Ada sebuah hadis populer yang tentang pentingnya syukur sebagai berikut:

Iman terbagi dua, separuh dalam sabar dan separuh dalam syukur
Hadis Riwayat Baihaqi.

Jika syukur separuh iman, maka mustahil anda bisa dikatakan beriman jika anda tidak memiliki keahlian bersyukur.

Beriman, beribadah, bersyukur

Apa Syukur Itu?

Ini adalah keahlian yang istimewa, kenapa istimewa? karena tanpa keahlian bersyukur anda tidak akan mampu menangkap betapa luar biasanya Tuhan mempersiapkan dunia untuk anda.

Dengan keahlian bersyukur, tidak perlu mencapai derajat kekayaan tertentu atau kesuksesan tertentu agar seseorang bisa merasa bahwa hidupnya beruntung.

Sebagai contoh, kita bisa bisa melihat kehidupan seorang agen telemarketing pemasar kartu kredit yang pandai bersyukur.

Setiap hari dihadapannya ada daftar nomor telepon orang-orang yang harus ditawarinya untuk menjadi pemegang kartu kredit.
Tiap kali akan menghubungi salah satu nomor itu, tidak lupa ia mengucapkan bismillah sebagai permohonan kepada Allah untuk menolongnya membujuk orang yang akan ditelponnya.
Penolakan adalah respon dari sebagian besar orang yang ditelponnya, beberapa orang bahkan meresponnya dengan marah-marah. Pahit memang, tapi ia menganggap semua sebagai ujian dari Allah, untuk melihat kesungguhannya dan untuk itu ia bersungguh-sungguh untuk tetap bersikap semanis dan seramah mungkin tiap kali memulai pembicaraan telepon.
Respon tertarik dan mau bergabung sebagai pemegang kartu kredit sangat jarang, dan tiap memulai hari ia merasa mendapat karunia Tuhan untuk mendapatkan kesempatan mendapat pelanggan baru.
Seorang pelanggan baru sangat berharga, karena itu adalah sumber penghasilannya.
Tiap kali berhasil mendapatkan pelanggan, berarti Tuhan telah melihat usahanya, Tuhan mengabulkan do’anya, Tuhan membantunya. Bagi tiap pelanggan, ia bersyukur pada Tuhan .

Agen telemarketing tersebut merupakan contoh nyata dari pribadi yang pandai bersyukur. Orang dengan kualitas tersebut akan mampu survive di posisi apapun, karena dalam kondisi apapun, ia akan selalu dapat melihat kehidupan ini penuh dengan bantuan dari Tuhan dan dengan tanpa lelah memusatkan diri untuk meraih bantuan dari Tuhan .

Alat Manipulasi Kenyataan?

Jika melihat fakta secara jujur, maka kehidupan agen telemarketing tersebut dapat kita analisa sebagai berikut:

  • Berdasarkan dari jenis pekerjaannya dan penghasilannya, agen ini masuk dalam kelompok penghasilan menengah ke bawah. Berarti dalam struktur ekonomi, ia belum termasuk orang yang berkecukupan.
  • Berdasarkan dari jenis pekerjaannya pula, agen ini termasuk orang yang tidak memiliki kewenangan tinggi dalam tempat ia bekerja. Ia hanya bawahan dengan kewenangan yang sedikit.
  • Standar keberhasilan promosi telemarketing mungkin 2%. Berarti dari 100 orang yang ia bujuk lewat telepon, hanya 2 yang mau mendaftar sebagai pemegang kartu kredit.
  • Jika semua itu merupakan hasil kuasa Tuhan , maka fakta hubungan orang ini dengan Tuhan :
    * Allah tidak memasukkan orang ini dalam kelompok berkecukupan. Jika kecukupan ekonomi merupakan tanda perhatian Tuhan , maka ia bukan termasuk orang yang diperhatikanNya.
    * Dari 100 usaha telpon yang dilakukan, Tuhan memenangkannya 2 kali. Selebihnya (98 kali) Tuhan mengalahkannya.
    * Jika untuk tiap telpon ia berdo’a, maka dalam tiap 100 do’a, Tuhan cuma mengabulkan 2 kali dan mengabaikannya 98 kali.
    * Banyak pekerjaan yang memiliki peluang gol lebih dari 2%, tetapi hanya ini kesempatan kerja yang dihadirkan Tuhan dihadapannya. Peluang yang lebih bagus sudah diberikan Tuhan untuk orang lain.

Dari fakta telanjang statistik, ternyata Tuhan tidak menganggapnya istimewa sebagaimana pandangannya terhadap Tuhan. Tuhan tidak menganugerahi kondisi ekonomi dan pekerjaan yang baik padanya, melainkan pada yang lain (apapun alasannya).

Dari fakta telanjang statistik, orang tersebut seharusnya protes dan bukan bersyukur pada Tuhan. Karena pada kenyataannya banyak orang yang mungkin tidak perduli agama atau Tuhan, justru mendapatkan keadaan yang jauh lebih baik darinya. Kenapa ia yang selalu mengingat Tuhan tidak?

Pengemis buta di Jakarta. Dengan syukur, kebahagiaan masih terjangkau

Apakah jika fakta ini disampaikan akan menghilangkan syukur dari orang yang pandai bersyukur? tentu tidak. Masih banyak hal yang bisa dipakai untuk bersyukur sebagai contoh:

  • Saat ini Tuhan memilihkan sesuatu yang buruk bagiku, namun ini peluangku menunjukkan kesabaranku. Kelak pada masanya Tuhan akan memberikan yang terbaik bagiku.
  • Kalaupun sampai mati hidupku tetap sengsara, Tuhan pasti memberikan balasan kehidupan yang jauh lebih menyenangkan di akhirat kelak.

Jika semuanya baik dan keburukan hanyalah kebaikan yang tak terlihat, maka apa yang perlu dikhawatirkan di dunia ini? untuk apa sedih dan takut pada keburukan didunia? pasrahkan dirimu untuk menerima dan bersyukur pada apapun yang dipilihkan Tuhan bagimu…

Masya Allah… betapa bersahabatnya dunia dan betapa baiknya Tuhan..

Jadi apa syukur itu?

Tak lain dan tak bukan, adalah ketrampilan mengolah kenyataan apapun menjadi kenyataan yang baik. Sesusah apapun hidup anda, dengan ketrampilan bersyukur, anda bisa menerimanya sebagai suatu kebaikan yang menentramkan.

Apakah Syukur Selamanya Diperlukan?

Ada sebuah data survey yang menarik, tidak langsung tentang syukur dan kenyataan yang baik, akan tetapi patut kita renungkan.

Dalam sebuah survey yang sampelnya diambil dari 79 negara dan berlangsung selama 20 tahun, Pippa Norris dan Ronald Inglehart menyimpulkan:
Kecenderungan umat manusia untuk beragama sangat terkait dengan tingkat kecemasan hidupnya (existential security). Semakin tinggi kecemasan hidup, semakin beragama suatu masyarakat. Dan begitulah sebaliknya.

Sacred and Secular – Cambridge University Press 2004

Jika kenyataan sudah baik, masihkah perlu dimanipulasi?


Bacaan: