideal dlm bernegara, tapi bukan berarti mereka tidak mau menerima. sebab tdk sedikit yg menolak krn keawaman mereka tentang syariat ini
maka silahkan kita berlomba menebar ide, wacana di tengah2 ummat ini. siapa yg sigap, cepat, punya kekuatan untuk itu, maka ia pasti memenangkn wacana.
kebanyakn kita hanya berada dimenara gading, berbicara ttg berbagai konsep2 indah..tapi siapa diantara kita yg turun gunung memberi pelayanan sigap meski sederhana, berempati walau sekedar 1 dos mie instan, atau menghibur mereka dengan tablet vitamin yg menghilangkan stres mereka?
dalam waktu dekat realita akan bertutur (insyaAllah) bahw para pendamba tegaknya sistem islam akan menuai apa yg mereka tanam,mrk akan memetik keras mereka selama ini
kalau kaum komunis bisa punya negara, kaum liberal punya wilayah,kenapa umat islam tdk bisa seperti itu?
@Penyuka sejarah: masyarakat modern lebih pragmatis dibanding masyarakat jaman dulu yg ideologis. Suatu sistem dipilih karena terbukti berhasil atau menjanjikan perbaikan bagi mereka, tidak perduli apa landasannya.
Selama ini yang namanya sistem Islam hanya sibuk memperjuangkan nilai-nilai Islam yang entah apa gunanya dan lalai memikirkan keadilan, HAM, sistem yg bersih, partisipasi rakyat, hak bagi minoritas.
Contoh kecil dari daerah2 yg sibuk perjuangkan syariat Islam adalah: tes ngaji untuk walikota yg sama sekali gak ada gunanya dibandingkan memastikan mereka bebas korupsi di masa lalu. Sibuk urusi baju wanita dibanding tumpas birokrasi yg berbelit-belit. Sibuk larang bangun gereja dibanding urusi pungli. Belum lagi preman2 FPI yg merajalela.
Apa untungnya sistem Islam bagi masyarakat?
Untuk luar negeri, mana negara yg maju karena syariat?
Bukankah kita justru melihat Somalia yg dalam konstitusinya mencantumkan syariat Islam adalah rangking 1 negara gagal dunia? Dimana bajak laut dan perompak merajalela?
Terima kasih.
tidak nyangka anda termasuk korban belitan berita media, sorotan anda tertuju pada hal2 remeh yg diangkat media. Anda gagal merangkum semua capaian2 subtansial dari tokoh2 yg mewakili tokoh2 pergerakan islam. anda gagal mencari dan menggali informasi dimensi lain dari mereka yg naik panggung kekuasaan dn merupakan tokoh islam. sebut saja misalnya;Ahmad Heriyawan dgn berbagai macam penghargaan yg diterimanya,apa kita masih mau menyangkl bahwa ia tdk merepresentasikan islam dan kekuasaan islam. bahwa tokoh2 dan pjbat muslim yg sibuk tes mengaji ya, tapi itu adalah langkah awal untuk capaian yg lebih besar
setahu saya yg awam ini, seoarang akademisi mesti jujur dalam membri penilaian, obyektif dan mampu memilah masalah secara jeli.
anda tdk adil pd daerah yg beraspirasi menegakkan syariat. tapi anda tdk mmberi mereka waktu utk bekerja, harap tdk mmberi kesimpuln tuk hal2 yg kelihatannya sepele
anda tdk fair saat menilai FPI sbg preman jalanan,tp anda tdk mengusut semua latar blakang masalah yg membuat fpi lahir. mungkin anda lupa bahwa ormas yg anda premankan disukai penduduk jakarta terutama yg ingin kotax aman dari maksiat
anda tidak balance saat merangkat somalia sebagai negara islam gagal dan kacau,tapi lupa mengangkat saudi arabia sbg negara islam .meski negara ini punya berbagai kekurangnnya,namun taukah anda saudi arabia adalah negara dgn angka kriminal paling rendah didunia
kegagalan satu negara menerapkan sistem islam,bukanlah cerminan lemahnya sistem islam dan alasan menjeneralisir mslh…sy persilahkn anda mencermti faktor2 eksternal dan internal kenapa mereka gagal
harap anda menggali dan mncermati maslh dari semua aspek.mengklaim tanpa data, adlh sesuatu yg sangat naif bg seorang akademisi…
@Penyuka sejarah: suatu kesimpulan yang fair adalah yang berdasarkan fakta, bukan asumsi. Dan di era keterbukaan informasi yg namanya fakta adalah hasil survey atau data dgn parameter terukur.
Untuk bicara fair, tolong tunjukkan kesalahan argumen saya dgn data dan fakta, bukan kalimat tak terukur semacam: termakan media, menggeneralisir masalah, dll.
Untuk Saudi sebagai contoh, sy tak mengerti kalau pelecehan majikan thd TKI kita yg tertinggi di antara semua ngr tujuan TKI tdk dihitung kejahatan. Dimana atas kejahatan tsb tdk diberlakukan hukum yg setimbang > berapa banyak TKI kita dipancung krn beladiri dan kehormatan, sementara tak satupun majikan dipancung untuk pembunuhan yg mrk lakukan? Anda bisa cek angka TKI yg terancam pancung di lembaga independent smacam Migran Care.
Sebagai negara, Saudi bertahan krn minyaknya dan industri haji. Tak ada hasil tani, industri atau karya kreatif disana. Jika minyak habis, mrk akan kolaps dalam bbrp dekade saja.
Masyarakatnya pasif krn represi habis2an penguasanya. Oposisi kalau tdk dieksekusi ya lari ke LN.
Untuk FPI, mrk jelas kriminal krn melakukan kekerasan. Hukum bergerak atas fakta, bukan alasan.
Khilafah bukanlah kerajaan, & kerajaan bukanlah khilafah
Khilafah bukanlah kekaisaran, & kekaisaran bukanlah Khilafah
Khalifah dipilih oleh rakyat, dapat diturunkan jika ia melanggar syari’at.
Khalifah memang tidak boleh diatur/dikontrol selain oleh hukum yg telah ditetapkan Allah SWT
Pendapat rakyat dan siapa saja dapat diterima bila sesuai dengan Syari’at
Sedangkan semua kitab2 hukum, ilmu pengetahuan, dan filsafat bukan hanya digunakan oleh umat Islam!
tapi umat manusia. Jadi jangan mengurang-ngurangkan & jangan pula melebih-lebihkan.
Cukuplah fakta, tapi fakta yg benar & dapat dipertanggung jawabkan.
Bila anda mengatakan sumber dari http://www.khilafah.tk/2010/11/mengenal-sistem-khilafah-islamiyyah.html adalah sumber sepihak, maka saya dapat mengatakan anda takut menuliskan bahwa itu sumber yg anda musuhi.
Sekian,
@MuhammadAzzuhair: khilafah bukan kerajaan? Memang ada khilafah yg bukan diturunkan.
Akan tetapi, biar tidak mengurang ngurangi atau melebih lebihkan, kita bisa melihat melalui metode statistik, bukan klaim.
Dari jumlah khilafah yg pernah ada bisa dilihat berapa yang mewarisi jabatan dari ayahnya, berapa yang merebut paksa, berapa yang dipilih?
Untuk pendapat rakyat, bisa beri contoh yang nyata? Berapa banyak contohnya? Apakah contoh itu mewakili sistem khilafah atau hanya kebaikan khalifah?
Takut pada sumber HT? Tidak, saya hanya tidak ingin mengutip kumpulan klaim tanpa bukti statistik yang bisa diandalkan.
Terima kasih
Tulisan di blog ini memang yahud, pemikiran tentang islam yang fresh dan akan memberikan pemikiran baru bagi umat muslim yang radikal, maju terus bung… saya sbg non muslim saja sangat senang membaca tulisan dan jawaban logis dari pemilik blog cerdas…
@BGS: terima kasih untuk apresisasinya.
Pernyataan bahwa sistem khilafah tanpa kontrol menurut sy adalah tdk tepat. Seorang Khalifah diangkat utk menjalankan hukum Allah yg bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Itulah yg menjadi batasan beliau dlm menjalankan pemerintahan. Jadi kontrolnya sangat jelas yakni melanggar or tdk dgn apa yg tertulis dlm Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Sehingga seorang khalifah bisa diturunkan jika terbukti melanggar dua hal itu. Sementara jika dikatakan di zaman Nabi gak ada kontrol kecuali dari Allah, menurut sy itu jelas krn Nabi adalah sosok utama dan teladan dalam Islam. Nabi maksum dari dosa sehingga tdk mungkin menyeleweng sebagai kepada negara. Jika mas Judhianto tdk setuju berarti memang sulit utk berdiskusi. Krn keyakinan terhadap Nabi dlm Islam adalah bagian dari rukun Iman. Berarti diskusi hrs diarahkan kepada masalah iman dulu baru bicara yg lain.
@Fachri Al-Fatih: anda harus mengerti makna kontrol.
Sebagai omong kosong, orang boleh bilang “Qur’an & Hadis sebagai kontrol”
Faktanya Qur’an & Hadis hanyalah tulisan. Jika khalifah mengencinginya keduanya tidak bisa protes.
Yang bisa protes hanya manusia atau kelompok manusia, jika khalifah terletak di puncak kekuasaan, ia bisa membungkam semua kontrol dan protes. Artinya ia tak terkontrol.
Beberapa fakta sejarah berikut bisa kita jadikan contoh betapa kekejian para khalifah yg tak bisa di’kontrol’ oleh tulisan yang mati:
* Khalifah yg diturunkan ditengah masa jabatannya alasannya cuma satu: kudeta oleh yg menggantinya.
* Betapa banyak ulama yg dihukum mati karena pandangannya beda dg pandangan yg diyakini khalifah
* Pada kudeta pada khilafah bani Umayah oleh bani Abassiyah, terjadi pembasmian besar2 an keluarga besar khalifah terdahulu dan pengikutnya
* Pada khilafah Usmani Turki, ada kebiasaan khalifah baru untuk membunuh semua saudaranya sendiri guna menghindari perebutan tahta kelak.
Yang saya sebut adalah fakta yang sudah terjadi, jika tak setuju, tolong tunjukkan fakta pembandingnya, bukan sekedar teori normatif tanpa bukti.
Anda berlebihan mengatakan yg tak setuju anda berarti tak mau diskusi.
Ujung diskusi itu dua, yaitu bersepakat pada satu pendapat atau bersepakat untuk menghormati pendapat masing2 yg berbeda.
bismillah….. artikel ini menurut saya (bca;pendapat:mungkin benar,mungkin salah) adalah situs yg brmanfaat. Mengapa dmikian ? krn menambah pengetahuan skaligus mengasah kmampuan kita dlm berdiskusi (pendapat). Apresiasi sy untuk Pak Judhianto.
@FaisalAli13: terima kasih.
Tak ada seorangpun yang memegang kebenaran mutlak. Jadi masing-masing berhak menyampaikan pendapatnya berdasarkan fakta dan pengetahuan yang dimilikinya.
maju terus mas Judhianto, ulasannya menarik buat saya meskipun non muslim, karena berdasarkan sejarah dari beberapa sumber. dan saya terhibur dan lumayan geli liat komen2 yang menyarankan mas untuk baca lagi dan melampirkan kalimat puitis sehingga orang bodo kaya saya jadi ngga ngerti. ironis sekali karena yg komen kaya gitu itu saya liat sumber bacaan mereka cuma satu, yang mas tentunya sudah tau apa, hehehe
mantap mas jud… benar2 pukulan telak
inti yg saya tarik dr tulisan2 mas jud, yang abadi di dunia adalah kebaikan yg universalah yang menciptakan keadilan & kesejahteraan umat manusia..
@Terajana Funk: terima kasih untuk kesimpulannya…
mantap diskusinya..
@all yg tidak sependapat dengan yg punya warung harap baca kembali (QS: 2:6)
@Khalifah: terima kasih..
Paparannya Sip mas. Terbukti partai politik yang berbasis islam tidak pernah menang di pemilu lawong misinya cuma surga neraka. Bukan program nyata buat masyarakat yang didunia. Lembaga keuangan syariah apa seramai lembaga keuangan pada umumnya? semua hanya akal2an penyebutan dan teknik akuntansinya aja ujung2nya cuma disitu disisipkan surga dan neraka lagi. Hukum syariah di Aceh menurut saya sadis dan tidak zamannya hukuman fisik tekecuali pelanggaran hukum yang berat sekalian aja hukum mati (korupsi). Wis-wis gak jaman hukum islam atau syariah diterapkan di jaman modern ini. Biarpun ada sebagian orang yang optimis dan bersikukuh, saya hargai itu (udah terlanjur diyakini dan tidak perlu dipikirkan lagi kedepannya). Lanjut mas.
Diskusi yang menarik. Tebukti partai2 islam di indonesia tidak pernah memimpin biarun selalu digembar gemborkan indonesia berpenduduk muslim hampir 3/4nya. Bank maupun pegadaian berbasis syariah apa seramai bank umum pada umumnya tidak. Kalau ada komentar karena mereka tidak memahami hukum islam dengan baik ( saya hargai itu dan tidak salah) fakta yang membuktikan. Sip mas pemaparan yang bagus dan rasional.
@Aninditya: pada beberapa orang, dogma menempati posisi lebih tinggi dari kenyataan.
Mereka menolak menerima kenyataan, manakala kenyataan itu tidak sejalan dengan dogma mereka, bahkan mereka rela menukar kehidupan nyata ini dengan dunia khayal dogma-dogma tersebut. 🙂
numpang nimbrung boss,.seandainya lautan jadi tinta dan seluruh pohon di hutan jadi pensil tak akan cukup untuk menuliskan ilmu Allah, menurut pandangan saya,masih banyak ilmu Allah yang belum tercakup di Alquran, itulah gunanya nafsu dan akal manusia ada,untuk menggali dan mengkaji pengetahuan di semesta yg luas ini,mudah 2 an perdebatan di atas mendorong semua pihak untuk menggali terus ilmu nya masing 2 hingga menghantarkan kita menjadi manusia yang arif dan bijak untuk mewujudkan kedamaian dan ketentraman bagi mahluk di dunia ini.amin
@Noer: terima kasih untuk tambahan masukannya.
Judhianto otakMu 90% udah terkotaminasil oleh racun Sekuler,, Khalifah Tidak ada yg Namanya otoliter karena Hukum dipegang Oleh kadi jangan memutar balikkan fakta kamu, kadi ambil hukum Qur-an dan hadis sehingga hukum sama dihadapan kadi apakah pemulung ataukah raja baca toh Abu Syam mah anak Saidina Umar wkt ia Khalifah… baca lagi Simirah Pupok Khalifah Iskandar muda DiAceh<<< kenapa kamu bodoh amat…
@Sayed Al-qadri: jika yang dinamakan sekuler adalah membedakan antara realitas dan dogma, berpegang pada logika dan bukan khayalan, bersikap jujur dalam mengambil kesimpulan, menghormati lawan diskusi, maka saya senang sekali dikatakan sebagai seorang sekular.
Silakan berkomentar lagi dengan bahasa yang jelas dan santun, maaf komentar anda yang ini tidak saya tanggapi dulu.
Bapak Judhianto sangat pintar sekali,
pintar dan jeli sekali melihat kejelekan di gaya kepemimpinan para Kahalifah,
atau hanya sekedar ingin menjelekkan aja kali ya …
tapi anda tidak adil juga karena tidak menulis sisi baik dari para Khalifah,
bapak Judhianto, Nabi Muhammad SAW dan 4 khalifah sesudahnya dijamin Alloh SWT Masuk surga, jadi saya lebih percaya kepada Rosullulloh dan khalifah Abu bakar, UMar, Usman dan Ali.
kalo bapak Judhianto tidak suka pada mereka atau bapak tidak percaya kalo Beliau2 dijamin masuk surga,
kita Buktikan nanti di Hari Kiamat, hari dimana saya meyakini bahwa hari itu akan datang. Hari dimana dibalasnya amal perbuatan manusia selama dia hidup didunia (baik amal sholeh atau amal buruk).
bapak Judhianto pintar sekali, tapi sayang kepintaran bapak kelihatannya digunakan untuk menghasut orang lain.
Astagfirulloh,saya mohon ampun kepada Alloh atas dosa dosa saya, dan saya minta maaf jika menyinggung bapak Judhianto.
@Adhi: saya mengungkapkan fakta yang bisa dicek di sejarah.
Kalau anda tidak sependapat, silakan ditunjukkan fakta yang salah dalam tulisan saya. Saya senang membahasnya.
Fakta??
oya??
fakta yang mana? sejarah yang mana?
anda sangat luar biasa,
segeralah bertobat sodaraku
semoga hidayah Alloh mengalir kepadamu
dan mari bersama-sama menegakkan hukum2 Alloh dimuka bumi ini
semoga kita dikumpulkan bersama sama Rosululloh dan para sahabatnya di Akhirat nanti
Amiin
@Adhi, koq anda bertanya fakta yang mana? mbok dibaca dulu artikel yang ditulis mas Judhi. Paparkan dengan jelas ketidak setujuan anda dengan referensi atau data yang jelas. jangan ujug ujug bilang “tobat mas, tobat”..
sejarah yang mana ya?
siapa yang menulisnya?
lalu seberapa besar penulis mengetahu fakta sejarah?
fakta sejarah banyak menceritakan kejayaan dimasa khalifah.
bagaimana perkembangan dunia saat ini banyak dipengaruhi oleh para intelektual islam masa itu, saya ambil contoh ilmu kedoteran, matematika, fisika, ilmu astronomi, dll, akhir akhir ini saya baru ketahui bahwa kamera foto pertama kali ditemukan oleh seorang muslim.
sedang anda menceritaan hal yang berbeda, jadi saya bingung dengan anda.
@Adhi: simpel kok, kalau anda punya fakta sejarah yang beda, silakan tunjukkan di poin mana saya salah dan tunjukkan fakta menurut sejarah anda. Silakan…
saya mulai membaca kemana anda mengajak saya.
tapi anda belum menjawab pertanyaan saya di thread sebelah, tentang agama anda, ini penting buat saya supaya saya bisa menghargai anda.
saya bisa menyaring kata2 saya jika anda non muslim, dan saya bisa lebih terbuka jika anda adalah muslim, barangkali juga kita bisa bertemu bertatap muka untuk membahas masalah2 islam dan kehidupannya untuk menambah wawasan saya tentang islam.
jika anda non muslin saya bisa belajar dengan anda tentang pengalaman hidup anda.
@Adhi: untuk memberi kesempatan yg lain, mohon beri komentar dengan to-the-point, ringkas dan padat (juga ada isinya).
Untuk prasangka-2 atau komentar tak relevan, tidak saya tanggapi.
@adhi, kalo anda bilang tentang kemajuan dunia secara general, itu collective intellegent. dari sejak belum ada agama, dari zaman homo itu masih ada beberapa spesies; wajakensis, sapiens sampe ada paganisme dan agama baru yaitu hindhu, budha, jewish, kristen, sampe sekarang ada aliran baru; atheis, agonis, scientology, alientology, etctology hehe. ga bisa lah mengklaim itu milik islam semata. yang lebih cocok itu terjadi gara2 collective intellegent, manusia membangun ide baru berdasarkan ide yang sudah ada. (tolong google kalo ingin tahu lebih lanjut). mengapa ide lama terus dirubah, termasuk point anda tentang khalifah, ya dengan tujuan ide lama itu diperbaharui untuk menjadi lebih relevan untuk manusia modern jaman sekarang. ada benarnya anda bilang tulisan mas Judhi lebih condong untuk membahas tentang buruknya sistem khalifah. saya melihat ada poin yang mulia disitu, karena sebagai manusia yang intelek, kita wajib fokus pada keburukan suatu ideologi, jadi kita bisa membahas dan mencari solusi untuk memperbaikinya. yang sudah baik untuk sekarang biarkanlah begitu, ga perlu menghabiskan tenaga untuk membahas sesuatu yang sudah baik toh?
judhianto_ wah luas pengetahuannya dan dalam analisana…
kalo anda bisa menjelaskan fakta fakta hitam khalifah… tentunya anda bisa mengutarakan juga fakta tinta emas khalifah… mohon di jabarkan bos.
@Wirosembodo: di ruang komentar ini, saya merespon komentar para pembaca mengenai tulisan saya.
Untuk catatan emas kekhalifahan, banyak sekali tulisan yang membahasnya dengan baik.
owh begitu ya bos… yaa namanya dunia pasti ada min plus nya..
saya kira tak kan ada dominasi/ kemenangan (sistem ekonomi, politik atau pun agama) yang terjadi tanpa adanya pengorbanan darah dan air mata..sistem pemerintah kerajaan,sultan, demokrasi, nazi, komunis ataupun komunal. juga yahudi, kristen, islam atau apapun itu.
tinggal hitung hitungannya bangaimana minimalisir dampak massif yang ditimbulkannya.. dan kesiapan fundamental dalam mewujudkannya.. ///
saya kira suatu dominasi /kemenangan (baik sistem pemerintahan, ekonomi maupun agama) tak kan pernah eksis tanpa adanya pengorbanan darah dan air mata..
kekhalifahan memunculkan banyak tragedi, begitu juga demokrasi, komunis, kapitalis, sosiais, begitu juga yahudi, kristen dan islam…. munculnya mereka tentunya banyak harta benda, nyawa yang di korbankan…
begitu juga kawan kita HT yang mempunyai cita tinggi… boleh lah.. asal dampak destruktif yang akan terjadi harus antisipasi, alias persiapan fndamantal harus terencana sistematis.
jangan sampai kempes ditengah jalan….
@Wirosembodo: kita saat ini hidup di era yang jauh berbeda dengan masa lalu. Pembeda utama adalah akses informasi yang tak bisa lagi dibatasi. Dengan akses informasi yang tak lagi dimonopoli oleh golongan elit, rakyat bisa tahu realitas nyata yang mereka hadapi tanpa perlu lagi filter dari “departmen penerangan” atau juru propaganda kelompok elit.
Dengan sempitnya jurang informasi antara rakyat dan kelompok elit, hampir mustahil ada sistem pemerintahan yang hanya dimonopoli oleh sekelompok elit dengan mengabaikan rakyat. Tidak akan lagi rakyat dapat ditipu berlama-lama dengan omong kosong “darah biru”, “revolusi”, “patriotisme”, “nilai luhur bangsa”, “jalan Tuhan”, “imperialisme asing”, “konspirasi yahudi”, “demi rakyat”, “surga” atau “neraka”. Mereka bisa dengan cepat membandingkan output pemerintahan mereka dengan negara lain sebagai pembanding.
Dengan terbukanya informasi, rakyat tahu betapa partai yang anggotanya penuh dengan jargon kesucian, wajah saleh, sikap santun ternyata wakilnya di parlemen sibuk nonton gambar porno dan pimpinan tertingginya ternyata maling sapi.
Rakyat juga tahu, ketika satu propinsi diberi kesempatan menerapkan aturan agama dalam pemerintahannya, hasilnya adalah pemerintahan daerah yang sibuk melahirkan undang-undang dan aturan bodoh, sambil tetap mengamalkan korupsi dan mengabaikan rakyatnya.
Ketersediaan pekerjaan, harga yang terjangkau, tingkat korupsi, hukum yang adil, tingkat keamanan, pelayanan umum, kebebasan berekspresi, fasilitas pendidikan dan kesehatan –> itu semua output yang langsung mereka nilai. Sistem yang terbukti bisa menghasilkan skor tinggi dalam ukuran-2 tersebut yang akan mereka pilih.
Jadi ukurannya tidak lagi sistem sekuler atau agama, melainkan berguna atau tidak sistem itu bagi hidup rakyat.
Saya baru pernah menemukan bacaan berkualitas dengan Judhianto penulisnya. Jika ada ulama Indonesia yang mampu berpikiran netral seperti Judhianto ini, waaw asiiik.. Ulama yang pernah saya dapati selama ini selalu berlindung dibalik hapalan ayat-ayat Quran sebagai senjatanya. Dengan prilaku-prilaku yang tidak sesuai dengan ilmu yang mereka peroleh. Okelah Judhianto (maaf saya panggil nama begitu), saya lanjutkan untuk membaca lagi tulisan anda. Thanks
muaranya : orang hidup itu cuma ada tiga : Anda milih untuk ijtihad (inovatif dan kreatif), ittiba’ (mengikuti sesuatu yang dipahami), atau taqlid (anut grubyuk, pokoke melok).”
dan tiga options tersebut dapat dikatakan bermanfaat jika mendekatkan makhluk pada Sang Pencipta bukan malah menjauhkan dalam kegiatan hidup makhluk terhadap Penciptanya….
bos,, tulisan barunya koq belum muncul juga,, di tunggu nih
@Wirosembodo: setuju dengan tiga opsi anda.
Memasarkan pandangan agama dapat kita lihat seperti memasarkan produk di pasar terbuka.
Kondisi ideal akan tercapai manakala terjadi persaingan yang fair. Semua penjaja (produk atau pandangan) menyajikan kelebihan apa yang mereka pasarkan dengan jujur, tidak mengintimidasi penjaja yang berjualan produk lain, dam tidak mengintimidasi pembeli produk lain atau mengintimidasi pelanggan yang hendak beralih produk.
Dengan persaingan fair, pembeli/penganut tentu bisa membanding-bandingkan sebelum mengambil pilihan, sedangkan para penjaja akan terpacu untuk memperbaiki penyajian jualannya.
Tulisan baru?
He he.. masih belum sempat. Saya usahakan minggu ini bisa keluarkan tulisan baru.
🙂
artikel-artikelnya bermutu bagus,
tapi sayang, banyak komentar pengunjung yang kurang bermutu dan nampak lebih mengedepankan emosional semata yang kadang malah bikin pusing…
@Jakfisio: banyaknya variasi sikap, wawasan dan tingkat emosi para komentator tentu juga menambah kematangan kita.
🙂
sekarang kita ada di era demokrasi mas,
tapi tetap tidak ada perubahan bangsa ini malah semakin terpecah belah
sistem pemerintahan yg kacau balau
yg kaya makin kaya dan yg miskin ttp miskin
jadi utk apa juga kita menerapkan sistem demokrasi kalau yg dihasilkan hanya spt itu
ujung ujung nya duit juga (uud)
sementara tetangga sebelah yg menerapkan sistem syariah kelihatannya lebih maju, adem, damai sejahtera
dari pada kita
jadi bagaimana sikap kita sebaiknya kalau begitu….?
@Salomon: untuk fair, kita tak bisa sekedar menggunakan perasaan, melainkan harus menggunakan ukuran yang jelas dan bisa dibandingkan dengan jelas.
Salah satu metode yang digunakan PBB untuk mengukur kemajuan negara adalah Human Development Index. Didalamnya ada masalah pendidikan, perlindungan hukum, kesempatan kerja, hak-hak warga, kebebasan berpendapat, tingkat pendapatan dan konsumsi serta hal lain yang bisa diukur. Untuk rangking negara dunia berdasarkan index ini dapat dilihat di: http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_countries_by_Human_Development_Index
Dari daftar tersebut, ternyata negara demokrasi mengisi semua posisi atas daftar tersebut, dan kalau melihat penghuni rangking terbawah daftar tersebut ada Sudan dan Somalia. Kedua negara ini adalah negara gagal yang menggunakan Syariah Islam dalam pemerintahannya.
Jadi anda melihat melalui ukuran apa syariah lebih unggul dari demokrasi?
Saat ini Indonesia baru menjalankan demokrasi prosedural, sedangkan secara mental kita masih terikat pada pola pikir yang menyerahkan segalanya pada penguasa. Saya pikir masih perlu 20 tahunan lagi agar esensi demokrasi bisa membawa kemajuan lebih pesat dan merata.
Tulisan yang luar biasa, sangat menonjok,
berani meihat dari sudut pandang yang berbeda
semoga anda tidak dipenjara mas, seperti anand krisnha hehehe
@Paulite: terima kasih..
Di penjara! Gendeng itu. Jeleknya pemerintah indonesia kalah sama kelompok fundamentalis penghafal quran. Sya masih ingat kasus arswendo atmowilopo membuat poling tokoh idola ternyata muhamad kalah oleh suharto eh..eh.. Kok monitor ditutup. Arswendo di penjara edanntenan. Emang siapa muhammad kok cuma gara2 gitu aja ambil tindakan yang gak bermutu. Pokoke lucu kenjadian di pemerintah ini kalau menyangkut keyakinan.
Dasar aku ini engga tau lagi gimana cara berpartisipasi dalam diskusi ini, aku coba-cobalah, alhamdulilah bisa juga masuk mas.
Pokoknya selamat yah mas, teruskan pemberian informasi seperti yang ada ditulisan tersebut pada masyarakat kita, agar tidak terus dibohongi dengan janji masuk surga.
Ternyata mas, ada agama di nusantara ini yang lebih bijak, yang berkembang di tanah jawa.
Tidak menuntut harus mengikuti dogma maupun iman (yang dilarang untuk ditanyakan), dan yang penting dapat langsung, tanpa perantara, berusaha berkomunikasi langsung dengan Gusti Allah, hehhheeehhh
Wassalam
H. Bebey
Weleh weleh, ku coba lagi, mudah2an berhasil bergabung di nonton dunia.
Memang luar biasa mas yuhi ini, bisa mengemukakan halhal yang sebenarnya terang dengan menggunakan nalar/rasio ini. Terus perjuangan anda, guna memberikan informasi yang benar sesuai fakta yang ada, tanpa berniat terus membuat kebohongan2 baru yang selalu dilakukan oleh mereka.
Wassalam
H. Bebey
@H. Bebey: kalau email yang digunakan berkomentar berbeda dengan yang sebelumnya, maka akan dianggap komentator baru yang butuh approval dulu.
Silakan berpartisipasi… 🙂
Iya mas, kemungkinan aku dihalangi untuk berpartisipasi, ada saja flashnya jadi bermasalah, terpotonglah, atau mungkin sudah ada perubahan misalnya harus ngirim fee, itupun aku tidak tau gimana caranya.
Sebab sebelumnya aku selalu diberi tahu kalau ada tulisan baru, tapi sekarang e-mail ku tertutup atau terhalangi sesuatu.
Pokoknya selamat berkarya terus, aku setuju banget apa yang ditulis itu.
Wassalam
H. Bebey
Mungkin orang2 akan terbuka pikirannya setelah membaca buku “A History of God ” by Karen Armstrong
@Dukun Tulang: saya setuju. Saya sudah membaca beberapa bukunya, Karen Armstrong seorang penutur yang sangat baik dan mengasyikkan saat bercerita tentang Tuhan, agama dalam bingkai sejarah.
Tulisan yg menarik saudara. kesimpulannya saya cuma mau tanya satu hal saja, Apakah anda meyakini/mengimani jika kelak Khilafah min hajnubuwah akan tegak kembali di bumi Allah ini? trims
@Duimaulana: ada problem mendasar dari sistem khilafah yg diperjuangkan kelompok Islamis, yaitu ketakutan pada kebebasan.
Kelompok ini alergi pada kebebasan berpendapat, berekspresi, kesetaraan hak wanita dan kesetaraan hak non muslim.
Ideologi ini tidak akan laku dijual pada masyarakat yang sudah mengenal kebebasan.
Dengan merebut kekuasaan atau berpura-pura demokratis, khilafah mungkin bisa ditegakkan.
Namun begitu mereka menyensor pers, twitter, facebook, mengatur pakaian wanita, melarang faham Islam yg lain dan mengharamkan demokrasi, khilafah ini akan kehilangan simpati setiap orang dan membusuk dengan sendirinya. Tinggal menunggu waktu saja untuk dibuang ke tong sampah.
Saya tidak percaya sistem ini bisa berdiri dan sukses di masa modern ini. Saya tak ingin hidup dinegara yang lebih perduli pada ayat-ayat dibanding rakyatnya, akal sehat dan nilai kemanusiaan.
Boleh saya mengambil contoh dari agama lain? Kita tahu bahwa agama Katholik memiliki sosok Paus dan agama Budha memiliki sosok Dalai Lama. Keduanya adalah pemegang otoritas tertinggi dalam struktur agama masing-masing. Lantas kenapa kaum Muslim tidak boleh memiliki sosok pemegang otoritas tertinggi seperti kedua agama tersebut?
@Ryan M.: Islam adalah agama egaliter, tiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya secara pribadi langsung kepada Allah, tidak melalui hirarki.
Selain Rasul, tidak ada yang maksum (bebas salah) dalam menafsirkan agama, jadi MUI, NU, Muhammadiyah hanyalah konsultan kita yang boleh kita ikuti boleh tidak. Di akhirat, Allah tidak akan menerima alasan “karena menurut MUI, NU atau Muhammadiyah”. Allah hanya tanya alasan pribadi anda berbuat ini-itu, bukan alasan MUI.
Jadi kalau Allah sendiri berkenan menerima kita sendiri tanpa hirarki, kenapa kita hendak mengangkat perantara antara kita dan Allah?
Ada satu hal penting, alih-alih menginginkan satu otoritas tunggal agama Islam, kita justru lebih butuh banyak konsultan Islam (penjaja tafsir Islam).
Dengan kemudahan mengakses informasi, silakan para penjaja tafsir itu membuka semua tafsir jualan mereka, langkah mereka, dan sumbangan mereka pada masalah kontemporer di masyarakat.
Biarlah orang tahu dan menilai sendiri MUI, NU, Muhammadiyah, HTI, JIL, Syiah, Ahmadiyah dan sebagainya.
Biarlah orang menilai dan mengambil yg bermanfaat tanpa perlu saling mengkafirkan. Toh semua kelompok itu tak laku diakhirat, Allah mendengar kita sebagai pribadi.
Saya suka komentar Mas, “Islam adalah agama egaliter”. Namun begitu saya juga berpandangan bahwa Rasulullah Muhammad SAW adalah contoh bagaimana seharusnya manusia bersikap dalam kehidupan sehari-hari. Jika Allah tidak menghendaki adanya pemimpin diantara umat manusia, tentu Muhammad tidak akan menjadi khilafah. Lagipulah bukankah kekhalifahan adalah sebuah sistem bernegara dan bermasyarakat? Khalifah bukan perantara antara kita dengan Sang Pencipta. Secara alamiah, semua makhluk hidup memerlukan kepemimpinan untuk bersama-sama bisa bergerak ke satu arah. Bukankah dalam rumah tangga ada kepala keluarga? Bukankah ketika kita shalat pun ada yang bertindak sebagai imam? Lalu apakah salah ketika kita memilih sistem kekhalifahan?
@Ryan M.: manusia selain sebagai individu, juga mahluk sosial. Mereka bertemu berkumpul dan berorganisasi. Dalam skala kecil keluarga, dalam skala besar negara.
Untuk apa mereka berorganisasi? untuk mengatur kepentingan mereka bersama, mengatasi konflik diantara mereka dan bekerja sama menggabungkan nilai tambah tiap anggotanya untuk mencapai sesuatu yang tak mungkin mereka hadapi secara individu.
Apa yang dihadapi negara? memastikan warganya bisa makan, berpakaian, sekolah, punya kesempatan kerja, terjamin keamanannya, penegakan hukum yang adil dan sebagainya. Agama juga termasuk yang mungkin perlu diperjuangkan negara. Kenapa mungkin? karena agama bukan yang vital.
Tanpa kecukupan makan dan pakaian, negara bisa kacau, bisa bubar.
Tanpa sekolah dan kesempatan kerja, dengan cepat negara tersebut kalah bersaing dan bangkrut.
Tanpa keamanan dan penegakan hukum yang adil, kejahatan dan penindasan meraja, bisa bubar negara.
Tanpa agama? keadaan jadi beda, tapi hidup akan tetap berjalan, negara tetap berlangsung.
Agama mungkin bagian hidup yang penting bagi individu, tapi bukan bagi negara. Negara nggak urus kebutuhan agama akan aman-aman saja, sedangkan negara nggak urus kebutuhan pangan akan segera runtuh. Agama hanyalah hal kecil dan dan gak penting bagi negara.
Agama tidak menyediakan rumus tentang berapa persen anggaran untuk pangan, pendidikan, riset, penegakan hukum, tentara dan lain-lain. Anda tidak akan menemukannya dalam kitab suci manapun. Kalaupun ada yang bilang ada aturan dalam Islam, sebenarnya itu hanya stempel atas ijtihad orang Islam dan bukan solusi dari Qur’an.
Jika agama tak tahu caranya mengatur fiscal, neraca perdagangan, pengadaan pangan, riset kelautan, strategi perang, ujian nasional, pembangunan infrastruktur; maka untuk apa menempatkan agama sebagai acuan bernegara?
Apakah hanya untuk menggenapi sabda Nabi: hancurlah segala sesuatu bila diserahkan kepada yang tidak kompeten? (lihat peringkat tertinggi negara gagal dunia yang di pegang Somalia yang mendeklarasikan diri sebagai negara syariah)
Jadi bernegara adalah menghadapi masalah kongkrit semua warga negara, untuk itu dibutuhkan solusi kongkrit tepat guna. Dan itu tak ada dalam agama (dalam versi Islam: khilafah).
Setuju setuju mas judi. aku cerita sedikit setelah muter beberapa negara. ternyata pemimpin yang paling hebat adalah Indonesia (Soekarno) bukan muhammad. SAW. pemimpin ini bisa menyatukan berbagai suku,bahasa, kepulauan bahkan latar belakang agama dan budaya. dia tidak menggunakan versi khllafah (Iso bubar dan perang nanati semua di suruh beragama islam. islam sendiri pecah morat marit dan gelut dewe2 dengan membawa kebenarannya masing2) jadi tetap saya anggap kalau negara menggunakan sistim khilafah kembali ke zaman purba dan bar-bar
Mas Judhi yth,
Sy jadi kepikiran juga tentang bgmn cara saudara2 kita di HTI dan lain2 yg setiap hari ngomongin khilafah2 terus, utk mewujudkan cita2nya itu?
Mereka tdk membuat suatu partai resmi, hanya berkoar2 tdk terarah. Apakah mereka berpikir utk merebut kekuasaan dengan kekerasan/jihad?
Kalau mmg itu rencananya, saya menentang dengan keras. Hidup di Indonesia masih jauh lebih menyenangkan drpd di Timur Tengah dimana nyawa tdk ada harganya. Di sini sy sewaktu kecil dulu masih bisa bercita2 utk jadi apa nanti kalau sudah besar. Dan sy msh bisa menanya anak2 sy mereka mau jadi apa nantinya. Tdk terbayangkan Indonesia akan jd lautan darah dgn teror bom/pistol/pedang tiap hari spt Libya, Irak, Suriah dll (jujur sy paling ngeri dgn pedang itu..)
Saudara2 sebangsa, kawan2 semua. Sy hanya bisa menghela nafas panjang setiap hari melihat nafsu berkuasa org2 “Islam” spt itu. Sulit mmg membuka mata dan hati org2 yg ktnya telah memegang kebenaran..
Sy sangat menghargai upaya Mas Judhi berupa tulisan2 yg sangat mencerahkan ini. Mau rasanya saya buat billboard di jalan2 “BACALAH NONTONDUNIA BERAMAI2..” agar satu dua kawan2 itu terketuk dan melembut hatinya.
Bravo Mas, lanjutkan..
@Dodi_StartAllOverAgain: terima kasih atas dukungannya…
Salah satu dogma kelompok ini adalah: Demokrasi dan HAM adalah sistem kufur, haram mengambil, menerapkan, dan mempropagandakannya.
Dengan alasan itu, mereka tidak mau membentuk partai politik untuk bersaing dalam pemilu – itu sistem haram bagi mereka.
Karena prinsip itulah, mereka bersemangat sekali setiap melihat ada yang salah dengan pemerintah. Mereka tidak hendak membantu memberikan solusi, melainkan berusaha sekuat tenaga meyakinkan orang lain bahwa sistem yang sekarang bobrok dan tak bisa diharapkan, sebagai gantinya adalah menyerahkan kuasa ke tangan mereka (dengan Khilafah) agar semuanya beres.
Kalau toh terpaksa untuk menerima sistem demokrasi dan HAM; mereka menganggapnya sebagai hal yang darurat, sebagai taktik. Begitu mereka berkuasa mereka segera menggantikannya dengan sistem otoriter syariah.
Sikap senada bisa kita lihat dari pernyataan salah satu Ketua MUI tentang demokrasi dan Pancasila sebagai berikut:
http://asdinurkholis.wordpress.com/boleh-dibaca/pancasila/kh-cholil-ridwan-demokrasi-pancasila-sebagai-tumpangan-sementara/
Untuk menangkalnya?
Gak usah melarang mereka, kita hanya perlu membuka fakta-fakta sejarah dan memberi alternatif pemikiran kepada kelompok muda…
Biarkan mereka dengan kecerdasannya bisa memilih yang terbaik.
Sederhana aja pemikiran saya, jelas namanya hukum syariah yang di sadur dari salah satu agama/keyakinan , implementasi di lapangan jelas akan mendiskriditkan keyakinan minoritas (sudah bisa dipastikan itu). Karena sumbernya dari salah satu keyakinan, yang beda keyakinan jelas di anggap melenceng atau salah, bahkan membangkang. Sudah bisa dipastikan juga disini akan hilang toleransi dan saling hormat menghormati. Contoh di lapangan dilarang mengucapkan hari besar keyakinan lain, di larang merayakan hari besar selain hari besar keyakinannya dan di anggap kegiatan yang di luar keyakinannya melanggar hukumnya. Di aceh non muslim disuruh menhormati mayoritas dengan menyarankan mengunakan jilbab (jelas pelanggaran berat itu) biarpun menyarankan, tapi tidak pantas untuk disampekan, laki2 tidak boleh mengenakan celana pendek menurut syariah islam yang di terapkan di aceh, waduh kok jadi rumit banget hukum syariah ini. Bunga bank riba, kalau bank syariah tidak, apa2an ini hanya beda menyebut dan teknik pembukuan. Kalau demokasi saya menganggap sangat relevan karna kesetaraan dan kebebasan individu dihormati, cuma dikarenakan tidak patuhnya pemegang kekuasaan atau kedisiplinan aparat, tejadi kebocoran ketidakadilan. yang kaya selalu dibela karna mampu membayar. Tapi kalau semuanya disiplin dengan kesepakatan demokrasi tadi, jelas demokrasi lebih baik dan lebih manusiawi.
@Audrey: Setuju!
Kita juga bisa lihat sejarah. Betapa masyarakat Eropa membuang negara agama (Islam dan Kristen) karena terbukti kalah bersaing dengan negara sekuler dalam memajukan masyarakatnya.
Kita perlu bersyukur juga bahwa ada Aceh yang menjadi etalase sistem syariah. Yang gak mau belajar dari sejarah biar bisa melihat sendiri betapa tidak ada sama sekali manfaatnya bila agama ikut campur dalam pemerintahan.