“Agama adalah perjuangan.“
”Benar, perjuangan membela kebenaran, melawan kebatilan.”

“Bukan hanya perjuangan itu”
”Eh?…”

“Perjuangan mengalahkan agama lain yang sudah ada”

Dalam sejarah, suatu agama muncul ketika agama yang lama dianggap sudah tidak sesuai dan tidak berguna lagi bagi masyarakat pemeluknya Agama baru muncul dan merebut dukungan dari pemeluk agama lama.

Salah satu cara merebut dukungan ini adalah dengan membuat Tuhan dari agama baru ini lebih unggul dari Tuhan agama lama.

Bagaimana dengan agama rumpun Ibrahim?

Kita dapat melihat rekaman perjuangannya dalam beberapa kisah berikut:

Ciptakan Alam? Gak Sesusah Itu Bro…

Yahudi sebagai bangsa dan agama muncul diwilayah yang dalam pengaruh peradaban Babylonia / Mesopotamia. Sudah ada Agama dan Dewa-dewa yang mapan dalam masyarakat.

Di masyarakat kuno, alam adalah sumber ketakjuban, suatu ceruk marketing yang bagus bagi setiap agama, bila ia dapat dengan meyakinkan menjelaskan darimana alam yang mempesona itu berasal dan siapa penciptanya.

Enuma Elish: Susahnya Dewa Ciptakan Alam

Dalam syair kuno Enuma Elish dari Baylonia, Apsu sebagai dewa pertama keturunannya adalah berbagai macam dewa dengan berbagai macam perangai.

Para Dewa saling bertikai untuk alasan yang tak jelas. Dalam pertempuran ini Dewa Marduk berhasil membunuh Dewa Tiamat melalui pertempuran yang sengit.

Dewa Marduk yang menciptakan semesta dan manusia melalui pertempuran penuh darah

Marduk membelah tubuh Tiamat menjadi dua. Satu bagian tubuh Tiamat kemudian menjelma menjadi langit, bagian lainnya menjadi bumi.

Marduk kemudian membunuh Dewa Kingu, mencampur darah Kingu dengan tanah, dan dari campuran itu Marduk mencipta manusia.

Alhasil semesta dan manusia ini adalah hasil dari perjuangan keras Dewa Marduk

Genesis: Ciptakan Alam? Mudah Bagi Allah

Jika dalam Enuma Elish semesta dan manusia adalah hasil pertempuran hidup dan mati antara para dewa, Agama Yahudi mengatakan: “Bukan seperti itu”

Dalam Kitab Genesis (bagian dari Perjanjian Lama / Taurat), Allah cukup mengatakan “Jadilah terang!”, terciptalah terang.

Untuk mencipta langit, Allah cukup berkata “Jadilah sebuah kubah untuk membagi air itu menjadi dua, dan menahannya dalam dua tempat yang terpisah.”  Kubah itu dinamakan-Nya langit yang terpisah dari bumi.

Untuk mencipta manusia, Allah mengambil sedikit tanah, membentuknya menjadi seorang manusia, lalu menghembuskan napas yang memberi hidup ke dalam lubang hidungnya; maka hiduplah manusia itu.

Tak perlu ada pertumpahan darah, cukup berkata — Jadilah!

Hebat bukan, Allah mencipta alam dan manusia hanya cukup dengan kehendak-Nya, Ia tak perlu melalui pertempuran hidup mati. “Kun Fayakun” – jika Ia berkata “Jadilah” maka segala sesuatu bisa terjadi.

Allah agama Ibrahim digambarkan jauh lebih berkuasa dari para dewa kuno tersebut. Kisah ini selain terdapat pada Perjanjian Lama juga ditulis ulang dalam Al-Qur’an.

Tuhanmu? Cuma Bawahan..

Untuk menggambarkan bahwa Tuhan Yahudi lebih berkuasa dari pada para dewa, dalam Kitab Mazmur (Psalms) 82:1 dituliskan ”Allah memimpin sidang para Dewa, Dia memberi perintah atas para Dewa”

Jelaslah Allah dari agama Ibrahim lebih berkuasa diantara para Dewa yang ada.

Masih Sembah Dia? Tahu Rasa Nanti…

Persaingan antar Tuhan yang makin keras, terekam dalam episode Nabi Elia (Ilyas dalam Islam). Kisahnya terekam dalam Kitab Para Raja I 18 sebagai berikut:

Ketika terjadi bencana kelaparan parah di Samaria akibat hujan yang tak turun selama 3 tahun, Raja Ahab melakukan segala cara untuk memanggil hujan, salah satunya adalah dengan kontes yang berakhir mengerikan.

Nabi penyembah Allah (Nabi Elia) seorang diri melawan 450 Nabi penyembah Dewa Baal berhadapan dalam kontes yang ukurannya sederhana: Yang bisa memanggil hujan adalah yang menang. Kontes ini diadakan diatas Gunung Karmel.

Giliran pertama: para Nabi Baal menyembelih seekor sapi, memotong dan mempersembahkannya dalam altar api. Pada Baal mereka kemudian meminta, memohon dan menyeru agar Baal menunjukkan kuasanya menurunkan hujan. Seharian penuh mereka berusaha dengan segala upayanya. Tak ada jawaban dari Baal, hanya olok-olok Nabi Elia saja yang terdengar merendahkan mereka.

Giliran kedua: Nabi Elia menyembelih seekor sapi, memotong dan mempersembahkannya dalam altar api. Pada Allah, Nabi Elia meminta, “Ya Allah, sembahan Ibrahim, Ishak dan Yakub, tunjukkan kuasa-Mu”. Dari langit muncul petir yang menyambar hangus altar api beserta kurban sapinya. Allah berkenan mengambil persembahan itu.

Kemudian Elia berkata kepada Raja Ahab, ”Silakan Baginda pergi makan! Sebentar lagi akan hujan, sebab derunya sudah terdengar.”, dan benar hujan sangat lebat tak lama kemudian turun, menunjukkan betapa kuasanya Allah Ibrahim.

Bagaimana dengan nasib para Nabi penyembah Dewa Baal? Elia menyuruh menangkap mereka semua, membawanya ke sungai Kison dan menyembelih mereka semua di sana.

Akhir yang tragis, 400 Nabi penyembah Baal disembelih Nabi Elia

Sungguh sebuah kemenangan yang keras…

Perjuangan Agama, Masihkah?

Tentu masih.

Apakah lawan utama agama Ibrahim sekarang adalah penyembah Setan, Dewa atau Tuhan tipe baru? bukan…

Penyembah agama Ibrahim sepertinya malah harus bersekutu dengan penyembah Tuhan atau Dewa lainnya untuk melawan musuh tipe baru, yaitu masyarakat yang mulai menganggap para Dewa dan Tuhan semakin tak relevan dalam kehidupan sehari-hari. Semakin tak relevan untuk menentukan nasib, yang bisa mereka perjuangkan sendiri lewat usaha, pendidikan dan kesempatan.


Referensi: