Anda kenal Sistem Khilafah?

Ini adalah magnet luar biasa bagi banyak kelompok Islam untuk mendapatkan dukungan dari para muslimin di Indonesia. Mulai dari mereka yang benar-benar melakukan gerakan nyata mewujudkannya seperti DI/TII, JI, NII, Hizbut Tahrir atau yang secara tidak langsung mendukungnya seperti FPI, FUI, MUI dan PKS.

Demonstrasi menyerukan pendirian khilafah oleh Hizbut Tahrir Indonesia
Demonstrasi menyerukan pendirian khilafah oleh Hizbut Tahrir Indonesia

Bagi mereka, hukum Islam yang datang dari Allah dan ditegakkan dalam negara Khilafah adalah superior diatas semua hukum manusia. Jadi bila Indonesia menerapkan sistem khilafah, pasti semua permasalahan di negeri ini akan teratasi. Detilnya bagaimana? tidak jelas..

Sudahlah, saya tidak membahas lebih lanjut tentang detil negara khilafah dan bagaimana bisa diterapkan di Indonesia. Saya akan menuliskan bagaimana Negara Khilafah dalam catatan sejarah dunia.

Khilafah di Masa Rasulullah

Negara Islam secara efektif berdiri setelah Nabi berhijrah dan membentuk pemerintahan di kota Madinah.

Bagaimana struktur pemerintahannya?

Nabi tinggal di samping masjid, salah satu kegiatan rutin beliau adalah memberi pengajian di masjid dengan audience-nya adalah jamaah muslim yang ada. Bila ada masalah kenegaraan, Nabi dan para sahabat membahasnya ditempat itu juga dengan audience yang sama. Nabi menerima laporan dan memberikan perintah negara di masjid beliau.

Menjadi kepala negara sepertinya adalah pekerjaan sambilan Nabi. Nabi tidak memusatkan perhatiannya untuk membangun institusi kenegaraan yang mengurus negara. Tidak ada pos-pos kementrian, tidak ada organisasi militer, tidak ada tentara dan aparat yang digaji negara.

Pengurusan negara dilakukan seperti sebuah kepanitiaan. Jika ada suatu proyek negara, misalnya perang, pengumpulan zakat dan lain-lain, nabi menunjuk seorang sahabat untuk memimpinnya, sedangkan sahabat yang lain akan membantunya dalam struktur yang lepas. Semuanya dilakukan secara sukarela, tidak ada gaji, tetapi bila ada keuntungan (misalnya pampasan perang) mereka akan mendapat bagiannya.

Pusat pemerintahan adalah Nabi, beliau memegang kekuasaan eksekutif, yudikatif dan legislatif. Jika Nabi telah memutuskan, maka “sami’na wa ato’na” – dengarkan dan laksanakan. Tidak ada lembaga kontrol. Jika Nabi salah, Allah sendiri yang akan menegur melalui wahyunya atau malaikat. Kontrol dari Allah.

Sebelum mengambil keputusan, beliau kadang meminta pendapat para sahabat. Akan tetapi keputusan terakhir mutlak ditangan Nabi, beliau tidak terikat dengan masukan dari sahabat. Bisa jadi keputusan Nabi berbeda dengan masukan sahabat, tetapi setelah nabi menetapkan, wajib bagi umat Islam untuk taat kepada keputusan Nabi.

Pemerintahan yang berpusat pada Nabi ini kacau saat Nabi wafat. Terjadi kebingungan, kepanikan diantara para sahabat. Nabi tidak pernah menentukan siapa penggantinya, dengan cara bagaimana penggantinya dipilih dan apa saja wewenang penggantinya.

Akibat kebingungan ini, jenazah nabi baru dikuburkan tiga hari setelah Nabi wafat.

Suatu ironi, mengingat semasa hidupnya Nabi selalu memerintahkan penguburan sesegera mungkin umatnya yang meninggal.

Khilafah di Masa Khulafaur Rasyidin (631M – 661M)

Khalifah pertama setelah Nabi adalah Abu Bakar, beliau dipilih dari hasil musyawarah para sahabat.

Suksesi pertama ini adalah terobosan besar umat Islam dalam berpolitik yang belum ada contohnya di berbagai kebudayaan lainnya. Ketika dunia masih memilih seorang Raja/Kaisar karena ia adalah anak dari Raja/Kaisar sebelumnya, umat Islam memilih pemimpin karena kualitas dan kapasitas pribadi pemimpin tersebut.

Prinsip suksesi ini terulang dalam periode Khulafaur Rasyidin ini, walau dengan metode yang berbeda-beda. Berikut ini daftar Khalifah dalam periode ini beserta metode pemilihannya:

  1. Abu Bakar, dipilih dalam musyawarah para sahabat.
  2. Umar Bin Khatab, ditunjuk Abu Bakar sebelum beliau meninggal.
  3. Usman Bin Affan, dipilih oleh tim formatur yang dibentuk Umar.
  4. Ali bin Abi Thalib, dipilih dalam musyawarah para sahabat.

Dalam organisasi pemerintahan, para sahabat mulai membangun struktur pemerintah secara profesional. Mulai dibentuk tentara profesional dan aparat negara yang digaji negara, dibentuk semacam kementrian untuk lebih fokus mengurusi kepentingan negara.

Dalam pengambilan keputusan, mereka meniru apa yang dijalankan Nabi yaitu pemusatan semua kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif ditangan pemimpin tertinggi, yaitu Khalifah.

Tidak ada lembaga kontrol. Jika Khalifah dianggap salah, para sahabat senior akan menegur Khalifah, akan tetapi hal itu tidak mengikat Khalifah. Kekuasaan Khalifah adalah mutlak.

Perbedaan pendapat akan selalu ada di sistem manapun. Dan dimana tidak ada mekanisme kontrol untuk kepala negara, perbedaan pendapat bisa menjadi suatu hal yang berbahaya.

Dari 4 orang Khalifah, 3 orang meninggal dibunuh oleh lawan politiknya. Hanya Abu Bakar yang meninggal wajar. Suatu sistem yang berbahaya atau bisa dikatakan kacau, dimana 75% kepala negaranya dibunuh karena konflik kepentingan.

Pada akhir masa Khulafaur Rasyidin, Negara Islam telah menjelma menjadi imperium raksasa, menelan imperium Romawi dan Persia yang ada sebelumnya.

Kekuatan militer menjadi unsur penentu untuk penguasaan wilayah yang luas tersebut.

Muawiyah yang secara de-facto menguasai sebagian besar militer negara dan berseberangan secara politik dengan Ali, mengambil kesempatan saat Ali tewas dibunuh.

Ia mengangkat diri menjadi Khalifah. Ia mengakhiri tradisi suksesi pada periode Khulafaur Rasyidin, yaitu pemimpin dipilih berdasarkan kapasitas pribadinya.

Ia memulai periode dimana jabatan Khalifah direbut oleh kekuatan militer dan diwariskan secara turun-menurun.

Khilafah di Masa Dinasti Keluarga (661 M – 1924 M)

Pada periode ini negara Islam berkembang pesat dalam penguasaan wilayah dan penguasaan ilmu dan teknologi. Dari banyak wilayah barunya, Islam banyak menyerap banyak pengetahuan yang ada di sana. Tradisi intelektual Yunani, teknologi dan birokrasi Persia dan Romawi diserap dan dikembangkan lebih lanjut dalam bendera Islam.

Dalam masa ini berbagai macam ilmu berkembang pesat. Kemakmuran meningkat. Islam tumbuh menjadi superpower dunia, pusat peradaban dunia. Banyak kitab-kitab hukum, ilmu pengetahuan, kedokteran dan filsafat disusun dan menjadi rujukan utama sepanjang masa bagi umat Islam.

Wilayah Khilafah Islam pada tahun 1683
Wilayah Khilafah Islam pada tahun 1683

Dalam sistem pemerintahan, Islam mengadopsi sistem yang terbukti stabil, yaitu sistem kerajaan.

Khalifah adalah Raja/Kaisar versi Islam, ia menjadi Khalifah karena mewarisi jabatan ini dari ayahnya yang Khalifah. Para bangsawan ditempatkan dalam posisi-posisi strategis untuk melanggengkan kepentingan keluarga.

Dalam pemerintahan, Khalifah adalah memegang kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Ia mungkin mengangkat beberapa ulama terkemuka sebagai penasehatnya, akan tetapi kekuasaan mutlak ada di tangan Khalifah, is tidak bisa dikontrol oleh apapun.

Dalam sejarah tercatat beberapa Dinasti berkuasa. Ceritanya sama, para pendiri dinasti adalah tokoh kuat yang merebut kekuasaan dari penguasa sebelumnya dan kemudian mewariskan kekuasaan itu ke keturunannya.

Berakhirnya Era Para  Raja, Berakhirnya Khilafah Islam

Api pengetahuan filsafat dan pengetahuan yang dinyalakan Islam, pada saatnya sampai pula di dataran Eropa. Renaissance timbul di Eropa, Eropa yang Kristen mengejar ketertinggalan mereka dari dunia Islam. Berbagai ilmu berkembang pesat.

Kapal Perang milik Khilafah pada era Perang Dunia I

Salah satu hal penting yang bangkit di Eropa adalah kesadaran bahwa tidak ada hak istimewa kaum bangsawan dalam menguasai negara, bahwa dengan pendidikan, semua orang bisa mempunyai kapasitas yang diperlukan untuk memimpin. Bahwa negara berdiri berdiri untuk mewakili kepentingan warganya dan bukan hanya kepentingan raja dan kelompok bangsawan.

Negara bangsa muncul, revolusi Perancis memulai disingkirkannya hak-hak istimewa Raja dan bangsawan. Berbagai negara bangsa muncul menggantikan kerajaan.

Kerajaan yang tertinggal mulai membatasi hak-hak Raja dengan beralih menjadi Monarki-Konstitusional.

Kekhalifahan Ottoman adalah satu dari segelintir imperium yang bertahan dengan Monarki–Absolut, dimana kekuasaan Raja/Khalifah adalah absolut. Khilafah Islam adalah salah satu benteng terakhir era negara para Raja.

Perang Dunia I mengoyak Eropa, menghancurkan dan menuliskan ulang batas-batas negara.

Perang ini begitu hebat, belum ada skalanya dalam sejarah. 40 juta orang mati, 4 imperium yang mempunyai akar hingga perang salib terhapus: Kekhalifahan Ottoman (Islam), Kekaisaran Jerman (Kristen), Tsar Rusia (Kristen), dan Imperium Austro-Hongarian (Kristen). Belasan negara bangsa baru muncul di bekas imperium tersebut. Tak ada lagi Monarki-Absolut di Eropa yang ada yang tersisa adalah Monarki-Konstitusional.

Khalifah terakhir saat meninggalkan Istana
Khalifah terakhir saat meninggalkan Istana

Benang Merah Sistem Khilafah

Dari tiga era Khilafah Islam ada benang merah yang bisa ditarik sebagai berikut:

  1. Khalifah adalah Muslim dan memerintah berdasarkan hukum yang ditafsirkan dari Qur’an & Hadits. Penafsiran dilakukan oleh ulama yang dianggap menguasai ilmu agama. Kondisi dan aspirasi rakyat dianggap dapat diwakilkan dengan pertimbangan ulama.
  2. Warga non muslim diakomodasi dalam negara, akan tetapi tidak mempunyai hak untuk dipilih sebagai pimpinan lembaga yang strategis.
  3. Khalifah memegang kekuasaan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif.
  4. Khalifah berkuasa seumur hidup dan tidak ada lembaga yang bisa menurunkan Khalifah ditengah masa jabatannya.
  5. Tidak ada manusia atau lembaga yang bisa mengontrol Khalifah. Khalifah mungkin membentuk lembaga penasehat atau meminta masukan ulama, akan tetapi keputusan terakhir ada ditangan Khalifah. Diantara para Khalifah, hanya Nabi yang mempunyai kontrol, yaitu Allah yang bisa menegur dan memerintahakan Nabi untuk memperbaiki kesalahannya.
  6. Pendapat atau kepentingan rakyat dan siapapun tidak penting, karena sifatnya adalah masukan dan tidak mengikat Khalifah. Rakyat hanya boleh berharap kemurahan hati sang Khalifah.

     

Jadi

Apakah layak mengganti sistem demokrasi di Indonesia dengan sistem otoriter yang bernama Khilafah? Anda pilih sendiri jawabannya…


Bacaan: